Kui Long melompat mundur, tubuhnya bergetar akibat hantaman energi yang menggetarkan udara. Namun, Jian Guozhi tidak memberinya ruang untuk bernapas. Dengan tatapan tajam bak kilat yang membelah cakrawala, ia mengayunkan tombaknya. Petir ungu menyambar dari ujung senjata itu, melesat turun seperti hujan kematian, menghantam tanah dengan ledakan yang mengguncang bumi.Kui Long merasakan aliran listrik yang menyengat di kulitnya, tetapi ia tetap teguh. Dengan satu gerakan cepat, ia mengayunkan Pusaka Dewa Petir. Aura biru menyala dari bilah senjata itu, membentuk perisai energi yang berputar liar mengelilinginya. Hujan petir menabrak perisai itu, menimbulkan letupan beruntun yang menggema ke seluruh dataran, menyilaukan langit malam dengan kilatan api biru dan ungu."Kau kuat, Jian Guozhi," ujar Kui Long dengan nada penuh tantangan. Napasnya sedikit memburu, tetapi matanya tetap bersinar dengan percaya diri. "Tapi kekuatan petirmu tidak akan cukup untuk menjatuhkanku."Jian Guozhi menye
Di bawah sinar rembulan yang pucat, Kui Long melangkah dengan penuh keyakinan. Angin malam berdesir lembut, membawa aroma tanah lembab dan dedaunan yang berguguran di sepanjang jalan setapak. Matanya yang tajam menyala dengan semangat yang tak tergoyahkan, mencerminkan tekadnya untuk mencapai Negeri Ming, tanah yang diyakini menyimpan rahasia naga.“Aku bisa merasakan kehadirannya,” gumamnya pelan, suaranya hampir tenggelam oleh suara dedaunan yang berbisik diterpa angin.Di Negeri Ming, menurut legenda yang selama ini dikumpulkannya, bersemayam Naga Azteca—makhluk mitos purba yang diyakini memiliki kekuatan regenerasi dan energi primordial. Kekuatan itu konon dapat memulihkan kondisi tubuh ke puncak kultivasi, sesuatu yang sangat ia butuhkan sejak kehilangan sebagian besar energinya. Tubuhnya yang dulu gagah kini mulai melemah, dan ia tidak bisa membiarkan kelemahan itu menjadi penghalang dalam perjalanannya menuju kejayaan.Di sampingnya, Song Lien Hwa berjalan dengan langkah mantap
Langkah Kui Long menggema di dalam kuil yang remang-remang, setiap jejaknya memantul di antara dinding batu yang dipenuhi ukiran kuno. Udara di dalam terasa berat, seolah dipenuhi bisikan arwah dari masa lalu. Aroma tanah lembab bercampur dengan dupa yang terbakar samar memenuhi hidungnya, membangkitkan rasa gelisah yang menggantung di udara.Di belakangnya, Song Lien Hwa melangkah dengan hati-hati. Jemarinya menggenggam gagang pedang dengan kuat, matanya awas menelusuri bayangan yang menari di dinding. Cahaya biru yang memancar dari jantung kuil semakin kuat, membentuk pusaran energi yang berdenyut seirama dengan detak jantung mereka."Rasanya seperti... sesuatu sedang mengawasi kita," bisik Song Lien Hwa, suaranya nyaris tenggelam dalam keheningan.Kui Long berhenti di tengah aula utama. Tepat di hadapannya, sebuah patung naga raksasa terpahat dari obsidian hitam, mata safirnya berkilau seolah memiliki nyawa. Ia melangkah lebih dekat, merasakan hawa dingin yang merambat di kulitnya.
Kui Long menatap mata Naga Azteca yang bersinar tajam. Nafasnya masih berat setelah melewati ujian berat yang hampir meremukkan jiwanya. Namun, ia tahu bahwa apa yang akan ia minta jauh lebih sulit dari apa pun yang telah ia hadapi."Naga Azteca," suara Kui Long bergema di aula suci. "Aku meminta sesuatu yang besar darimu. Aku ingin kau mengikutiku. Bergabung denganku."Song Lien Hwa menahan napasnya. Permintaan itu tak hanya berani—ia nyaris terdengar seperti penghinaan bagi makhluk agung seperti Naga Azteca.Naga itu mendesis rendah, tubuhnya berkilauan dalam cahaya mistis. "Manusia fana, kau ingin aku tunduk padamu? Apakah kau pikir aku hanyalah pedang yang bisa kau hunus sesukamu?"Angin bertiup kencang. Kui Long tetap berdiri tegak. "Bukan tunduk. Aku ingin kita menjadi satu kekuatan. Kita memiliki tujuan yang sama—menghancurkan mereka yang ingin mengeksploitasi kekuatan naga. Aku butuh kekuatanmu, dan kau butuh seseorang yang bisa berjalan di antara manusia untuk mencegah traged
Kilatan cahaya hijau yang menyelimuti ruangan dengan tajam seolah membuka tirai misteri, tiba-tiba digantikan oleh semburan api biru kehijauan yang menyembur dari tubuh Naga Azteca. Sinar api itu menari liar, menghanguskan sebagian anggota Sekte Penakluk Surgawi, seolah menandakan dimulainya pertumpahan darah yang tak terhindarkan. Meski api mengamuk, para penyintas tetap berdiri dengan gagah; mata mereka menyala merah, dan senyum sinis terukir di wajah mereka, seakan menantang nasib. Dari balik jubah hitam yang menyelimuti tubuh mereka, bayangan-bayangan hitam merayap keluar perlahan, menyusun sosok-sosok iblis yang mengelilingi Kui Long dan Song Lien Hwa dalam keremangan yang mencekam.Di tengah kekacauan itu, Song Lien Hwa menggenggam pedangnya sekuat tenaga sambil menggumam,"Mereka telah terperangkap dalam kegelapan sepenuhnya…"suara pedangnya bergesekan lembut dengan kulit, menambah intensitas setiap kata yang diucapkannya.Tak lama kemudian, seorang pemimpin sekte—seorang pria
Di tengah malam yang kelam, langit seakan berguncang oleh benturan energi yang tak terelakkan. Di ufuk, api biru yang menyala dari Naga Azteca melesat bagai petir, menari-nari menyapu cakrawala. Sementara itu, kilauan pedang Song Lien Hwa memecah kegelapan, berpadu dengan gemuruh tinju berapi Kui Long yang menyambar seolah memanggil nasib. Suasana itu terasa begitu hidup; aroma asap terbakar bercampur debu dan suara erangan angin mengiringi tiap detik pertempuran.Di balik kekacauan itu, Sekte Penakluk Surgawi berdiri tegak meskipun digempur tanpa ampun. Mata mereka yang merah menyala mencerminkan semangat yang dipupuk oleh kekuatan kegelapan yang berputar di sekitar mereka. Getaran tanah dan bisikan angin seolah mengisahkan betapa pekatnya kekuatan yang mengelilingi pertempuran ini.Di tengah hiruk-pikuk itu, muncul sosok pria bertopeng yang senyum sinisnya menyembunyikan keangkuhan sekaligus ketidakpercayaan. Dengan suara serak penuh ejekan, ia menyuarakan,"Kalian hanya menunda keh
Angin malam berembus pelan, membawa aroma tanah basah dan daun kering yang berguguran. Langit bertabur bintang, namun suasana tetap terasa mencekam. Di hadapan Kui Long, Naga Azteca berdiri dengan sorot mata tajam penuh arti."Aku punya satu permintaan sebelum mengikutimu kembali ke Dunia Pendekar," suara Naga Azteca bergema di udara, berat dan penuh ketegasan.Kui Long menyipitkan mata, ekspresinya tak berubah. "Permintaan apa?" tanyanya, waspada.Naga Azteca menarik napas panjang sebelum menjawab, "Negeri Naga sedang dilanda bencana. Naga Iblis yang telah lama terkubur kini bangkit kembali, membawa kehancuran dan ketakutan."Alis Kui Long berkerut. "Apa yang harus aku lakukan?""Bantu aku menumpas Naga Iblis ini," kata Naga Azteca, suaranya mengandung nada permohonan sekaligus perintah. "Jika kau mau, aku akan menjadi pengikut setiamu selamanya."Kui Long menatapnya dalam-dalam. "Kenapa harus aku? Bukankah kau sendiri mampu menghadapinya?"Naga Azteca menggeleng. "Aku bisa melawan N
Song Lien Hwa berdiri di tepi pantai, menatap Pulau Arak yang diselimuti kabut tipis. Suara ombak yang memecah di pantai menjadi satu-satunya pengiring dalam kesunyian itu. Ia menarik napas dalam-dalam, merasakan aroma asin laut yang menyegarkan, sebelum melangkah mantap memasuki wilayah tersebut dengan tujuan mencari Dewa Mabuk, Kong Ming. Saat memasuki hutan bambu yang lebat, angin sepoi-sepoi membawa aroma khas dedaunan basah. Tiba-tiba, tawa nyaring memecah keheningan. Di atas batu besar, duduk seorang lelaki tua dengan rambut putih acak-acakan, memegang guci arak yang hampir kosong. Ia menenggak arak dengan lahap, kemudian menatap Song Lien Hwa dengan mata yang tampak setengah sadar namun tajam. "Hahaha! Gadis muda, kau bukan peminum arak, bukan? Apa yang membawamu ke sini?" tanyanya dengan suara serak namun penuh semangat. Song Lien Hwa menangkupkan tangan dan membungkuk hormat, merasakan tatapan tajam lelaki itu menembus dirinya. "Aku datang membawa pesan dari Kui Long. Ia me
Kabut tebal yang menelan seluruh medan pertempuran perlahan-lahan menghilang, bukan karena angin yang meniupnya atau karena kekuatannya telah pudar—melainkan karena semua yang menjadi target kabut itu telah lenyap.Di tanah yang menghitam seperti terbakar, tubuh-tubuh para Immortal membatu dalam keheningan yang mengerikan. Mereka tak lagi hidup, tapi juga belum sepenuhnya mati. Kulit mereka telah mengeras menjadi arang, hitam berkilap seperti obsidian yang retak. Tatapan terakhir mereka membeku dalam rupa yang tak akan pernah dilupakan siapa pun yang melihat—mata terbelalak oleh teror, mulut setengah terbuka oleh ketakjuban, dan alis yang merunduk dalam penyesalan yang tak terselesaikan.Namun, sang pembawa malapetaka belum berhenti. Dewi Racun masih berdiri di tengah medan, jubahnya berkibar pelan oleh hembusan angin beracun yang tersisa. Cahaya dari langit yang lembayung menyorot wajahnya yang tak menunjukkan emosi selain ketenangan dingin.Dari kehampaan, lima cahaya redup mulai be
—Ketika racun bukan lagi sekadar senjata, tapi kutukan dunia itu sendiri—Medan perang menjadi lautan kehijauan yang membara dalam keheningan yang mengerikan. Tanah yang disentuh jimat Dewi Racun telah berubah menjadi ladang kematian ... bunga-bunga berbentuk tengkorak merekah dari tanah, memuntahkan spora beracun berwarna merah darah, sementara kabut ungu kehijauan merambat seperti tangan-tangan makhluk lapar yang mengincar jiwa.Dewi Racun berdiri di tengah-tengah pusaran itu, rambutnya melayang seperti ular-ular kecil, dan gaunnya bergelombang, seolah dijalin dari kabut itu sendiri. Di tangan kirinya, ia genggam Jimat Racun Kehancuran Tiga Dunia—artefak yang tak pernah diaktifkan sepenuhnya… sampai hari ini.“Kalian para immortal, begitu sombong dengan keabadian kalian... Tapi tidak ada yang abadi di hadapan racun yang benar-benar murni.” Suara Dewi Racun menggema, serak namun memikat, mengandung mantra yang memengaruhi kesadaran.Beberapa Immortal mulai berteriak histeris. Ilusi
—Dua kekuatan kuno bertabrakan di langit dunia—Langit seolah mendidih. Darah para bintang menetes ke bumi dalam bentuk kilatan energi liar yang tak terbendung.Naga Wrath, makhluk dari reruntuhan abadi dan badai abadi, meraung liar, memekakkan setiap jiwa yang masih tersisa di medan perang. Petir hitam di tubuhnya kini menebal, menciptakan badai magnetik raksasa yang menghisap segala bentuk energi spiritual di sekitarnya. Ia menggulung udara menjadi tombak-tombak listrik yang melesat ke segala arah. Salah satunya menghantam dada Azteca, meledak menjadi gelombang plasma yang membelah awan.Azteca mengerang, tapi tidak mundur.Matanya yang bersinar biru kehijauan kini berubah menjadi merah darah. Simbol-simbol kuno di tubuhnya menyala lebih terang, berdenyut seperti jantung dunia itu sendiri. Dari sela-sela sisiknya, muncul kilatan emas—bukan emas biasa, melainkan “Ollin”, esensi gerak semesta.“Tlazohcamati, Huehuecoyotl... berikan aku tarian terakhir dari para dewa.”Azteca terangkat
Ledakan terakhir dari serangan pusaran hitam yang menelan Lin Feng masih membekas di langit, membelah awan menjadi dua. Debu dan puing dari tanah yang terkoyak beterbangan, sementara api dan es beradu di udara, menciptakan pelangi berdarah di cakrawala. Namun di tengah kekacauan itu, medan perang belum berhenti berdetak.***Di atas langit merah, Naga Azteca menggila. Sisiknya yang bersinar dengan pola kuno berkedip cepat, menandakan amarah yang tak lagi bisa dibendung. Naga Wrath meraung menantang, tubuhnya yang berbalut petir hitam meluncur dengan kecepatan meteor, membentur perisai spiritual Azteca hingga ruang di sekitarnya retak seperti kaca.Namun kali ini, Azteca membuka mulutnya, mengeluarkan suara bernada rendah, nyaris seperti nyanyian ritual. “Hezkani... teotl tlatoani...”—dan tiba-tiba, ribuan simbol kuno terpancar dari tubuhnya, membentuk lingkaran sihir raksasa di langit.Ritual Leluhur Azteca—Sumpah Darah Langit Ketujuh.Ritual itu bukan sekadar serangan. Ia adalah wari
Di bawah langit yang muram, dua sosok bertarung dengan intensitas yang mengguncang alam semesta. Kui Long dan Lin Feng saling berhadapan, energi mereka bertabrakan dan menciptakan gelombang dahsyat yang meremukkan segala yang ada di sekeliling.Lin Feng, dengan Pedang Surgawi yang memancarkan cahaya keemasan, melesat seperti kilat. Setiap ayunan pedangnya meninggalkan jejak cahaya yang membelah udara, menembus kegelapan yang menyelimuti Kui Long. Namun, Dewa Iblis Gerbang Neraka itu tidak tinggal diam. Dengan senyum sinis, ia mengangkat tangannya, menciptakan pusaran bayangan yang berputar ganas, menyerap sebagian besar serangan Lin Feng."Tidak buruk, Lin Feng," suara Kui Long bergema, berat dan penuh kekuatan. "Tapi kau harus berusaha lebih keras untuk mengalahkanku!"Dengan gerakan cepat, Kui Long membentuk tombak hitam raksasa yang berputar liar, dipenuhi energi destruktif. Tombak itu melesat menuju Lin Feng dengan kecepatan yang hampir tak terjangkau oleh mata manusia.Lin Fe
Langit semakin gelap, awan hitam bergulung seperti naga yang mengamuk, seolah turut meratapi pertarungan yang mengguncang dunia. Petir sesekali menyambar cakrawala, menerangi medan perang yang penuh kehancuran. Di tengah reruntuhan, Lin Feng berdiri tegak, Pedang Surgawi terangkat tinggi, memancarkan cahaya emas yang menembus kelamnya kabut hitam yang menyelimuti Kui Long.Pria berjuluk "Dewa Iblis Gerbang Neraka" itu menyeringai. Bukan tanpa alasan ia mendapatkan nama tersebut—bukan karena ia benar-benar iblis, melainkan karena kultivasi kegelapannya yang telah mencapai tingkat yang hanya bisa ditakuti. Tubuhnya, yang diselubungi energi hitam pekat, tampak semakin kokoh. Udara di sekelilingnya bergetar, dipenuhi aura kematian yang mengerikan."Lin Feng," suara Kui Long terdengar serak namun penuh percaya diri. "Kau sudah menunjukkan segalanya. Kini, biarkan aku menunjukkan kekuatan sejati kultivasi kegelapan!"Dengan satu hentakan kaki, tanah di bawahnya merekah, suara retakan mengge
Kui Long mengerahkan seluruh kekuatan gelapnya, tubuhnya mulai diselimuti oleh kabut pekat yang berdenyut dengan energi iblis. Rantai api neraka yang sebelumnya melesat kini berputar liar di sekelilingnya, membentuk lingkaran kehancuran yang siap melumat apa pun yang mendekat. Matanya berkilat merah menyala, suara tawa penuh amarah bergema di tengah pertempuran yang semakin kacau."Lin Feng! Kau pikir dirimu tak terkalahkan? Aku akan menunjukkan kekuatan sejati seorang dewa iblis!" teriak Kui Long dengan suara bergemuruh.Tiba-tiba, tanah di bawahnya merekah lebih dalam, dan dari celah-celahnya muncul ribuan pedang hitam yang seolah hidup merangkak dari dunia bawah. Pedang-pedang itu bergerak cepat, berputar udara, berusaha mengurung Lin Feng yang melayang di udara. Namun, bukannya mundur, Lin Feng justru melesat maju, menerjang ke arah Kui Long dengan kecepatan yang melampaui pandangan manusia biasa."Jika itu kekuatan terbesarmu, maka ini akhir perjalananmu!" Suara Lin Feng beresona
Lin Feng melayang di udara, tubuhnya berputar dengan kelincahan luar biasa, menghindari rantai api neraka yang melesat cepat, nyaris membakar ujung jubahnya. Udara di sekitarnya mendesis panas, membawa aroma belerang yang menusuk. Matanya berkilat tajam, penuh tekad yang tak tergoyahkan. Dengan satu gerakan cepat, ia mengayunkan Pedang Surgawi, menghunuskan bilahnya ke bawah. Gelombang energi berdesing, membelah udara dengan suara nyaring, lalu menghantam tanah dengan kekuatan dahsyat. Sebuah jurang raksasa tercipta, batu-batu beterbangan ke segala arah.Kui Long melompat ke belakang, matanya membelalak menyaksikan kehancuran yang baru saja terjadi. Namun, Lin Feng tak memberinya kesempatan untuk bernapas. Dalam sekejap, ia sudah berada tepat di hadapan Kui Long, pedangnya berpendar dengan cahaya suci yang berkobar. Ia menebaskan senjatanya dengan kekuatan yang cukup untuk meratakan gunung."Aku tidak perlu percaya diri, Kui Long," suara Lin Feng bergema di tengah pertempuran yang men
Langit di atas Negeri Han berubah menjadi lautan petir dan api, memancarkan gelombang energi yang mengguncang seluruh daratan. Raungan naga, ledakan kekuatan spiritual, serta dentingan senjata bercampur dalam simfoni kehancuran.Di pusat medan perang, Lin Feng dan Kui Long bertarung dengan kecepatan yang bahkan mata manusia biasa tak mampu menangkapnya. Setiap tebasan Pedang Surgawi Lin Feng menciptakan gelombang energi yang bisa membelah gunung, sementara setiap pukulan tinju Kui Long membelah udara dengan kekuatan yang cukup untuk menghancurkan kota."Kau terlalu percaya diri, Lin Feng!" Kui Long menggeram, tubuhnya dikelilingi oleh aura hitam yang pekat. Dengan satu gerakan tangan, ia memanggil rantai api neraka yang berputar-putar di sekelilingnya sebelum melesat ke arah Lin Feng.Lin Feng melompat ke udara, menghindari serangan itu dengan kelincahan luar biasa. Ia membalas dengan serangan pedangnya yang berkilauan seperti bintang jatuh. Namun, Kui Long memutar tubuhnya dan menang