Aku dan Tidus berlari, kami melewati barrier pembatas dari tempat ini menuju Black Blood pack. Saat aku dan Tidus tiba di pack, kami berlari menuju rumah ayah, dari sini aku bisa mencium bau darah yang sangat pekat. Apakah terjadi pertumpahan dara besar-besaran? Kenapa bisa tercium sejauh ini. Aku dan Tidus berlari semakin kencang. Jantungku berdetak dengan sangat cepat, karena tak sabar aku langsung berubah menjadi serigalaku, begitu juga dengan Tidus. Saat berlari dengan serigala kami, kami akan berlari dengan jauh lebih cepat.
Ah tidak! Aku mencium darah semakin pekat, amis dan memuakkan. Aku langsung berpikir tentang ayah. Apa benar, Balthier ikut berkhianat dan menyerang pack ini? Kenapa ia bisa berubah pikiran?
Pikiranku, kakiku, mataku dan semua sendiku serasa kaku, aku tak bisa berpikir dan bergerak melihat apa yang terjadi di depan mataku. Aku melihat ayah dalam wujud manusianya dan tak berpakaian berbaring lemah di atas tanah di pekarangan
Aku berubah menjadi serigalaku, begitu juga dengan Balthier. Aku sengaja berputar dan sedikit menjauh dari ayahku. Aku melihat dadanya masih naik dan turun, tanda ia masih hidup. Aku menjauh dan Balthier mengikutiku, ia sudah berubah menajdi serigalanya. Tidus bertindak cepat dan membawa ayah pergi. Semoga saja ia selamat. Ada sebuah klinik, yang kuharap dokter dan perawatnya masih hidup, kalau mereka mati…aku sudah tak tahu siapa yang bisa merawat ayahku yang berada dalam keadaan kritis.Sekarang hanya aku dan monster berwujud Balthier ini.Ia melompat dan mengincar kepalaku, aku yang sedikit lengah…lambat dalam menghindar, sehingga kaki depan sebelah kananku terkena dampak serangannya. Aku merasakan sedikit rasa nyeri di kakiku, lalu aku menyerang balik dengan mengincar kakinya. Balthier menghindar dengan cepat. Kami kembali memutar, mencari celah dan momentum yang cepat. Bagi serigala, momen yang pas bisa langsung membawa ke sebuah kemenangan. Sa
Aku sudah menunggu lebih dari satu jam di balik kaca tebal klinik pack. Terlihat dokter sedang menjahit kaki ayah yang sedikit terkoyak. Tifus juga berdiri tegang dengan wajah kosong ke dalam ruang penanganan. Ada seorang perawat yang keluar dan langsung kuhampiri."Bagaimana Alpha?" Tanyaku langsung kepadanya."Ia sudah lebih stabil, kami memeriksa keseluruhan. Tak ada yang fatal...hanya kakinya saja yang hampir putus!" Ucap sang perawat lalu berjalan pergi, menit berikutnya ia kembali dengan sebuah Bali berisi air.Tidak ada yang fatal? Tapi ia bilang kakinya hampir putus? Benar-benar tenaga medis di pack ini! Bahkan hal seperti itu tidak dibilang fatal... tapi mungkin karena kemampuan penyembuhan manusia serigala khususnya Lycan, lebih cepat dibandingkan manusia, hal itu tidak digolongkan sebagai sesuatu yang fatal.Aku kembali memperhatikan para dokter i
Aku dan Lidya akhirnya bersama menghabiskan sore dengan menyantap makanan yang diberikan Devanna. Lidya banyak bertanya mengenai Tidus, which is aku tak bisa sepenuhnya menjawab.“Apa kau yakin ia sama sekali tak pernah bertemu perempuan?” Tanyanya untuk ke seratus kali…aku sampai bosan mendengar pertanyaan itu. Aku hanya menjawab dengan malas, ‘yeah!’“Lalu… apa kau yakin aku adalah perempuan yang ditakdirkan untuknya untuk seumur hidup?” Tanyanya lagi, kali ini aku tak menjawab, karena terlalu malas.“Apa Tidus, benar-benar menyukaiku…oh apa ia mau menerimaku? Lalu…bagaiamana nanti kalau aku bertemu dengan serigalanya, akankah serigalanya menyukaiku? Apa ia bisa berbicara? Oh my God…pasti ia hebat di ranjang… mengingat ia adalah setengah serigala.”Lidya memulai monolognya untuk kesekian kalinya hari ini, aku hanya berharap Tidus cepat datang, karena sungguh aku sudah tak sanggup mendengarkan ocehan sahabatku ini.
Aku masih terkejut dengan apa yang kulihat. Devanna dalam balutan tepung terigu dengan wajah yang kelihatan seperti orang bingung. Apa yang sebenarnya terjadi?“Ah…Kalian? Bagaimana kalian tahu aku ada di sini?” Tanyanya dengan raut wajah sedih.“Tak mau mempersilahkan masuk?” Kali ini Lidya yang bertanya.“Uh…Kalian mau masuk? Ya…ya.” Ia akhirnya mundur dua langkah untuk memberi ruang bagi kami untuk masuk.Aku memandang berkeliling, aku tahu bahwa in imemang rumah yang dikhususkan untuk membuat kue, dan sudah pasti ruangan rumah ini akan erantakan dengan tepung, gula..susu, atau bahan kue lainnya. Namun tak separah ini. Rumah ini, yang terdiri dari dua ruangan yang hanya dipisahkan oleh sekat kecil..terlihat kacau balau…seperti sebuah kontener yang berisi bahan kue di tumpahkan dalam waktu yang sama. Semua bahan kue berceceran di lantai da
Aku, Lidya dan Devanna menghabiskan waktu kami di rumah berbentuk jamur itu dan membuat berbagai macam kue dan roti. Devanna memang sangat ahli dalam membuat kue-dan roti. Apakah kami lupa dengan masalah kami? Tidak. Sama sekali tidak, tapi setidaknya kami bisa menghabiskan waktu kami melakukan sesuatu hal. Mungkin satu-satunya yang membuat perhatian kami teralih dari tragedy yang terjadi di pack adalah berbagai macam mahluk aneh dan lucu yang muncul di dalam dapur. Aku kembali bertemu Nona Napoli, ia secara langsung me-request muffin bertabur almond favoritenya yang langsung disanggupi oleh Devanna.Kami membuat pesanan Nona Napoli dengan arahan dari Devanna, sementara angsa itu menonton sambil bernbyanyi plus menari di depan kami. Aku dan Lidya…jujur saja sangat terhibur. Tidak sampai satu jam, Devanna mengeluarkan sepuluh cup muffin bertabur almond dengan isian vanilla dan keju. Sang angsa girang dan berterima kasih kepada kami.“Oh ya. Nona Nadj
Tiga hari kami menunggu di rumah sementara Devanna, akhirnya Tidus datang dengan wajah tegang di depan kamar Devanna. Aku merasakan ada sesuatu yang salah. Bukankah seharusnya ia tersenyum?“Ty. Ada apa?” Tanyaku begitu menyadari ada sang beta menuggu di depan pintu kamar. Sementara Lidya sudah luar biasa memerah wajahnya, walau mereka hanya saling memandang dalam beberapa menit saja.“Kalian sudah bisa pulang ke pack.” Ucapnya, masih dengan wajah suram. Rasanya aku ingin sekali menggoyang kepalanya agar ia sedikit tersenyum. Raut wajahnya yang sepeti itu justru membuatku enggan datang ke pack, aku taku ada sesuatu hal buruk yang terjadi.“Ya. Tapi whats with the long face?” Tanyaku lagi. Tidus tak menjawab, ia berbalik dan berjalan menuju ke pintu keluar.“Aku menunggu di luar.” Ucapnya saat sudah di dekat pintu keluar.
Kami sudah melihat secara langsung keadaan Charlie, ia sudah sadar dan masih harus berbaring di atas kasur. Ia bilang kalau kakinya butuh waktu untuk penyembuhan. Devanna duduk di samping ranjangnya dan memegang tangan Charlie dengan sebuah senyuman lebar. Aku melirik ke Lidya, ia masih dengan wajah murungnya saat itu, tak ada Ty di dalam kamar Charlie, Xander bilang ada yang harus dilakukan oleh sang beta. Ah…kasihan sekali Lidya. Akhirnya aku dan Xander mengantarkannya ke kamarnya untuk istirahat.“Ada apa sebenarnya?” Desakku kepada Xander, kami berdua sudah sampai di kamar kami.“Tak ada ciuman kerinduan…atau make-up sex?” Tanyanya tersenyum menggoda.Aku melempar sebuah bantal dan dengan sukses mengenai kepalanya. “Aku serius! Dan aku masih marah denganmu!”“Whoa…really? Jadi aku harus jelaskan dari mana?” Tanyanya, ia duduk di depanku di atas ranjang kam
Aku berjalan cepat menuju kamar sahabatku. Pagi sekali, Xander memberitahuku bahwa ia mendapat kabar dari Charlie… Lidya akan pulang dengan penerbangan jam delapan malam hari ini. Kenapa ia tak bilang kepadaku? Aku kesal! Aku akan bertanya langsung kepadanya. Lalu bagaimana dengan Ty?Aku mengetuk dengan tak sabaran, saat ini sudah cukup siang, jadi tak adal alasan ia masih tidurkan? Saat ini jam sepuluh pagi. Aku masih mengetuk pintu kamar yang digunakan Lidya.Semenit menunggu, pintu dibuka oleh sosok Lidya yang tersenyum dengan rambut yang basah. What?Tanpa basa- basi aku langsung menerobos masuk dan duduk di atas kasurnya.“Kau harus menjelaskan semuanya!” Ucapku tegas kepadanya.Lidya tersenyum lebar, ia menutup pintu dan duduk persis di depanku. “Kau mau penjelasan tentang apa?”“Semuanya! Aku mendapat kabar, kau akan pulang jam delap