81
Nadira duduk di tempat tidur dengan terus menata punggung pelayan yang sedang berada di dalam kamarnya.
Ia hanya diam memandang pelayan yang saat ini sedang sibuk memasukkan pakaiannya ke dalam tas yang berukuran besar.
Mulutnya seakan terkunci tanpa ada yang lolos satu kalimat dari bibirnya. Semua ini terasa begitu sangat menyakitkan untuknya. "Mengapa para pelayan memasukkan baju-baju Dira ke dalam tas? Apa bang Arga udah nggak mau lagi dengan Dira. Apa ini artinya Dira diusir dari rumah ini?" Nadira hanya berani berbicara di dalam hatinya.
"Nyonya muda, pekerjaan saya sudah selesai, Saya permisi dulu," ucap kepala pelayannya setelah selesai memasukkan pakaian serta barang-barang milik Nadira kedalam travel
82"Halo Tuan Arga, nonya Nandira sudah berada di dalam pesawat , beliau menunggu anda," ucap Rita yang memberi tahu."Sebentar lagi aku akan berangkat ke bandara tolong jaga istriku," pesan Arga."Sudah pasti Tuan," jawab Rita."Baiklah aku akan langsung ke bandara sekarang,"Arga memutuskan sambungan."Aku ingin kamu menyelesaikan semua masalah ini sebelum aku pulang,"jelas Arga. Dirinya sudah sangat tidak sabar untuk bisa secepatnya menyelesaikan kasus di balik pembunuhan papanya, yang sampai saat ini masih masih menjadi misteri yang selalu menghantui dan mengancam keselamatan Keluarnya. Arga sudah tidak mau lagi menunda-nunda masalah ini, ia ingin keluarganya bisa secepatnya merasakan hidup tenang tanpa harus dihantui oleh sosok yang mengintai mereka.Arga Ingin secepatnya menyelesaikan masalah ini dengan caranya namun asi
"Lama nunggu?" tanya ArgaDengan sangat cepat Nadira menggelengkan kepalanya. Tadi dirinya merasa suaminya terlalu lama datang dan saat suaminya bertanya dengan sangat cepat dirinya mengatakan tidak. Sesuatu yang aneh memang.Arga tersenyum dan melepaskan kacamata yang saat ini bertengger di hidungnya. Ia kemudian duduk di samping istrinya. Pria itu menatap wajah istrinya yang begitu sangat di rindukannya. Nadira tersenyum malu ketika menatap wajah suaminya. Padahal dirinya tidak bertemu sehari namun entah mengapa dirinya seperti orang yang sedang malu-malu seperti ini.Arga mendekatkan wajahnya dengan istrinya hidungnya yang mancung sudah begitu sangat dekat dengan hidung istrinya.Melihat suaminya yang semakin mendekat dengan dirinya, Nadira merasakan degup jantungnya yang semakin kuat. Hembusan nafas suaminya terasa hangat menyapu wajahnya.
Disaat pesawat akan terbang seperti ini, membuat dirinya merasa begitu sangat takut. Bila sudah seperti ini maka Nadira akan mencari kamar mandi untuk buang air kecil. "Hubby, apa boleh Dira ke kamar mandi sebentar?" tanya Nadira ketika suaminya sudah memasangkan sabuk pengamannya.Arga tersenyum ketika mendengar pertanyaan Istrinya. "kenapa tidak ngomong dari tadi." Pria itu sedikit menarik hidung istrinya."Dira gugup by, soalnya ini pesawatnya mau terbang," jawab Nadira."Ya sudah, kalau gitu kita ke kamar mandi dulu." Arga tersenyum dan kembali melepaskan sabuk pengaman yang tadi dipakaikan nya untuk Nadira.Pria itu memegang tangan istrinya dan menemani istrinya ke toilet pesawat.Nadira memandang toilet yang saat ini dimasukinya. Dirinya hanya bisa menatap kagum saat berada di dalam toilet tersebut. Nadira tidak menduga bahwa toilet kamar mandi bisa berukuran
Lola begitu sangat gugup dan juga pucat ketika dirinya sudah selesai berbicara dengan pria tersebut. Keringat mulai bercucuran di pelipis keningnya. Diambilnya tisu yang ada di atas meja riasnya. Ia mengusap keringat membasahi pelipis keningnya. Lola menarik napas panjang dan kemudian menghembuskannya. Saat ini kaki dan juga tangannya sudah mulai gemetar. "Mengapa dia menghubungiku mengapa juga dia ingin meminta berjumpa denganku." Lola panik menghadapi situasi seperti ini.Berulang kali ia menarik nafas yang panjang dan kemudian menghembuskannya secara perlahan-lahan guna menetralkan kepanikan yang dirasakannya.Dipandangnya jam yang melingkar di pergelangan tangannya. Waktu dirinya berjanji berjumpa dengan teman-temannya masih ada satu setengah jam lagi, itu artinya dirinya masih bisa berjumpa dengan pria tersebut. "Aku harus tetap menemuinya," ucap Lola. Walau bagaimanapun Lola tidak akan bisa lari dan juga menghindar
Edwin tidak ingin ada satu orangpun yang curiga ketika melihat Lola yang keluar dari coffee shop dengan penampilan yang tidak semestinya. Oleh karena itu, pria berusia 55 tahun itu sudah menyiapkan pakaian untuk Lola sehingga tidak akan ada yang mencurigai nya bila keluar dari coffee shop tersebut."Jangan pernah melupakan apa yang menjadi pekerjaanmu. Aku sudah melakukan hal terpenting dalam hidupmu. Karena itu kau harus mengingat perjanjian awal yang kita buat bersama. Bila nyatanya kamu gagal melakukan itu semua aku tidak akan segan-segan menghabisi seluruh keluargamu dan juga menghancurkan karir keartisan mu. Tidak sulit bagiku Untuk melakukan hal itu. Aku menyimpan semua video-video yang akan menghancurkan karirmu. Kau tahu itu?" Edwin berkata dengan menyelipkan jarinya di dagu runcing milik Lola."Ya Om aku tahu Om, aku mohon jangan hancurkan karir aku." Lola menangis dan memohon kepada pria tersebut.&
Nadira menyiapkan baju kemeja panjang lengan berwarna hitam dan celana jeans berwarna biru pekat untuk di pakai suaminya di acara pertemuan malam ini. Sesuai dengan keinginan suaminya yang meminta untuk memakai baju santai, mengingat acara yang dihadirinya tidak acara formal."Sudah siap?" Nadira tersenyum ketika menatap wajah suaminya yang baru selesai mandi dan hanya melingkarkan handuk di pinggangnya."Iya sudah, apa mau ikut?" Arga berkata saat mengambil pakaian yang diberikan istrinya.Nadira tersenyum dan menggeleng kepalanya. "Dira capek by,""Adek istirahat ya. Hubby tidak lama. Hubby hanya sebentar saja disana. Nanti sekitar jam 9 sudah pulang."Nadira menganggukkan kepalanya. "Iya by, Dira capek sekali," jawabnya."Makanya istirahat dulu, nanti Kalau capeknya sudah berkurang kita ulang lagi yang tadi." Arga meng
Nadira membuka matanya ketika merasakan kecupan lembut bibir suaminya. Senyum mengembang di bibirnya ketika melihat wajah suaminya yang begitu dekat dengan wajahnya."Jangan cium-cium baru bangun, bau," ucap Nadira yang menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya."Sejak tadi dibangunin tapi nggak mau bangun, ternyata pakai dicium juga baru mau bangun." Arga tersenyum dan sedikit menarik hidung istrinya."Tidur Dira keenakan, sampai nggak sadar kalau dibangunin."Nadira tersenyum."Bangun, mandi, sholat," perintah Arga.Nadira diam menatap wajah suaminya dirinya tidak menyangka bahwa sekarang suaminya membangunkannya saat subuh seperti ini."Ayo, Kenapa diam." Pria itu menarik hidung istrinya.Nadira beranjak dari tempat duduknya ia kemudian mandi bersama dengan suaminya dan menunaikan shalat subuhnya bersama.
Iswandi duduk termenung di kursi kerjanya. "Aku masih harus mengetahui lebih banyak tentang Tuan Edwin. Apa tujuannya mengirim Lola untuk menjadi istri tuan Arga. Apa yang diinginkannya bila Lola hamil anak tuna Arga?" Iswandi kemudian diam. Ia mencari jawaban atas semua pertanyaan yang ada di dalam pikirannya. Pria itu masih terus menatap layar laptopnya. Ia menonton video rekaman Edwin yang yang berada di coffee shop bersama dengan Lola. Iswandi meminta mata-matanya yang bekerja di coffee Shop itu untuk meletakkan kamera tersembunyi. Sehingga ia dapat mendengar dengan jelas percakapan dan melihat adegan yang dilakukan oleh pria itu.Iswandi mempercepat durasi video saat ia melihat dokter yang melepaskan alat kontrasepsi yang dipakai Lola. "Menjijikkan." Iswandi memandang ke lain arah. Pria itu tidak memandang saat Lola mengganti pakaiannya. "Bila Tuan Edwin itu pria yang normal, Aku yakin dia pasti tidak bisa melihat hal ini namun Kenapa ia
"Minta perawatan ntar ke sini." Nadira mendesak."Iya bentar lagi, tadi lagi mandi." Lala tersenyum menjelaskan."Lama sekali." Nadira tidak sabaran.Arga memandang istrinya dengan mengerutkan keningnya. Sejak di rumah istrinya sudah ngomel-ngomel untuk bisa datang ke rumah sakit. Sekarang sudah di rumah sakit, istrinya sudah tidak sabar untuk melihat anak dari sahabatnya. "Kenapa dari tadi nggak sabaran?" Arga yang duduk di sofa."Semalam Lala kirim fotonya ke Dira, Dira penasaran, kalau difoto itu cantik sekali. Makanya Dira pengen lihat langsung. Bisa aja kamera yang dipakai bohong." Nadira memandang Lala. Setelah melihat foto bayi yang dikirimkan Lala, membuat Nadira terbayang-bayang wajah cantik bayi tersebut. Berulang kali ia memandang foto bayi cantik itu, hingga dirinya benar-benar penasaran. Apakah benar wajah bayi yang dilihatnya sesuai dengan foto yang dikirim sahabatnya."Emang cantik sekali sih orangnya." Yeni tersenyum."Itu karena cucunya Mbak Yeni makanya kelihatan c
"Assalamualaikum." Nadira masuk kedalam kamar rawat Lala, bersama dengan kedua orang tuanya, mama mertua, Arga dan Andrea."Waalaikumsalam." jawab penghuni yang ada di dalam kamar."Lala nggak nyangka akan datangnya sekarang, kirain nanti sore." Lala tersenyum lebar melihat Nadira yang sudah masuk dalam kamarnya."Mana sabar nunggu sore." Arga memandang istrinya. Pagi-pagi sekali, Nadira sudah meminta ke rumah sakit. Pada akhirnya Arga ikut serta ke rumah sakit sebelum berangkat ke kantor."Mama juga nggak sabar." Luna tersenyum memandang Yeni."Akhirnya, Punya cucu juga." Yeni tersenyum memandang Luna."Hahaha, kirain Iswandi bakalan betah jadi bujangan, yang penting bisa ngekorin Arga kemana-mana." Luna menertawakan anak angkat serta putranya."Meskipun aku suka membuntutinya kemana-mana, tapi aku ini lelaki normal ibu Luna." Iswandi tersenyum tipis.Arga tertawa ketika mendengar ucapan mamanya. "Aku juga sangat senang ketika mengetahui dia menyukai wanita ma, kalau tidak aku was-w
"Hahaha, kita waktu gadisnya kurus, gitu sudah nikah, pas hamil badannya mulai gendut.""Gak tahulah gimana nanti mau kuruskan badan." Lala mulai cemas memikirkan badannya paskah melahirkan. Melihat teman-temannya yang sudah semakin gemuk setelah melahirkan, membuat Lala cemas."Nanti bila bayi sudah mulai aktif seperti Arkan, akan turun sendiri berat badannya. Sekarang berat badan ku sudah turun 4 kilo. Dari yang kemarin 55 sekarang sudah 51. Tapi kata Hubby, jangan kurus lagi, nanti jelek. Hubby lebih senang lihat aku kayak gini, daripada kayak dulu katanya terlalu kurus." Nadira tersenyum.Lala tertawa ketika mendengar cerita Nadira. "Iya sih, dulu kamu kurus banget, jelek. Kalau sekarang sudah cantik, berisi, jadi terkesan lebih imut-imut." Lala teringat seperti apa dulu badan Nadira yang sama bekerja dengannya di toko pakaian. Nadira hanya tertawa ketika mendengar ucapan sahabatnya."Arkan mau ini?" Lala menggendong Arkan yang ingin menjangkau mobil remote berukuran kecil di ra
Iswandi tersenyum ketika melihat Arga yang turun dari dalam mobil sambil menggendong putranya, dan kemudian Nadira ikut turun. Iswandi yang sudah berencana untuk berangkat ke kantor lebih dulu terpaksa harus membatalkan niatnya, ketika mengetahui bahwa bos besarnya datang ke rumah untuk mengantarkan istri serta anaknya. "Selamat pagi pak Arga." Iswandi tersenyum dengan sopan.Arga sedikit menganggukkan kepalanya. "Iya pagi," jawabnya dengan gaya angkuhnya.Nadira hanya bisa tersenyum ketika melihat sikap angkuh dan sombong suaminya."Hai Arkan." Lala yang berdiri di samping Iswandi, tersenyum melambaikan tangannya ke arah Arkan."Hai aunty." Nadira tersenyum dan melambaikan tangannya."Sayang, Daddy akan kerja dulu cari uang. Anak Daddy yang tampan, main lah di sini sama mommy." Arga tersenyum dan memberikan putranya kepada Nadira, setelah mencium pipi bulat Arkan kiri dan kanan terlebih dahulu.Arkan tersenyum dan mulai berbicara. Arga tertawa saat melihat putranya yang menjawab uc
Iswandi pulang ke rumahnya. Pria itu tersenyum saat melihat istrinya yang sedang duduk di atas tempat tidur dengan menumpuk beberapa bantal di belakang punggungnya. "Assalamualaikum." Iswandi tersenyum. Entah apa yang saat ini di tonton istrinya, sehingga wanita yang berperut besar itu, tidak melihat kehadirannya.Lala tersenyum ketika melihat suaminya. "Waalaikumsalam," ucapnya yang menjulurkan tangannya tanpa turun dari atas tempat tidur."Lagi makan apa Dinda?" Iswandi tersenyum dan mengusap bibir istrinya yang terkena saus."Ada mangga dan juga ada sosis, serta bakso bakar, enak." Lala tersenyum menunjukkan piring yang ada di sampingnya. Ia menancapkan garpu di sosis goreng dan mencelupkan ke dalam saus sambal dan mayones. "Coba kanda."Iswandi tersenyum dan menggigit sosis yang diberikan istrinya. "Kanda mau mandi." Iswandi tersenyum melihat istrinya.Lala menganggukkan kepalanya."Kenapa penampakannya seperti ini?""Emangnya Lala hantu, di bilang penampakan." Lala memajukan bibi
Arga merasa puas ketika mendengar penjelasan yang disampaikan oleh Iswandi.“Minggu depan, perusahaan kita akan menandatangani kontrak kerjasama dengan perusahaan minyak dari Amerika. Perusahaan dari Amerika, mempercayai perusahaan kita, untuk mengolah pertambangan minyak di Riau." Iswandi tersenyum."Kamu tidak bercanda?" jawab Arga.Ada beberapa perusahaan besar yang menawarkan kerjasama dengan perusahaan minyak dari Amerika. Ia tidak menyangka, bahwa proyek ini, perusahaannya yang memenangkannya."Tentu tidak tuan.""Apa ada informasi tentang anaknya Edwin?" tanya Arga."Setelah mereka datang melihat pemakaman Edwin, Robert dan juga Gilbert seakan hilang begitu saja. Sampai sekarang, mereka belum diketahui keberadaannya.”"Bagaimana bisa?" tanya Arga.Iswandi menggelengkan kepalanya. Kami sudah mengecek ke tempat-tempat yang mungkin didatanginya, namun ternyata tidak ada. Mereka juga tidak kembali ke desanya.Arga mengusap wajahnya dan kemudian menganggukkan kepalanya. "Lebih ting
Lala dan Iswandi, sampai di rumah mewah milik Arga.Lala tersenyum saat melihat Arkan yang sedang duduk di atas mobil remote."Lala sudah rindu sekali dengan Arkan." Lala tersenyum memandang Iswandi. Begitu dengar Nadira mengatakan sudah sampai di Indonesia, Lala langsung meminta untuk datang berkunjung."Ya sudah, kita turun." Iswandi tersenyum. Ia datang ke rumah Arga, karena ada hal penting yang akan mereka bicarakan."Iya kanda." Lala menganggukkan kepalanya.Lala turun dari dalam mobil dan berjalan dengan cepat. Lala menghentikan langkah kakinya ketika Iswandi menarik tangannya. "Ada apa kanda?" Lala memandang suaminya dengan tidak mengerti."Jalannya pelan-pelan Dinda." Iswandi tersenyum dan mengusap perut istrinya.Lala tersenyum ketika mendengar nasehat yang diberikan oleh suaminya. Ia memegang perutnya dan mengusapnya dengan lembut. "Maaf ya nak, mami buru-buru, sampai lupa." Lala tersenyum dan berjalan bersama dengan suaminya beriringan, sambil memegang tangan Iswandi."Assa
"Mama, kita akan bongkar oleh-oleh." Nadira tersenyum ketika melihat Mama mertuanya yang sudah masuk ke dalam rumah."Tidak usah sekarang, nanti saja, Nadira baru pulang jadi pasti sangat capek." Luna memberikan saran."Enggak ma, Dira gak capek kok.” Nadira tersenyum dirinya sudah tidak sabar untuk menunjukkan apa saja oleh-oleh yang sudah dibawanya pulang untuk mama mertuanya, ayah, ibu serta adiknya.Luna tersenyum dan menganggukkan kepalanya. Wanita yang sedang menggendong cucunya itu tidak bisa menolak kehendak menantunya. Sebagai bentuk bahwa dirinya, begitu sangat menghargai apa yang akan diberikan menantu kesayangannya.Pelayan meletakkan tas yang diambilnya, di ruang tamu satu persatu. Bik Narti tahu bahwa yang di dalam tas, adalah oleh-oleh yang sudah disiapkan majikannya untuk keluarganya. Sebagai seorang pelayan, Bik Narti tidak mungkin bermimpi untuk mendapatkan oleh-oleh dari nyonya mudanya. "Nyonya ini tasnya sudah dikeluarkan semua," ucap bik Narti."Terima kasih bik,"
"Senang sekali ya, dimanja siang dan malam." Luna menggoda Nadira. ini merupakan bulan madu Nadira dan Arga, Luna senang melihat Nadira dan Arga pulang dengan penuh kebahagiaan seperti ini. Cucunya juga sehat hingga sampai ke Indonesia.Nadira tersenyum malu saat mendengar Mama mertuanya menggodanya."Ayo cucu oma, sini sama Oma. Oma sudah sangat rindu." Luna mengembangkan tangannya dan mengambil Arkan dari tangan Arga.Arga memberikan putra putranya kepada mananya. Pria itu memeluk mamanya dan mencium pipinya. "Apakah mama sehat-sehat saja." Arga tersenyum memandang mamanya yang menggendong Arkan. "Alhamdulillah sehat, mama sangat rindu dengan Arkan." Luna tersenyum dan mencium pipi cucunya."Ibu, Dira rindu." Nadira meluk ibunya. Ia mencium pipi ibunya kiri dan kanan, kemudian mencium punggung tangan ibunya."Ibu juga sangat rindu. 10 hari itu ternyata waktu yang sangat lama." Erna tersenyum memandang putrinya. Wanita itu kemudian mencium pipi putrinya, kiri dan kanan. "Ibu sunggu