Share

Bab 12. Histori Gaun Salma.

last update Terakhir Diperbarui: 2022-02-22 21:26:58

"Terima kasih Janet, kamu sudah menyelamatkan aku.” ucap Shania kepada Janeta setelah Tuan Fidel pergi.

Belum sempat Janeta menjawab ucapan terima kasih Shania, Salma sudah bergegas memeluk Shania dan berkata.

“Nyonya tidak apa-apa kan? Uuh, saya geram sekali melihat perlakuan Tuan Fidel. Ingin rasanya aku injak-injak tubuhnya. Dia sungguh kejam mau menampar istri sendiri.” ucap Salma bertubi-tubi sambil tangannya berusaha mengusap pipi Shania.

“Saya tidak apa-apa Salma. Kamu tidak usah khawatir.” jawab Shania sambil merenggangkan tubuhnya dari rangkulan kedua tangan Salma.

“Syukurlah Nyonya!” sahut Salma lalu mundur dari tubuh Shania. Shania tersenyum kepada Salma.

“Hari ini kamu nampak cantik.” seloroh Shania sambil mematut penampilan Salma.

Wajah Salma tersipu malu mendapat pujian seperti itu dari Shania. Ia juga ikut mematut tubuhnya dan memegang dua sisi roknya yang kembang sebatas lutut.

&
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Detektif Janeta : Memburu Pembunuh Madu Tua   Bab 13. Mayat Didalam Sumur.

    Sekitar jam 8 pagi Janeta sudah nampak bersiap meninggalkan rumah. Ia mengenakan jacket kulit dan celana Jeans warna hitam dan memakai kaca mata hitam pula. Sebuah helm tertutup ia kenakan di kepalanya petanda bahwa dirinya akan melakukan perjalanan cukup jauh.Hari ini Janeta berniat akan mendatangi rumah seorang ibu yang berada di tengah sawah yang tidak jauh dari rumah Pak Warno. Pak Warno kemungkinan adalah paman dari Nyonya Lusy yang tengah ia selidiki kasus kematiannya.Oh ya, nama ibu pemilik gubuk di tengah sawah itu adalah Ibu Asih. Janeta sempat bertanya kepada seorang pemilik warung ketika ia akan meninggalkan daerah pedesaan itu. Kata pemilik warung itu, Bu Asih tinggal seorang diri setelah anak gadisnya merantau ke kota dan tidak pernah kembali sejak kepergiannya.Janeta menaiki sepeda motornya dan membawa beberapa bungkusan yang berisi pakaian dan makanan. Ia ingin membalas budi baik Bu Asih yang telah menolongnya dari serangan anjing milik Pak Warno, be

    Terakhir Diperbarui : 2022-02-22
  • Detektif Janeta : Memburu Pembunuh Madu Tua   Bab 14.Mobil Hitam Dan Anjing Hitam.

    Di pinggir sumur seekor anjing hitam nampak sedih dan terdengar beberapa kali melolong. Air mata jatuh dari sudut matanya. Walau ia hanya seekor hewan, namun nalurinya sangat peka. Beberapa kali anjing itu menjilat pinggiran sumur tempat jasad Pak Warno di temukan.Wajahnya semakin pilu di saat mobil ambulans membawa jasad Pak Warno pergi. Ia berlari mengikuti namun kendaraan itu melaju begitu cepat hingga akhirnya anjing itu pasrah dan kembali ke halaman rumah Pak Warno.“Mungkin Pak Warno tergelincir masuk ke dalam sumur dan tidak ada yang menolong.” Terdengar pendapat seorang lelaki yang masih berkerumun dengan beberapa penduduk desa itu. Yang lain mengangguk-angguk tanda setuju dengan pendapat laki-laki setengah baya itu.“Tapi apa mungkin Pak Warno di bunuh? Kan kabarnya Pak Warno adalah pembunuh bayaran. Bisa saja ada yang dendam kepadanya.” sahut salah satu dari mereka berbisik-bisik.“Lha, aku juga kadang berfikir demikian. P

    Terakhir Diperbarui : 2022-02-22
  • Detektif Janeta : Memburu Pembunuh Madu Tua   Bab 15. Kawan Baru.

    Sesampai di rumah, Janeta menurunkan si Hitam dari gendongannya dan membaringkan dengan sangat hati-hati di atas sebuah sofa yang terlebih dahulu telah ia alas dengan kain.“Kamu masih kotor Hitam, jadi belum aku izinkan kamu berkeliaran. Aku akan memandikanmu kalau lukamu sudah sembuh.” ucap Janeta sambil memainkan jari telunjuknya di depan wajah si Hitam.Anjing itu menatap Janeta seakan mengucapkan terima kasih. Ia menjilati tangan Janeta yang berjongkok di depan sofa.“Aku akan menyiapkan makanan untukmu. Setelah makan kamu istirahat biar cepat sembuh.” sambung Janeta lalu beranjak ke dapur.Tak lama kemudian Janeta kembali dengan membawa sepiring nasi lengkap dengan ayam goreng dan segelas susu. Si Hitam berusaha bangkit menyambut kedatangan Janeta.“Sudahlah kawan, kamu diam saja. Aku akan merawatmu sebaik mungkin.” ucap Janeta lalu meletakkan piring itu di depan mulut si Hitam. Anjing yang di panggil si

    Terakhir Diperbarui : 2022-02-22
  • Detektif Janeta : Memburu Pembunuh Madu Tua   Bab 16. Disebuah Bengkel.

    “Bagaimana Bang? Mobilku sudah oke, belum?”“Oh, tentu sudah Neng. Neng boleh tes dulu biar yakin.” Pemilik bengkel tempat Janeta mempercayakan perbaikan mobilnya menjawab akrab pertanyaan Janeta.Janeta tersenyum senang dan ia menaiki mobilnya lalu membawanya berkeliling di sekitar komplek ruko di mana bengkel itu berada. Ia tersenyum puas dan berniat kembali ke bengkel itu untuk membayar tagihan biaya perbaikan mobilnya.Namun beberapa meter dari bengkel itu Janeta menghentikan kendaraannya. Sebuah mobil yang baru masuk ke areal bengkel yang luas tersebut menyita perhatian Janeta.“Nah loh, itu bukannya mobil Tuan Fidel? Sepertinya bampernya rusak?” ucap Janeta membathin bertanya. Ia memperhatikan dari dalam mobilnya yang dikelilingi kaca gelap.Tak lama kemudian pintu sebelah kanan bagian depan mobil itu terbuka. Tapi bukan Tuan Fidel yang keluar dari dalam mobil itu melainkan seorang pemuda bertubuh agak tinggi perawak

    Terakhir Diperbarui : 2022-02-22
  • Detektif Janeta : Memburu Pembunuh Madu Tua   Bab 17. Serangan Si Hitam.

    "Siapa sebenarnya orang yang ditelepon Bik Imah tadi? Apakah mungkin dia adalah pemuda yang mengantarkan mobil Tuan Fidel ke bengkel sore kemarin?” Janeta berfikir-fikir sepanjang perjalanan.“Oh, bagaimana kalau aku minta bantuan si Hitam? Teman baruku itu nampaknya sangat cerdas. Yaa..ya.. aku harus pulang dulu menjemput si Hitam.” Janeta langsung membelokkan sepeda motornya menuju arah pulang ke rumahnya. Laju motornya ia tambah karena memburu waktu. Jangan sampai ia kalah cepat dari si pemuda itu.Lima belas menit kemudian ia sudah sampai di rumahnya. Suara si Hitam menyalak menyambut kedatangannya. Anjing yang ia kurung di dalam rumah itu memperlihatkan wajahnya di balik kaca jendela.“Hai temanku, aku pulang untuk menjemputmu dan mengajakmu jalan-jalan. Kamu pasti bosan kan aku kurung di rumah?” sapa Janeta begitu daun pintu di bukanya.Si Hitam merespon perkataan Janeta dengan mengibas-ngibaskan ekornya. Walau masih terp

    Terakhir Diperbarui : 2022-02-22
  • Detektif Janeta : Memburu Pembunuh Madu Tua   Bab 18. Ruang Wakil Direktris

    Tak begitu lama ban cadangan alias ban serep sudah di pasang di mobil Janeta. Janeta mengulurkan selembar uang lima puluh ribu kepada bang montir namun bergegas lelaki itu menolaknya.“Tidak usah Neng Polisi, membantu Polisi dalam menjalankan tugasnya mengejar penjahat, adalah tugas semua warga negara Indonesia.” ucapnya merasa bangga, lebay bin alay.“Luruskan barisaaan, Graak..!” serunya kepada empat orang anak buahnya, dan keempat orang anak buahnya itu langsung berbaris rapi di belakangnya.“Hormaaat, graaak!” Ia lalu meluruskan telapak tangan kanannya persis di sisi dahinya seperti anak SD melakukan hormat bendera pada upacara bendera yang biasanya di adakan di sekolah setiap hari Senin. Keempat anak buahnya segera mengikuti gerakan bang montir.Hati Janeta geli juga melihat perangai para montir tersebut. Namun ia cukup bangga melihat sikap patriot mereka, dan rasanya Janeta tidak perlu menerangkan bahwa diriny

    Terakhir Diperbarui : 2022-02-22
  • Detektif Janeta : Memburu Pembunuh Madu Tua   Bab 19. Pengorbanan Si Hitam.

    Tak lama berselang, gantian Janeta yang menerima telepon dari Shania. Saat itu Janeta sudah berada di dalam ruangan Wakil Direktris yang menjadi jabatan baru dirinya. Hal yang tak terduga ini terjadi begitu saja.“Iya Nyonya!” Janeta menyahuti panggilan suara Shania. Salma melirik kepadanya lalu meninggalkan ruangan itu.“Janet, ruangan itu sudah menjadi ruang kerjamu sekarang. Tapi sungguh pun kamu sudah mempunyai jabatan baru yang lebih baik, namun pekerjaan mengurus Kak Lusy tetap menjadi bagian dari tugasmu.” perintah Shania dari ujung sana.“Iya Nyonya.” jawab Janeta sambil menganggukkan kepalanya walau Shania tidak menyaksikannya.Tiba-tiba...“Selamat siang!” dua orang lelaki berpakaian Polisi masuk ke ruangan Janeta.“Se..sebentar Nyonya. Ada polisi datang.” Janeta segera mematikan sambungan telepon dengan Shania.“Selamat siang! Ada yang bisa kami bantu?” tanya Janeta

    Terakhir Diperbarui : 2022-02-22
  • Detektif Janeta : Memburu Pembunuh Madu Tua   Bab 20. Surat Titipan Dari Shania.

    Pagi di rumah Shania.Seperti biasa setiap harinya Janeta sudah sampai di rumah Shania pada pukul jam 8 pagi. Ia memarkirkan sepeda motornya di tempat biasa.Rumah Shania terlihat lebih sepi dari biasanya. Pintu dan gorden masih tertutup, lampu teras dan taman masih menyala.“Apakah mereka pada pergi?” Janeta mencoba mencari tanda-tanda kehidupan di rumah besar itu.Sunyi dan sepi. Hanya itu yang Janeta temukan di sana.“Kok perasaanku tidak enak begini? Tidak biasanya rumah ini sepi pada jam segini. Mobil Shania dan mobil Tuan Fidel ada di garasi. Tapi orangnya kok tidak ada? Pada kemana?”“Hei Mbak, jangan bengong aja. Bantuin pekerjaan di dapur.” Tiba-tiba suara Bik Imah memecahkan juga kesunyian pagi itu. Wanita setengah baya itu nampaknya mau pergi. Tidak seperti biasanya pagi begini ia sudah rapi dan menyandang sebuah tas yang cukup besar di bahunya.“Bik Imah mau kemana?” Janeta bertanya sambil

    Terakhir Diperbarui : 2022-02-22

Bab terbaru

  • Detektif Janeta : Memburu Pembunuh Madu Tua   Bab 90. Pengadilan

    “Bu Asiiih....!”Janeta berlari ke jeruji besi yang mengurung Bu Asih. Bu Asih tengah duduk di lantai ruang tahanan.“Mengapa mesti Bu Asih yang menggantikan saya di sini, Bu?”Bu Asih berdiri di dari tempat ia duduk lalu berjalan mendekati Janeta yang berdiri di luar ruang tahanan. Tangan Janeta mencengkram erat besi-besi yang mengurung Bu Asih seakan ingin ia patahkan untuk membebaskan wanita itu.Ratih dan Cecep serta Bu Wati hanya terpaku membisu. Mereka berbaris berjejer di belakang Janeta. Mata mereka sembab dan kini pun masih basah. "Memang Ibu yang seharusnya berada di sini Neng. Ibu yang telah membunuh Pak Warno, bukan Neng." jawab Bu Asih tersenyum sambil menggenggam tangan Janeta yang ia julurkan di antara besi bulat berwarna hitam.“Taa..tapi mengapa Buu? Mengapa Ibu harus melakukan semua ini?”Bu Asih menghela nafas panjang. Ia melepaskan genggaman tangannya di tangan Janeta. Kedua pandangan matanya ia tumbukkan ke lantai ruang tahanan.

  • Detektif Janeta : Memburu Pembunuh Madu Tua   Bab 89. Cinta Buta Dibawa Mati

    “Jaa...jadi Ratih sudah menyerahkan pakaianku itu kepada polisi?” gumam Abbas geram.“Ibunya akan masuk penjara, karena Bu Asihlah yang mendorong Pak Warno masuk ke dalam sumur. Aku hanya bertugas mengamankan anjingnya saja.” Sambung Abbas kembali bergumam. Tanpa sadar ia telah membuka semua rahasia pembunuhan Pak Warno.“Apaaa...? Bi Asih yang membunuh Pak Warno?” Kali ini justru Cecep yang terkejut. Ia mendekati Abbas lalu mengguncang bahu anak muda itu tanpa memperdulikan sepotong kayu yang masih dipegang oleh Abbas. Cecep seakan tidak percaya dengan apa yang baru saja dikatakan oleh Abbas.Wira hanya terpana mendengar cerita Abbas. Ia tidak cukup mengerti dengan percakapan Cecep dan Abbas. Sementara itu Bik Imah yang juga sudah berada di sana hanya menunduk resah. Sekali-kali ia melirik ke arah Cecep.“Siapa sebenarnya laki-laki ini?” tanya Bik Imah dalam hati.“Bi Asih? Apa kamu mengenal perempuan ya

  • Detektif Janeta : Memburu Pembunuh Madu Tua   Bab 88. Serangan Abbas.

    Batu yang cukup besar tempat Abbas dan Wira duduk berjuntai dipayungi sebatang pohon besar yang cukup rindang. Daun-daun pohon itu melindungi keduanya dari sengatan matahari yang sudah mulai naik.Namun tanpa disadari mereka berdua, ada sesosok manusia yang bersembunyi di balik pohon besar itu. Ia tengah mendengarkan percakapan Abbas dan Wira.“Lalu apa yang kamu dapatkan dari kebodohanmu ini, Abbas? Apakah ini membuatmu kaya raya?” Agak sedikit kesal Wira bertanya kepada Abbas.Kembali Abbas menunduk. Dan kali ini malah semakin dalam. Lalu ia menggelengkan kepalanya ke kiri dan ke kanan berulang kali.“Yang Abbas dapatkan malah pengkhianatan. Abbas ternyata hanya diperalat oleh mereka.” Kali ini intonasi suara Abbas cukup keras. Tangannya terkepal.“Sudah kuduga!” jawab Wira lesu.“Paman!”“Ya..” Wira menyahuti keponakannya.“Ternyata Salma adalah selingkuhan Tuan Fidel.”“Tu.. Tuan Fidel siapa?” terbelalak mata Wira bertanya kepada Abbas.“Tuan

  • Detektif Janeta : Memburu Pembunuh Madu Tua   Bab 87. Pengakuan Yang Mengejutkan

    Kedua lelaki itu dipersilahkan Janeta untuk membersihkan badannya. Nampaknya mereka berdua memang membawa pakaian ganti hingga Janeta tidak perlu repot-repot memikirkan masalah itu.Janeta menyiapkan beberapa hidangan di meja makan. Dirinya yakin kedua orang tamunya itu tidak makan dengan teratur beberapa hari ini.“Maaf kedatangan kami telah membuat Neng sibuk.” ucap lelaki berpeci yang kini telah merubah panggilannya terhadap Janeta. Mungkin dia sudah mulai merasa akrab. Sedangkan Gunawan terlihat hanya terdiam di atas kursi rodanya. Pasti pikiran lelaki paruh baya itu masih tertuju kepada Salma putrinya yang kini sedang menjalani proses hukum di kantor polisi. Janeta dapat memahami kegundahan hati Gunawan. Mereka bertiga kini sudah berhadapan di meja makan milik Janeta. Janeta melemparkan senyuman kepada kedua lelaki itu.“Silahkan dinikmati hidangan seadanya, Pak!” ucap Janeta. Di atas meja sudah tertata rapi semangkuk besar nasi, telur dadar dan tumis bayam serta samba

  • Detektif Janeta : Memburu Pembunuh Madu Tua   Bab 86. Ratapan Di Atas Kursi Roda.

    “Tolong Pak! Jangan bawa Anak saya. Jika Anak saya di penjara, siapa yang akan merawat dan memberi saya makan, Pak!” seorang lelaki yang duduk di atas kursi roda terus memohon kepada polisi yang akan membawa Salma ke kantor polisi. Sedangkan seorang gadis juga duduk di atas kursi roda karena sebelah kakinya sudah di amputasi. Ia menunduk dan menangis dan mencoba menggapai bahu Gunawan yang tak lain adalah ayah kandungnya.Selama ini Salma memang di paksa mencari uang oleh ibu tirinya yang serakah. Sedangkan ayahnya cacat karena kecelakaan di tempat kerja. Mau tak mau Salma harus mencari uang sebanyak mungkin bagai mana pun caranya. Kalau tidak, ibu tirinya tidak akan mau mengurusi ayahnya dan juga mengancam akan membuang adik-adiknya. Walau pun berbeda ibu, Salma sangat menyayangi kedua adiknya buah perkawinan ayahnya dan ibu tirinya tersebut.Salma kini hanya bisa termenung. Ia menyadari bahwa mungkin saja hidupnya akan berakhir di penjara karena kejahatan y

  • Detektif Janeta : Memburu Pembunuh Madu Tua   Bab 85. Melarikan Diri.

    “Syukurlah Anda sudah sehat kembali, Nyonya!”“Terima kasih Tuan Morat. Anda sudah banyak membantu saya.” jawab Nyonya Shania tersenyum kepada Tuan Morat yang satu-satunya orang yang diberi izin untuk menemuinya. Hal itu karena Tuan Morat merupakan kuasa hukum Nyonya Shania. Jadi ia sangat mempunyai kepentingan untuk bertemu dengan kliennya guna menanyakan apa yang terjadi sebenarnya terhadap Nyonya Shania.“Sebenarnya apa yang terjadi, Nyonya? Sudah bisakah Nyonya mengingat semua kejadian sebelum Nyonya jatuh pingsan karena meminum racun yang mematikan itu?” Tuan Morat mulai mengorek keterangan dari Nyonya Shania sambil menyalakan rekaman di ponselnya.“Pagi itu saya bersiap-siap untuk pergi ke kantor. Saya menunggu kehadiran Janeta yang datang sudah terlambat.”“Sekitar jam berapa itu, Nyonya?” tanya Tuan Morat.“Sekitar jam 8.30 pagi.” jawab Shania sambil mengingat-ingat kejadia

  • Detektif Janeta : Memburu Pembunuh Madu Tua   Bab 84. Bertemu Intan

    Sejurus kemudian Janeta dan Cecep sudah sampai di sebuah cafe yang lumayan ramai dikunjungi sebagian besar anak muda namun ada juga beberapa orang yang mungkin pasangan suami istri. Suasana nyaman semakin tenang dengan alunan musik lembut. Cahaya remang-remang membuat suasana terasa sangat romantis. Cefe ini memang sangar cocok didatangi oleh pasangan yang tengah memadu cinta.Sekali-kali Cecep terlihat mencuri pandang kepada Janeta yang tampil sebagai wanita sempurna. Gaun hitam berbahan mengkilat dengan panjang lengan baju menutupi hingga pangkal siku, Janeta terlihat anggun dan feminim. Ditambah lagi dengan high hill walau tidak begitu tinggi namun mampu membuat Janeta benar-benar bagaikan seorang putri yang baru berusia 20 tahun. Dan ini adalah penampilan feminim Janeta yang pertama kali di dalam hidupnya. Biasanya Janeta lebih suka memakai celana jeans dan jaket. Tapi demi menghargai Sofia, Janeta tidak membantah untuk bergaun ria di malam itu. Namun dapat dipahami kalau J

  • Detektif Janeta : Memburu Pembunuh Madu Tua   Bab 83. Lampu Hijau

    Sore kini sudah merangkak ke ambang malam. Tidak terasa empat jam sudah mereka berempat berada di ruang khusus milik Om Rusmidi membahas tentang kasus pembunuhan Nyonya Lusy dan Pak Warno yang kami yakini adalah sebuah kasus pembunuhan berantai.“Oke Jane, Cecep, tugas kalian sudah selesai. Nanti Om akan meneruskan semua bukti-bukti yang telah berhasil kita kumpulkan kepada penyidik kepolisian. Dan kalian berdua silahkan menikmati hari-hari kalian tanpa harus terbebani apa pun. Kalian tidak perlu khawatir polisi akan mencari kalian karena duduk persoalannya mulai terang.” ucap Om Rusmidi yang sepertinya memberi angin kepada Janeta untuk lebih dekat dengan Cecep. Apalagi mendengar prestasi yang diukir oleh Cecep dari mulut Tuan Morat, Om Rusmidi makin menatap bangga kepada Cecep.“Baiklah Om, Tuan Morat, kami berdua undur diri.” ucap Janeta yang langsung dibalas senyuman oleh Om Rusmidi dan Tuan Morat.Janeta mengajak Cecep keluar dari rua

  • Detektif Janeta : Memburu Pembunuh Madu Tua   Bab 82. Pertemuan Tak Sengaja

    Tak lama kemudian Janeta dan Sofia kembali ke ruang tamu. Janeta membawa satu nampan berisi secangkir teh hangat yang asapnya masih menguap ke udara. Ia meletakkan cangkir itu persis di hadapan Cecep.“Silahkan diminum, Kang Cecep! Mumpung masih hangat!” ucap Janeta mempersilahkan.“Terima kasih, Neng!” sahut Cecep lalu mengangkat cangkir itu dan menghirup teh manis hangat yang segar buatan Janeta.Sofia yang sudah duduk di samping Janeta tersenyum ke arah Cecep, dan Cecep tiba-tiba merasa grogi karena merasa diperhatikan oleh Sofia.“Om kemana, Tan?” Janeta bertanya kepada Sofia untuk mengurangi rasa risih Cecep karena Sofia selalu memperhatikannya. Wanita itu sepertinya sangat berharap Janeta akan menikah dengan Cecep.“Tadi pagi-pagi sudah pergi bersama Bang Morat. Tidak tahu mereka mau ke mana. Biasalah Jane, mereka memang sahabat sejak kuliah dan hampir sepuluh tahun tidak bertemu langsung. Paling cuma ngobrol d

DMCA.com Protection Status