Share

103

Penulis: Meisya Jasmine
last update Terakhir Diperbarui: 2022-04-05 19:16:31

BAGIAN 103

POV INA

              “Iya, Nyonya. Apa pun yang Nyonya minta kepada saya … akan saya usahakan untuk menjalankannya,” kujawab Nami dengan sungguh-sungguh. Seketika itu juga, mata Nami yang memang terlihat cantik itu tampak semakin berbinar. Dia tersenyum tulus. Bahkan lambat laun kian semringah.

              “Makasih ya, Ina. Aku yakin bahwa kamu itu sudah berubah jauh.”

              Ucapan Nami sedikit banyak membuatku tersinggung sebenarnya. Apa dia bilang? Berubah? Memangnya ada apa dengan diriku? Kau menganggapku seburuk itu dulunya, Nami? Bedebah! Dasar wanita sok suci. Lagaknya macam malaikat saja yang tidak pernah berbuat salah dan dosa.

           &nbs

Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP
Komen (3)
goodnovel comment avatar
Rohmah Hudati
thor, ina tetap jadi tokoh antagonis, makin seru aja nih , trims banget terus lanjutttttt
goodnovel comment avatar
siti alawiyah
harusnya si Ina itu gila selamanya, dikasih sembuh malah jahatnya kumat lagi
goodnovel comment avatar
Lastri Sulastri
seru terus
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Desah Di Kamar Sebelah   104

    BAGIAN 104POV NAMI “Ma, Mama yakin menampung orang itu di rumah ini?” Nalen yang memang kuajak untuk bicara empat mata di ruang makan tepat pukul 01.00 dini hari itu terlihat meragu. Anak lelaki yang baru saja pulang dari toko kain milik papa sambungnya tersebut sudah tampak sangat capek. Aku mungkin sudah salah sebab mengajaknya bicara serius selarut ini. Namun, tidak mungkin Nalen tak kuberi tahu. Takutnya, saat pagi tiba dan sarapan berlangsung di meja makan ini, anakku akan bertanya-tanya tentang sosok Ina yang tiba-tiba nangkring di kursi makan bersama kami. “Mama yakin, Nalen. Dia sudah berubah. Yakinlah, Len. Kita kasih dia kesempatan.” Kuraih tangan anakku yang duduk di kursi sebelah. Anak lelaki yang telah beranjak dewasa itu tampak masih kurang setuju. Posturnya yang tingg

    Terakhir Diperbarui : 2022-04-08
  • Desah Di Kamar Sebelah   105

    BAGIAN 105POV NAMI “Lho, Papa,” ucap Nalen sambil berdiri dari kursi. Aku pun tergopoh ikut bangkit. Memandang suamiku yang lengkap dengan piyama satin berwarna cokelat tua tersebut dengan agak canggung. “Len, baru pulang?” tanya Mas Anwar dengan mata yang menyipit dan langkah kaki yang agak diseret. Suamiku lalu menyodorkan tangannya ke arah Nalen. Anak ganteng itu pun langsung menyambarnya lembut dan mencium tangan papa sambungnya dnegan sangat sopan. “Iya, Pa.” Nalen menjawab singkat. “Rame toko tadi, Len?” Mas Anwar bertanya lagi. Dia langsung menuju ke arah kursi. Kugeser kaki kursi ag

    Terakhir Diperbarui : 2022-04-09
  • Desah Di Kamar Sebelah   106

    BAGIAN 106POV Ina Mbak Rusmina dan Mas Suwito pun akhirnya pulang dengan menumpangi travel yang disewa oleh Mas Anwar. Pagi-pagi sekali mereka berangkat. Selepas sarapan tepatnya. Aku yang masih belum terlalu fit, meskipun sudah lepas infus ini pun harus menerima kenyataan bahwa tak ada lagi keluarga di sisiku. Aku kini sebatang kara. Persis seperti puluhan tahun yang lalu ketika diriku pertama kali datang ke kota ini untuk mengadu nasib. Sudah kupesankan pada Mbak Rusmina agar dia selalu mengirim pesan kepadaku nantinya. Aku akan minta dibelikan ponsel dan kartu perdana baru oleh Mas Anwar. Sementara nomor kakak kandung dan iparku sudah kucatat di secarik kertas. Aku juga mengingatkan mereka berkali-kali tentang hubungan dengan Mbah Legi yang tidak boleh sampai terputus. Mbak Rusmina menyanggupi. Syukurla

    Terakhir Diperbarui : 2022-04-13
  • Desah Di Kamar Sebelah   107

    107POV Ina “Kenapa bisa ribut-ribut begini? Ina, kenapa kakimu?” Nami langsung terlihat panik ketika melihatku terus mengusap kaki yang memang langsung berubah tampak kemerahan. Dia pun duduk di sebelahku sambil ikut memegangi kaki ini. “S-sakit ….” Aku berucap lirih. Air mata pun sudah membanjiri di kedua pipi. Wajah Nami langsung jatuh iba bercampur geram. Dengan serta merta, Nami berteriak nyaring ke arah Rahima yang kini berdiri di depan kulkas sambil tertunduk-tunduk malu, “Rah, kamu apakan Ina?” “S-saya … tidak sengaja, Nyah,” sahutnya hampir tak terdengar.

    Terakhir Diperbarui : 2022-04-14
  • Desah Di Kamar Sebelah   108

    108 POV INA Aku diantar oleh Nami ke kamar. Tangisanku belum mau kuhentikan begitu saja. Tanggung. Biar dulu kunikmati peran ini dengan seindah-indahnya. Supaya kalut hati si Nami. Setelah ini, maka nasib Rahima akan terpelanting jatuh seperti Dijah yang dulu pernah kudepak dari rumah Mas Anwar. Telaten sekali Nami membujukku. Dia menggamit lenganku di sepanjang jalan dari dapur menuju kamar. Tak hentinya dia membujuk supaya aku lekas meredam tangis. Mana aku mau. Sayang dong, kalau air mata ini kuhapus sia-sia. Toh, aku kan, memang tengah ingin banjir air mata. Ini namanya air mata berkah. Air mata pengundang keberuntungan. Sampai di kamar, Nami membawaku ke ranjang. Dia mendudukkanku di tepi dan dia pun langsung ikut

    Terakhir Diperbarui : 2022-04-18
  • Desah Di Kamar Sebelah   109

    109 POV INA Makan siang akhirnya tiba. Yang menyiapkan? Tentu aku dan Nami. Sedangkan si sialan Rahima, disuruh Nami menyingkir ke kamar untuk introspeksi diri sebelum dia memutuskan akan memberikan hukuman apalagi kepada pembantu kurang ajar tersebut. Masakan hasil kolaborasi aku dan Nami sudah siap tertata di atas meja makan. Nami yang semula bilang kurang enak badan, seketika jadi sembuh. Apalagi setelah kupuji-puji bahwa dia adalah nyonya besar rendah hati yang memiliki banyak keunggulan. Pintar masak, punya ilmu keperawatan yang cukup tinggi, dan sangat pandai berpakaian. Semua kalimat-kalimat omong kosong itu dengan serta merta membua Nami seperti melayang ke awang-awang. Tak hentinya dia senyum-senyum sendirian sepanjang masak bersamaku di dapur kotor. Selamat Nami. Kamu benar-benar sudah masuk ke dalam perangkap besarku. Sup iga sapi, sambal goreng hati sapi, dan acar ketimun-nanas sudah tersusun rapi di atas meja. Nasi panas pun su

    Terakhir Diperbarui : 2022-05-03
  • Desah Di Kamar Sebelah   110

    110POV INA Aku terkesiap memandangi kamar Nami dan Mas Anwar yang notabene pernah aku tempati. Hatiku benar-benar sakit sekali rasanya. Kamar itu kini banyak berubah. Tempat tidurnya telah diganti dengan tempat tidur yang lebih luas dengan kepala sandaran berbahan beludru warna keemasan. Yang membuat ranjang itu semakin indah adalah ukir-ukiran bercat cokelat keemasan pada bagian kepala dan ujungnya. Dua buah nakas berbahan kayu dengan ukiran yang senada juga diletakan di kedua sisi ranjang. Ada lampu tidur yang masing-masing diletakan di atas nakas kayu mewah tersebut. Tembok kamar juga turut dipasangi wallpaper mewah berwarna putih gading dengan aksen gold di pinggiran motif bunganya. Cahaya indah dari lampu kristal di tengah-tengah ruangan kamar pun semakin membuat semarak. Napasku kian tercekat tatkala kupandangi meja rias yang letaknya di pojok sebelah kanan kamar dipenuhi dengan peralatan make up maupun parfum-parfum mahal berkelas. Ya Tuhan, aku tid

    Terakhir Diperbarui : 2022-05-03
  • Desah Di Kamar Sebelah   111

    111 POV INA “Ini mahal, Nyonya. Sangat mahal,” ucapku agak tersinggung. “Oh, tentu tidak, Ina. Ini ada yang harganya tiga juta lima ratus. Limited edition. Hanya keluar di musim gugur bulan lalu. Kamu mau? Cuma, aku sudah pakai sekitar lima kali.” Nami lalu menyambar satu lipstik dengan wadah yang terbuat dari plastik berwarna hitam mengkilap dengan bagian tengah yang diberi warna silver plus inisial huruf brand mahal tersebut. Oke, tingkahmu semakin sengak, Nami. Kamu sekarang bahkan memamerkan lipstik seharga ponsel pintar kelas standar. Semoga, sebentar lagi dirimu merasakan keterpurukan seperti yang aku rasakan sekarang. “Jangan, Nyonya. Terlalu mahal untukku. Aku ambil yang murah ini saja,” ucapku pura-pura malu. Padahal, ingin sekali kuempaskan seluruh peralatan make up milik Nami ke lantai. “Ah, tidak apa-apa, Ina. Santai saja. Bukankah, dulu kamu juga pengguna merek-merek ini? Sekarang, kamu juga bisa

    Terakhir Diperbarui : 2022-05-03

Bab terbaru

  • Desah Di Kamar Sebelah   147. Akhir Berbahagia

    147Akhir BerbahagiaSetahun Kemudian Hidup rumah tangga Nami dan Anwar kini semakin bahagia setelah dibuangnya Ina ke Pasar Pinang Merah. Ina alias perempuan yang bersekutu dengan iblis itu akhirnya meninggal dunia pada dini hari di lantai pasar yang lembab dan kotor. Jenazahnya tak diidentifikasi oleh pihak kepolisian, sebab adanya kong kalikong antara Anwar dan para penegak hukum tersebut. Tentu saja, banyak dana yang harus Anwar gelontorkan agar jenazah Ina tak diperiksa. Mayat Ina pun lalu dikirimkan ke kampung halamannya, disambut dengan isak tangis Suwito dan Rusmina. Sungguh tragis kehidupannya Ina. Dia tak mendapatkan satu pun cita-citanya di saat-saat menjelang kematiannya. Hidup Ina sama tragisnya dengan Lia, anak semata wayangnya tersebut. Nyawa mereka sama-sama melayang di tangan para lelaki yang sempat mereka cintai habis-habisan. Cinta yang salah telah membuat mereka mati dalam sebuah kepiluan. Nami, Nalen, dan Anw

  • Desah Di Kamar Sebelah   145. Kemesraan Atau Sebuah Dusta?

    145Kemesraan Atau Sebuah Dusta? Azan Subuh berkumandang syahdu. Suaranya sayup-sayup terdengar hingga ke dalam kamar milik Nami dan Anwar. Si nyonya pun kebetulan telah selesai berpakaian lengkap. Buru-buru Nami mengambil wudu. Coba dia tepis segala perasaan gundah di dada. Cukup lama dia merenung di depan cermin meja riasnya setelah berpakaian tadi. Usai perenungan, Nami bertekad untuk tetap menabahkan hati, meski sepertinya akan banyak rintangan yang datang pada hari-hari besok. Perempuan yang sudah wangi semerbak sekujur tubuhnya itu pun membentangkan sajadah di tengah-tengah ruang kamar yang memang sangat luas. Maklum, kamarnya orang kaya. Sudah diisi lemari pakaian dan ranjang sebesar gaban pun, masih tersisa cukup banyak space untuk Nami salat, bahkan berjamaah dengan sang suami pun sangat memungkinkan. Di tengah dengkuran Anwar yang lumayan kencang, Nami mendirikan dua rakaat sunnah sebelum Subuh alias salat Fajar dan dil

  • Desah Di Kamar Sebelah   144. Igauan Suamiku

    Pagi-pagi sekali Nami bangun dengan penuh perasaan semangat yang menggebu dalam dadanya. Betapa tidak, hari ini adalah hari di mana tanah dan rumah yang mereka tempati, akan segera dihibahkan kepada Nami. Begitu janji dari Anwar, suami yang sangat dicintai oleh perempuan cantik tersebut. Hati-hati sekali Nami turun dari tempat tidurnya. Bahkan dia sampai jalan berjinjit, demi tak membuat suara ribut. Maklum saja, sang suami baru tertidur pada pukul satu dini hari tadi. Nami bukannya tak sadar jika sang suami tidur sangat larut malam. Alasan Anwar karena dia ingin mengerjakan sesuatu di kamar kerjanya. Karena mengantuk, Nami memutuskan tidur lebih duluan, dan menyadari bahwa sang suami baru saja masuk ke kamar setelah pukul satu di jam weker yang dia letakkan di atas nakas. Sebenarnya, Nami ingin banyak bertanya pada Anwar tentang alasan mengapa suaminya tidur sampai selarut itu. Namun, perempuan berambut hitam tebal tersebut cepat mengurungkan

  • Desah Di Kamar Sebelah   143. Ritual Yang Terhenti

    BAB 143Ritual Yang Terhenti “Pak, piye iki (gimana ini)? Mosok sih (masa sih), kita ke rumahnya Mbah Legi meneh (lagi)? Aku kok, wedhi (takut) yo, Pak?” Rusmina mengeluh kepada Suwito usai ditelepon oleh adiknya, Ina alias Rustina. Kedua pasutri berusia paruh abad itu tampak sama-sama tertekan dengan permintaan adik mereka. Di satu sisi, Rusmina senang ketika sang adik berhasil disembuhkan dan dapat kembali bersatu dengan mantan suaminya, meskipun mereka belum menikah kembali. Namun, di satu sisi lain, sebagai seorang muslim yang ‘setengah taat’, sedikit banyak Rusmina takut apabila terus menerus main dukun. Baik Rusmina maupun Suwito, mereka sama-sama tahu bila bekerja sama dengan dukun adalah sebuah tindakan syirik yang tak akan diampuni oleh Tuhan. Usia mereka sama-sama memasuki angka senja, bukan tak mungkin besok atau lusa, usia mereka habis dan berakhir di liang lahat. Itulah hal yang sangat Rusmina dan Suwito takutkan, yakni mati sebel

  • Desah Di Kamar Sebelah   142. Dustanya Anwar

    BAB 142Dustanya Anwar Betapa leganya hati Nami ketika mendapati suara bel yang dipencet dari arah luar sana terdengar hingga ke lorong kamarnya. Nami dan Rahima pun gegas keluar dari kamar untuk menyambut kedatangan sang tuan besar. Saat kunci rumah dibukakan oleh Nami, dia semakin bahagia karena wajah Anwarlah yang Nami lihat untuk pertama kalinya. “Papa!” seru Nami mesra kepada sang suami. “Iya, Ma. Maaf sudah membuatmu menunggu lama. Mari kita masuk,” ucap Anwar sambil menebar senyuman semanis madunya. Anwar langsung merangkul tubuh molek milik istrinya. Sementara itu, Rahima masih menunggu di pintu, untuk menyambut Nalen yang masih memarkirkan mobil papanya. Setelah Nalen memasuki pintu, Rahima pun menjalankan tugasnya untuk mengunci pintu kembali. Rahima ikut senang saat melihat tuan besar dan tuan mudanya sudah tiba ke rumah. Apalagi, mata Rahima tak perlu memandangi sosok nenek sihir yang tak lain dan tak bu

  • Desah Di Kamar Sebelah   141. Pergi Jauh

    BAB 141Pergi Jauh Tubuh Ina pun digotong oleh Andang dan Dedi untuk masuk ke dalam minibus putih milik Anwar. Perempuan pucat dengan rambut awut-awutan itu masih saja terkulai lemah dengan kedua mata yang tertutup. Sesekali bibir birunya berkedut, seperti hendak mengerang kesakitan. Melihat kondisi Ina semengenaskan itu, tentu membuat jantung Dedi dan Andang kompak ketar ketir. Banyak tugas berat yang Anwar berikan kepada mereka. Namun, membawa manusia setengah sekarat begini, baru sekali Dedi dan Andang jalani. Setelah diposisikan dengan baik di bangku penumpang tepat di samping sang sopir, Ina pun dibiarkan duduk dengan kepala terkulai. Sabuk pengaman telah Andang pasangkan untuk perempuan malang tersebut. Andang pun duduk di bangku belakang bersama dua tas milik Ina yang terisi penuh dengan pakaian-pakaian. Minibus putih itu pun berjalan dengan kecepatan sedang. Sebagai seorang sopir handal, Dedi berusaha untuk tetap tenang m

  • Desah Di Kamar Sebelah   140. Setengah Beres

    BAB 140Setengah Beres Suasana jadi tegang lagi setelah Nalen men-skak mat Anwar dengan kata-kata pamungkasnya. Meskipun Anwar enggan menyahut demi menghindari pertikaian lebih lanjut, sesungguhnya terdapat bara api murka yang terpendam di dalam dadanya. Betapa tidak, Nalen yang dia anggap sebagai bocah kemarin sore, berani-beraninya menjawab dengan kalimat yang sangat menohok. Anwar diam. Jali dan Ina pun bungkam. Apalagi Nalen, pemuda itu memilih untuk menekuni ponselnya, demi mengusir rasa jenuh yang mendera. Sekitar hampir empat puluh menit lamanya mereka berempat menunggu di dalam mobil mewah milik Anwar. Ina beberapa kali mencoba untuk membuka kelopak matanya selama penantian di kabin mobil yang remang. Namun, sialnya rasa pening berputar langsung menyergap pemandangan Ina tatkala mata tuanya hendak membuka separuh. Azab. Itulah yang tengah Ina alami sekarang. Baru saja dia merasa di atas angin sebab jampi-jampi Mbah Legi y

  • Desah Di Kamar Sebelah   139. Was-Was

    BAB 139Was-Was Susah payah Jali membawa Ina hingga masuk ke dalam mobil kembali. Sekuat apa pun tenaganya sebagai seorang pria yang berprofesi sebagai satpam, tetap saja terasa sangat melelahkan ketika Jali harus bolak balik mengangkat tubuh perempuan sial itu. Lagi-lagi Jali hanya bisa memendam rasa capek dan muaknya kepada Anwar. Ina sudah didudukkan kembali ke kursi penumpang di belakang. Kepalanya tak bisa berada pada posisi tegak, saking lemahnya. Ina sendiri bingung, mengapa tubuh dia bisa selemah ini. Ke mana kekuatan para jin yang membantu Ina? Sudah tak manjurkah jampi-jampinya Mbah Legi? Begitulah rentetan pertanyaan di kepala Ina yang kini mengganggu ketenangan batinnya. Mata Ina pun masih cukup berat untuk sekadar membuka. Kepalanya sangat pening. Ina ragu akankah dia segera pulih dari rasa sakit yang menghantam kepalanya ini atau tidak. “Merepotkan,” gumam Jali sangat pelan ketika dia masuk ke mobil da

  • Desah Di Kamar Sebelah   138. Benih Kecewa

    BAB 138Benih Kecewa “Ded, sibuk apa? Aku bisa minta tolong nggak?” Anwar bicara terburu-buru pada salah satu anak buahnya yang bekerja di peternakan, yakni Dedi. Dedi adalah karyawan yang multifungsi. Selain bertindak sebagai sopir peternakan, dia juga diberikan kepercayaan untuk menjaga kawasan yang memiliki luas satu setengah hektar tersebut. Dedi memang tidak bekerja sendirian di peternakan. Masih ada lima belas karyawan lainnya, tetapi Dedilah yang memegang peranan penting karena dia dijadikan tangan kanan oleh Anwar berkat kesetiaannya dalam bekerja. “Halo, Bos. Ini lagi keliling aja. Mantau lampu-lampu, takut ada yang korslet kaya tempo lalu,” jawab Dedi penuh wibawa. Dedi selalu merasa bangga jika ditelepon oleh si bos di saat dirinya tengah menjalankan tugas. Harap pria 37 tahun itu, bosnya yang agak galak tersebut akan menambah gajinya meskipun terkadang keuntungan di peternakan ayam ini sering naik turun. Pada kenyataa

DMCA.com Protection Status