Ruang makan umum, penginapan kota Awal. Derrick bergabung dengan Tiger Long, Huangdi, Fioren, dan juga Reren yang sedang makan di meja makan yang berada paling pojok kiri. Kedatangan Derrick yang acak kadut seperti orang banyak hutang itu disorot para penghuni lainnya, Derrick merasa tidak nyaman mendapat sorotan tersebut. "Ada apa dengan wajahmu, kamu terlihat seperti orang linglung." Ucap Tiger Long dengan tersenyum kepada Derrick. Derrick hanya tersenyum kecil sembari mengambil piring dan mulai menyiapkan makanannya. "Jika ada masalah bisa ceritakan kepada kami, mungkin saja kami bisa membantu meskipun tidak banyak." Tambah Tiger Long. "Huh, bukan apa-apa, hanya bunga tidur." Ucap Derrick acuh sembari menggigit ikan panggang yang menjadi lauknya. Derrick melirik Fioren yang terlihat sangat lahap makan, seperti orang kelaparan saja. "Apakah pak tua itu seperti ini orangnya?" Tanya Derrick sembari menyerahkan sebuah lukisan, dimana lukisan itu adalah gurunya. "Hm, uhuk, uhuk.
Ruangan tertutup. Di dalam ruangan tertutup dengan dikelilingi 5 ruangan kecil yang ditutup tirai terlihat seorang pria botak yang berdiri ditengah-tengah ruangan tertutup tersebut sembari mengunyah permen karet. "Bagaimana menurutmu tentang bocah itu, Bambam sang pembantai." Tanya seseorang di ruang kecil yang berada tepat di depan paling tengah kepada pria botak tersebut. Orang itu adalah ketua Gangster Awan hutan cabang kota awal, dimana Gangster awan hutan sendiri merupakan salah satu dari 4 kelompok terkuat para tahanan pulau Kambangan darah. "Bocah itu sangat lemah, bahkan sangking lemahnya dia menggigil melihatku." Ucap pria botak tersebut sembari terus mengunyah. "Aku bisa membunuhnya dengan mudah." Tambah pria botak dengan sorot mata dingin. "Hm, kamu terlalu sombong, ingat bocah itu membantai 30 orang lebih di hutan pemula." Tegur seseorang yang berada di ruangan kecil paling kanan ruangan ketua. "Haha, menurutku bukan bocah itu yang membantai para sampah itu, mereka
Hutan monster, sebelah kanan kota. Derrick yang asik menyelusuri hutan sembari bersiul itu dikejutkan dengan 10 orang yang tidak dikenal mengepungnya, mereka semua memiliki tampang layaknya begal dengan kepala yang diikat kain berwarna merah dengan gambar tengkorak yang terletak di kening kiri. Seseorang maju sedikit ke depan dengan menghisap rokoknya, lalu menyemburkan asapnya ke atas dengan ekspresi sangar."Akhirnya kamu keluar juga dari kota, bocah!" Ucap pria yang diperkirakan berumur 40 tahun tersebut sembari menjepit rokoknya dengan dua jari. "Siapa kalian?" Tanya Derrick santai dengan tangan kanan masuk ke kantong celananya. "Oh benar juga." Pria itu mengerti. "Bocah, perkenalkan namaku Raku Derksa kapten divisi 7 Gangster tengkorak darah dan mereka adalah bawahanku." Ucap pria itu memperkenalkan dirinya dengan sopan dan juga bangga, begitu juga semua bawahannya. "Hm, itu wajar sih, soalnya hanya dia yang ranah raja awal yang merupakan ranah tertinggi kelompok ini." Bati
Kota Akhir, Pulau Kambangan Darah. Lao Aidan memasuki sebuah istana megah yang dikelilingi ratusan prajurit berzirah lengkap, didalam istana terlihat puluhan prajurit yang berdiri sejajar menciptakan lorong untuk Penyihir tua Seta dan Lao Aidan yang mengekorinya di belakang. "Salam hormat tuan tua Seta!" Pekik puluhan prajurit menangkupkan tangan memberi hormat kepada Penyihir tua. Penyihir tua hanya tersenyum, lalu berhenti di depan sebuah singgasana yang berada tinggi diatasnya. "Kamu mau kemana tuan muda?" Tanya penyihir tua menangkap kerah Lao Aidan yang hendak naik tangga menuju singgasana, lalu menariknya kembali.Seorang Prajurit menghampiri mereka. "Tuan tua yang terhormat, tuan Joshua sedang berada di perjalanan." Ucap prajurit itu dengan hormat. "Silahkan duduk terlebih dulu sembari menunggu tuan Joshua datang." Lanjut prajurit itu mengarahkan Penyihir tua dan Lao Aidan untuk duduk di kursi yang berada di sebelah kiri. Dimana selain singgasana di ruangan yang luas itu
Hutan monster. Derrick yang baru menginjakkan kaki di kedalaman hutan monster lebih jauh secara tidak sengaja bertemu dengan seseorang yang membawa monster ular, sontak Derrick bersiap menyerang jika orang itu berniat menyerangnya. "Permisi, sobat!" Ucap orang itu dengan senyum kecil dan sangat ramah, Derrick merasa rileks. "Silahkan." Ucap Derrick sopan dan tak sengaja mereka saling tatap. Setelah orang itu sedikit jauh, Derrick melanjutkan langkahnya memasuki hutan monster lebih dalam lagi.Derrick yang lebih jauh memasuki hutan secara tidak sengaja bertemu beruang hitam dengan punggung terbakar dan memiliki luka cakar menyilang di wajahnya. "Binatang iblis, beruang api mileak?" Gumam Derrick terkejut bertemu dengan seekor beruang api yang merupakan binatang iblis. "Siapa yang menduga di hutan monster ini bersemayam binatang iblis langkah 8, beruang api mileak." Batin Derrick menatap tajam beruang yang juga menatapnya. Grargh!!!Raung beruang itu menciptakan gelombang suara y
Alam bawah sadar. Di sebuah lembah yang sangat gersang, di sebuah batang pohon besar dengan sebuah rumah gubuk dengan atap daun rumbia di belakangnya, di batang pohon besar tersebut terlihat seorang pria tua yang sedang duduk bersila memandang tajam sesosok pemuda yang tertunduk. "Derrick..." Pria tua itu buka suara memecah kesunyian. "Guru, maafkan murid yang lemah ini, murid yang lemah ini tidak mampu menyelesaikan janji yang murid buat karena... karena murid yang bodoh ini terbunuh." Sela Derrick dengan memelankan suaranya di akhir kalimat dengan air mata menetes membasahi pipi. Pria tua itu hanya diam mendengarkan Derrick yang meminta maaf, pria itu menghela nafas berat beberapa detik setelah Derrick menyelesaikan kata-katanya. "Huuh, benar juga, Kaisar iblis bukanlah lawanmu untuk saat ini, kamu terlalu lemah dan tidak memiliki pengalaman, bahkan terbunuh oleh seorang pemuda yang hanya ranah langit." Ucap pria tua itu dengan senyum remeh dan tatapan merendahkan. "Ini salahk
Hutan monster. Derrick yang terus masuk ke dalam hutan monster akhirnya sampai di sebuah danau yang sangat indah dengan air yang begitu tenang dibawah teriknya matahari. "Danau yang sangat indah." Puji Derrick terkesima melihat danau tersebut. Derrick terus mendekati pinggir danau dan tidak menyadari ada sepasang mata yang menatapnya tajam di balik semak-semak yang berada di pinggiran danau. "Aahh... aku sangat ingin berenang di danau ini, tapi aku takut." Ucap Derrick bergidik ngeri ketika membayangkan binatang monster penunggu danau yang akan menerkamnya. Alhasil Derrick hanya bisa melihat keindahan danau itu dari pinggir saja, dia takut untuk berenang di danau meskipun dia sangat ingin berenang. Clung! Karena penasaran Derrick melempar batu krikil ke dalam danau untuk menguji apakah ada monster atau tidak di dalam danau, Derrick kembali melempar kerikil karena tidak ada respon di dalam danau. "Hmz, sepertinya aman." Gumam Derrick mendekat ke pinggir danau. "Tapi itu mana m
Hutan monster.Derrick duduk di sebuah batang pohon besar yang dia robohnya sembari ditemani monster buaya yang dia bunuh sebelumnya. "Rumput betadin sudah, daun kelor perak sudah, ginseng merah hati sudah." Gumam Derrick sembari mencoret tiga tanaman herbal pesanan Fioren. "Jadi hanya tinggal melati putih kabut dan juga tanaman bunga seribu es." Gumam Derrick melirik dua tanaman yang tersisa, lalu menyimpan daftar tanaman herbal tersebut. "Baiklah, aku harus cepat menemukan dua tanaman herbal itu dan kembali ke kota." Ucap Derrick melakukan gerakan peregangan badan dan sedikit olahraga pemanasan. Saat peregangan Derrick menangkap sesosok burung kecil yang mengawasinya, namun Derrick mengabaikannya karena bagi Derrick itu hanyalah burung biasa. 3 menit berlalu. "Kenapa aku merasa tidak nyaman ditatapnya?" Gumam Derrick dalam hati sembari melihat burung pipit tersebut. Mereka berdua saling tatap. "Hm." Gumam Derrick terus menatap burung pipit tersebut. Burung pipit yang sedari