Share

90

Penulis: Meisya Jasmine
last update Terakhir Diperbarui: 2022-03-04 20:06:29

BAGIAN 90

POV NAMI

              “Maaf, Nyonya. Kedatanganku benar-benar bukan untuk mengganggu rumah tangga kalian. Hanya saja … kami tidak tahu harus ke mana lagi di kota ini. Hanya Tuan Anwarlah satu-satunya yang saya kenal dekat di sini.” Ina terlihat menunduk. Sementara tangannya masih terjulur ke arahku.

              Aku yang semula sempat membeku, langsung menjabat tangannya. Tangan itu terasa sejuk dan berkeringat. Ketika kusalami, Ina sontak mendongak dan memperhatikan wajahku dengan kaca-kaca di bola matanya.

              Tentu aku tak tega melihat Ina seperti itu. Bagaimanapun dia ini tetaplah manusia. Lihat saja sandal yang dia kenakan. Hanya sepasang sandal jepit biasa yang sering kugunakan untuk pergi ke kamar mandi

Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP
Komen (1)
goodnovel comment avatar
siti alawiyah
awas Anwar jgn sampai terpengaruh si Ina, besoknya suruh mereka pulang kampung
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Desah Di Kamar Sebelah   91

    BAGIAN 91POV NAMI “Ah, udahlah, Rah. Kita lihat saja nanti. Toh, aku ini bukan orang bodoh yang mudah ditipu. Insyaallah, si Ina itu kalau macam-macam bakal segera ketahuan sama aku.” Aku menguatkan diri. Bersikukuh pada pendirian bahwa aku ini bukan wanita yang asal percaya saja sama orang. Apalagi mantan pelaku kriminal dan penyintan gangguan jiwa. Bukankah gelagat aneh dari Ina nantinya bakal mudah buat terendus? “Ya, sudah kalau gitu, Nyah. Semoga itu orangnya emang udah tobat,” ucap Rahima mengalah. “Amin. Ya, udah. Ayo bantu aku ke depan.” Aku langsung mengangkat nampan. Mengajak Rahima gegas mengantarkan minuman dan camilan ke depan. Pembantuku itu menurut. Tanpa ba

    Terakhir Diperbarui : 2022-03-07
  • Desah Di Kamar Sebelah   92

    BAGIAN 92POV NAMI “Nami, tolong panggilkan dokter Indra ke sini. Sekalian Rahima suruh beli bubur ayam di warungnya Kardi. Oh, ya. Sepertinya stok buah di kulkas perlu ditambah. Ina perlu makanan bergizi selama pemulihan sakit ini.” Mas Anwar berkata kepadaku di ambang pintu kamar tamu yang letaknya bersebelahan dengan kamar milik Rahima yang tak jauh kberadaannya dari ruang tengah. Aku menghela napas. Berusaha untuk tetap tersenyum meskipun sebenarnya hatiku mulai rikuh. Mas Anwar, seakan menspesialkan Ina. Namun, sudahlah. Aku harus mengalah. Toh, suamiku adalah milik sahku. Ina hanyalah mantan. Mungkin itu mindset yang harus kupertahankan di dalam pikiran. 

    Terakhir Diperbarui : 2022-03-09
  • Desah Di Kamar Sebelah   93

    BAGIAN 93 POV NAMI “I-itulah yang buat Mama pusing, Ris,” lirihku terbata. Kepalaku jadi cenut-cenut. Aku benar-benar pening memikirkan ini seketika. Ya Allah, apakah langkahku salah dalam memasukan perempuan itu ke rumah kami? “Dia sudah sembuh dari penyakit jiwanya, Ma? Lantas, kenapa harus pulang ke rumah Papa, sih? Apa tidak dipulangkan saja ke kampung halamannya sana?” desak Risti bertubi-tubi kepadaku. “Iya, Ris. Sudah sembuh katanya. Sudah bisa pulang dari RSJ. Ini numpang menginap. Besok katanya mau pulang kampung.” Terdengar di seberang sana Risti mengembuskan napas masygul. Risti, jangan makin membuat mamamu ini bimbang, dong. Astaga, aku jadi merasa benar-benar tertekan. “Mama lihat, bagaimana sikapnya yang sekarang?” tanya Risti bernada waspada. “Lihat. Mama lihat kok, Ris. Dia … sepertinya sudah waras. Tidak seperti pas di RSJ dulu. Tatapannya sudha tidak kosong lagi. Cara menyahutny

    Terakhir Diperbarui : 2022-03-10
  • Desah Di Kamar Sebelah   94

    BAGIAN 94POV NAMI “Tapi, Mas, bukankah dulu kamu sudah menganggap Risti sebagai anakmu sendiri?” tanyaku. Meski kutahan rasa dongkol itu, akhrinya mencuat juga pertanyaan barusan. Mulutku sudah gatal sendiri rasanya. “Itu kan, dulu. Sekarang Risti sudah punya suami baru, sudah punya anak, dan kehidupan yang sangat layak. Aku tidak merasa perlu untuk menspesialkan anak itu lagi dan memberikannya terlalu banyak porsi untuk mencampuri masalah keluarga kita. Karena ya, kita sudah sama-sama punya keluarga baru.” Mas Anwar berucap enteng. Tentu aku masih merasa sesak. Kurang nyaman dengan perubahan Mas Anwar yang begitu drastis. Baiklah. Mungkin aku harus menerima keputusannya. Dia imam di rumah ini. Wal

    Terakhir Diperbarui : 2022-03-10
  • Desah Di Kamar Sebelah   95

    BAGIAN 95POV NAMI Lugas ku tepis rangkulan Mas Anwar. Kupasang wajah dingin, lalu aku pun menoleh kepada dokter Indra yang juga terlihat kurang nyaman gerak-geriknya. Dia pasti merasa canggung. Tentu saja. Orang waras pasti menganggap ucapan suamiku itu menggelikan dan sangat kurang pantas buat diucapkan. Entahlah Mas Anwar ini. Ketika Ina menginjakkan kaki ke rumah kami, sikapnya lambat laun membuatku gondok luar biasa. “Dokter, Fatina, silakan masuk ke dalam,” ucapku mempersilakan mereka berdua untuk masuk ke kamar tamu yang berada di pojok lorong sebelah kiri sana. “Dok, tolong Ina dipasangkan infus saja. Mohon resepkan obat-obatan suntiknya, Dok. Nami yang akan mengawasi selama infus terpasang.&rdquo

    Terakhir Diperbarui : 2022-03-11
  • Desah Di Kamar Sebelah   96

    BAGIAN 96POV NAMI Dokter Indra sudah pulang dan menitipkan kepadaku obat-obatan yang harus dimasukan melaui selang infusnya Ina. Selepas dokter Indra dan Fatina pulang, aku memutuskan diri untuk menyingkir sejenak. Aku masuk ke kamar, membiarkan Mas Anwar tertinggal di kamar tamu bersama Ina dan keluarga perempuan itu. Kepalaku rasanya sakit. Berdenyut karena sibuk memikirkan konflik yang rasanya pelik tersebut. Kutarik napas dalam-dalam sembari berjalan gontai menuju ranjang. Kulepaskan hijab dan kugantungkan kain penutup aurat itu di ujung tiang ranjang. Aku pun berbaring. Ya Allah, kenapa rasanya sedih sekali, ya? Ketika aku hendak memejamkan mata, tiba-tiba pintu kamarku dibuka dari luar. Aku pun kaget. Langsung melem

    Terakhir Diperbarui : 2022-03-12
  • Desah Di Kamar Sebelah   97

    BAGIAN 97 POV NAMI “Tidak hanya Munarwan yang menjadi korban, tetapi anak Ina sendiri pun sebenarnya adalah korban. Mendiang kusadari kurang memiliki figur seorang bapak di rumah. Aku memang cenderung jauh dengannya. Selain karena sibuk bekerja, aku memang sedari dia lahir agak menjaga jarak. Bukan karena apa-apa. Aku hanya tak ingin terlalu memiliki ikatan batin dengan anak itu. Hatiku hanya menolak untuk bisa membersamainya. Mungkin, karena dia anak perempuan. Kau tahu sendiri kan, Nami, aku ini senangnya dengan anak lelaki saja. Tidak dengan anak perempuan, terlebih bukan darah dagingku sendiri.” Kalimat demi kalimat yang meluncur dari bibir tebal nan legam milik Mas Anwar kian membuatku bungkam. Aku terperanjat sebab alasannya tersebut. Untung saja anakku berjenis kelamin laki-laki. Coba kala

    Terakhir Diperbarui : 2022-03-13
  • Desah Di Kamar Sebelah   98

    BAGIAN 98POV NAMI “Baik, Tika. Kamu harap sabar dulu, ya. Papa akan mengusahakan yang terbaik untuk kalian semua.” Mas Anwar terlihat agak gentar. Membuatku sangat heran dengan perubahan sikapnya yang begitu drastis sepulang dari India. Kenapa suamiku jadi serba tak tegas begini, ya? Apa pun yang diminta orang, dengan mudahnya dia akan mengiya-iyakan saja. Jangan bilang, alasannya ingin menebus rasa berdosa lagi? Kalau itu alasannya sih, aku rasanya angkat tangan juga lama-lama. “Tolong ya, Pa. Aku benar-benar sudah tidak betah lagi hidup sendirian begini. Punya suami itu bukan hanya status saja, Pa. Aku juga pengen membangun rumah tangga yang utuh seperti pasangan suami istri normal lainnya. Aku tertekan Pa, asal Papa tahu. Di sini banyak sekali yang menghujatku. Mulai dari kasus pembunu

    Terakhir Diperbarui : 2022-03-17

Bab terbaru

  • Desah Di Kamar Sebelah   147. Akhir Berbahagia

    147Akhir BerbahagiaSetahun Kemudian Hidup rumah tangga Nami dan Anwar kini semakin bahagia setelah dibuangnya Ina ke Pasar Pinang Merah. Ina alias perempuan yang bersekutu dengan iblis itu akhirnya meninggal dunia pada dini hari di lantai pasar yang lembab dan kotor. Jenazahnya tak diidentifikasi oleh pihak kepolisian, sebab adanya kong kalikong antara Anwar dan para penegak hukum tersebut. Tentu saja, banyak dana yang harus Anwar gelontorkan agar jenazah Ina tak diperiksa. Mayat Ina pun lalu dikirimkan ke kampung halamannya, disambut dengan isak tangis Suwito dan Rusmina. Sungguh tragis kehidupannya Ina. Dia tak mendapatkan satu pun cita-citanya di saat-saat menjelang kematiannya. Hidup Ina sama tragisnya dengan Lia, anak semata wayangnya tersebut. Nyawa mereka sama-sama melayang di tangan para lelaki yang sempat mereka cintai habis-habisan. Cinta yang salah telah membuat mereka mati dalam sebuah kepiluan. Nami, Nalen, dan Anw

  • Desah Di Kamar Sebelah   145. Kemesraan Atau Sebuah Dusta?

    145Kemesraan Atau Sebuah Dusta? Azan Subuh berkumandang syahdu. Suaranya sayup-sayup terdengar hingga ke dalam kamar milik Nami dan Anwar. Si nyonya pun kebetulan telah selesai berpakaian lengkap. Buru-buru Nami mengambil wudu. Coba dia tepis segala perasaan gundah di dada. Cukup lama dia merenung di depan cermin meja riasnya setelah berpakaian tadi. Usai perenungan, Nami bertekad untuk tetap menabahkan hati, meski sepertinya akan banyak rintangan yang datang pada hari-hari besok. Perempuan yang sudah wangi semerbak sekujur tubuhnya itu pun membentangkan sajadah di tengah-tengah ruang kamar yang memang sangat luas. Maklum, kamarnya orang kaya. Sudah diisi lemari pakaian dan ranjang sebesar gaban pun, masih tersisa cukup banyak space untuk Nami salat, bahkan berjamaah dengan sang suami pun sangat memungkinkan. Di tengah dengkuran Anwar yang lumayan kencang, Nami mendirikan dua rakaat sunnah sebelum Subuh alias salat Fajar dan dil

  • Desah Di Kamar Sebelah   144. Igauan Suamiku

    Pagi-pagi sekali Nami bangun dengan penuh perasaan semangat yang menggebu dalam dadanya. Betapa tidak, hari ini adalah hari di mana tanah dan rumah yang mereka tempati, akan segera dihibahkan kepada Nami. Begitu janji dari Anwar, suami yang sangat dicintai oleh perempuan cantik tersebut. Hati-hati sekali Nami turun dari tempat tidurnya. Bahkan dia sampai jalan berjinjit, demi tak membuat suara ribut. Maklum saja, sang suami baru tertidur pada pukul satu dini hari tadi. Nami bukannya tak sadar jika sang suami tidur sangat larut malam. Alasan Anwar karena dia ingin mengerjakan sesuatu di kamar kerjanya. Karena mengantuk, Nami memutuskan tidur lebih duluan, dan menyadari bahwa sang suami baru saja masuk ke kamar setelah pukul satu di jam weker yang dia letakkan di atas nakas. Sebenarnya, Nami ingin banyak bertanya pada Anwar tentang alasan mengapa suaminya tidur sampai selarut itu. Namun, perempuan berambut hitam tebal tersebut cepat mengurungkan

  • Desah Di Kamar Sebelah   143. Ritual Yang Terhenti

    BAB 143Ritual Yang Terhenti “Pak, piye iki (gimana ini)? Mosok sih (masa sih), kita ke rumahnya Mbah Legi meneh (lagi)? Aku kok, wedhi (takut) yo, Pak?” Rusmina mengeluh kepada Suwito usai ditelepon oleh adiknya, Ina alias Rustina. Kedua pasutri berusia paruh abad itu tampak sama-sama tertekan dengan permintaan adik mereka. Di satu sisi, Rusmina senang ketika sang adik berhasil disembuhkan dan dapat kembali bersatu dengan mantan suaminya, meskipun mereka belum menikah kembali. Namun, di satu sisi lain, sebagai seorang muslim yang ‘setengah taat’, sedikit banyak Rusmina takut apabila terus menerus main dukun. Baik Rusmina maupun Suwito, mereka sama-sama tahu bila bekerja sama dengan dukun adalah sebuah tindakan syirik yang tak akan diampuni oleh Tuhan. Usia mereka sama-sama memasuki angka senja, bukan tak mungkin besok atau lusa, usia mereka habis dan berakhir di liang lahat. Itulah hal yang sangat Rusmina dan Suwito takutkan, yakni mati sebel

  • Desah Di Kamar Sebelah   142. Dustanya Anwar

    BAB 142Dustanya Anwar Betapa leganya hati Nami ketika mendapati suara bel yang dipencet dari arah luar sana terdengar hingga ke lorong kamarnya. Nami dan Rahima pun gegas keluar dari kamar untuk menyambut kedatangan sang tuan besar. Saat kunci rumah dibukakan oleh Nami, dia semakin bahagia karena wajah Anwarlah yang Nami lihat untuk pertama kalinya. “Papa!” seru Nami mesra kepada sang suami. “Iya, Ma. Maaf sudah membuatmu menunggu lama. Mari kita masuk,” ucap Anwar sambil menebar senyuman semanis madunya. Anwar langsung merangkul tubuh molek milik istrinya. Sementara itu, Rahima masih menunggu di pintu, untuk menyambut Nalen yang masih memarkirkan mobil papanya. Setelah Nalen memasuki pintu, Rahima pun menjalankan tugasnya untuk mengunci pintu kembali. Rahima ikut senang saat melihat tuan besar dan tuan mudanya sudah tiba ke rumah. Apalagi, mata Rahima tak perlu memandangi sosok nenek sihir yang tak lain dan tak bu

  • Desah Di Kamar Sebelah   141. Pergi Jauh

    BAB 141Pergi Jauh Tubuh Ina pun digotong oleh Andang dan Dedi untuk masuk ke dalam minibus putih milik Anwar. Perempuan pucat dengan rambut awut-awutan itu masih saja terkulai lemah dengan kedua mata yang tertutup. Sesekali bibir birunya berkedut, seperti hendak mengerang kesakitan. Melihat kondisi Ina semengenaskan itu, tentu membuat jantung Dedi dan Andang kompak ketar ketir. Banyak tugas berat yang Anwar berikan kepada mereka. Namun, membawa manusia setengah sekarat begini, baru sekali Dedi dan Andang jalani. Setelah diposisikan dengan baik di bangku penumpang tepat di samping sang sopir, Ina pun dibiarkan duduk dengan kepala terkulai. Sabuk pengaman telah Andang pasangkan untuk perempuan malang tersebut. Andang pun duduk di bangku belakang bersama dua tas milik Ina yang terisi penuh dengan pakaian-pakaian. Minibus putih itu pun berjalan dengan kecepatan sedang. Sebagai seorang sopir handal, Dedi berusaha untuk tetap tenang m

  • Desah Di Kamar Sebelah   140. Setengah Beres

    BAB 140Setengah Beres Suasana jadi tegang lagi setelah Nalen men-skak mat Anwar dengan kata-kata pamungkasnya. Meskipun Anwar enggan menyahut demi menghindari pertikaian lebih lanjut, sesungguhnya terdapat bara api murka yang terpendam di dalam dadanya. Betapa tidak, Nalen yang dia anggap sebagai bocah kemarin sore, berani-beraninya menjawab dengan kalimat yang sangat menohok. Anwar diam. Jali dan Ina pun bungkam. Apalagi Nalen, pemuda itu memilih untuk menekuni ponselnya, demi mengusir rasa jenuh yang mendera. Sekitar hampir empat puluh menit lamanya mereka berempat menunggu di dalam mobil mewah milik Anwar. Ina beberapa kali mencoba untuk membuka kelopak matanya selama penantian di kabin mobil yang remang. Namun, sialnya rasa pening berputar langsung menyergap pemandangan Ina tatkala mata tuanya hendak membuka separuh. Azab. Itulah yang tengah Ina alami sekarang. Baru saja dia merasa di atas angin sebab jampi-jampi Mbah Legi y

  • Desah Di Kamar Sebelah   139. Was-Was

    BAB 139Was-Was Susah payah Jali membawa Ina hingga masuk ke dalam mobil kembali. Sekuat apa pun tenaganya sebagai seorang pria yang berprofesi sebagai satpam, tetap saja terasa sangat melelahkan ketika Jali harus bolak balik mengangkat tubuh perempuan sial itu. Lagi-lagi Jali hanya bisa memendam rasa capek dan muaknya kepada Anwar. Ina sudah didudukkan kembali ke kursi penumpang di belakang. Kepalanya tak bisa berada pada posisi tegak, saking lemahnya. Ina sendiri bingung, mengapa tubuh dia bisa selemah ini. Ke mana kekuatan para jin yang membantu Ina? Sudah tak manjurkah jampi-jampinya Mbah Legi? Begitulah rentetan pertanyaan di kepala Ina yang kini mengganggu ketenangan batinnya. Mata Ina pun masih cukup berat untuk sekadar membuka. Kepalanya sangat pening. Ina ragu akankah dia segera pulih dari rasa sakit yang menghantam kepalanya ini atau tidak. “Merepotkan,” gumam Jali sangat pelan ketika dia masuk ke mobil da

  • Desah Di Kamar Sebelah   138. Benih Kecewa

    BAB 138Benih Kecewa “Ded, sibuk apa? Aku bisa minta tolong nggak?” Anwar bicara terburu-buru pada salah satu anak buahnya yang bekerja di peternakan, yakni Dedi. Dedi adalah karyawan yang multifungsi. Selain bertindak sebagai sopir peternakan, dia juga diberikan kepercayaan untuk menjaga kawasan yang memiliki luas satu setengah hektar tersebut. Dedi memang tidak bekerja sendirian di peternakan. Masih ada lima belas karyawan lainnya, tetapi Dedilah yang memegang peranan penting karena dia dijadikan tangan kanan oleh Anwar berkat kesetiaannya dalam bekerja. “Halo, Bos. Ini lagi keliling aja. Mantau lampu-lampu, takut ada yang korslet kaya tempo lalu,” jawab Dedi penuh wibawa. Dedi selalu merasa bangga jika ditelepon oleh si bos di saat dirinya tengah menjalankan tugas. Harap pria 37 tahun itu, bosnya yang agak galak tersebut akan menambah gajinya meskipun terkadang keuntungan di peternakan ayam ini sering naik turun. Pada kenyataa

DMCA.com Protection Status