62PernyataanCahya kembali ke rumahnya setelah seharian lelah dari kantor dan berkutat di layar monitor. Jabatannya yang kini hampir setara dengan Arfan, membuat Cahya juga sudah seperti punya kantor tersendiri di sana."Assalamualaikum," salam Cahya."Waalaikumsalam."Lila membukakan pintu untuk sang Kakak yang baru pulang bekerja."Loh, kamu di sini, La? Datang sama siapa?" tanya Cahya."Sama Mas Gilang.""Ibu mana?""Di dalam."Cahya memberikan bingkisan di tangannya pada Lila yang berisi bakso yang dia beli dari pedagang langganannya."Nggak tahu kamu di rumah, jadi cuma beli bakso dua bungkus. Ya udah gih, kamu makan sono! Ajak Ibu sekalian," titah Cahya sebelum masuk kamarnya.Cahya melepas jaket kerjanya dan melepas hijab serta kaos kaki yang dikenakan. Ia sungguh sangat lelah hari ini dan ingin segera mandi untuk beristirahat dan melepas penat. Namun, ia justru merebahkan diri terlebih dahulu dan terlelap dengan sendirinya karena kelelahan seharian bekerja."Mbak, ada tamu,"
Cahya turun dari mobil dan dia mengikuti langkah Hasbi di belakang. Antara takut dan khawatir, jika nantinya ia akan mendengar umpatan yang tidak lazim dan patut ia dengar."Bersikap apa adanya sesuai dengan karaktermu. Papa pandai menilai seseorang," lirih Hasbi."Assalamualaikum," salam Cahya membuat Antonio dan Ratri menengok.Antonio Regard Alamsyah, adalah pemilik perusahaan textile yang memiliki riwayat hubungan rumah tangga yang pelik. Kehidupan poligami yang ia jalani selama bertahun-tahun, membuat Ratri harus mengalah dan akhirnya menjadi wanita yang tampak berbeda jika suaminya kembali. Kembalinya Antonio kini, berbeda dari alasan kembalinya ia dengan yang sebelumnya. Antonio kembali, karena perusahaannya sedang mengalami penurunan. Bahkan ia mengalami sakit dan tidak bisa dibiarkan tanpa ditangani dengan baik. Ratri bahagia dengan kembalinya Antonio ke rumah. Sehingga hidupnya merasa lengkap, meski kadang ada rasa khawatir jika suaminya akan kembali ke istri nya yang lain s
63Tak Perlu Repot"Tunggu!" cegah Antonio.Langkah Cahya tertahan. Ia sebenarnya sudah ingin segera pergi dari tempat itu, tetapi mengingat kondisi Antonio yang hanya bisa berdiam diri di kursi roda timbul rasa iba di hatinya. Setidaknya ia ingin menghormati Antonio sebagai orang tua dari temannya. Bagaimanapun kedatangannya ke sini bukan untuk mencari masalah, melainkan untuk menyelesaikan masalah. Ia tidak ingin terus disalahkan dan dianggap perempuan murahan yang gampangan sebab mendekati dua lelaki yang masih dalam ikatan kakak adik. “Cahya, kita perlu bicara. Duduklah, Nak.”Demi apa Antonio dengan bicaraya yang lembut menyuruh Cahya duduk kembali, sementara masih di tempat yang sama Ratri menatap dengan sorot kebencian yang pekat. Sebelum menjawab Cahya sempat melihat sekilas pada Hasbi, wajah lelaki itu juga nampak tegang. Namun, ia diam berusaha tenang dan berharap Arfan segera sampai di rumah.“Maaf, Pak Antonio. Saya rasa sudah tidak ada yang perlu kita bicarakan. Saya da
Tidak bisa di elak kalimat yang barusaja meluncur dari mulut Antonio langsung membuat bara amarah berkobar di dalam dada Ratri. Sementara yang diminta memilih seketika terpaku, mencerna maksud ucapan Antonio dirasanya cukup rumit. Tidak jauh berbeda dengan Hasbi, ia pun cukup shyok dengan permintaan sang ayah. “Apa-apaan ini, Pa? Permintaan macam apa ini? Kamu anggap aku ini apa? Tanpa meminta pertimbangan, tiba-tiba ingin menjadikan dia istri untuk anak-anak kita? Aku tidak terima, Pa!” Ratri yang berapi-api akhirnya menyemburkan banyak pertanyaan bentuk protes kepada sang suami. “Ma, jangan egois. Di mana salahnya kalau Cahya menjadi istri salah satu anak kita? Dia perempuan baik-baik.”“Papa yang egois! Di depan Papa dia terlihat baik, tapi apa Papa tahu dibalik semua kebaikan yang nampak ada kebusukan—““Mama!” potong Antonio keras. “Ngomong apa kamu? Jangan sembarangan menghakimi seseorang.”Suasana terus memanas, adu mulut antara Antonio dan Ratri tidak bisa dielakkan. Masing-
Cahya benar-benar berada di posisi yang sulit saat ini. Lebih parahnya lagi air mata yang harusnya cukup tahu diri untuk tetap bertahan di tempatnya malah terus menggenang dan menghalangi pandangannya. Sekali saja Cahya berkedip sudah tentu bulir bening itu akan jatuh melewati pipinya.Bagaimana pun cara Cahya menyembunyikan kesedihan, Arfan dapat dengan mudah menemukannya. Hanya lewat tatapan mata yang saling beradu beberapa detik saja, ia bisa menyimpulkan Cahya sedang tidak baik-baik saja. Ada apa? Tanyanya dalam hati.“Maaf aku baru sampai, Kak. Tadi sedikit macet.” Hasbi mengangguk, tanda mengerti.“Cahya, ada apa?” Arfan akhirnya memberanikan diri bertanya pada perempuan yang baru saja menitikkan air mata dan secepatnya ia menyeka, sebelum Arfan dan Hasbi melihat. “Aa Arfan bisa bertanya pada Pak Hasbi.” Arfan mengerutkan kening, tidak biasanya Cahya bicara demikian. Apa yang terjadi sebelum ia sampai?“Kak—““Saya permisi.” Merasa sudahh tidak ada kepentingannya berada di ruma
Satu Bulan sudah sejak kejadian tidak mengenakkan malam itu. Sejak itu pula Cahya tidak pernah melihat Hasbi ataupun Arfan. Kini setelah mengundurkan diri dari pekerjaan, ia lebih fokus pada usahanya sendiri. Setiap hari, dari pagi hingga menjelang sore ia sibuk di tempat londry. Walaupun belum terlalu besar dan terkenal, tetapi penghasilan dari usaha londry milik Cahya tidak bisa dibilang kecil. Dengan pelayanan yang baik membuat banyak orang yang ingin menggunakan jasa londry Cahya berdatangan. Biarpun dia bekerja tanpa seragam yang rapi dan di tempat yang bagus, tetapi kini hatinya sangat damai dirasa. Sibuk dengan pekerjaan membantu Cahya dengan mudah melupakan kisah asmara dengan Hasbi dan Arfan, pun untuk menjalin hubungan dengan laki-laki lain ia belum ada niat. Biarlah semua mengalir sebagaimana mestinya, bukankah rejeki, jodoh dan maut sudah ditentukan oleh Allah dan tidak mungkin tertukar. Untuk menghindar dari Arfan dan Hasbi, ia sengaja mengganti nomor telepon juga memb
Sudah beberapa hari ini Antonio melihat sesuatu yang berbeda pada diri si bungsu, Arfan. Pemuda itu jadi jarang bicara banyak dan beberapa kali kedapatan tengah melamun oleh Antonio. Sebenarnya perubahan Arfan tidak lain dan tidak bukan sebab kepergian Cahya. Tidak ada lagi sosok perempuan itu yang ia temui setiap hari, separuh semangat hidup Arfan seperti ikut lenyap. Hari-harinya terasa sepi dan malam-malamnya hanya dihabiskan seorang diri di balkon, berteman bayangan wajah Cahya. Seperti malam itu, Antonio kembali memergoki Arfan yang sedang melamun seorang diri. Sebagai seorang lelaki, Antonio paham apa yang tengah sang anak rasakan. Ia juga tahu kalau di antara Arfan dan Hasbi, si bungsulah yang sudah jatuh cinta pada Cahya. Namun, ia tidak bisa terang-terangan meminta Cahya menjadi istri Arfan sebab Hasbi juga memiliki rasa yang sama pada gadis itu. Ia tidak ingin dianggap ayah yang otoriter dan berat sebelah. Anak-anak sudah dewasa, ia bertekad untuk melepas keduanya agar bi
Siang ini pekerjaan di londry sangat banyak. Beberapa hari belakangan cuaca memang sedang tidak bersahabat, mendung dan hujan tiba-tiba saja turun diluar prediksi. Situasi demikian membawa rejeki tersendiri untuk usaha Cahya. Banyak orang yang memilih menggunakan jasa londry untuk membersihkan pakaian. Lebih praktis, sebab kebanyakan mereka hanya memiliki mesin cuci rumahan walaupun pakaian yang sudah di keringkan masih perlu waktu untuk diangin-anginkan agar kering. Sedangkan Cahya, ia memiliki mesin cuci yang lebih canggih. Pakaian yang dimasukkan dalam keadaan kotor akan di keluarkan dalam keadaan bersih dan kering. Selanjutnya hanya perlu di setrika dan di lipat rapi."Tari, perasaan hari ini gak enak banget ya?" tanya Cahya yang sedang membantu Mentari melabeli beberapa pesanan laundry para pelanggan."Tanya perasaan aku? Aku mah, setiap hari perasaannya juga nggak enak. Soalnya nggak punya Ayang," jawab Mentari asal."Aku lagi tanya perasaanku. Bukan kamu, Ce Eunah.""Lah, diki
Hardian turun dari pelaminan. Dia langsung keluar dari gedung pesta yang digunakan untuk acara resepsi Arfan dan Cahya. Dia langsung kembali setelah urusannya selesai karena memang dia tidak berniat untuk merusak pernikahan Cahya maupun Arfan. Meski Hardian merasakan rasa yang menyakitkan, tetapi Ini semua adalah hasil dari apa yang sudah ia berbuat di masa lalu saat bersama Cahya."Jangan cemburu, A. Cahya gak mengundangnya," bisik Cahya saat mereka masih menyalami beberapa tamu namun wajah Arfan terlihat berubah dingin."Aku tahu, tapi kedatangannya merusak moodku," ucap Arfan kesal.Hiburan yang membuat acara pesta bertambah begitu meriah, menandakan resepsi Arfan dan cahaya sukses dan membuat semua yang hadir ikut merasakan kebahagiaan pengantin baru itu. Kini, acara telah usai dan keluarga sudah kembali ke rumah masing-masing. Tinggallah Arfan dan Cahya, yang akhirnya memilih menginap di hotel tempat mereka melakukan resepsi."Langsung tidur aja, ya? Capek kan?" tanya Cahya senga
Di depan cermin besar Cahya tengah mematut diri. Wajah perempuan itu sudah selesai di rias, gaun dari bahan brukat terbaik melekat pas di tubuhnya yang ramping. Di bantu seorang asisten MUA ia memakai heels. “Masyallah, Mbak Cahya cantik sekali. Begini juga yang namanya bidadari kalah cantik, Mbak,” seloroh Tari yang ditugaskan menjemput calon pengantin. “Kamu jangan ngeledek. MUA dan semua yang aku pakai ini dari pemberian dari keluarga Arfan!”“Aku serius, kamu memang cantik banget. Suer!” Tari mengangkat jari telunjuk dan jari tengahnya membentuk huruf V. “Akhirnya kamu ketemu juga dengan laki-laki yang tulus mencintai kamu, Ya. Aku ikut seneng, selamat ya atas pernikahan kamu. Sekarang kamu udah sah jadi istrinya Arfan.” Tari dan Cahya berpelukan. Cahya merasa haru bercampur bahagia. “Makasih, Tari.”“Yuk keluar, kamu udah di tunggu banyak orang.”Hati-hati Tari membimbing Cahya keluar dari kamar hotel, membawanya ke aula yang di sana sudah hadir seluruh keluarga kedua mempela
"Ya. Papa orang hebat, kamu juga anak hebat. Demi kalian, Mama rela. Mama ikhlas, menerima Cahya sebagai menantu. Kamu harus segera sembuh, karena setelah keluar dari rumah sakit nanti kita akan menambah Cahya untukmu bersama-sama."Arfan sangat bahagia. Ternyata perjuangannya tidak sia-sia. Dia sampai ikut menitikan air matanya. "Makasih, Ma, Pa."**Tiga hari kemudian Arfan sudah sembuh dan boleh pulang dari rumah sakit. Malm harinya keluarga Arfan termasuk papa, mama dan Hasbi sendiri datang ke rumah orang tua Cahya untuk meminang. Kalau takdir cinta sudah tertulis untuk bersatu, seperti apapun halangannya tetap akan bersatu juga. Begitu juga dengan restu dari mamanya Arfan, setelah dibujuk oleh Antonio akhirnya istrinya itu bersedia memberi restu. "Ya, Aa rindu. Aa datang," batin Arfan dalam perjalanan menuju rumah Cahya."Om ganteng banget," celetuk Naura."Iya doang. Naura bentar lagi punya Tante baru.""Tante baru?""Iya. Om mau nikah sama Tante Cahya. Naura seneng nggak?""Y
Akhir Perjuangan"Ma, kamu tidak kasihan lihat anak kita? Kamu sedih karena Arfan hendak menikahi janda? Apa yang kamu takutkan hingga kamu tak merestui pernikahan Arfan dan Cahya?" berondong Antonio saat dirinya sedang berusaha membujuk istrinya itu. Sengaja ia membawa istrinya ke rumah sakit untuk melihat wajah pucat dan badan yang mulai menyusut itu."Wanita bukan hanya Cahya, Pa! Kenapa sih, Papa nggak ngerti?" sahut Ratri tak suka dengan pertanyaan suaminya."Lalu, wanita mana yang pantas mendampingi anak kita, jika ditinggalkan Cahya saja dia sudah sakit begini? Papa tahu, Mama masih menyimpan dendam lama karena Papa menikah lagi. Tapi Papa janji, jika Mama merestui Arfan, maka Papa tidak akan kembali pada istri Papa yang tak setia itu. Papa sadar, Mama yang terbaik. Mama wanita hebat yang layak untuk disebut istri setia. Maaf kalau selama ini Papa menyakiti hati Mama. Jujur, Papa menyesal. Papa merasa ini karma dan hadirnya Cahya yang menjadi seseorang yang penting di hati anak
“Yang bikin Cahya bingung, Cahya sama sekali enggak punya perasaan apa-apa sama dia, Bu. Tadi sudah Cahya tolak, tapi….” Mengalirlah cerita yang tadi terjadi di rumah sakit. Gayatri mendengarkan dan sesekali mengangguk, lain kali ia menggeleng ketika merasa tindakan Arfan nekat. “Gimana ya, Bu? Cahya enggak mau menjadi zhalim karena hanya Arfan saja yang mencintai Cahya. Dan Cahya juga masih terauma dengan masa lalu, belum lagi mamanya Arfan yang tidak mau merestui hubungan anaknya dengan Cahya. Jujur Cahya pun enggan menjadi bagian dari keluarga itu, tetapi mulut ini sudah terlanjur menjawab iya.” Sulit. Ya, itu yang pertama kali muncul di kepala Gayatri ketika dimintai pendapat. Hubungan dengan cinta sebelah pihak saja sudah berat, harus di tambah dengan restu yang kemungkinan berat akan terhalang ini benar-benar pelik. Gayatri membenarkan posisi duduknya. Kemudian ia menatap wajah anak perempuannya lembut. Gayatri tersenyum kemudian mulai berbicara.“Nak, pernikahan itu bukan un
“Astagfirullah. Cahya kamu dari mana saja, Nak. Kenapa hujan-hujanan?” Gayatri yang sedari tadi cemas menunggu kepulangan sang anak sangat kaget saat akhirnya menyambut kedatangan Cahya. Anak perempuannya itu pulang dengan pakaian basah kuyup, ia tidak mendapati siapapun bersama Cahya. Sebab memang Cahya pulang seorang diri. “Masuk. Ibu sudah siapkan air hangat. Ya ampun, kenapa tidak menunggu hujan reda. Kalau begini kamu bisa masuk angin! Mandilah dulu, Ibu bikinkan susu jahe hangat.” Cahya tidak banyak bicara, ia menuruti perintah Gayatri. Cahya segera membersihkan diri, air hangat yang digunakan mandi lumayan membuat dirinya merasa lebih rileks. Setelah mandi dan berganti pakaian, Gayatri menyusul anaknya ke kamar. Secangkir susu cahe hangat ia hidangkan untuk sang anak. “Di minum susu jahenya, mumpung masih hangat.”Cahya menerima minuman hangat itu dan menyeruputnya sedikit. Aroma jahe yang lembut dan sensai hangat meluncur melewati tenggorokannya, berakhir di dalam perut.
“Aku tahu kamu datang ke mari karena di suruh oleh Kak Hasbi, kan? Maafkan Aku karena malah membuatmu repot-repot menjenguk. Tapi, kalau boleh jujur aku memang sangat mengharapkan kedatanganmu, Ya.”“Untuk apa?” tanya Cahya cepat.“Untuk mengungkapkan perasaan aku ini. Aku mencintai kamu, Ya. Cinta sejak pertama memandang kamu.”Pengakuan Arfan sontak membuat Cahya mendongakkan kepala, menatap dengan kening mengernyit. Apa-apaan ini? Batinnya. Meski ia sering mendengar Arfan mengatakan hal ini, namun ia merasa berbeda dengan saat Arfan mengatakannya sekarang. Ia menyusuri lewat tatapan mata, berharap menemukan kebohongan. Namun, ia tidak berhasil menemukan itu, semua yang ia lihat adalah nyata. Mata sayu Arfan memancarkan sesuatu yang sangat kuat. “Cahya mungkin bagimu aku terlalu pengecut sebagai lelaki, hingga untuk menyatakan cinta pun harus menunggu kamu yang datang. Tapi, yang perlu kamu ketahui. Cinta Aa benar-benar tulus, aku tidak ingin menyesal dan mati sebelum mengungkapkan
Kedatangan Hasbi semata bertujuan untuk memberitahukan keadaan Arfan kepada Cahya. Setelah sesaat memberi waktu untuk putrinya bercengkerama dengan Cahya, ia pamit pulang. Sebelum pergi sekali lagi Hasbi meminta untuk Cahya sudi meluangkan waktu menjenguk Arfan. Setelah kepergian Hasbi kini Cahya duduk seorang diri di depan kios. Otaknya berfikir keras, ia bingung harus datang ke rumah sakit atau tidak? Selema ini ia sengaja menghindar dari keluarga Hasbi sebab tidak ingin dianggap biang masalah, usahanya pergi dan melupakan kedua pria itu berhasil dan pernyataan cinta Arfan yang diwakili oleh Hasbi barusan malah membuatnya bingung.Benarkah Arfan menyimpan rasa itu? Benarkah ia sakit sebab cintanya padaku tidak mendapat restu? Benarkah seorang Arfan jatuh cinta pada Cahya? Tanya Cahya dalam hati pada dirinya sendiri. Kemudian bibirnya melengkung, tersenyum. Jangan ke-PD-an Cahya, bisa saja ini hanya sandiara dan pemanis bibir mereka. Ingat siapa kamu! Bercerminlah sebelum memimpikan
Siang ini pekerjaan di londry sangat banyak. Beberapa hari belakangan cuaca memang sedang tidak bersahabat, mendung dan hujan tiba-tiba saja turun diluar prediksi. Situasi demikian membawa rejeki tersendiri untuk usaha Cahya. Banyak orang yang memilih menggunakan jasa londry untuk membersihkan pakaian. Lebih praktis, sebab kebanyakan mereka hanya memiliki mesin cuci rumahan walaupun pakaian yang sudah di keringkan masih perlu waktu untuk diangin-anginkan agar kering. Sedangkan Cahya, ia memiliki mesin cuci yang lebih canggih. Pakaian yang dimasukkan dalam keadaan kotor akan di keluarkan dalam keadaan bersih dan kering. Selanjutnya hanya perlu di setrika dan di lipat rapi."Tari, perasaan hari ini gak enak banget ya?" tanya Cahya yang sedang membantu Mentari melabeli beberapa pesanan laundry para pelanggan."Tanya perasaan aku? Aku mah, setiap hari perasaannya juga nggak enak. Soalnya nggak punya Ayang," jawab Mentari asal."Aku lagi tanya perasaanku. Bukan kamu, Ce Eunah.""Lah, diki