Tubuh Tian Fan ambruk ke lantai, bermandikan keringat dan wajah memucat. Nafasnya tersengal-sengal, terdengar berat sesaat kemudian. Tian Yuwen, yang memperhatikan putranya dalam kondisi itu, hanya tersenyum seringai. Ia merasa senang karena sang putra semata wayangnya melebihi ekspektasinya. "Hmm, tidak buruk!" gumamnya.
Ia mendekati Tian Fan yang terkapar di lantai, lalu berjongkok di sampingnya sambil menunjukkan senyum lebarnya. "Kukira kau akan menyerah?" ujarnya dengan nada mengejek. Tian Fan memalingkan wajahnya, menatap sinis pada sang ayah. Ia ingin mengumpat, namun jangankan bicara, untuk bernafas saja ia merasa kesulitan. Maka, ia hanya bisa memancarkan tatapan sinis sebagai bentuk protesnya.
Tian Yuwen terbahak, matanya menyipit menatap putranya yang sedang melakukan gestur yang ia kenali. Setelah tertawa puas, ia menghela napas lalu berkata, “Modal utama untuk menjadi seorang kultivator adalah niat dan tekad. Namun, untuk menjadi yang terbaik dari yang terbaik, membutuhkan usaha dan kerja keras yang luar biasa!"
"Jika orang lain berusaha sebanyak satu, maka kau harus dua, bahkan tiga kali lebih keras dari usaha mereka," sambungnya dengan semangat, lalu menatap tajam putranya, "Jangan pernah berpikir kau akan mencapai puncak dunia jika usahamu hanya sebatas itu-itu saja. Lampaui batasanmu dan yang paling penting, selalu rendah hati. Jangan pernah menjadi angkuh atau sombong karena itu akan membuat batasan pada dirimu sendiri. Apa kau paham, Fan'er?"
Dalam detik itu, mata Fan'er bersinar penuh pengertian. Kebijaksanaan yang disampaikan ayahnya telah menyentuh hati bocah itu dan membangkitkan tekad untuk menjadi kultivator terbaik yang pernah ada.
Tian Fan tidak menjawab pertanyaan ayahnya, bukan karena dia tidak tahu jawabannya, melainkan karena itu merupakan penekanan prinsip hidup yang harus dipegang teguh dan tertanam di hati, pikiran, serta kepalanya.
Ayahnya, Tian Yuwen, tersenyum menyaksikan ekspresi penuh pemikiran pada wajah Tian Fan, kemudian bangkit dan berdiri di depannya. "Biasakan dirimu dengan pemberat itu," ujarnya, sambil menatap tajam ke arah Tian Fan. "Latihlah dirimu selama sebulan dengan pola latihan seperti tadi. Setelah itu, baru kita akan lanjutkan ke tingkat berikutnya." Ucapannya diakhiri dengan senyuman dan tatapan hangat.
Tian Fan menatap ayahnya dengan kembali, merasa terdorong semakin kuat. Ia mampu merasakan dukungan besar yang ditawarkan, meskipun ayahnya tidak secara eksplisit mengungkapkannya. Perasaan itu semakin membangkitkan semangatnya untuk bertahan dan mencapai tujuan yang diinginkan.
Tian Yuwen meninggalkan Tian Fan dalam kesendirian, melangkah keluar ruangan dengan langkah yang mantap. Begitu pintu terbuka, sosok sang istri, Xiao Ling, sudah menantinya dengan tatapan hangat yang membuat hatinya berdebar. Senyuman kecil menghiasi wajah Tian Yuwen, menanggapi tatapan penuh makna dari istri tercinta. "Sayang, kenapa kau menatapku seperti itu?" tanya Tian Yuwen lembut.
Xiao Ling tersenyum memandang suaminya, lalu berkata, "Tidak ada, hanya saja aku merasakan sesuatu yang berbeda darimu dalam memperlakukan Fan'er." Matanya bersinar penuh cinta saat menatap wajah Tian Yuwen. Mendengar itu, Tian Yuwen hanya tersenyum semakin lebar, lalu berkata, "Aku juga merasakan hal yang sama, sehingga aku memutuskan untuk menyerahkan pelatihan fisik Fan'er pada tiga orang tangan kananku." Mendengar jawaban suaminya, Xiao Ling terkejut, namun rasa bangga dan cinta semakin tumbuh di dalam hatinya.
"Kenapa begitu? Kenapa tidak kau saja yang melatihnya?" tanya Xiao Ling dengan tatapan serius yang menggali inti perasaan suaminya. Tian Yuwen menarik nafas panjang, berusaha meredam rasa tidak tega yang muncul di hatinya. "Bagaimanapun juga, Fan'er adalah anak kita satu-satunya. Di relung hatiku yang terdalam, pastilah muncul rasa seperti itu," jawabnya dengan kesungguhan.
Xiao Ling tersenyum lembut saat mendengar penuturan suaminya. Dia tahu betul betapa besar kecintaan Yuwen pada putra mereka, namun ia juga memahami bahwa Yuwen tak ingin memanjakan Tian Fan hingga lupa diri. "Apapun keputusanmu, aku akan selalu mendukungmu, sayang. Aku yakin apa yang kau pilih untuknya pasti yang terbaik untuknya," ucap Xiao Ling dengan keyakinan yang mendalam.
Mengingat cerita dari Tian Fan sebelumnya, Xiao Ling melanjutkan, "Menurutmu, apakah di samping latihannya sekarang ia bisa berlatih hal lainnya? Aku bisa membawakan banyak buku dan kitab untuk dipelajari. Bagaimana menurutmu, Suamiku?" sambil menatap mata Yuwen, penuh harap.
"Lakukanlah, aku yakin kau juga memikirkan yang terbaik untuknya. Lagipula, pelatihan dengan pemberat akan membantu menguatkan otot-otot tersembunyinya. Itu akan membuatnya lebih mahir dalam mengatur dan mengontrol tubuhnya," jelas Yuwen.
Mendapat dukungan dari Tian Yuwen, Xiao Ling tersenyum sumringah. Ia segera menyiapkan berbagai rencana yang sudah dibuat sebelumnya. Sementara itu, Tian Yuwen melangkah menuju ruang utama keluarga, di mana tiga orang kepercayaannya telah menunggu. Melihat kedatangan Tian Yuwen, ketiga orang itu - dua pria dan satu wanita - segera berdiri tegak. Mereka menangkupkan tangan dan memberi hormat kepadanya. "Tuan!" seru mereka bersamaan.
Tian Yuwen mengangguk pelan, lalu berdiri di depan mereka. Matanya menatap tajam ke arah masing-masing, bergantian."Ada tugas khusus untuk kalian bertiga. Aku ingin kalian yang melatih putraku selama enam bulan kedepan sebelum dia membuka jalur meridian dan dantiannya. Apa kalian bersedia? Jika tidak pun, tidak masalah," ujar Tian Yuwen dengan tenang.
Ketiganya tampak terkejut mendengar perintah dari pemimpin mereka. Mereka saling menatap, seakan mencari kesepakatan dalam tatapan mata, sebelum memberikan jawaban. Namun sebelum mereka bisa menjawab, Tian Yuwen kembali angkat bicara, "Kenapa aku menyerahkan tugas ini pada kalian? Karena aku tahu kalian bisa melatihnya dengan keras. Dan aku tekankan, kalian tak perlu sungkan padaku dalam melatihnya!" ucapnya sambil tersenyum seringai, menegaskan keseriusannya.
Melihat senyum seringai Tian Yuwen, ketiganya langsung menunjukkan senyum lebar mereka. Mereka paham bahwa jika sang perwira seribu pasukan itu telah menunjukkan senyuman menakutkannya, itu adalah tanda keseriusan dalam perkataannya. Tanpa ragu, mereka menjawab serentak, "Kami siap, Tuan!" seru ketiganya dengan penuh kepastian.
"Bagus, aku tidak akan melihat prosesnya, yang akan kulihat hasil akhirnya. Sanggup tidaknya Fan'er menjalaninya itu tergantung pada dirinya sendiri," ujar Tian Yuwen santai. Sorot matanya yang bercahaya menunjukkan harapan besar pada keberhasilan Tian Fan.
"Semuanya kuserahkan pada kalian baik pola latihannya, teknik yang dilatih dan juga metodenya. Lakukan yang menurut kalian terbaik untuknya!" tegas Tian Yuwen tanpa keraguan.
Di dalam ruangan latihan.
Tian Fan sedikit mulai terbiasa dengan pemberat yang ada di tubuhnya. Ia kini duduk di atas lantai, menarik napas panjang, sambil menatap kehadiran sang ibunda yang datang mendekat ke arahnya. "Bagaimana latihan hari pertamanya?" tanya Xiao Ling lembut, seraya membuka dua tumpukan yang diikat kain putih di depan Tian Fan. Senyumnya yang hangat menyiratkan dukungan yang tulus.
"Cukup melelahkan," jawab Tian Fan sambil tersenyum. Ibu Tian Fan merasa lega mendengar semangat putranya dan jawabannya yang masih rasional. "Kau terdengar bersemangat dan jawabanmu masih rasional. Ibu kira kau akan mengatakan latihannya berat dan akan membuatmu mati," ujarnya santai, membuat Tian Fan mencibir kesal.
Ibu Tian Fan mengelus kepala putranya, "Jangan berwajah masam seperti itu. Ibu dengar ayahmu akan menyerahkan pelatihanmu saat ini pada tiga tangan kanannya di pasukan. Jadi, jika jawabanmu seperti tadi, Ibu tidak akan khawatir lagi. Karena di tangan Guan Yu, Guan Fei, dan Zhang Yi, latihanmu akan berat setengah mati. Jawabanmu membuat Ibu tenang karena kau tidak akan mati nantinya." Jelas Xiao Ling sambil tersenyum lembut dan menyerahkan sebuah wadah makanan pada Tian Fan.
Mendengar jawaban ibunya yang tak terduga, Tian Fan hanya bisa terbelalak tak percaya. Ia menghela nafas panjang dan kasar, menyadari betapa ayah dan ibunya memang pasangan yang serasi dengan dua sifat hampir sama. "Aish, sepertinya ibu dan ayah sangat senang melihat anak kalian tersiksa? Tampaknya aku harus mencari tahu siapa orang tua kandungku yang sebenarnya!" ujar Tian Fan kesal, sembari berusaha menyantap makanannya dengan nafsu.
Xiao Ling mendengar keluh kesah Tian Fan dan langsung tertawa renyah karenanya, perkataan Tian Fan menggelitik hatinya. "Oh ya, ada satu hal lagi. Ibu akan memberikanmu banyak kitab ilmu untuk dipelajari, dan mengajak tabib keluarga Xiao mengajarkanmu teknik pengobatan dasar setiap malamnya. Jadi, ayo semangat dalam berlatih!" ucap Xiao Ling dengan penuh semangat sambil mengepalkan satu tangan, memberikan tanda dukungan kepada Tian Fan.
“ Terima kasih ibu. “ Jawab Tian Fan tulus sambil menatap hangat pada kedua bola mata biru sang ibu.