Share

Bab 4 : Orang Aneh

Author: Sanjara
last update Huling Na-update: 2021-08-17 08:18:53

Aldiaz mengernyit heran. "Lah, kenapa, tuh, cewek?"

Atha menggedik. "Gue juga gak tau."

"Bi, tadi lo bilang dia temennya Mia? Mia kelas XI IPS 2?" tanya Al.

"Iya, gue juga baru kenalan sama dia tadi pagi." Abi mengangguk, kemudian mendelik menjauh dari pintu. "Gak sopan banget, tuh cewek. "

"Udah-udah." Atha menengahi. Ia maju selangkah seraya mengetuk pintu pelan. "Permisi, gue sama temen gue cuma mau balikin buku lo," ucapnya. Namun, tak ada respons dari dalam rumah. Ia pun mengetuk lagi. "Ini buku diary lo."

Mendengar kata 'diary', mata Shirin membola. Ia segera membuka pintu dan matanya berkeliaran mencari keberadaan buku bersampul hitam miliknya. Melihat bukunya ada di tangan Atha, gadis itu maju hendak meraih buku itu. Namun, tanpa diduga, Atha mengangkatnya tinggi, hingga Shirin tak bisa menggapainya.

"Balikin!" seru Shirin.

"Apa? Balikin?" Atha berpura-pura tidak mendengar. Ia melirik kedua temannya dan menatap Shirin dengan senyum merendahkan. "Lo bahkan belum minta maaf sama gue karena nabrak gue waktu di kantin tadi. Terus, apa-apaan tadi lo langsung tutup pintu kayak gitu? Lo tau etika, gak?"

Shirin diam dan menunduk dalam seolah menyesali perbuatannya. "Maaf," ucapnya, yang berhasil membuat Atha dan kedua temannya bungkam. Di detik berikutnya, Shirin kembali mendongak dan berusaha meraih bukunya. "Sekarang balikin!"

"Eits." Atha kembali mengangkat buku itu tinggi, kemudian melemparkannya ke arah Abi.

Lantas, Shirin pun beralih ke Abi dan dengan susah payah berjenggit untuk meraih bukunya. Namun, saat sudah hampir tergapai, Abi melemparkannya lagi, kali ini ke Al.

"Balikin!" Shirin menjerit. Mereka bertiga melempar-lemparkan bukunya hingga ia kewalahan. Akhirnya, Shirin pun menyerah, berdiam diri, dan menakup wajahnya dengan kedua tangan.

"Woy, udah!" Al menengahi dan berhenti melemparkan buku yang ada di tangannya. Ia maju, hendak mengusap punggung Shirin yang bergetar, sebelum tangannya ditepis begitu saja.

Atha tersenyum canggung dan mengintip wajah Shirin yang berlinang air mata. "Sori ...." lirihnya menyesal.

Brak!

Pintu rumah terbuka kasar. Seorang wanita dengan tubuh ramping dan tinggi berdiri di ambang pintu, rambutnya digerai bergelombang mengenakan setelan kaus lengan panjang bergambar dengan jeans putih panjang. Wanita itu terlihat seperti wanita berumur tiga puluhan.

Ia melangkah mantap, ekspresinya dingin, dan dengan sigap merebut buku yang ada di tangan Al. Wanita itu melirik ketiga lelaki di hadapannya dengan menusuk. Lalu tanpa diduga, ia menampar ketiga lelaki itu dengan buku satu-persatu.

"Mama?" lirih Shirin.

Mama?! jerit Atha dalam hati. Dia melongo tak percaya dan mengabaikan pipinya yang sakit dan memanas akibat tamparan wanita tadi. Buset, muda amat, pikirnya lagi.

Tidak mengucapkan apa pun, wanita yang tak lain adalah mama Shirin itu menarik tangan putrinya dan kembali memasuki rumah—tak peduli dengan Atha, Abi, dan Al yang masih melongo akibat tamparannya.

Al tercenung memandang punggung Shirin, tetapi kemudian, mengerjap dan mengusap pipinya yang terasa nyeri. "A-aduh. Mamanya serem, asli."

"Tapi cakep, euy." Abi menyahut.

Atha menoyor kepalanya. "Inget, dia udah punya anak sama suami. Jangan diembat juga."

Abi hanya cengengesan dan mengekori kedua temannya yang sudah memasuki mobil.

***

"Mama?" Shirin kembali memanggil saat sudah berada di dalam rumah.

Yang dipanggil menghentikan langkah dan berbalik. Wanita bernama Teressa itu maju selangkah dan masih dengan ekspresi dinginnya—membuat wajahnya terlihat kaku seperti pahatan es. "Apa?" tanyanya.

Ekspresi dingin sang mama membuat Shirin enggan berkata-kata. Ia membuang muka melihat ke luar jendela. Namun, matanya justru bertemu dengan mata onyx milik Aldiaz yang ternyata sedang memandang jendela rumahnya.

Tanpa diduga, Aldiaz tersenyum manis, sementara Shirin malah berekspresi datar. Mengapa selalu Aldiaz—orang yang tidak pernah Shirin bayangkan dan harapkan? Namun, mengapa? Mengapa selalu Aldiaz yang menemukannya?

***

Keeseokan harinya, Shirin turun dari bus sekolah pukul 06.20 pagi. Ia menenteng tas bening dengan tali biru muda. Di dalamnya ada tiga tumpuk kotak bekal berwarna biru. Gadis itu memasuki gerbang sekolah dengan senyum terhias di wajah. Rencananya, ia akan memberikan kotak bekal itu pada Abi, Atha, dan Aldiaz sebagai permintaan maaf.

Baru beberapa langkah memasuki area sekolah, seorang lelaki tinggi berambut cokelat melewatinya dan berjalan terlebih dahulu di depannya—Athalas Fernan.

Langkah Shirin menjadi kikuk. Ia mengulurkan tangan ingin meraih kemeja lelaki itu. Namun, diurungkan. Ia ingin memanggil, tetapi tidak jadi. Lagi-lagi keraguan meliputinya, entah karena apa. Atha menghentikan langkahnya kala merasa melewati seseorang yang familier. Orang di belakangnya juga ikut berhenti. Ia menoleh dan mendapati Shirin berdiri di belakangnya dengan ransel tersampir di kedua bahu dan tangan yang menenteng hand bag.

Shirin langsung menoleh ke samping saat Atha berbalik. Ia bersikap seolah ia tidak melihat lelaki itu.

Atha membungkuk meneliti wajah Shirin, sementara gadis yang tingginya hanya sedadanya itu tetap melihat ke arah lain dan sesekali meliriknya bingung. "Oy," panggilnya pada akhirnya.

"K-kenapa?" tanya Shirin pura-pura terkejut.

Wajah Atha datar. "Ngapain di belakang gue?"

"C-cu-cuma kebetulan."

Atha memicingkan mata curiga, kemudian, matanya beralih pada hand bag bening yang dibawa gadis itu. Ia pun menunjuk tas berisi bekal itu. "Itu ... buat gue, 'kan?"

"Bukan." Shirin mengelak dan kembali menghindari kontak dengan Atha. "I-ini buat Kak Abi."

"Itu 'kan, ada tiga." Atha mulai jengah.

"Yang satu buat Kak Al."

"Satu lagi?"

Shirin melirik ke arah lain dan mundur selangkah, serta mengulum bibir tanpa berniat menjawab.

Atha maju selangkah mendekatinya. "Buat gue, 'kan?"

Shirin mundur lagi dan meliriknya sekilas. Namun, tetap tidak menjawab.

Atha menaikkan alisnya. Aneh banget, nih, cewek, pikirnya dalam hati. Ia maju selangkah mendekati gadis itu. Di saat yang sama, Shirin pun melangkah mundur. Karena jengkel, Atha merampas tas yang dipegang Shirin. "Ya udah, biar gue kasihin ke Abi sama Al, sisanya buat gue. Gak papa, deh, cuma dapet sisa doang, juga."

Shirin hanya mengerjapkan matanya.

Atha mengambil satu kotak bekal dari dalam tas seraya menyodorkannya pada Al dan Abi yang kebetulan lewat.

Kedua lelaki yang baru datang itu menghentikan langkah. Abi mengerutkan dahi. "Apaan, nih?"

"Bekal," jawab Atha tanpa mengalihkan pandangannya dari tas. "Dari dia."

Abi mendelik. "Gue gak mau, ah. Pasti gak enak."

"Woy!" kali ini Atha mendongak dan melirik Abi sinis. "Hargai buatan orang," bisiknya hati-hati, sementara Shirin sudah menunduk dalam.

"Gue udah dapet bekal dari gebetan gue." Abi merotasikan bola mata, kemudian menepuk bahu Atha seraya berjalan pergi. "Gue duluan."

Shirin masih menunduk dan kekecewaan menggumpal dalam dadanya. Hatinya seolah terguncang tertampar kenyataan, hanya butuh satu gertakan lagi sampai akhirnya air matanya keluar.

Kedua alis Al terangkat dengan senyum merendahkan. "Kasihan."

Mga Comments (1)
goodnovel comment avatar
Kikiw
pedes semua ni mulut cowok
Tignan lahat ng Komento

Kaugnay na kabanata

  • Deutragonis : Fighting Dreamer   Bab 5 : Tidak Sopan

    "Kasihan," ucap Aldiaz dengan senyum mengejek. Ia menyadari kesedihan Shirin yang tertolak sebelum berjuang. Shirin perlahan mendongak dan menatap Aldiaz sebal. Padahal, matanya berkaca-kaca. Pipi tembamnya semakin mengembung. Aldiaz membuang muka seraya menyembunyikan tawa. Lalu mengulurkan tangan dan mengelus puncak kepala Shirin. Shirin refleks mundur saat mendapat perlakuan itu. Aldiaz kembali berusaha menyembunyikan tawanya. Namun, berbeda dengan Abi, Aldiaz malah merampas kotak bekal di tangan kanan Atha. "Oy, Al—" Atha menghentikan protesnya kala Al maju beberapa langkah menghadap Shirin. Atha mendengus ketika gadis itu tidak mundur seperti saat ia mendekatinya tadi. Al membungkuk untuk menyejajarkan tingginya dengan gadis itu, seraya menyodorkan kotak bekal yang dipegangnya. "Makasih, ya. Ini buat lo aja, sisanya buat gue sama Atha." Meski enggan, Shirin teta

    Huling Na-update : 2021-08-17
  • Deutragonis : Fighting Dreamer   Bab 6 : Seenaknya

    Saat sampai di kelas, Bu Dewi menyambut Shirin dengan tatapan datarnya. Meski diizinkan masuk untuk mengikuti pelajaran, istriahat kali ini harus Shirin habiskan untuk mengepel lantai lobi gedung utama. Mia sendiri sudah pergi ke kantin sejak bel istirahat berbunyi, dan semua ini, karena lelaki sok ganteng yang memaksanya membicarakan hal tak penting. Shirin mengembuskan napas sambil mulai mengepel dan menggerutu dalam hati. Apa hanya karena mereka tampan, terkenal, dan menjadi most wanted sekolah membuat mereka bisa melakukan hal seenaknya? Seperti menarik Shirin ke sana-kemari, hingga akhirnya disuruh pergi. Shirin sendiri yakin setelah ini, baik Aldiaz atau Athalas pasti akan bersikap seolah tak mengenalnya. Seolah Shirin ... barang sekali pakai saja. Namun, segala pemikiran Shirin terpecah, seolah dun

    Huling Na-update : 2021-08-17
  • Deutragonis : Fighting Dreamer   Bab 7 : No Friends

    Aldiaz berbaring di kasurnya. Tubuhnya penuh keringat, sementara napasnya menderu tak beraturan. Rahangnya mengetat, giginya bergemertak setiap mengingat wajah sedih itu. Di dalam kamarnya, yang barang-barangnya sudah hancur dan berantakan akibat tinjunya sendiri, Aldiaz meledak karena kefrustasian. Lalu, dering ponsel membuyarkan lamunan. "Apa?" tanya Al setelah mengangkat panggilan. Dan suara Mia menyambut dari ujung telepon. "Al, lo bisa gak dateng ke sini?" suaranya seperti berbisik. "Ke mana? Ngapain?" "Egamart." Setelah mendengarkan penjelasan singkat Mia, Aldiaz bangkit dan merapikan penampilannya. Wajahnya kembali cerah, karena pagi ini ternyata dia masih memiliki kesempatan. Ternyata benar kata orang bijak, jika malam terlalu kelam untuk menggantungkan harapan, kau harus percaya kepada pagi.

    Huling Na-update : 2021-08-17
  • Deutragonis : Fighting Dreamer   Bab 8 : Anak Kecil

    "Lo, tuh, udah kayak anak kecil aja, njir!" Atha mengomel begitu Shirin sampai di Mal bersama Al. "Kesasar di Mal, terus diculik om-om. Nyusahin, dah, asli. Bikin orang khawatir aja!" Al memandang jengkel, tetapi kemudian ia tersenyum mengejek. "Eum, Ath ... lo ... khawatir sama Shirin?" "Bukan gue, tapi Mia." Atha menjawab cepat. Namun, Al dan Mia malah tertawa cekikikan-membuatnya mengumpat.Sementara Shirin sendiri hanya diam seperti anak kecil yang polos-memandang teman-temannya bergantian. Ia melirik jam di pergelangan tangannya. "Udah sore, gue duluan, ya, Mia." Mia mengangguk membuat Shirin segera berbalik. "Mia, gak usah anter. Gue bisa sendiri." Shirin cepat-cepat menambahkan kala Mia ingin mengikuti langkahnya.

    Huling Na-update : 2021-08-17
  • Deutragonis : Fighting Dreamer   Bab 9 : Tidak Baik

    Shirin meneguk ludah memandang punggung Aldiaz yang menjauh. Padahal, ia tepat berada di samping Al saat cowok itu melewatinya. Kekecewaan tercetak jelas di wajahnya. Namun, ia cepat-cepat mengatur ekspresinya saat suara cempreng Mia terdengar di belakang. Shirin terlonjak hampir melompat dari tempatnya saat Mia tiba-tiba berseru dan merangkulnya dari belakang. "Pagi, Rin!" "Astagfirullah!" Shirin ber-istigfar seraya mengelus dada. Mia cekikikkan. Namun, dengan cepat tawanya memudar kala menyadari perubahan ekspresi sahabatnya itu. "Lo gak papa, Rin? Gue gak kekencengan, 'kan?" Shirin menggeleng cepat dan mengibaskan tangannya. "Enggak, enggak apa-apa. Ayo, ke kelas aja." Mia tidak merespons dan langsung mengikuti langkah

    Huling Na-update : 2021-08-17
  • Deutragonis : Fighting Dreamer   Bab 10 : Tokoh Utama

    Shirin meraba jaket di punggungnya, lembut, dan hangat. Kemudian, suara dehaman seorang lelaki terdengar. Seorang lelaki berambut cokelat melangkah melewati dan memunggunginya. Tersadar akan sesuatu, Shirin berdiri dan segera menghapus air matanya. Ia meraih jaket di punggungnya dan menyodorkannya pada lelaki itu. "M-maaf, ini jatuh." Lelaki yang tak lain adalah Athalas Fernan itu menoleh seraya mengerutkan dahi. "Hah?" "Ini jatuh." Shirin mengulangi, sambil menggoyangkan tangannya yang memegang jaket hitam itu. Atha masih mengernyit dan tatapan bingungnya berubah menjadi aneh. Ia menuding Shirin. "Lo pikir gue gak sengaja jatuhin jaket itu tepat di punggung lo?" Shirin mengangguk.

    Huling Na-update : 2021-08-17
  • Deutragonis : Fighting Dreamer   Bab 11 : Patah Hati

    "Jangan deket-deket!" Shirin mengingatkan dengan suara yang seharusnya lantang dan berani, tetapi ia benar tentang tenggorokan yang kering—tak ada suara yang keluar dari mulutnya. "Kenapa, Manis?" tanya lelaki itu, dan suara tawa liar menyusul. Shirin memasang kuda-kuda, kaki terbuka, dengan panik berusaha mengingat-ingat jurus beladiri yang ia tahu. Kepalan tangan siap dilayangkan, semoga bisa mematahkan hidung atau menghantam kepala dua lelaki itu. Namun, sebelum sempat menyerang, sekonyong-konyong lampu sorot muncul dari sudut jalan dan sebuah mobil nyaris menabrak si kekar dan melemparnya ke trotoar. Shirin berlari ke tengah jalan—mobil ini akan berhenti atau malah menabraknya? Mobil hitam itu tak disangka-sangka menukik, lalu berhenti dengan salah satu pintu terb

    Huling Na-update : 2021-08-17
  • Deutragonis : Fighting Dreamer   Bab 12 : Cokelat

    Keesokan harinya, adalah hari kasih sayang. SMA Generasi Bangsa punya tradisi tersendiri untuk merayakannya. Yaitu semua warga sekolah wajib bertukar cokelat untuk orang yang disayanginya. Baik itu teman, sahabat, pacar, ataupun guru.Shirin merasa suasana sekolah lebih riuh dari biasanya. Pagi ini, Mia menemukan laci mejanya penuh dengan cokelat dan bunga. Stevany menolak mentah-mentah tiga orang lelaki yang menembaknya. Joy ikut bernyanyi dangdut di kantin bersama para jomlo. Abi yang diam-diam membuang cokelat dari para fans-nya. Serta Shirin.Shirin menatap cokelat bermerek di tangannya, kemudian menatap pintu kelas XII IPA 2 yang terbuka lebar seolah ingin memakannya hidup-hidup. Shirin meneguk ludah dan kakinya bergerak-gerak gelisah memerhatikan Aldiaz yang duduk di kursi paling belakang.Aldiaz masih asyik membaca buku seolah tidak menyadari Shirin. Beberapa gadis bergantian datang ke meja Al untuk sekedar menyod

    Huling Na-update : 2021-08-17

Pinakabagong kabanata

  • Deutragonis : Fighting Dreamer   Pengumuman

    Hai, para readers goodnovel! Terima kasih sudah membaca dan mendukung karya saya. Saya sangat senang karena akhirnya bisa menyelesaikan novel ini dalam waktu sebulan. Tapi, sebenarnya novel ini belum benar-benar tamat. Masih banyak misteri dan cerita masa lalu yang belum terkuak. Karena sebenarnya Novel Deutragonis adalah sebuah series yang terdiri dari tiga buku. Novel Deutragonis yang kedua "Deutragonis 2 : Lost Dream" akan segera saya publikasikan pada tanggal 20 September 2021. Di sana akan ada banyak tragedi dan misteri yang terpecahkan. Kalian juga akan lebih mendalami perasaan karakter karena saya menggunakan POV 1. Karena itu, jangan sampai melewatkannya, ya! Sampai ketemu lagi! (Kalau kalian punya waktu, kalian bisa mendukung karyaku yang lain, "Give Me A Heart". Untuk kalian yang menganggap perasaan adalah sebuah kesalahan.)

  • Deutragonis : Fighting Dreamer   Extra Part

    Ini pertama kalinya Shirin menjejakkan kaki di kampus Aldiaz. Shirin tidak sempat mengantar Aldiaz ke kampusnya saat ospek kampus satu semester yang lalu, dan di sinilah ia sekarang, berdiri sambil memandang gedung jurusan ekonomi yang menjulang tinggi di hadapannya.Sambil memandang sekitar, para mahasiswa tampak cuek dengan urusan masing-masing. Seolah tak melihat Shirin—satu-satunya gadis berseragam SMA yang ada di sekitar sana.Sambil meneguk ludah, Shirin pun memberanikan diri untuk memasuki gedung. Dinding dan pilar beton yang dicat abu-abu mendominasi. Langit-langit yang tinggi berwarna putih polos. Shirin berjalan pelan sambil memeluk hand bag yang dibawanya. Sibuk mengamati setiap sudut lobi, tubuh Shirin tak sengaja menabrak seseorang."Aduh—eh? Anak SMA?" suara seorang gadis membuat Shirin mendongak. Seorang gadis dengan jeans dan kaus berlengan panjang membungkuk sambil memerhatikan Shirin yang lebih pendek darinya. "Cari siapa, Dek?" tan

  • Deutragonis : Fighting Dreamer   Epilog

    [Abizart Dirgantara]Cewek paling cantik. Kata-kata itu bergema di hatiku saat menyaksikan cewek itu dari kejauhan. Dia berdiri di antara para orangtua yang menunggu anak-anak mereka selesai ujian. Dengan tongkat penyangga di ketiak kanan karena kakinya patah. Garis wajahya lembut, dengan tatapan mata sayu dan dagu selalu tertunduk.Sejak kapan aku tidak bisa melepaskan mataku darinya? Sekarang aku bagaikan seorang stalker, penguntit yang terus-menerus membayanginya setiap hari. Menyaksikan ketegaran yang disuguhkannya pada dunia. Menyaksikannya melepas topeng itu, menampakkan seorang remaja biasa yang takut menghadapi begitu banyak orang yang menertawakannya diam-diam di balik punggungnya.Dan merasa dia luar biasa cantik karenanya.Tuhan ... bolehkah aku mencintainya? Meskipun pada akhirnya aku akan menyakit

  • Deutragonis : Fighting Dreamer   Bab 31 : Perfect Goodbye

    "Tanpamu, aku hanya ingin mencari tempat untuk menangis dan berteriak."***Mia keluar dari kelas XI IPS 2 dan celingukan waspada. Koridor masih ramai karena bel baru berbunyi tiga menit lalu. Mia mengembuskan napas lega begitu sosok yang dihindari tak terlihat batang hidungnya. Alhasil, ia pun melenggang santai menyusuri koridor.Gadis itu melotot dan sontak menutup wajahnya dengan buku begitu melihat Pak Shim keluar dari kelas XI IPS 1. Mia bisa melihat Pak Shim yang sedang mengobrol sebentar dengan para siswi. Dengan cepat, Mia berhambur ke kerumunan siswa. Namun, baru saja ia hendak keluar dari koridor, suara yang tak diharapkannya memanggil."Mia!" panggil Pak Shim tegas.Mia sontak menghentikan langkah dan mengembuskan napas lelah. Ia berbalik dengan gontai. "Saya 'kan, sudah konseling, Pak. Sudah," ujarnya.Pak Shim mengusap wajah seraya berjalan melewati Mia. "Ikut saya."Mendengar itu, Mia menggeram. Namun, akhirnya menurut j

  • Deutragonis : Fighting Dreamer   Bab 30 : Kamu, Tetaplah Bersinar

    Aldiaz membanting pintu mobil seraya melenggang memasuki sekolah. Kali ini, ia datang sendiri. Shirin masih perlu melakukan rehabilitasi. Oh, iya. Shirin dan Mia kembali bersahabat seperti biasa. Mia sering menjenguk Shirin dan sedikit mengurangi kekhawatiran Aldiaz.Sampai di lobi, langkah Aldiaz terhenti begitu mendapati Atha berdiri dua meter di hadapannya. Mendecih, Aldiaz membuang muka. Ia menyilangkan tangannya di dada seraya menatap Atha rendah. "Masih berani lo nemuin gue?""Sori." Athalas meringis dan tersenyum menyesal. "Gue cuma gak mau melanggar aturan dan ambil resiko kayak lo."Mata Aldiaz menyipit dan maju beberapa langkah. "Terus, tujuan lo yang hampir nyuri first kiss-nya Shirin itu buat apaan?"Atha mendongak menatap Al. Ekspresinya yang sangat-sangat terluka membuat Al meneguk ludah. Kemudian, Atha berkata dengan senyum muram. "Gue perlu ngelakuin itu supaya Mia punya alasan buat berhenti jatuh cinta sama gue. Dia cuma bakal terlibat da

  • Deutragonis : Fighting Dreamer   Bab 29 : Sesuatu yang Kejam

    "Target harus mati, Al," kata Leon sambil mengusek tangan Al dengan ujung sepatu seraya memandangnya rendah. "Apa pun yang terjadi, target harus mati."Aldiaz berusaha bangkit. Namun, Leon menendangnya, hingga terlempar ke halaman. Tak habis sampai di situ, Leon menendang Al berulang kali. "Bisa-bisanya hidup lo semenyedihkan ini," katanya tanpa perasaan. "Bisa-bisanya orang rendahan kayak lo ... masih gak tau diri."Aldiaz menyempatkan diri menatap Shirin. Ia tersenyum tanpa memedulikan sakit di seluruh tubuhnya. Kemudian, Al berbicara tanpa suara. "Lari."Air mata Shirin kembali luruh. Dengan susah payah, ia menyeret tubuhnya menjauh. Namun, ia tahu, ia tak mampu.Aldiaz mengeluarkan secarik kertas yang sudah dilipat menjadi pesawat terbang. Ia menerbangkannya dan pesawat itu mendarat di pangkuan Shirin. Aldiaz tersenyum manis dan merapatkan mata saat Leon mengambil asal pistol yang tergeletak di tanah.Sementara Shirin cepat-cepat membuka lipata

  • Deutragonis : Fighting Dreamer   Bab 28 : Target Harus Mati

    "Leonard ...." Aldiaz menggeram."Yo, Al!" suara Leon terdengar ramah. Pria itu bersandar ke pintu mobil seraya menatap Al humor. "Lo ngapain lindungin dia kayak gitu? Mau dicap pengkhianat? Lo mau mati, Al?"Shirin melebarkan mata. Apa kata orang itu tadi? Aldiaz akan mati jika tidak membunuhnya? Lalu perlahan, Shirin menoleh pada Al. Aldiaz bungkam dan ekspresinya berubah tenang dalam sekejap. Namun, Shirin tak mampu menyembunyikan raut cemasnya."Gak masalah," kata Al, dan seketika membuat Shirin menoleh tak terima.Shirin melangkah maju tanpa takut. Namun, dalam sekejap Al menariknya ke belakang punggung. "Saya siap mati, kalau Shirin dibiarkan pulang." Al berkata lagi.Leonard memandang gelagat sepasang kekasih itu. Beberapa detik waktu terbuang, lalu tiba-tiba ia tertawa. Tawanya terdengar mengejek. "Cowok gentle, nih?" ejeknya, tetapi kemudian, Leon mengibaskan tangan. "Tenang, Al. Antek-antek gue bakal anter di

  • Deutragonis : Fighting Dreamer   Bab 27 : Amatir

    Lelaki berambut cokelat itu berjalan tegap di koridor rumah sakit umum kota. Bau antiseptik dan obat-obatan menguar di mana-mana. Sebelah tangannya menggenggam sebuket bunga mawar putih.Athalas berhenti di sebuah kamar di ujung lorong. Ia masuk dan menghela napas melihat wanita paruh baya yang terbaring lemah dengan berbagai perlatan medis yang menemaninya. Lelaki itu tersenyum sendu dan mengganti bunga layu yang ada di vas dengan bunga yang dibawanya.Setelahnya, ia menyibak tirai—membiarkan cahaya mentari yang cerah masuk ke dalam ruangan. Athalas duduk di kursi di sisi ranjang. Diraihnya tangan wanita yang sedang terlelap itu, lalu diusap lembut."Ibu tenang aja." Atha bermonolog pelan. "Atha bakal dapetin uang yang banyak secepatnya, supaya Ibu dioperasi dan cepet sembuh."***Aldiaz baru mengantarkan Shirin pulang saat pukul tujuh malam. Mereka sem

  • Deutragonis : Fighting Dreamer   Bab 26 : Tentang Aku dan Kamu

    Ingatan siapa ini? batin Shirin. Kemudian, kelopak matanya memberat. Kepalanya nyeri, hingga membuatnya tak sadarkan diri.***[Shirina Haruki]Sejak kecil, di duniaku, ruangan adalah segalanya. Dunia tertutup yang tak terjamah oleh siapa pun yang berada di luar jendela. Di mansion Haruki yang megah, para pengasuh merawatku dengan baik. Aku selalu memerhatikan anak-anak bermain di taman kota. Namun, setiap kali mereka mengajakku, aku selalu diam. Diam, hingga akhirnya ditinggalkan.Hingga pada akhirnya, aku hanya duduk sendirian di ayunan taman belakang mansion. Aku kesepian, itulah yang kupahami saat mendengar tawa anak-anak lain. Namun, kemudian ... aku melihatnya.

DMCA.com Protection Status