Setelah menghabiskan waktu di mall untuk mengisi perut dan juga membeli beberapa baju untuk dipakai besok saat datang ke perusahaan, Nathan tak langsung membawa Aruna pulang ke rumahnya, tetapi ia membawa Aruna ke apartemennya yang jarang sekali ia tempati.Lagi-lagi dahi Aruna mengernyit saat mobil yang Nathan kemudikan itu masuk ke gedung apartemen. "Ini kita ngapain ke sini?" tanya Aruna, "Ini apartemen, kan? Mau apa? Nathan, kamu tidak sedang membuat sebuah rencana, kan? Jangan bilang kalau teman-teman SMA-mu ada di salah satu apartemen ini dan kalian sedang mengatur rencana untuk mempermainkan aku lagi," ucap Aruna dengan pikiran nethink-nya."Astaghfirullahaladzim, kamu kok suudzon terus sih sama aku? Ini apartemenku yang jarang sekali aku pakai, aku hanya datang kemari jika sedang malas pulang ke rumah," ucap Nathan menjelaskan, ia menatap Aruna yang terduduk di sampingnya setelah mobilnya itu berhasil ia parkir di basement apartment. "Dan tidak ada teman SMA-ku di sana, aku b
"Sepertinya ... rasaku masih padamu," ucap Aruna.Seulas senyum terlihat di bibir Nathan saat Aruna berucap, ia menggeser tubuhnya hingga jarak di antara mereka begitu sangat dekat. Nathan menyentuh pipi Aruna, jarinya beralih menyentuh bibir mungil wanita itu. Aruna diam saat tangan pria itu menyentuh bibirnya, tetapi lagi-lagi jantungnya mulai berdegup kencang. Ia mulai merasakan kembali sesuatu yang dulu pernah ia rasakan saat masih SMA pada Nathan. Tangan Nathan kini sudah berada di pinggang Aruna, tangannya itu mulai menarik kain baju milik Aruna. Aruna yang sadar sontak langsung memegang tangan pria itu agar tak melakukan hal lebih jauh. "Mau apa? Jangan macem-macem!" ucap Aruna beranjak dari posisinya dan terduduk di tepi ranjang."Kenapa?" tanya Nathan ikut beranjak dari posisinya dan terduduk juga di samping Aruna.Aruna mendengus. "Masih tanya kenapa? Sikap buayamu barusan keluar, maksudnya apa pegang-pegang seperti itu, huh? Aku tidak suka di sentuh seperti itu," ucap A
"Tumben kamu siang-siang begini keluyuran," ucap Desi saat Aruna baru saja masuk rumah, "Pelangganmu menginginkan di siang hari? Uangnya banyak atau tidak?" tanya Desi lagi.Aruna mendengus kesal. "Bisa gak sih, Bu, sekali aja hargai aku. Aku capek loh dikatai terus sama Ibu, aku ini sebenernya anak ibu atau bukan? Katanya binatang buas pun menyayangi anaknya, terus kenapa aku tidak mendapatkan kasih sayang seperti anak hewan yang disayangi ibunya? Apa karena aku terlahir tanpa hubungan yang sah? Karena ibu marah pria sialan itu meninggalkan Ibu? Kalau begitu kenapa ibu tidak marah saja pada dia? Kenapa harus aku?" tanya Aruna.Desi diam tak menjawab ucapan Aruna. "Dan kenapa harus aku yang jadi bahan pelampiasan rasa sakit ibu? Yang melakukan kesalahan kan Ibu, bukan aku! Kalau mau nyalahin tuh ya salahin diri sendiri, kenapa mau-mau saja di sentuh oleh pria brengsek. Kenapa dulu malah mengobral tubuh secara gratis pada seorang pria! Jadi salahkan diri Ibu yang tidak bisa menjaga ke
"Astaghfirullahaladzim, Teh!" ucap Nila saat sang kakak menuduh Aruna sebagai simpanan Om-om dan berniat pergi dari rumah bukan karena mendapatkan pekerjaan baru, tetapi akan tinggal di rumah om-om. "Teteh tuh kenapa sih? Kenapa tidak ada capeknya mengatai Aruna terus?" "Teteh cuma bicara sesuai dengan fakta, kecurigaan teteh mendasar! Memang perusahaan mana yang mau menerima dia bekerja? Dia kan cuma punya ijazah SMP, jadi perusahaan mana yang mau menerima karyawan dengan lulusan SMP, hah?" tanya Desi, ia lalu melihat ke arah Aruna lagi, "Udah sih, jujur saja ... kamu pasti menjadi simpanan Om-om, kan? Kamu pasti di kasih rumah sama om-om itu. Biar sekalian nanti kalian juga bisa lebih leluasa berduaannya." Senyuman licik terlihat di bibir Desi."Teteh!" pekik Nila, ia beranjak dari duduknya dan berdiri di hadapan sang kakak. "Udah ya ... cukup! Kalau tidak bisa menjadi perempuan yang baik, setidaknya … teteh belajar jadi ibu yang baik! Bukan malah seperti ini!" ucap Nila"Berani se
“Ini mejaku?” tanya Aruna pada Nathan, begitu masuk ke ruangan pria itu, ia sudah melihat meja yang berada di samping pintu. Dilihatnya meja itu yang sudah rapi, dengan telepon kantor yang berada di atas meja dan juga layar komputer di depannya.Nathan tersenyum dan memberikan anggukan kepala pada Aruna. “Iya, ini tempat kerja kamu sekarang,” jawab Nathan.Aruna langsung terduduk di kursi kerjanya, kemudian menyentuh meja yang nanti akan menjadi tempatnya bekerja. Sama sekali tidak pernah ia bayangkan jika ia akan berada di posisi yang seperti sekarang. Jangankan menjadi asisten seorang CEO, menjadi OB di sebuah perusahaan saja tak pernah ia bayangkan sama sekali karena ia cukup sadar diri jika ia hanyalah seorang yang tak mempunyai pendidikan yang bagus.“Kamu suka?” tanya Nathan.“Sangat, terima kasih,” jawab Aruna seraya tersenyum.Nathan menepuk pelan kepala Aruna dengan lembut hingga gadis itu sedikit menunduk saat kepalanya di sentuh. “Ya sudah, kamu duduk-duduk saja dulu. Satu
“Sudah, jangan dulu cemburu. Aku sedang banyak pekerjaan dan akan kembali bekerja, jadi kamu kerjakan itu saja,” ucap Nathan setelah mengecup pipi Aruna tadi.Gadis itu nampak mengatupkan bibir menahan malu.“Dan jangan mengatai orang dengan mengatakan dia jelek. Itu tidak baik, Sayang. Tuhan itu menciptakan manusia sebaik-baiknya, menghina fisik manusia itu sama saja dengan kamu menghina Tuhannya. Ini aku bukan membela dia, tapi masalah fisik itu tidak baik dijadikan olokan.” “Kenapa baru sekarang kamu mengatakan seperti itu? Dulu saat aku sedang jelek-jeleknya kenapa kamu—““Kamu tidak jelek,” sahut Nathan cepat, “Kan aku sudah bilang kalau aku pertama kali jatuh cinta sama kamu dengan fisikmu yang dulu.” “Ya tapi—““Sssttttt!” Nathan menaruh cepat jari telunjuknya di bibir Aruna, “Sudah, kerjakan saja ya, Sayang.” Ucap Nathan seraya mengelus lembut pipi Aruna. Selang beberapa menit kemudian, keduanya sibuk dengan pekerjaan masing-masing. Aruna terduduk di kursinya dengan mengiku
“Aku bisa membantumu mendapatkan dia,” ucap Aruna setelah mendengar ucapan Della yang tak bisa ia terima. Dahi Della sontak langsung bertaut. “Membantu? Membantu apa?” tanya Della. Dia merapatkan kedua tangannya di bawah dada terlipat dan menatap Aruna dengan raut wajah yang mulai serius namun tetap terlihat angkuh.Aruna melihat sekitar yang terlihat sepi, kemudian mendekati Della dan berbisik di telinga wanita itu. Mata Della yang mendengar rencana Aruna itu sontak terbelalak kaget. Setelah Aruna selesai berbisik. Della langsung menatap Aruna dengan tatapan kaget. “Are you serious?” tanya Della.“Tentu saja aku serius, kalau rencananya berhasil. Kamu jelas akan mendapatkan dia seutuhnya,” ucap Aruna. Della diam sejenak untuk berpikir. Mengiyakan rencana Aruna atau tidak.“Bagaimana? Mau atau tidak?” tanya Aruna. "Kalau mau aku akan mengaturnya dari sekarang! Kamu hanya tinggal duduk manis saja dan ikuti arahan dariku." “O—oke ... aku mau,” jawab Della, “Kapan rencana itu akan d
Aruna mengernyitkan dahi, ia mengerjapkan mata saat matahari pagi bersinar menerpa wajahnya. Ia lantas membuka mata perlahan, matanya melihat lurus ke arah jendela. Kemudian setelahnya ia membuka mata terbelalak kaget saat melihat keberadaan Nathan yang berdiri di depan jendela sedang membuka gorden."Ka—kamu ... kok ada di sini?" tanya Aruna masih dengan raut wajah yang kaget, "Ini kan weekend, aku gak harus datang ke perusahaan, kan?" "Aku kemari bukan untuk jemput kamu ke kantor, aku juga tahu ini weekend, Sayang. Aku cuma mau lihat keadaan kamu. Gimana? Tangan kamu masih sakit? Kita perlu ke dokter?" tanya Nathan lagi.Aruna mendengus kesal. "Aku cuma kesiram air doang, bukan demam atau sekarat. Udah, gak usah lebay! Sakit kayak begini gak akan kerasa sama aku, aku pernah ngerasa lebih sakit dari hanya sekedar kesiram air panas. Mau tau apa? Saat dipermainkan, dipermalukan dan dianggap bukan manusia sama kamu dan teman-teman kamu," ucap Aruna memasang raut wajah yang kesal.Semen
Dahi Aruna mengernyit saat melihat Nathan yang masih tertidur dan belum bersiap padahal jam di dinding kamar sudah menunjukkan pukul 8 pagi. Padahal biasanya pukul 7 pria itu sudah berada di ruang makan tetapi sekarang masih terpejam."Nathan? Kamu gak akan ke kantor?" tanya Aruna yang baru saja keluar dari kamar mandi baru saja selesai membersihkan tubuh. "Enggak, kamu kan lagi sakit, masa aku ninggalin kamu," jawab Nathan dengan mata yang masih terpejam. Dahi Nathan dengan seketika mengernyit. "Aku gak sakit, aku sehat," jawab Aruna. "Kaki kamu, Sayang," jawab Nathan membuka mata melihat Aruna yang tengah berdiri di samping ranjang dengan tubuh yang hanya tertutup kain handuk saja. Membuat matanya langsung terbuka sempurna. "Kaki aku udah gak pa-pa, udah sana mandi dan pergi ke kantor!" "Gak mau," jawab Nathan, "Aku mau di rumah aja." "Kamu harus ke kantor!" Nathan mendengus. "Kenapa kamu maksa aku pergi ke kantor? Kamu gak mau liat aku di rumah? Kamu tuh sebenernya cinta ngga
Nathan menelan salivanya saat mendengar dering ponsel panggilan tersambung dari ponsel sang istri. Hingga akhirnya ....[Halo? Na?]"Halo, Mas?" [Beneran kamu? Ini aku beneran gak mimpi? Kamu telfon aku? Ada ap—]Pip! Nathan langsung mengambil ponsel milik Aruna dan langsung mematikan sambungan teleponnya itu sepihak saat mendengar suara seorang pria yang suaranya nampak terdengar sangat antusias saat Aruna menelponnya."Apa-apaan sih kamu?" "Siapa laki-laki ini?" tanya Nathan pada Aruna. Dia menatap Aruna sebentar, kemudian pandangannya melihat lurus pada jalanan lagi.Aruna duduk bersandar dengan kedua tangan yang terlipat di bawah dada. Matanya melihat lurus dan bibirnya tersenyum smirk. "Orang yang pernah datang ke club malam," jawab Aruna, "Dia pengusaha sama sepertimu. Namanya Jean, usianya 29 tahun dan dia dua kali melamarku. Dia tahu dengan jelas bagaimana kehidupan aku, kenapa aku bisa bekerja di club malam dan juga tahu bagaimana aku menjalani hidup. Dua tahun lebih kami
"Kamu mau ikut ke kantor nggak hari ini?" tanya Nathan yang kini sedang terduduk di tepi ranjang seraya memakai kaos bajunya. Aruna diam sejenak, berpikir haruskah ia ikut? Ia ingin sekali pergi ke kantor untuk memperingati Della agar jangan mendekati suaminya lagi. Tetapi, ia masih sangat kesal pada Nathan karena tadi pria itu malah menjawab panggilan masuk dari Della.Karena tak mendengar jawaban dari sang istri, Nathan sontak langsung menoleh ke arah Aruna yang masih terbaring. "Kok malah diem? Mau ikut enggak? Atau mau di rumah saja ingin bersantai seperti keinginan kamu?" tanya Nathan."Tidak tahu! Akan kupikirkan dulu," jawab Aruna. Ia lantas ingin beranjak dari baringannya dengan terduduk, ia juga memegang selimut untuk menutupi dadanya. Namun, saat ia menggerakkan kaki, pergelangan kakinya tiba-tiba saja terasa begitu sangat nyeri untuk bergerak. "Aauuwhhh ... ssshhhh ...." "Kenapa?" tanya Nathan. "Gak tau, kakiku sakit banget," jawab Aruna, ia lantas menarik selimutnya sam
"Apa sekarang masih belum percaya juga?" tanya Aruna setelah melepas ciumannya. "Be—lum," jawab Nathan sedikit gugup karena jujur saja ia masih sangat kaget dan speechless. Ini kali pertama ia dan Aruna bersentuhan sejauh itu dalam keadaan yang sadar dan tak hilang akal.Aruna memegang pergelangan tangan Nathan dan berjalan ke arah kamar tamu yang berada tak jauh dari tangga. Kakinya masih terasa nyeri untuk di pakai berjalan, jadi ia membawa Nathan ke kamar yang dekat."Mau kemana? Mau ngapain? Aku sudah tel—""Ssssttt!" Aruna meminta Nathan untuk diam jangan bicara. Tak lama kemudian, mereka akhirnya sudah berada di dalam kamar. Dahi Nathan dengan seketika mengernyit bingung. Kenapa Aruna membawanya ke kamar tamu? Apalagi yang ingin wanita itu lakukan."Mau ngapain kita di sini?" tanya Nathan.Bukannya menjawab, Aruna malah mendorong pelan tubuh Nathan hingga terduduk di tepi ranjang. Membuat Nathan semakin kebingungan. "Mau apa ini? Ngapain kita ke sini?" Aruna tak menjawab, ia
"Berani masuk lagi, aku tidak akan pernah mau bicara lagi dengan kamu selamanya!"Aruna yang mendengar Nathan berbicara demikian itu sontak langsung menghentikan langkah tak jadi masuk ke club malam, ia berbalik badan menatap Nathan dengan bibirnya yang mengerucut kesal. Ia lalu berjalan menghampiri Nathan dan mengatakan, "Dasar menyebalkan! Aku benci sama kamu!" ucap Aruna dengan nada yang ketus kemudian langsung masuk ke dalam mobil. Nathan mengatupkan bibir ingin tersenyum. Ia kesal bukan main, tapi melihat Aruna yang lebih memilih masuk ke mobilnya setelah ia ancam, membuatnya semakin yakin jika wanita itu memang mencintainya.Sekuat tenaga Nathan tahan senyum di bibirnya, ia memasang raut wajah yang datar kemudian menutup pintu mobil dimana Aruna terduduk. Lalu berjalan ke arah pintu mobil pengemudi. Begitu masuk, ia melihat Aruna yang terlihat kesal. Terlihat dari raut wajah dengan bibir yang maju, mata menyipit tajam melihat lurus ke depan dan kedua tangan yang terlipat di ba
Aruna langsung terduduk tegak saat mendengar suara pintu yang dibuka. Sejak tadi ia sama sekali tidak fokus dan memikirkan Nathan dan juga Della. Kenapa bisa mereka duduk bersama di kantin perusahaan. Bukankah Nathan sangat marah pada Della? Lantas kenapa pria itu berada di satu meja yang sama dengan Della? Apa yang mereka bicarakan?" Begitu melihat Nathan yang baru saja masuk pulang dari kantor, Aruna langsung mendekati Nathan dan berkata, "Bukannya si Della itu kemarin sudah kamu pecat? Kenapa tadi siang kalian berada di meja yang sama di kantin perusahaan. Apa yang sedang kalian bicarakan?" tanya Aruna to the point saat sudah berdiri satu langkah di depan Nathan.Alis Nathan sontak langsung bertaut. Ia pikir Aruna akan bersikap cuek tak peduli, siapa sangka jika wanita itu malah langsung bertanya detik itu juga. Padahal ia baru saja masuk ke dalam rumah, tapi sudah langsung mendapatkan pertanyaan yang ia pikir tak semudah itu mendapatkannya.Nathan bersikap datar, raut wajah kaget
Flashback.Nathan keluar dari ruang kerjanya dengan perasaan yang kesal setelah mengetahui fakta jika malam dimana ia mabuk adalah rencana Aruna yang ingin menjebaknya bermalam dengan Della. Ia sama sekali tidak menyangka jika Aruna akan melakukan hal sekejam itu padanya.Selama meeting berlangsung, Nathan sama sekali tidak fokus dan pekerjaan yang seharusnya ia kerjakan di ruang meeting, akhirnya diambil alih oleh Devian."Kenapa?" tanya Devian setelah meeting selesai dan kini hanya tinggal dirinya dan Nathan lah yang berada di ruang meeting.Nathan menaruh kedua telapak tangan yang terkepal di kening dengan siku yang bertumpu pada meja. "Aku sedang stress!" jawab Nathan."Stress kenapa?" tanya Devian penasaran, "Perasaan tadi baik-baik saja." "Aruna ternyata berniat menjebakku!" jawab Nathan."Menjebak? Maksudnya bagaimana?" tanya Devian tak mengerti.Nathan lantas langsung menatap Devian dsn langsung menceritakan kebenaran yang baru saja dia dengar tadi. Ia menceritakannya dengan r
Setelah Nathan keluar dari ruangan, Aruna mulai bingung harus bagaimana. Ia tidak diusir seperti Della dan Nathan juga tidak memarahinya habis-habisan. Membuat Aruna kebingungan harus berbuat apa. Jika pergi, ia harus pergi kemana? Pulang ke rumahnya? Ibunya pasti akan banyak bertanya dan yang ada ia malah kembali di umpat lagi. Sang ibu juga pasti akan memarahinya habis-habisan jika tahu apa yang ia lakukan dan apa yang terjadi. Kemudian, apa ia harus pergi melarikan diri? Melarikan diri kemana? Ia juga tidak mungkin meninggalkan bibinya."Haruskah aku meminta maaf?" gumam Aruna. Namun setelahnya dia menggelengkan kepalanya, "Enggak! Enak saja minta maaf. Dulu dia juga tidak langsung minta maaf dan tidak peduli. Terus kenapa sekarang aku harus meminta maaf? Untuk sementara aku ikuti saja alurnya," gumam Aruna. Mata Aruna kembali melihat ke arah TV yang menyala lagi, walau terlihat fokus menonton, tetapi hati dan pikirannya sama sekali tidak tenang dan begitu berkecamuk.**Tak be
"Kamu ini ternyata memang perempuan ular! Ucapanmu juga sama sekali tidak bisa di percaya!" Aruna sontak langsung beranjak dari duduknya dan berdiri tegak. "Jaga ucapanmu! Aku tidak seperti itu!" ucap Aruna membela diri."Terus umpatan apa yang pas untukmu, huh?" tanya Della dengan mata yang memicing dan raut wajah yang sangat kesal. Tadi, saat melihat Nathan pergi dan terlihat berjalan ke arah ruang meeting, Della langsung berlari cepat dan langsung memasuki ruangan Nathan. "Katamu kamu akan membuatku dan Nathan menikah, tapi apa yang terjadi sekarang? Malah kamu yang menikahi dia!" lanjut Della lagi mengeluarkan isi hatinya yang begitu sangat kesal. "Aku menikah dengan Nathan juga semua karena kamu! Sudah aku bilang untuk stand by agar saat aku menghubungimu, kamu bisa segera langsung datang ke kamar hotel. Tapi apa yang terjadi? Berkali-kali aku menelfonmu tapi sama sekali tidak diangkat! Padahal saat itu aku sudah berhasil membuat Nathan mabuk parah dan bahkan sudah memesan kama