Arumi berada dalam kamarnya, dengan jalan secara perlahan. Arumi menyisir setiap sudut didalam kamarnya, matanya terus melihat kamar yang sudah hampir setahun tidak dilihatnya. Walaupun dia tidur di ranjang dalam kamarnya, tetapi kondisinya dalam keadaan tidak sadar.
Pintu kamarnya diketuk dari luar.
Tok..tok..
"Masuk saja, tidak dikunci" titah Arumi dari dalam kamarnya.
Pintu terbuka, terlihat wajah Bu Dian.
"Non, ingin mandi? Biar ibu bantu" kata Bu Dian.
"Iya Bu, gerah badan Arum" kata Arumi.
"Biar ibu siapkan air panas dulu, mau berendam kan ?" tanya Bu Dian.
Iya Bu" sahut Arumi.
Bu Dian masuk kedalam kamar mandi, Arumi berjalan keluar menuju balkon kamarnya.
Arumi melihat kearah taman, dari balkon kamarnya. Dia tidak menyadari, ada sepasang mata yang menatapnya dari dalam mobil yang terparkir.
"Rum, kau sudah sehat. Aku rindu Rum" Andre, orang itu adalah Andre. Tanpa sengaja,
Alex masih berada didalam kamar Arumi, keduanya asik berbincang-bincang. Karena sudah lama keduanya tidak saling bertukar cerita."Apa benar Dek? Nggak bohong?" Alex belum yakin, Arumi mendengar apa yang dikatakannya saat dia berbicara dengan Arumi. Saat Arumi terbaring koma ."Benar mas, Arum tidak bohong? Mas ingin balas dendam dengan Rania kan? Karena ayah Rania telah menabrak Arumi. Tetapi itu tidak benar mas, bapak itu tidak bersalah, Arumi yang berpikiran pendek. Hanya karena laki-laki. Arumi ingin mengakhiri hidup," kata Arumi dengan perasaan yang sedih."Mas, Arumi dengar semua. Saat mas berbicara, Arumi ingin segera bangun. Dan berkata, bahwa bapak itu tidak bersalah. Tetapi Arumi tidak bisa ingin bergerak untuk bangkit dari ranjang, Arumi juga ingin membuka mata dan ingin berkata. Rania tidak sepatutnya mendapatkan kemarahan mas, tapi apa daya. Arumi tidak dapat untuk bangun dan mencegah mas menyakitinya" air mata Arumi mengalir, saat dia berkata.
"Jes, betul. Besok kau akan kembali?" tanya Rania kepada sahabatnya tersebut, berat rasa Rania. Jesi akan pulang. "Iya Ran, dua hari lagi aku wisuda. Aku sebenarnya ingin sekali kau menghadiri wisudaku, tapi bagaimana lagi. Keinginan ku tidak mungkin terwujud, perutmu sudah besar begitu." Ucap Jesi sembari melekatkan jemari tangannya diperut Rania. "Maaf, tapi doaku selalu bersamamu. Semoga selesai wisuda ini, kau akan langsung bekerja" kata Rania. "Amin" sahut Jesi. "Kau juga semoga lancar dan sehat selalu, membawa kemana-mana calon keponakanku ini" kata Jesi. "Kalau aku nanti tidak mendapatkan pekerjaan, aku bekerja disini saja ya" kata Jesi. "Boleh, tapi kau jangan ribut terus dengan mas Yoseph ya? Karena mereka masih lama belajar" kata Rania. "Orang itu kurang kerjaan ya, belajar buat roti. Apa dia tidak punya pekerjaan, sehingga bisa belajar disini" kata Jesi.
Akhirnya, atas desakan Naila. Dan bude Maria juga menyetujui untuk ikut mobil Yoseph. Disini mereka sekarang berada, salah satu Mall yang cukup besar dikota tempat Rania tinggal sekarang. "Mbak! Lihat, cantik ya!" Telunjuk Naila menunjuk kearah baju baby perempuan yang berwarna pink. "Cantik, tapi. Baby didalam perut ini tidak bisa memakainya" kata Rania. "Kenapa mbak? Itu tidak besar, itu khusus untuk baju baby. Dan terlihat sangat bagus mbak" kata Naila. Yoseph dan Naila menuggu apa yang akan dikatakan oleh Rania. "Karena, baby dalam perut ini. Baby boy" Bude Maria yang menjawab. Yoseph dan Naila tertawa lebar, begitu mengetahui kenapa Rania tidak mau membeli baju yang ditunjuk oleh Naila. "Maaf baby, aunty nggak tahu. Baby ternyata boy " kata Naila seraya tertawa kecil, begitu juga dengan Yoseph. Bude Maria dan Naila mencari baju baby khusus untuk baby boy, sedangkan Rania
Prakk.. Pintu ruang kerja Alex terbuka dengan keras dari luar, berdiri sosok wajah Papa Alex. Adam Samudra. Wajah Papa Alex, terlihat merah. Garis rahangnya terlihat mengeras. Ada kemarahan diwajah pria yang hampir memasuki usia 60 tahun tersebut. "Apa yang telah kau lakukan Alexander Bayu Samudra!" Suara Papa Alex, Adam Samudra menggelegar. Untung, lantai tempat ruang kerja Alex. Hanya tiga ruangan dilantai ini. Yaitu ruang kerja Alex, ruang kerja Leo dan satu ruangan kerja sekretaris Alex. Yaitu Noah, tapi Noah tidak ada ditempat. Sehingga tidak ada yang mendengar kemarahan Papa Alex, Adam Samudra kepada putranya tersebut. "Papa!": betapa terkejutnya Alex, melihat keberadaan Papanya. "Om Adam !" Seperti Alex, Leo juga cukup terkejut. "Apa Om Adam mendengar apa yang kami bicarakan tadi, melihat kemarahannya ini, pasti Om Adam dengar" dalam benaknya Leo.
Arumi merasa sangat letih, setelah hampir setengah jam melakukan pergerakan dikedua kakinya."Cukup! Arum sangat letih" ujar Arumi, seraya mengelap wajahnya dengan sapu tangan."Oke, kita istirahat dulu selama lima belas menit" kata pelatih terapinya.Arumi secara perlahan meletakkan bokongnya di kursi yang ada di ruang terapi, matanya menatap kearah pintu. Dia merasa ada yang mengamatinya dari pintu sejak tadi."Ada apa?" tanya mamanya seraya menyerahkan botol minum kepada Arumi."Arumi merasa ada yang mengamati Arumi dari pintu itu Mas"' beritahu Arumi."Mama baru dari luar tadi, mama tidak melihat ada orang disana" ucap mamanya."Mungkin sudah pergi maa, tapi tadi Arumi merasa ada yang melihati Arumi dari pintu itu" Arumi tetap yakin, ada orang berada didepan pintu."Perasaan Arum saja itu, Mama baru saja dari toilet depan itu. Tidak ada siapa-siapa di depan pintu itu" kata Mamanya."Kenapa berhenti?" tanya Mamanya.
Setelah berhasil keluar dari perusahaan, Jesi bersembunyi dibelakang mobilnya."Bushett..! bisa ketemu orang itu disini, apa dia bekerja juga disini? ah...bisa gila aku. Mungkin dia hanya berkunjung saja" Jesi berbicara sendiri, ditempat persembunyiannya.Sedangkan Alex dan Leo, berdiri didepan gedung perusahaannya."Pak, apa bapak melihat gadis memakai baju warna biru dan rok hitam keluar dari dalam?" tanya Leo."Tidak ada Pak, mungkin kearah belakang Pak. Karena parkir belakang gedung sering digunakan karyawan" beritahu satpam."Apa dia kerja disini?" tanya Alex kepada Leo."Mungkin saja, ayo kita tanyakan kepada bagian HRD" kata Leo.Keduanya kembali masuk, Alex naik keruangannya. Sedangkan Leo menuju bagian HRD, untuk menanyakan informasi karyawan.Pintu ruang kerja Alex terbuka dengan kedatangan Leo, dengan membawa map berisi data-data karyawan baru yang direkrut oleh PT Citra Bahagia."I
Jesi sampai di rumah sakit, dengan cepat Jesi berlari menyusuri lorong-lorong rumah sakit. Untuk mencari kamar tempat Rania dirawat.Dalam perjalanan, Jesi mendapatkan kabar. Bahwa Rania sudah selesai operasi Caesar, dari kabar yang disampaikan oleh Bude Maria. Rania selamat, begitu juga dengan baby boy yang dilahirkannya. Walaupun baby boy masih harus berada didalam inkubator, tetapi kondisinya dalam keadaan stabil.Setelah bertanya kepada suster, Jesi menemukan kamar inap Rania.Jesi membuka pintu kamar, Jesi langsung melihat kearah ranjang pasien. Terlihat Rania dalam keadaan mata terpejam, terlihat di keningnya ada perban yang menutupi luka."Jesi" bude yang duduk disisi ranjang, menoleh kearah pintu yang terbuka."Bude" Jesi melangkahkan kakinya, mendekati ranjang. Tempat Rania terbaring.Bude Maria bangkit dari duduknya, menyuruh Jesi untuk duduk di kursi yang didudukinya tadi.Jes
Adam Samudra memeluk istrinya, terlihat dia tidak bisa menahan perasaannya. Isakan lembut terdengar dari dalam mulut Adam Samudra."Paa, ada apa?" Tanya istrinya dengan perasaan yang khawatir, karena Papa Alex. Tidak pernah sesedih saat ini."Kenapa mereka begitu maa? Apa kita sudah salah mendidik mereka?" tanya Papa Alex kepada istrinya.Mama Alex tidak mengerti apa yang dikatakan oleh suaminya, dia mengurai pelukan suaminya. Dan melihat mata suaminya sudah berembun, dan ada air mata yang hampir mengalir dari sudut bola mata pria yang terlihat sedih."Ada apa Paa? Ada yang belum Mama ketahui?" tanya istrinya.Akhirnya, papa Alex menceritakan semua. Apa yang didengarnya dari mulut Alex dan Leo."Oh.. Tuhan!" betapa kaget Mama Alex, begitu suaminya selesai menceritakan apa yang didengarnya tadi.Mama Alex memutar badannya, dia duduk di sofa yang ada didalam ruang kerja papa Alex.Papa Alex bangkit, be
Setelah dua Minggu berada dalam perawatan rumah sakit, Alex diizinkan untuk pulang. "Akhirnya, mas bisa pulang," ujar Alex. "Mas, baring saja ya. Pasti letih dalam perjalanan dari rumah sakit," ujar Rania. "Mas mau duduk dibalkon saja, mas rindu melihat langit." Alex menolak, saat disuruh istirahat oleh Rania. "Apa mas tidak letih?" tanya Rania. "Tidak sayang," ujar Alex. Blush.. Pipi Rania merona merah, saat mendengar ucapan sayang yang keluar dari mulut Alex. Perkataan yang dulu sering diucapkan Alex saat mereka masih pacaran. "Sudah lama aku tidak melihat wajah malu-malumu sayang," ujar Alex. "Ih..mas Alex, ayo. Biar Rania tuntun ke balkon. Katanya mau duduk diluar," ujar Rania. Rania memegang Alex yang berjalan masih lemah, dan membantunya untuk duduk. "Sini sayank," ujar Alex dengan menepuk kursi si sisinya. "
Pernikahan Rania sudah memasuki hari Minggu, Rania masih tidak bisa menunjukkan sikap hangat yang ditunjukkan oleh Alex. Setiap malam, Rania tidur bersama Devan dikamar sang putra. Dan tiap malam juga, Alex selalu mengangkat Rania unt
Alex terus mengirim video panas antara dirinya dan Rania, entah darimana Alex mendapatkan nomor ponselnya Rania. Sesaat, Rania tidak mengindahkan apa yang dilakukan oleh Alex. Tapi lama-kelamaan, pikiran Rania kacau. Beban pikiran membuat dia tidak bisa melakukan pekerjaannya dengan baik, apa yang terjadi pada Rania tidak lepas dari pengamatan orang-orang disekitarnya. Hubungan dengan Yoseph semakin dekat, tetapi video yang dikirim oleh Alex semakin panas. Membuat pikiran Rania bercabang. Derrtt.... Bunyi ponsel Rania bergetar. "Apa lagi yang dikirim oleh orang sinting itu." Ngedumel Rania, karena matanya yang baru ingin terpejam. Kini terbuka kembali. Karena pesan yang dikirim oleh Alex, sudah dua kali Rania mengganti nomor ponselnya. Tetapi, Alex mendapat nomor ponsel barunya. Dan video panas terus dikirim oleh Alex, sampai Rania tidak ingin menggunakan ponselnya. Rania curiga, ada orang dalam yang memboc
Rania duduk di ranjang, di sampingnya. Baby Devan tidur dengan nyenyak. Pintu terbuka, dengan masuknya Bude Maria. "Mereka sudah pulang," ucap Bude Maria, tanpa ditanya Rania. "Bagaimana?" tanya Bude Maria. "Bagaimana apanya Bude?" balas Rania yang bertanya. "Alex ingin mengakui putranya. "Tidak Bude, sampai kapanpun, Rania tidak akan mengenalkan dia kepada Devan. "Jangan mengambil keputusan dengan emosional, itu tadi, mengenai pernikahan. Apa Rania sudah menerima lamaran Nak Yoseph?" Rania terdiam, dia bingung menjawabnya. Tadi dia mengatakan itu, karena emosi kepada Alex. "Jangan paksakan menerima lamaran Alex, jika tidak ada rasa didalam sini," ucap Bude sembari memegang dadanya. *** Alex masuk kedalam hotel dalam keadaan marah, me
"Apa..!? teriak Jesi dari sambungan telepon, hingga memekakkan telinga Rania. "Jes, pelankan suaramu..!" seru Rania. "Kau sungguh-sungguh di lamar Yoseph?" tanya Jesi, yang tidak percaya dengan apa yang baru di sampaikan oleh Rania. "Serius, untuk apa aku berbohong. Bagaimana Jes? Apa yang harus aku lakukan?" tanya Rania. "Untuk apa kau pikirkan lagi, terima. Kau harus menerima lamaran itu.." ucap Jesi dengan bersemangat. "Tapi aku tidak mencintainya, Jes.." ucap Rania. "Belum, kau belum mencintainya. Tapi tidak mungkin kau tidak akan mencintainya, Yoseph orangnya sudah matang. Dia tidak akan seperti orang itu, yang akan mempermainkan wanita," ucap Jesi dengan lantang. Mendengar perkataan Jesi, Rania terdiam. "Duh.. kenapa aku menyebut laki-laki itu." batin Jesi. "Ran..!" Panggil Jesi. "Rania..!" Panggil Jes
Leo menatap wajah Alex, kemudian menghela napas. "Ada apa? apa hasilnya? apa bukan anakku?" tanya Alex dengan nada suara yang lemas dan khawatir. Leo memberi surat hasil DNA yang telah dibacanya kepada Alex. "Apa hasilnya? Katakan saja," ucap Alex yang takut untuk membacanya, karena hasilnya tidak sesuai dengan apa yang ada didalam pikirannya. "Baca sendiri." Leo memberikan surat tersebut kepada Alex. Alex menerimanya dengan tangan gemetar, matanya terbelalak. Setelah membaca hasil tes DNA tersebut. "Putraku Leo, dia putraku..!" seru Alex dengan tidak percaya, apa yang tertera didalam surat hasil tes DNA tersebut. "Ya, dia putramu. Putra yang tidak kau ketahui keberadaannya, seorang putra yang kehadirannya keduniaan ini diakibatkan oleh dendammu pada orang yang tidak bersalah," ucap Leo. Deg. Hati Alex sakit, mendengar apa yang dikatakan
"Mas, toko roti tutup," ucap Sarah pada Alex dan Leo, karena mengira keduanya ingin ngopi."Tutup ya Mbak, kami ingin istirahat sekaligus ngopi. Karena kami dengar, roti di toko ini sangat terkenal dengan kelezatannya," ucap Leo.Alex menatap wajah bayi yang berada dalam gendongan Sarah."Aku sepertinya sangat familiar dengan wajah bayi ini, mirip siapa ya?" pertanyaan dalam benaknya Alex."Mamamam...!" Baby Devan mengeluarkan ocehannya."Mau mamam ya?" tanya Alex seraya menggenggam jemari kecil baby Devan."Cakep anaknya ya mbak?" tanya Leo."Bukan anak saya mas, ini anak majikan saya," ucap Sarah.Deg..."Majikan?" tanya Alex."Lex" Leo memberi tanda, agar Alex tidak menanyakan secara gamblang pada Sarah."Biar aku" ucap Leo dengan suara yang pelan."Sangat ganteng ya," Leo mengusap-usap rambut baby Devan, setelah mengusap-usapnya. Leo melihat, ada beberapa helai rambut baby Devan ditangannya. Leo
Bude Maria dan Yoseph, masih berbincang di luar ruang rawat inap Rania.Tiba-tiba..."Bude..! Mas Yoseph..!" Suara Naila memanggil keduanya, dari depan pintu."Ada apa!" Sahut Bude dengan seraut wajah khawatir, dia takut ada apa-apa dengan Rania."Mbak Rania sadar..!" Seru Naila.Bude Maria dan Yoseph bergegas masuk kedalam kamar tempat Rania dirawat.Bude Maria bergegas menuju ranjang, tempat Rania terbaring. Dengan infus terpasang ditangannya."Bagaimana Ran..?" tanya Bude Maria."Pusing Bude, ini di mana?" tanya Rania saat menyadari, dia tidak didalam kamarnya."Ini rumah sakit Ran." beritahu Bude Maria."Rumah sakit? aduh..!" Rania memegang keningnya, matanya terpejam."Kenapa Ran..?" tanya Bude.Mana yang sakit Ran?" tanya Yoseph.Rania membuka matanya, dan melihat kearah asal suara."Mas Yoseph, Na
Berita kedatangan Alex menemui Rania, sampai ke telinga Jesi. Dengan wajah yang marah, Jesi turun dari mobilnya. Dan langsung menuju keruang kerja Alex."Dia pasti membututi aku, bodohnya aku. Hingga tak menyadari, aku diikuti.." Jesi teramat kesal pada dirinya, hingga Alex bisa mengetahui keberadaan Rania.Sampai didepan ruang kerja Alex, Jesi langsung menghampiri meja kerja sekretarisnya."Apa Boss ada ?" tanya Jesi kepada sekretaris Alex, yang bernama Vania."Maaf, Boss hari ini tidak masuk kantor" jawab Vania, sekretaris Alex."Siall..!" kesal Jesi."Kurang ajar orang itu" umpat Jesi."Pak Leo, apa dia ada ?" tanya Jesi."Pak Leo belum datang juga, ada apa kau mencari keduanya ?Ingat, kau jangan berani suka dengan kedua itu. Jika ingin lama bekerja di sini, keduanya milikku" ucap sekretaris Alex, dengan ekspresi wajah yang sombong. Terlihat bibirnya