Share

Bab 2 : Buku

Author: Sanjara
last update Last Updated: 2021-08-16 20:29:22

Shirin berakhir kembali ke kelasnya ketika bel masuk akan berbunyi lima menit lagi. Tepat saat bel masuk berbunyi, Mia dengan rusuh datang memasuki kelas dan duduk di sampingnya.

"Rin, tadi lo PDKT sama Kak Abi, ya?" Mia berbisik seraya mencolek lengan Shirin dan memainkan kedua alisnya menggoda. "Pepet terus, Rin! Nanti diambil orang!"

"Ih, apaan, sih? Orang enggak." Shirin mengelak dan menyembunyikan wajahnya di balik buku.

"Halah, orang tadi gue liat lo lagi ngobrol sama Kak Abi."

Memutar bola mata, Shirin mendesah, "Cuma kenalan doang, udah."

"Masa?" Mia menelisik.

Shirin melirik Mia malas. "Iya, Miaa. Pas lo pergi sama Kak Atha buat kumpulin jurnal, dia juga langsung pergi ke kelasnya."

"Ajak sarapan bareng di kantin kek, Rin, astaga!" Mia mengepalkan kedua tangannya gemas. "Atau ajak nongkrong di lapangan, siapa tau kalian bisa deket. Mumpung katanya, Kak Abi lagi gak ada pasangan ataupun gebetan."

Shirin mendelik. "Idih, ngapain? Kurang kerjaan."

"Itu namanya perjuangan, bambang. P-D-K-T!" Mia mencubit pipi Shirin gemas dan membuat si empunya mengaduh sakit. "Lo itu membosankan banget, sih!"

"Ya, beginilah gue," jawab Shirin. Lalu, kembali mengalihkan perhatian pada buku.

Mia mendesah jengah. "Aduh, pantes aja lo gak punya temen selain gue."

"Gak masalah, yang penting masih ada elo." Shirin masih menyahut tak mau kalah, ia kembali fokus pada buku.

Mia menutup buku itu dan merampasnya asal, serta wajahnya berubah datar. "Lo gak bisa bergantung sama gue terus, Shirina Haruki."

Shirin memandang mata emas Mia beberapa lama. Hingga akhirnya, ia menghela napas dan mengambil kembali bukunya. "Gue bisa sendiri, kok."

Mia memutar bola matanya, terlihat sangat jengah. Namun, ia tak berkata apa pun, karena Bu Dewi selaku guru Geografi sudah memasuki kelas. Baiklah, sepertinya Shirin harus berterima kasih pada Bu Dewi yang datang cepat kali ini.

***

Lagi-lagi, Mia ada kegiatan bersama anggota klub jurnalis. Maka dengan terpaksa, Shirin harus ke kantin dan makan sendiri.

Shirin duduk sendirian di pojok kantin. Semangkuk bakso dan segelas es teh manis ada di meja. Ia menyendok dan memakan bakso itu perlahan.

"Hai, Rin!" seorang gadis menyapanya ramah, lalu seenaknya duduk di hadapannya. "Makan apa? Bakso?" Ia bertanya retoris.

Shirin hanya mengangguk dan tersenyum canggung.

"Gak sama Mia?" Gadis berambut cokelat itu bertanya lagi. Ia Stevany, teman sekelasnya yang lumayan famous di sekolah.

Yang ditanya hanya menggeleng.

"O-oh, gitu?" Stevany menggaruk tengkuknya, dan mulai tak tahan dengan kecanggungan yang melanda. Ia melirik sekitar, kemudian menghela napas kala melihat Joy-teman sebangkunya yang berambut pendek-berjalan menuju warung mie. Gadis itu menoleh pada Shirin. "Kalo gitu, aku duluan, ya?"

"Iya," jawab Shirin. Ia hanya memandang punggung Stevany yang menghampiri Joy.

"Joy!" Vany berseru seraya melambaikan tangan.

"Eh, Vany!" Joy balas melambai. Ketika Stevany sudah ada di dekatnya, ia melirik ke belakang di mana Shirin sedang makan. Ia kemudian memelankan suaranya. Namun, tentu saja Shirin masih bisa mendengar.

"Lo ajak dia ngobrol lagi?"

"Iya, habisnya dia sendirian tadi." Stevany balas berbisik. "Cuma penasaran aja, sih."

"Terus, gimana?"

"Kaku banget, asli."

"Tuh, 'kan."

Shirin hanya diam, berusaha menelan makanan yang ada di mulutnya. Tiba-tiba, selera makannya hilang.

Apa semua orang memang seperti itu-ketika temannya sedang duduk sendirian di tempat umum? Mengajak begitu? Jika benar-benar teman ... tetapi mereka tetap pergi begitu saja tanpa memedulikan perasaannya.

Shirin menggeleng, berusaha acuh, dan segera menghabiskan makanannya. Kemudian, ia meletakkan uang tiga belas ribu di atas meja, meraih ponsel dan buku kecil yang selalu ia bawa ke mana-mana seraya memasukkannya ke dalam saku rok. Gadis itu pun melenggang pergi, hingga ...,

Bruk!

Shirin mengaduh kala ia menabrak bahu seseorang hingga terhuyung. Namun, ia terpaku saat tubuhnya sudah condong hampir menubruk lantai. Sebuah tangan kekar menahan lengannya. Namun, tanpa menatap si empunya tangan, Shirin bergumam, "Ma-maaf, permisi."

Kemudian tanpa berniat tahu siapa yang ia tabrak, Shirin melenggang pergi-hingga hilang begitu saja tertelan keramaian koridor.

***

"Lo udah ngerjain PR Biologi, Ath?" Abi bertanya saat ia dan kedua sohibnya berjalan bersisian menuju kantin.

Atha mengibaskan poninya ke belakang. "Ya udahlah. Gue 'kan, murid teladan."

"Murid teladan bapak lo salto." cowok bermata onyx yang di sampingnya mencibir. Namanya Aldiaz, panggil saja Al.

"Terserah gue, Bujang. Sirik aja, lo," sahut Atha sambil menoyor kepala Al dan Abi bergantian. Berikutnya, terjadi hening selama mereka berjalan.

Bruk!

Baru saja selangkah kaki Atha memasuki kantin, seorang gadis menubruknya dan melewatinya begitu saja. Atha sedikit terhuyung. Namun, dibantu Abi.

Sementara Aldiaz terdiam memandang gadis yang lengannya ia cengkeram karena hampir terjatuh.

"Ma-maaf, permisi." suara Shirin lebih seperti bisikan, dan cepat-cepat melepaskan diri dari Al dan berjalan pergi.

Aldiaz yang masih setengah sadar mengerjapkan mata. Saat ia berkedip, gadis itu sudah hilang tertelan keramaian koridor. Aldiaz menyunggingkan senyum manis. "Eh ... udah jelek, gak sopan lagi!" cibirnya dengan suara yang sangat pelan.

"Oy, cewek! Liat-liat, dong!" Abi menoleh dan menyahut tak terima pada gadis yang pergi begitu saja.

Mata Atha menangkap sebuah buku kecil berwarna hitam yang tergeletak di lantai koridor. Ia mengambil buku itu dan menoleh ke belakang. Matanya mencari keberadaan gadis yang menabrak dan menjatuhkan buku itu. Namun, tidak ada. Gadis itu sudah pergi entah ke mana.

Al mendekat dan meneliti buku berukuran kecil di tangan Atha itu. "Buku apaan, tuh, Ath? Death note?"

"Ye, si kambing kebanyakan nonton anime." Abi menoyor kepala temannya itu.

"Gak tau," jawab Atha sambil meneliti sampul buku itu. Ia pun membukanya dan membaca halaman pertama.

Dear Diary

Kuizinkan siapa pun datang dan pergi. Tak peduli mereka hanya singgah ataupun menetap di hati.

"Anjing!" Atha menutup buku itu dengan sekali hentakan-membuat kedua teman di sampingnya berjenggit kaget.

"Kenapa, Ath? Beneran Death note?" Abi penasaran.

"Death note

bapak lu kawin lagi! Ya, bukanlah."

"Idih, amit-amit." Abi mengusap dadanya mendengar serapahan Atha. Ia balas mencibir, "Serapahan lo gak ada yang bagus, Ath. Gak berkualitas."

Mata Atha menyipit. "Gak apa-apa, yang penting gue masih waras."

"Terserah lo, Bujang." Aldiaz malah menguap.

"Ya terus, itu buku apaan, Udin?" Abi berdecak kesal.

"Sabar," cibir Atha dengan tidak seperti biasanya berekspresi serius. Ia berkata, "Ini diare."

"Hah? Obat diare?" kini giliran Al yang mengernyit bingung. Namun, Atha menggeleng.

"Resep buat obat diare?" tanya Abi.

Atha tetap menggeleng. "Bukan, woy! Ini diare, dear diare."

"ITU DIARY, BUJANG!"

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Kikiw
tulisannya enak banget. dialog tag & aksinya jelas. bahasa santai
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Deutragonis : Fighting Dreamer   Bab 3 : Bukan Rumah Mia

    "Hah? Obat diare?" kini giliran Al yang mengernyit bingung. Namun, Atha menggeleng."Resep diare?" tanya Abi.Atha masih menggeleng. "Bukan, woy! Ini diare, dear diare.""ITU DIARY, BUJANG!" Abi dan Al sama-sama berteriak dengan napas mengan yang menggebu kesal."Atha ganteng-ganteng bego," cibir Al.Atha cekikikan. Namun, tak lama kemudian, kembali memeriksa buku itu. "Ini gak boleh dibuka, privasi orang.""Kalo gak dibuka, gimana caranya kita tau siapa pemiliknya?" sahut Abi. "Buka aja, halaman pertama doang, kek, biar tau namanya.""Gak boleh! Privasi!" Atha bersikeras, menyembunyikan buku di balik punggungnya."Cuma liat alamat, anjir!" A

    Last Updated : 2021-08-17
  • Deutragonis : Fighting Dreamer   Bab 4 : Orang Aneh

    Aldiaz mengernyit heran. "Lah, kenapa, tuh, cewek?"Atha menggedik. "Gue juga gak tau.""Bi, tadi lo bilang dia temennya Mia? Mia kelas XI IPS 2?" tanya Al."Iya, gue juga baru kenalan sama dia tadi pagi." Abi mengangguk, kemudian mendelik menjauh dari pintu. "Gak sopan banget, tuh cewek. ""Udah-udah." Atha menengahi. Ia maju selangkah seraya mengetuk pintu pelan. "Permisi, gue sama temen gue cuma mau balikin buku lo," ucapnya. Namun, tak ada respons dari dalam rumah. Ia pun mengetuk lagi. "Ini buku diary lo."Mendengar kata 'diary', mata Shirin membola. Ia segera membuka pintu dan matanya berkeliaran mencari keberadaan buku bersampul hitam miliknya. Melihat bukunya ada di tangan Atha, gadis itu maju hendak meraih buku itu. Namun, tanpa diduga, Atha mengangkatnya ting

    Last Updated : 2021-08-17
  • Deutragonis : Fighting Dreamer   Bab 5 : Tidak Sopan

    "Kasihan," ucap Aldiaz dengan senyum mengejek. Ia menyadari kesedihan Shirin yang tertolak sebelum berjuang. Shirin perlahan mendongak dan menatap Aldiaz sebal. Padahal, matanya berkaca-kaca. Pipi tembamnya semakin mengembung. Aldiaz membuang muka seraya menyembunyikan tawa. Lalu mengulurkan tangan dan mengelus puncak kepala Shirin. Shirin refleks mundur saat mendapat perlakuan itu. Aldiaz kembali berusaha menyembunyikan tawanya. Namun, berbeda dengan Abi, Aldiaz malah merampas kotak bekal di tangan kanan Atha. "Oy, Al—" Atha menghentikan protesnya kala Al maju beberapa langkah menghadap Shirin. Atha mendengus ketika gadis itu tidak mundur seperti saat ia mendekatinya tadi. Al membungkuk untuk menyejajarkan tingginya dengan gadis itu, seraya menyodorkan kotak bekal yang dipegangnya. "Makasih, ya. Ini buat lo aja, sisanya buat gue sama Atha." Meski enggan, Shirin teta

    Last Updated : 2021-08-17
  • Deutragonis : Fighting Dreamer   Bab 6 : Seenaknya

    Saat sampai di kelas, Bu Dewi menyambut Shirin dengan tatapan datarnya. Meski diizinkan masuk untuk mengikuti pelajaran, istriahat kali ini harus Shirin habiskan untuk mengepel lantai lobi gedung utama. Mia sendiri sudah pergi ke kantin sejak bel istirahat berbunyi, dan semua ini, karena lelaki sok ganteng yang memaksanya membicarakan hal tak penting. Shirin mengembuskan napas sambil mulai mengepel dan menggerutu dalam hati. Apa hanya karena mereka tampan, terkenal, dan menjadi most wanted sekolah membuat mereka bisa melakukan hal seenaknya? Seperti menarik Shirin ke sana-kemari, hingga akhirnya disuruh pergi. Shirin sendiri yakin setelah ini, baik Aldiaz atau Athalas pasti akan bersikap seolah tak mengenalnya. Seolah Shirin ... barang sekali pakai saja. Namun, segala pemikiran Shirin terpecah, seolah dun

    Last Updated : 2021-08-17
  • Deutragonis : Fighting Dreamer   Bab 7 : No Friends

    Aldiaz berbaring di kasurnya. Tubuhnya penuh keringat, sementara napasnya menderu tak beraturan. Rahangnya mengetat, giginya bergemertak setiap mengingat wajah sedih itu. Di dalam kamarnya, yang barang-barangnya sudah hancur dan berantakan akibat tinjunya sendiri, Aldiaz meledak karena kefrustasian. Lalu, dering ponsel membuyarkan lamunan. "Apa?" tanya Al setelah mengangkat panggilan. Dan suara Mia menyambut dari ujung telepon. "Al, lo bisa gak dateng ke sini?" suaranya seperti berbisik. "Ke mana? Ngapain?" "Egamart." Setelah mendengarkan penjelasan singkat Mia, Aldiaz bangkit dan merapikan penampilannya. Wajahnya kembali cerah, karena pagi ini ternyata dia masih memiliki kesempatan. Ternyata benar kata orang bijak, jika malam terlalu kelam untuk menggantungkan harapan, kau harus percaya kepada pagi.

    Last Updated : 2021-08-17
  • Deutragonis : Fighting Dreamer   Bab 8 : Anak Kecil

    "Lo, tuh, udah kayak anak kecil aja, njir!" Atha mengomel begitu Shirin sampai di Mal bersama Al. "Kesasar di Mal, terus diculik om-om. Nyusahin, dah, asli. Bikin orang khawatir aja!" Al memandang jengkel, tetapi kemudian ia tersenyum mengejek. "Eum, Ath ... lo ... khawatir sama Shirin?" "Bukan gue, tapi Mia." Atha menjawab cepat. Namun, Al dan Mia malah tertawa cekikikan-membuatnya mengumpat.Sementara Shirin sendiri hanya diam seperti anak kecil yang polos-memandang teman-temannya bergantian. Ia melirik jam di pergelangan tangannya. "Udah sore, gue duluan, ya, Mia." Mia mengangguk membuat Shirin segera berbalik. "Mia, gak usah anter. Gue bisa sendiri." Shirin cepat-cepat menambahkan kala Mia ingin mengikuti langkahnya.

    Last Updated : 2021-08-17
  • Deutragonis : Fighting Dreamer   Bab 9 : Tidak Baik

    Shirin meneguk ludah memandang punggung Aldiaz yang menjauh. Padahal, ia tepat berada di samping Al saat cowok itu melewatinya. Kekecewaan tercetak jelas di wajahnya. Namun, ia cepat-cepat mengatur ekspresinya saat suara cempreng Mia terdengar di belakang. Shirin terlonjak hampir melompat dari tempatnya saat Mia tiba-tiba berseru dan merangkulnya dari belakang. "Pagi, Rin!" "Astagfirullah!" Shirin ber-istigfar seraya mengelus dada. Mia cekikikkan. Namun, dengan cepat tawanya memudar kala menyadari perubahan ekspresi sahabatnya itu. "Lo gak papa, Rin? Gue gak kekencengan, 'kan?" Shirin menggeleng cepat dan mengibaskan tangannya. "Enggak, enggak apa-apa. Ayo, ke kelas aja." Mia tidak merespons dan langsung mengikuti langkah

    Last Updated : 2021-08-17
  • Deutragonis : Fighting Dreamer   Bab 10 : Tokoh Utama

    Shirin meraba jaket di punggungnya, lembut, dan hangat. Kemudian, suara dehaman seorang lelaki terdengar. Seorang lelaki berambut cokelat melangkah melewati dan memunggunginya. Tersadar akan sesuatu, Shirin berdiri dan segera menghapus air matanya. Ia meraih jaket di punggungnya dan menyodorkannya pada lelaki itu. "M-maaf, ini jatuh." Lelaki yang tak lain adalah Athalas Fernan itu menoleh seraya mengerutkan dahi. "Hah?" "Ini jatuh." Shirin mengulangi, sambil menggoyangkan tangannya yang memegang jaket hitam itu. Atha masih mengernyit dan tatapan bingungnya berubah menjadi aneh. Ia menuding Shirin. "Lo pikir gue gak sengaja jatuhin jaket itu tepat di punggung lo?" Shirin mengangguk.

    Last Updated : 2021-08-17

Latest chapter

  • Deutragonis : Fighting Dreamer   Pengumuman

    Hai, para readers goodnovel! Terima kasih sudah membaca dan mendukung karya saya. Saya sangat senang karena akhirnya bisa menyelesaikan novel ini dalam waktu sebulan. Tapi, sebenarnya novel ini belum benar-benar tamat. Masih banyak misteri dan cerita masa lalu yang belum terkuak. Karena sebenarnya Novel Deutragonis adalah sebuah series yang terdiri dari tiga buku. Novel Deutragonis yang kedua "Deutragonis 2 : Lost Dream" akan segera saya publikasikan pada tanggal 20 September 2021. Di sana akan ada banyak tragedi dan misteri yang terpecahkan. Kalian juga akan lebih mendalami perasaan karakter karena saya menggunakan POV 1. Karena itu, jangan sampai melewatkannya, ya! Sampai ketemu lagi! (Kalau kalian punya waktu, kalian bisa mendukung karyaku yang lain, "Give Me A Heart". Untuk kalian yang menganggap perasaan adalah sebuah kesalahan.)

  • Deutragonis : Fighting Dreamer   Extra Part

    Ini pertama kalinya Shirin menjejakkan kaki di kampus Aldiaz. Shirin tidak sempat mengantar Aldiaz ke kampusnya saat ospek kampus satu semester yang lalu, dan di sinilah ia sekarang, berdiri sambil memandang gedung jurusan ekonomi yang menjulang tinggi di hadapannya.Sambil memandang sekitar, para mahasiswa tampak cuek dengan urusan masing-masing. Seolah tak melihat Shirin—satu-satunya gadis berseragam SMA yang ada di sekitar sana.Sambil meneguk ludah, Shirin pun memberanikan diri untuk memasuki gedung. Dinding dan pilar beton yang dicat abu-abu mendominasi. Langit-langit yang tinggi berwarna putih polos. Shirin berjalan pelan sambil memeluk hand bag yang dibawanya. Sibuk mengamati setiap sudut lobi, tubuh Shirin tak sengaja menabrak seseorang."Aduh—eh? Anak SMA?" suara seorang gadis membuat Shirin mendongak. Seorang gadis dengan jeans dan kaus berlengan panjang membungkuk sambil memerhatikan Shirin yang lebih pendek darinya. "Cari siapa, Dek?" tan

  • Deutragonis : Fighting Dreamer   Epilog

    [Abizart Dirgantara]Cewek paling cantik. Kata-kata itu bergema di hatiku saat menyaksikan cewek itu dari kejauhan. Dia berdiri di antara para orangtua yang menunggu anak-anak mereka selesai ujian. Dengan tongkat penyangga di ketiak kanan karena kakinya patah. Garis wajahya lembut, dengan tatapan mata sayu dan dagu selalu tertunduk.Sejak kapan aku tidak bisa melepaskan mataku darinya? Sekarang aku bagaikan seorang stalker, penguntit yang terus-menerus membayanginya setiap hari. Menyaksikan ketegaran yang disuguhkannya pada dunia. Menyaksikannya melepas topeng itu, menampakkan seorang remaja biasa yang takut menghadapi begitu banyak orang yang menertawakannya diam-diam di balik punggungnya.Dan merasa dia luar biasa cantik karenanya.Tuhan ... bolehkah aku mencintainya? Meskipun pada akhirnya aku akan menyakit

  • Deutragonis : Fighting Dreamer   Bab 31 : Perfect Goodbye

    "Tanpamu, aku hanya ingin mencari tempat untuk menangis dan berteriak."***Mia keluar dari kelas XI IPS 2 dan celingukan waspada. Koridor masih ramai karena bel baru berbunyi tiga menit lalu. Mia mengembuskan napas lega begitu sosok yang dihindari tak terlihat batang hidungnya. Alhasil, ia pun melenggang santai menyusuri koridor.Gadis itu melotot dan sontak menutup wajahnya dengan buku begitu melihat Pak Shim keluar dari kelas XI IPS 1. Mia bisa melihat Pak Shim yang sedang mengobrol sebentar dengan para siswi. Dengan cepat, Mia berhambur ke kerumunan siswa. Namun, baru saja ia hendak keluar dari koridor, suara yang tak diharapkannya memanggil."Mia!" panggil Pak Shim tegas.Mia sontak menghentikan langkah dan mengembuskan napas lelah. Ia berbalik dengan gontai. "Saya 'kan, sudah konseling, Pak. Sudah," ujarnya.Pak Shim mengusap wajah seraya berjalan melewati Mia. "Ikut saya."Mendengar itu, Mia menggeram. Namun, akhirnya menurut j

  • Deutragonis : Fighting Dreamer   Bab 30 : Kamu, Tetaplah Bersinar

    Aldiaz membanting pintu mobil seraya melenggang memasuki sekolah. Kali ini, ia datang sendiri. Shirin masih perlu melakukan rehabilitasi. Oh, iya. Shirin dan Mia kembali bersahabat seperti biasa. Mia sering menjenguk Shirin dan sedikit mengurangi kekhawatiran Aldiaz.Sampai di lobi, langkah Aldiaz terhenti begitu mendapati Atha berdiri dua meter di hadapannya. Mendecih, Aldiaz membuang muka. Ia menyilangkan tangannya di dada seraya menatap Atha rendah. "Masih berani lo nemuin gue?""Sori." Athalas meringis dan tersenyum menyesal. "Gue cuma gak mau melanggar aturan dan ambil resiko kayak lo."Mata Aldiaz menyipit dan maju beberapa langkah. "Terus, tujuan lo yang hampir nyuri first kiss-nya Shirin itu buat apaan?"Atha mendongak menatap Al. Ekspresinya yang sangat-sangat terluka membuat Al meneguk ludah. Kemudian, Atha berkata dengan senyum muram. "Gue perlu ngelakuin itu supaya Mia punya alasan buat berhenti jatuh cinta sama gue. Dia cuma bakal terlibat da

  • Deutragonis : Fighting Dreamer   Bab 29 : Sesuatu yang Kejam

    "Target harus mati, Al," kata Leon sambil mengusek tangan Al dengan ujung sepatu seraya memandangnya rendah. "Apa pun yang terjadi, target harus mati."Aldiaz berusaha bangkit. Namun, Leon menendangnya, hingga terlempar ke halaman. Tak habis sampai di situ, Leon menendang Al berulang kali. "Bisa-bisanya hidup lo semenyedihkan ini," katanya tanpa perasaan. "Bisa-bisanya orang rendahan kayak lo ... masih gak tau diri."Aldiaz menyempatkan diri menatap Shirin. Ia tersenyum tanpa memedulikan sakit di seluruh tubuhnya. Kemudian, Al berbicara tanpa suara. "Lari."Air mata Shirin kembali luruh. Dengan susah payah, ia menyeret tubuhnya menjauh. Namun, ia tahu, ia tak mampu.Aldiaz mengeluarkan secarik kertas yang sudah dilipat menjadi pesawat terbang. Ia menerbangkannya dan pesawat itu mendarat di pangkuan Shirin. Aldiaz tersenyum manis dan merapatkan mata saat Leon mengambil asal pistol yang tergeletak di tanah.Sementara Shirin cepat-cepat membuka lipata

  • Deutragonis : Fighting Dreamer   Bab 28 : Target Harus Mati

    "Leonard ...." Aldiaz menggeram."Yo, Al!" suara Leon terdengar ramah. Pria itu bersandar ke pintu mobil seraya menatap Al humor. "Lo ngapain lindungin dia kayak gitu? Mau dicap pengkhianat? Lo mau mati, Al?"Shirin melebarkan mata. Apa kata orang itu tadi? Aldiaz akan mati jika tidak membunuhnya? Lalu perlahan, Shirin menoleh pada Al. Aldiaz bungkam dan ekspresinya berubah tenang dalam sekejap. Namun, Shirin tak mampu menyembunyikan raut cemasnya."Gak masalah," kata Al, dan seketika membuat Shirin menoleh tak terima.Shirin melangkah maju tanpa takut. Namun, dalam sekejap Al menariknya ke belakang punggung. "Saya siap mati, kalau Shirin dibiarkan pulang." Al berkata lagi.Leonard memandang gelagat sepasang kekasih itu. Beberapa detik waktu terbuang, lalu tiba-tiba ia tertawa. Tawanya terdengar mengejek. "Cowok gentle, nih?" ejeknya, tetapi kemudian, Leon mengibaskan tangan. "Tenang, Al. Antek-antek gue bakal anter di

  • Deutragonis : Fighting Dreamer   Bab 27 : Amatir

    Lelaki berambut cokelat itu berjalan tegap di koridor rumah sakit umum kota. Bau antiseptik dan obat-obatan menguar di mana-mana. Sebelah tangannya menggenggam sebuket bunga mawar putih.Athalas berhenti di sebuah kamar di ujung lorong. Ia masuk dan menghela napas melihat wanita paruh baya yang terbaring lemah dengan berbagai perlatan medis yang menemaninya. Lelaki itu tersenyum sendu dan mengganti bunga layu yang ada di vas dengan bunga yang dibawanya.Setelahnya, ia menyibak tirai—membiarkan cahaya mentari yang cerah masuk ke dalam ruangan. Athalas duduk di kursi di sisi ranjang. Diraihnya tangan wanita yang sedang terlelap itu, lalu diusap lembut."Ibu tenang aja." Atha bermonolog pelan. "Atha bakal dapetin uang yang banyak secepatnya, supaya Ibu dioperasi dan cepet sembuh."***Aldiaz baru mengantarkan Shirin pulang saat pukul tujuh malam. Mereka sem

  • Deutragonis : Fighting Dreamer   Bab 26 : Tentang Aku dan Kamu

    Ingatan siapa ini? batin Shirin. Kemudian, kelopak matanya memberat. Kepalanya nyeri, hingga membuatnya tak sadarkan diri.***[Shirina Haruki]Sejak kecil, di duniaku, ruangan adalah segalanya. Dunia tertutup yang tak terjamah oleh siapa pun yang berada di luar jendela. Di mansion Haruki yang megah, para pengasuh merawatku dengan baik. Aku selalu memerhatikan anak-anak bermain di taman kota. Namun, setiap kali mereka mengajakku, aku selalu diam. Diam, hingga akhirnya ditinggalkan.Hingga pada akhirnya, aku hanya duduk sendirian di ayunan taman belakang mansion. Aku kesepian, itulah yang kupahami saat mendengar tawa anak-anak lain. Namun, kemudian ... aku melihatnya.

DMCA.com Protection Status