Beranda / Historical / Dewa Dewi Kerajaan Sanggabumi / Bab 49. Lima Putri yang Nakal

Share

Bab 49. Lima Putri yang Nakal

Penulis: Afifah Maulida
last update Terakhir Diperbarui: 2023-07-11 12:29:26

"Ki Tirta, sudah selesai. Ayo, kita kembali ke padepokan," ajak Ki Guru Saloka pada Ki Tirta yang terlihat mulai gelisah.

Sontak Ki Tirta membuka matanya dan melihat Ki Guru Saloka yang sudah turun dari batu pertapaannya. Dilihatnya sebuah tombak keemasan dengan hiasan berupa lilitan ular yang juga berwarna keemasan terdapat di sepanjang tombak itu. Sinar memancar begitu terang dari pangkal tombak emas tersebut.

Tombak emas itu dipegang Ki Guru Saloka dengan gagahnya. Sembari pandangannya lekat mengarah pada Dewi Rukmini yang tetap duduk bersila di atas batu besar datar itu dengan sejuta tatap kekaguman.

"Ternyata muridku ini bukan murid sembarangan," gumam Ki Guru Saloka.

"Tombak ini berasal dari mana, Ki Guru?" tanya Ki Tirta. Tangannya mengelus badan tombak itu penuh kekaguman. "Saya belum pernah melihat tombak seindah ini."

Ki Guru Saloka terkekeh melihat tingkah Ki Tirta. "Tombak ini keluar dari hati emas Dewi Rukmini," jawab Ki Guru Saloka. "Cobalah
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Dewa Dewi Kerajaan Sanggabumi   Bab 50. Dapur Mbok Darmi

    Ki Tirta dan teman-temannya memaksa kelima putri dari Kerajaan Dimar itu untuk masuk ke dalam ruang dapur padepokan. Ruangan yang sangat luas, dengan aroma asap yang sangat menyengat. Mbok Darmi, Sang Juru Masak padepokan melihat kelima putri yang dibawa paksa masuk ke ruang dapur itu dengan tatapan heran. Begitu pula dengan kelima anak buahnya. "Kenapa mereka, Kang?" tanya Mbok Darmi. Tangannya berhenti sejenak dari gerakannya mengulek aneka bahan bumbu yang diletakkan dalam sebuah cobek batu besar. Sudah tengah malam, tapi Mbok Darmi dan anak buahnya belum juga berhenti bekerja. Dan hal itu terlihat bagai sesuatu yang sangat mengerikan bagi kelima putri dari Kerajaan Dimar itu. "Nitip mereka selama 40 hari ya Mbok. Perintah dari Ki Guru seperti itu. Ajari mereka memasak dan membersihkan dapur. Mbok Darmi menyeringai lebar. "Wah, lumayan, Kang Tirta. Saya memiliki mainan baru," ujar Mbok Darmi sambil tertawa keras. "Nikmati saja, Mbok," seru Ki Tirta yang

    Terakhir Diperbarui : 2023-07-12
  • Dewa Dewi Kerajaan Sanggabumi   Bab 51. Pertapaan Hari Pertama

    Bertiga mereka berjalan beriringan. Mbok Darmi, Srondok, dan Putri Padmarini. Memecah kegelapan malam dengan menggunakan obor. Nyala api obor melenggak lenggok macam pinggul penari tayub. Sedikit waktu melewati tengah malam. Suasana sangat sepi. Hanya suara gesekan dedaunan dan rerantingan yang membelai pendengaran. Berulang kali Putri Padmarini menengok ke belakang, karena merasa ada yang membuntutinya. Dia tidak mengetahui bahwa sukma Dewi Rukmini yang tengah mengekorinya. Suara air terjun yang mengguyur keras dari atas tebing terdengar bagai tetabuhan musik malam yang tak bertempo. Diseling dengan percikan air yang membasahi alam di sekitarnya. "Hati-hati kalian melangkah. Licin sekali tanah di sini," ujar Mbok Darmi lirih, memperingatkan Srondok dan Putri Padmarini. Meskipun suara Mbok Darmi sudah berada dalam volume terkecil, tapi gaungnya masih tetap terdengar. Bertiga mereka memasuki gua yang gelap dan lembab itu. Mbok Darmi mengarahkan nyala ob

    Terakhir Diperbarui : 2023-07-12
  • Dewa Dewi Kerajaan Sanggabumi   Bab 52. Utusan Sanggabumi

    Kelima putri keraton dsri Kerajaan Dimar itu tengah berkumpul di atas amben. Melakukan aneka kegiatan memasak yang semula wnggan mereka lakukan. Mengupas bumbu-bumbu, memetiki dedaunan, dan mengiris banyak jantung pisang. Semua mereka lakukan di atas amben. Sementara itu Nawang, Srondok, Trimbil, Wening, dan Srining berpencar dalam berbagai sudut ruang dapur. Srondok dan Trimbil tengah merebus irisan jantung pisang, Nawang dan Wening memarut kelapa, serta Srining mengaduk santan kental. "Ini gula merahnya sudah jadi, Mbil. Kamu letakkan di lemari bumbon sana," perintah Mbok Darmi seraya mengulurkan tenggok besar berisi gula merah berbentuk bulat. "Siapa kali ini yang membuat gula merahnya, Mbok? Kok bentuk dan warnanya bagus. Tidak seperti kemarin. Bentuk bulatnya kemarin itu kurang rapi." Trimbil mengambil satu bongkahan gula merah yang ada dalam tenggok dan melihatnya dengan seksama. "Walah, Nduk. Aku ya gak ngerti siapa yang bikin kemarin. Tahunya kan s

    Terakhir Diperbarui : 2023-07-12
  • Dewa Dewi Kerajaan Sanggabumi   Bab 53. Aku Datang, Diajeng

    "Siapa itu tadi, Ki Tirta?" tanya Putri Sekar Galih yang seketika melompat turun dari amben begitu sang pemilik suara lembut itu masuk ke dalam kamar mandi. "Ya itu tadi yang aaya ceritakan, Gusti Putri. Patih ... ah, saya lupa lagi," keluh Ki Tirta. "Dimas Bagus Penggalih," sahut Dewi Sekar. Mata Mbok Darmi dan Ki Tirta seketika membelalak. Lantas mereka berdua saling pandang dan tertawa tergelak. "Kalau nama lelaki tampan saja langsung ingat. Tapi coba kalau disuruh mengingat ajaran-ajaran yang diberikan Ki Guru, mana ingat?" ledek Mbok Darmi. Dewi Sekar mencebik. "Coba saja Ki Guru penampilannya macam Patih Dimas Bagus Penggalih, pasti saya akan cepat mengingat ajaran-ajaran yang diberikan," ujar Dewi Sekar seraya mengerling ke arah Putri Sekar Galih yang kini berdiri di samping Ki Tirta. "Ssstt, jangan berisik. Patih Dimas sudah keluar dari kamar mandi," seru Putri Padmarini. Sontak Putri Sekar Galih dan Dewi Sekar memasang sikap s

    Terakhir Diperbarui : 2023-07-13
  • Dewa Dewi Kerajaan Sanggabumi   Bab 54. Rindu Berbungkus Katresnan

    Ditemani oleh Ki Guru Saloka, Pangeran Gagat, dan Ki Tirta, Patih dua Dimas Bagus Penggalih dan Senopati Satria Cakra berjalan menuju ke gua tempat pertapaan Dewi Rukmini. Ki Tirta membawa piranti sesaji untuk diletakkan di depan Dewi Rukmini. Hari mulai beranjak gelap saat itu. Sepanjang perjalanan menuju ke gua, Patih dua Dimas Bagus Penggalih sama sekali tidak mengeluarkan kata sepatah pun. Hanya Senopati Satria Cakra yang lebih sering berbincang dengan Ki Guru Saloka dsn Pangeran Gagat. "Bagaimana perkembangan Gusti Ratu Dewi Rukmini selama menimba ilmu di sini, Ki Guru?" tanya Senopati Satria Cakra. "Dia murid istimewa saya, Gusti Senopati. Dua bulan berguru di sini, sudah sejajar dengan yang menimba ilmu selama dua tahun. Keseriusan dan kelapangan hati Gusti Ratu Dewi Rukmini menjadi modal utama cepatnya dia menyerap ilmu. Hampir mirip sifatnya dengan Ibunda Ratu Dyah Gayatri." Ki Guru Saloka menceritakan perkembangan Dewi Rukmini dengan penuh kekaguman.

    Terakhir Diperbarui : 2023-07-13
  • Dewa Dewi Kerajaan Sanggabumi   Bab 55. Akhir Masa Pertapaan

    Ki Guru Saloka berdiri di hadapan Dewi Rukmini. Diam sejenak sembari berkomat kamit mengucapkan do'a. Lantas sedikit membungkukkan badan sebagai sikap takdzim pada Sang Ratu Dewi Rukmini. Perlahan Dewi Rukmini turun dari batu besar datar yang menjadi singgasana pertapaannya selama 40 hari ini. Aura terang memancar makin berkilau dari wajahnya. Tak beraps lama kemudian disusul oleh Patih dua Dimas Bagus Penggalih, yang duduk di atas batu yang berada di samping Dewi Rukmini. "Terima kasih sudah menemani, Kangmas Patih," ujar Dewi Rukmini santun. "Sepertinya kita perlu berbicara mengenai pesan yang disampaikan oleh Gusti Romo Prabu Arya Pamenang." "Kalau begitu, mari kita sekarang ke pendopo," ajak Ki Guru Saloka. Di hadapan Ki Guru Saloka, Patih dua Dimas Bagus Penggalih, Senopati Satria Cakra, dan Ki Tirta, Dewi Rukmini mencabut tombak emas yang menancap lebih kurang jarak sedepa dari batu tempatnya bersemedi. Begitu mudahnya tombak itu dicabut oleh

    Terakhir Diperbarui : 2023-07-14
  • Dewa Dewi Kerajaan Sanggabumi   Bab 56. Tsmsn Melati

    Selesai sudah masa pertapaan Dewi Rukmini. Dia kini kembali harus berlatih dengan keras. Tanggung jawab memimpin sebuah kerajaan, bukanlah tanggung jawab yang mudah. Dewi Rukmini kini telah mengalami peningkatan secara batiniah. Lebih bisa bersabar, lebih bisa ikhlas, dan mulai bisa menafikan segala keinginan duniawi. Pembersihan jiwa dari segala keangkaramurkaan nafsu manusiawi, bisa dia jalani dengan hampir mendekati kesempurnaan. "Boleh saya membantu di sini, Mbok Darmi?" tanya Dewi Rukmini pada wanita tua, penguasa wilayah dapur padepokan. "Tentu saja, Gusti Ratu. Silakan panjenengan pilih sendiri, pekerjaan mana yang panjenengan kehendaki." Mbok Darmi merentangkan tangannya, menunjuk ke arah Nawang, Wening, Trimbil, Srondok, dan Srining. Dewi Rukmini tersenyum dan menatap satu persatu kelima anak buah Mbok Darmi. Dewi Rukmini memilih pekerjaan mana yang membutuhkan bantuan cepat. "Saya membantu Srining saja ya Mbok. Menguliti buah kelapa," ujar Dewi

    Terakhir Diperbarui : 2023-07-14
  • Dewa Dewi Kerajaan Sanggabumi   Bab 57. Kalung Merah

    "Apa yang terjadi dengan desa Kemuning, Ki Guru?" tanya Dewi Rukmini. Sore itu dia gagal mendapatkan bunga melati dalam jumlah yang banyak. Karena Srining dan Wening terus memaksanya untuk pulang. Sementara bunga melati yang tumbuh di dekat air terjun, hanya ada sedikit. "Sebenarnya itu bukan desa, Gusti Ratu. Hanya sebuah pedukuhan kecil yang masuk satu desa dengan padepokan ini. Sudah lama pedukuhan itu kosong. Kalau tidak salah sudah 20 tahun tidak berpenghuni." Dahi Ki Guru Saloka mengernyit. Sepertinya dia tengah mengurai bermacam peristiwa yang terjadi 20 tahun yang lalu. "Mengapa pedukuhan itu menjsdi kosong, Ki Guru?" tanya Dewi Rukmini. "Malam itu, tepat ketika waktu sudah di tengah malam, tiba-tiba seluruh penduduk kesulitan bernafas. Hanya ada 10 orang yang bisa selamat. Dalam kondisi lemas karena terjatuh, kesepuluh orang itu berjalan merangkak hingga keluar pedukuhan. Hingga tiba di pedukuhan Karanganyar tempat padepokan ini. Dan sepuluh orang yang s

    Terakhir Diperbarui : 2023-07-15

Bab terbaru

  • Dewa Dewi Kerajaan Sanggabumi   Bab 80. Insiden Mulai Terjadi

    Lelaki tua berjenggot panjang dan berpakaian serba putih itu berjalan perlahan melihat kesibukan para abdi dalem yang tengah mempersiapkan perhelatan akbar pernikahan Dewi Rukmini dan Patih dua Dimas Bagus Penggalih. Tinggal sepekan lagi waktu perhelatan itu digelar. "Bagaimana keadaan di sini, Ki Guru Saloka? Apakah panjenengan merasakan ada hal yang kurang mengenakkan? Jika ada hal yang kurang berkenan atas pelayanan kami, kami terbuka untuk menerima segala kritik dan sarannya." Patih satu Diro Menggolo menghampiri Ki Guru Saloka yang tengah berdiri di depan para abdi dalem yng tengah menganyam daun nipah. Ki Guru Saloka tertawa mendengar perkataan Patih satu Diro Menggolo. "Hal apa lagi yang harus saya sampaikan sebagai sebuah protes, Paman Patih? Semua hal yang saya terima di sini sudah melebihi yang sewajarnya." Senyum lebar mengembang di bibir sang patih sepuh itu. Sebuah kepuasan tersendiri jika dia bisa memberikan pelayanan terbaik untuk para tetamunya. "Bi

  • Dewa Dewi Kerajaan Sanggabumi   Bab 79. Kegamangan Hati Sang Patih Muda

    "Apalagi yang kamu pikirkan to Nang?" tanya Patih satu Diro Menggolo pada putra semata wayangnya itu. Lengannya yang terlihat menua itu, melingkar di bahu sang putra. Patih dua Dimas Bagus Penggalih adalah hartanya yang paling berharga. "Aku hanya kuatir tak mampu membahagiakan Dewi Rukmini, Romo," jawab Patih dua Dimas Bagus Penggalih dengan suara parau. "Aku tahu bahwa hatinya bukanlah untukku. Cintanya pada Pangeran Gagat terlalu besar untuk kuusik." Patih dua Dimas Bagus Penggalih mendengus kesal. "Kenapa taqdir tak berpihak padaku, Romo? Padahal aku selalu berusaha untuk melakukan hal-hal yang baik di sepanjang hidupku. Apakah aku harus menjadi manusia binal juga macam Pangeran Gagat agar mampu meraih hati Dewi Rukmini seutuhnya?" Nada geram terdengar menyelimuti suara parau sang patih muda itu. "Ngomong opo to kamu ini, Nang? Bukankah Gusti Ratu sudah menjatuhkan pilihannya pada dirimu? Pilihan tanpa paksaan. Pilihan yang didasari atas kemauannya sendiri. Dengan

  • Dewa Dewi Kerajaan Sanggabumi   Bab 78. Warna Hati Sang Ratu

    Di lain tempat, tepatnya di dalam ruang keputren, terlihat seorang wanita paruh baya memasuki ruang utama keputren. Melangkah sedikit bergegas, seakan ingin mengejar sesuatu. Ya! Wanita paruh baya itu adalah Bik Nara. Dia memang ingin berlari mengejar. Mengejar kerinduannya pada junjungan tercinta, sang ratu Dewi Rukmini. Dia kini telah tiba di depan kamar yang dituju. Kamar yang selama 20 tahun menjadi kamarnya juga. Kamar di mana dia mengabdikan separuh hidupnya bagi sang junjungan. Mengasuh, membesarkan, merawat, dan mendampinginya layaknya perlakuan seorang ibu pada anaknya. Daun pintu kamar itu tidak terkunci. Terbentang lebar memperlihatkan isi seluruh kamar itu. Semuanya masih tetap dalam keadaan yang sama. mendiang Dewi Gauri-lah yang menyusun semua tatanan dalam kamar Dewi Rukmini itu. Dan Dewi Rukmini sudah berulang kali berpesan pada Bik Nara, agar tidak mengubah setiap jengkal tatanan dalam kamarnya. Karena aroma tubuh dan sentuhan tubuh ibunya, masih akan

  • Dewa Dewi Kerajaan Sanggabumi   Bab 77. Janur Kuning Belum Dilengkungkan

    "Mimpi tentang kekuasaan." Jawaban Ki Guru Saloka itu menyentak kesadaran Patih satu Diro Menggolo. Hal yang pernah terlintas di pemikirannya juga. Kecurigaannya terhadap kehendak Pangeran Gagat, ketika menyatakan keinginannya pada Prabu Arya Pamenang untuk melakukan pendekatan pada Dewi Rukmini. Sementara Ki Jalapati hanya diam tepekur. Selama dia mengenal sosok Pangeran Gagat, kesan baik yang timbul dalam hatinya. Dan dia melihat ada niat hati yang tulus dari Pangeran Gagat kepada Dewi Rukmini. Tapi, Ki Jalapati juga menyadari bahwa pasti ada banyak hal yng belum dia pahami dari sosok sang pangeran muda itu. "Saya sempat menduga ke arah sana juga, Ki Guru Saloka. Sewaktu Pangeran Gagat menghadap Prabu Arya Pamenang dan mengemukakan keinginannya untuk mengenal Dewi Rukmini secara lebih dekat." Patih satu Diro Menggolo menghela nafas panjang. Sekilas terbersit kekuatirannya akan keselamatan sang putra, Patih dua Dimas Bagus Penggalih. Mengenai Patih dua Dimas Bagus Pen

  • Dewa Dewi Kerajaan Sanggabumi   Bab 76. Mimpi yang Hilang

    "Ah, mana mungkin aku melupakan anak asuhku yang satu ini? Yang paling bandel tapi paling setia terhadap tanah Sanggabumi. Bagaimana ilmu yang kamu dapatkan di sana, Nanda Bejo?" Tanp ada jengah sedikit pun, Prabu Arya Pamenang langsung memeluk Bejo, pasangan Kalong yang bertugas menjadi pengawal pribadi Dewi Rukmini selama ini. Perjalanan sang ratu menuju desa Karangkitri bersama Kalong, Bejo, dan Bik Nara, pada akhirnya memisahkan mereka berempat. Hanya Bejo yang terus mengikuti hingga Dewi Rukmini menjalani satu tahun berguru di padepokan Songgolangit. Tapi pelukan Prabu Arya Pamenang pada Bejo segera dia lepaskan begitu menyadari ada seseorang yang agung berdiri di belakang Bejo. Dengan sikap takdzim, Prabu Arya Pamenang bergegas menghampiri dan mencium tangan seseorang itu. Ki Guru Saloka. Tokoh ilmu knuragan dan kebatinan yang sangat disegani. Setiap pimpinan kerajaan manapun pasti akan mengenal Ki Guru Saloka. Seorang pinisepuh yang sangat berwibawa dan memi

  • Dewa Dewi Kerajaan Sanggabumi   Ban 75. Pertemuan

    Tinggal dua pekan lagi. Tak terelakkan kesibukn yang ada dalam istana Sanggabumi. Rombongan pedati yang ditarik lembu seakan tak putus datang masuk ke dalam halaman istana. Persembahan dari 18 desa yang berada dalam wilayh kekuasaan Kerajaan Sanggabumi. Prabu Arya Pamenang tertegun melihat antusiame rakyatnya yng luar biasa. Matanya membentuk selaput bening yang siap meluap kapan saja hati tak mampu mencegahnya. "Ini dari rkyatku?" tanya Prabu Arya Pamenang pada Patih tiga Rangga Aditya, seakan tak percaya dengan apa yang terpampang di hdapannya. Aneka bahan makanan telah diusung para prajurit untuk dimasukkan ke dalam lumbung istana. Dan ternyata lumbung sebesar dan seluas itu tak lagi mampu menampungnya. "Benar, Gusti Prabu. Ini semua hadiah dari beberapa desa yang ada di Sanggabumi." Patih tiga Rangga Aditya sedikit membungkukkan badan keada Prabu Arya Pamenang. Senyum bngga yang hanya tipis mengulas, terukir indah di bibir pangeran muda dari negri Galuh itu. "K

  • Dewa Dewi Kerajaan Sanggabumi   Bab 74. Jelaga Dalam Istana

    Senopati Satria Cakra mengajak Patih dua Dimas Bagus Penggalih untuk duduk di anak tangga pendopo puri istana. "Ada yang ingin aku bicarakan, Dinda Patih." "Aku siap mendengarkan, Paman." Patih dua Dimas Bagus Penggalih duduk di samping sang senopati dengan wajah tertunduk dalam. "Tadi pagi Gusti Prabu memanggilku. Membicarakan tentang persiapan pernikahanmu dengan Gusti Ratu. Gusti Prabu menunjukku sebagai pemimpin pelaksana. Dalam waktu persiapan satu bulan ... sebenarnya terlalu berat buatku, Dinda Patih. Aku harus bagaimana?" Senopati Satria Cakra mengusap kasar mukanya. Dengan menaikkan alis mata, terlihat bawa dia sangat kebingungan. Senyum Patih dua Dimas Bagus Penggalih mengembang tipis. Sembari menepuk punggung sang senopati, dia berujar lirih,"Tidak perlu bingung, Kanda Senopati. Panjenengan atur saja dari sisi keamanannya. Untuk ritualnya, romoku yang akan mengaturnya. Bukankah saat pernikahan Prabu Arya Pamenang dengan mendiang Dewi Gauri, juga romoku yang

  • Dewa Dewi Kerajaan Sanggabumi   Bab 73. Dendam Sang Pangeran

    Mata pedang itu berkilat begitu tajam ketika sosok Patih dua Dimas Bagus Penggalih melintas di hadapannya. Sosok patih muda yang tampan dan berpembawaan tenang. Ah, tidak terlalu tampan sebenarnya, tapi memiliki pesona yang sangat memikat karena kharisma yang dipancarkannya begitu kuat. Lelaki bermata pedang itu mendengus kesal. Segala ambisi dan harapannya musnah karena kehdiran Patih dua Dimas Bagus Penggalih yang selalu menjegal langkahnya. Dan lelaki bermata pedang itu sangat tidak menyukainya. "Bagaimana, sahabatku Pangeran Gagat? Apakah ada yang ingin panjenengan sampaikan padaku?" Sapaan halus Patih dua Dimas Bagus Penggalih itu mengagetkan Pangeran Gagat. Sore itu, kala petang hampir menjelang, Pangeran Gagat tengah duduk di anak tangga pendopo kesatrian. Mengatur nafas setelah lelah bekerja menjalankan tugas hukumannya. Setiap sore dia harus membersihkan kandang kuda sekaligus memberinya makan. Dua ratus ekor kuda! Sebuah jumlah yang fantastis. Dan saat ini Pa

  • Dewa Dewi Kerajaan Sanggabumi   Bab 72. Hubungab Terlarang

    Prabu Arya Pamenang duduk di atas singgasananya dengan begitu gagah. Aura kewibawaannya memancar begitu kuat. Beberapa helai rambut putih yang menghiasi rambutnya justru terlihat bagai sebuah sinar keperakan yang memperkuat karismanya. Hari ini adalah hari penentuan hukuman atas perbuatan terlarang yang dilakukan oleh Pangeran Gagat dan Dewi Ayu Candra. Suara isak sang putti tak mampu meluluhkan hati sang penguasa Sanggabumi. Prabu Arya Pamenang tetap bersikeras untuk menghukum Dewi Ayu Candra dan Pangeran Gagat. "Tidak ada tawar menawar lagi dalam keputusan yang sudah kubuat," ujar Prabu Arya Pamenang dengan suara baritonnya yang terdengar berat dan dalam. "Saya mohon kebijaksanaan panjenengan, Gusti Prabu. Saya mengaku salah," mohon Pangeran Gagat. Jiwa ksatria sang pangeran ternyata masih kuat bercokol di kepribadiannya. Dia mengakui semua kesalahannya. Sungguh berbeda dengan Dewi Ayu Candra yang masih terus berusaha mengelak dan menimpakan semua kesalahan pada

DMCA.com Protection Status