Lola begitu sangat gugup dan juga pucat ketika dirinya sudah selesai berbicara dengan pria tersebut. Keringat mulai bercucuran di pelipis keningnya. Diambilnya tisu yang ada di atas meja riasnya. Ia mengusap keringat membasahi pelipis keningnya. Lola menarik napas panjang dan kemudian menghembuskannya. Saat ini kaki dan juga tangannya sudah mulai gemetar. "Mengapa dia menghubungiku mengapa juga dia ingin meminta berjumpa denganku." Lola panik menghadapi situasi seperti ini.
Berulang kali ia menarik nafas yang panjang dan kemudian menghembuskannya secara perlahan-lahan guna menetralkan kepanikan yang dirasakannya.
Dipandangnya jam yang melingkar di pergelangan tangannya. Waktu dirinya berjanji berjumpa dengan teman-temannya masih ada satu setengah jam lagi, itu artinya dirinya masih bisa berjumpa dengan pria tersebut. "Aku harus tetap menemuinya," ucap Lola. Walau bagaimanapun Lola tidak akan bisa lari dan juga menghindar
Edwin tidak ingin ada satu orangpun yang curiga ketika melihat Lola yang keluar dari coffee shop dengan penampilan yang tidak semestinya. Oleh karena itu, pria berusia 55 tahun itu sudah menyiapkan pakaian untuk Lola sehingga tidak akan ada yang mencurigai nya bila keluar dari coffee shop tersebut."Jangan pernah melupakan apa yang menjadi pekerjaanmu. Aku sudah melakukan hal terpenting dalam hidupmu. Karena itu kau harus mengingat perjanjian awal yang kita buat bersama. Bila nyatanya kamu gagal melakukan itu semua aku tidak akan segan-segan menghabisi seluruh keluargamu dan juga menghancurkan karir keartisan mu. Tidak sulit bagiku Untuk melakukan hal itu. Aku menyimpan semua video-video yang akan menghancurkan karirmu. Kau tahu itu?" Edwin berkata dengan menyelipkan jarinya di dagu runcing milik Lola."Ya Om aku tahu Om, aku mohon jangan hancurkan karir aku." Lola menangis dan memohon kepada pria tersebut.&
Nadira menyiapkan baju kemeja panjang lengan berwarna hitam dan celana jeans berwarna biru pekat untuk di pakai suaminya di acara pertemuan malam ini. Sesuai dengan keinginan suaminya yang meminta untuk memakai baju santai, mengingat acara yang dihadirinya tidak acara formal."Sudah siap?" Nadira tersenyum ketika menatap wajah suaminya yang baru selesai mandi dan hanya melingkarkan handuk di pinggangnya."Iya sudah, apa mau ikut?" Arga berkata saat mengambil pakaian yang diberikan istrinya.Nadira tersenyum dan menggeleng kepalanya. "Dira capek by,""Adek istirahat ya. Hubby tidak lama. Hubby hanya sebentar saja disana. Nanti sekitar jam 9 sudah pulang."Nadira menganggukkan kepalanya. "Iya by, Dira capek sekali," jawabnya."Makanya istirahat dulu, nanti Kalau capeknya sudah berkurang kita ulang lagi yang tadi." Arga meng
Nadira membuka matanya ketika merasakan kecupan lembut bibir suaminya. Senyum mengembang di bibirnya ketika melihat wajah suaminya yang begitu dekat dengan wajahnya."Jangan cium-cium baru bangun, bau," ucap Nadira yang menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya."Sejak tadi dibangunin tapi nggak mau bangun, ternyata pakai dicium juga baru mau bangun." Arga tersenyum dan sedikit menarik hidung istrinya."Tidur Dira keenakan, sampai nggak sadar kalau dibangunin."Nadira tersenyum."Bangun, mandi, sholat," perintah Arga.Nadira diam menatap wajah suaminya dirinya tidak menyangka bahwa sekarang suaminya membangunkannya saat subuh seperti ini."Ayo, Kenapa diam." Pria itu menarik hidung istrinya.Nadira beranjak dari tempat duduknya ia kemudian mandi bersama dengan suaminya dan menunaikan shalat subuhnya bersama.
Iswandi duduk termenung di kursi kerjanya. "Aku masih harus mengetahui lebih banyak tentang Tuan Edwin. Apa tujuannya mengirim Lola untuk menjadi istri tuan Arga. Apa yang diinginkannya bila Lola hamil anak tuna Arga?" Iswandi kemudian diam. Ia mencari jawaban atas semua pertanyaan yang ada di dalam pikirannya. Pria itu masih terus menatap layar laptopnya. Ia menonton video rekaman Edwin yang yang berada di coffee shop bersama dengan Lola. Iswandi meminta mata-matanya yang bekerja di coffee Shop itu untuk meletakkan kamera tersembunyi. Sehingga ia dapat mendengar dengan jelas percakapan dan melihat adegan yang dilakukan oleh pria itu.Iswandi mempercepat durasi video saat ia melihat dokter yang melepaskan alat kontrasepsi yang dipakai Lola. "Menjijikkan." Iswandi memandang ke lain arah. Pria itu tidak memandang saat Lola mengganti pakaiannya. "Bila Tuan Edwin itu pria yang normal, Aku yakin dia pasti tidak bisa melihat hal ini namun Kenapa ia
"Apa kamu sudah menghubungi Arga?" terdengar suara pria di seberang sana. Pria itu itu berbicara tanpa basa-basi sedikitpun. Gaya bicara dan bahasa pria itu begitu sangat halus dan sopan. Namun mampu membuat lawan bicaranya ketakutan.Lola begitu sangat gugup ketika mendengar pertanyaan dari pria itu. "Wajahnya kini sudah semakin pucat dengan kaki yang gemetar."Apa kamu tidak mendengar pertanyaanku?" Edwin berkata dengan sangat halus."Dengar Om," jawab Lola."Bila kamu mendengar, Mengapa tidak menjawab pertanyaan ku?""Aku, aku sudah menghubungi nya om.""Apa yang dikatakannya?" Edwin sangat tidak sabar menunggu Lola menyampaikan percakapannya bersama dengan Arga."Aku sudah mengatakan kepada mas Arga, bahwa aku aku akan ke Medan menyusulnya. Tapi dia tidak mengijinkannya. Dia mengatakan bahwa dia akan pulang bila pekerjaannya sudah sel
Selama beberapa hari di Medan, Arga begitu sangat sibuk mengurus perusahaan cabang yang akan diresmikannya beberapa hari lagi. Pria itu berangkat pagi-pagi dan baru pulang ke hotel saat jam kantor selesai. Terkadang ia harus lembur hingga kembali ke hotel malam. Pria itu seakan tidak ingin menunda pekerjaannya, semakin cepat selesai maka semakin cepat pula dirinya memiliki waktu untuk membawa istrinya berwisata.Setelah urusan di perusahaannya selesai, Arga kembali ke hotel tempat dirinya menginap bersama dengan istrinya. Pria itu membuka pintu kamar hotelnya dan masuk ke dalam kamar.Arga tersenyum ketika melihat istrinya yang sedang tertidur dengan TV yang masih menyala. Dibukanya kancing kemeja bagian atas yang dipakainya. Selama berada di Medan, ia lebih suka berpenampilan santai seperti ini, yang hanya memakai kemeja dan juga celana berbahan kain.Arga mendekati istrinya. Pria itu memandang istri
"Apa mau jalan-jalan?" Arga bertanya ketika istrinya sedang menonton televisi."Apa hubby tidak capek?" Nadira bertanya dengan membesarkan matanya. Meskipun dirinya begitu sangat ingin jalan-jalan di kota Medan namun Nadira membatalkan niatnya mengingat suaminya yang pasti merasa sangat lelah setelah pulang bekerja."Ya nggak lah, hubby ini Bosnya dear, jadi di kantor itu kerjanya cuman ngatur, memantau, mengecek pekerjaan bawahan." Arga berkata dengan gaya angkuhnya.Nadira memajukan bibirnya ketika mendengar jawaban suaminya. Gaya angkuh suaminya yang seperti ini begitu sangat membuat dirinya gemes sendiri. Namun ia tidak bisa memungkiri bahwa sikap angkuh suaminya mampu membuat dirinya jatuh cinta seperti ini.
Luna diam memandang ponselnya yang sudah tidak menyala. Setelah mendengar apa yang dikatakan oleh Iswandi kepadanya, Luna begitu sangat berhati-hati kepada pria yang begitu sangat dekat dengannya. Setelah kematian suaminya bisa dikatakan Edwin memberikan perhatian lebih untuknya dan juga untuk kedua anaknya. Edwin merupakan sahabat akrab suaminya. Luna mengenal Edwin sebelum dirinya menikah dengan Thomas. Luna seakan tidak percaya bila seandainya Edwin memiliki niat jahat dengan keluarganya. Dirinya sudah begitu sangat percaya kepada Edwin, selama ini Edwin selalu memberikan dukungan serta motivasi."Apa yang dikatakan oleh Iswandi Memang benar, bahwa yang namanya musuh belum tentu orang yang membenci kita tapi bisa saja orang yang dekat dengan kita. Tapi apa mungkin mas Edwin memiliki niat jahat dengan keluarga aku?" Luna bertanya di dalam hatinya.Luna kemudian menganggukkan kepalanya ketika dirinya menyadari bahwa kewa