Dari rumah Rania, Alex kembali kekantor. Alex duduk menatap berkas-berkas yang harus dibacanya dan ditandatangani, tetapi pikirannya tidak berada pada apa yang dibacanya saat ini.
"Ah....!" Teriak Alex sembari bangkit dan menendang kursi yang didudukinya tadi .
"Kemana dia? Dimana kampung orang tuanya?" Alex bicara sendiri.
Alex tidak bisa konsentrasi dalam bekerja, sehingga Alex memutuskan untuk kembali ke rumah.
Alex memasuki rumahnya yang terlihat sepi.
"Mana Mama dan Papa ?" Tanya Alex kepada kepala pelayan.
"Tuan dan nyonya keluar, tapi tidak mengatakan kemana mereka pergi." Beritahu kepala pelayan.
Alex meninggalkan kepala pelayan, dan menuju Kekamar adiknya. Yang masih dalam keadaan tidurnya.
Begitu Alex masuk kedalam kamar Arumi, suster yang menjaga Arumi keluar dari dalam kamar.
Alex duduk disisi
Maaf, tidak bisa selalu update. Cerita ini hanya ada disini.Rania kembali disibukkan dengan rutinitas sehari-hari, yaitu mengelola toko rotinya. Usia kehamilan Rania memasuki tiga bulan, tidak ada kendala dalam menghadapi kehamilannya. Seperti ngidam, baby-nya tidak ingin menyusahkan Rania."Ran, istirahatlah. Jangan terlalu diporsi tenagaku, ingat. Kau itu tidak sendirian, ada calon bayi yang menunggu untuk dilahirkan," kata bude Maria."Iya bude, Rania akan menjaga baby ini. Sepertinya baby ini yang tidak mau istirahat bude, kalau Rania diam. Dia selalu menginginkan Rania untuk melakukan sesuatu," kata Rania."Apa baby sudah bisa menendang?" Tanya bude Maria."Belum bude, tapi perasaan Rania yang ingin terus bergerak.""Mungkin baby tahu, kalau kau diam. Selalu mengingat bapaknya ?" Tebak bude Maria."Rania sudah berusaha untuk tidak m
Sudah sebulan Arumi berada di Singapore, walaupun belum ada perkembangan berarti. Tetapi Alex dan kedua orangtuanya tidak putus asa. Mereka yakin, bahwa satu hari nanti. Arumi pasti akan sadar kembali.Alex masih terus mencari keberadaan Rania, walaupun sudah banyak orang yang dikerahkan Alex untuk mencari keberadaan Rania. Tetapi pencarian tetap nihil, sepertinya jejak Rania seperti hilang ditelan bumi.Hari ini, Alex kembali ke Indonesia. Karena ada urusan kantor yang harus ditangani langsung oleh Alex."Bagaimana Arumi ?" tanya Leo, begitu dia bertemu dengan Alex dilobby perusahaan."Belum ada perkembangan, tapi kami tetap optimis. Arumi pasti sadar kembali," jawab Alex.Begitu sampai di ruangannya, Alex membuka jas nya."Ada masalah apa dengan proyek kita di daerah Serayu?" Tanya Alex."Pimpinan proyek mengundurkan diri, dia tidak sanggup bekerja sama dengan Pak Yusuf. Pak Yusuf terlalu otoriter."
Mia duduk dengan tegang, wajahnya menunduk. Dia tidak sanggup membalas tatapan Alex, yang menatap dirinya dengan tajam.Alex duduk, kakinya saling menyilang. Pandangan matanya terus menatap wajah sahabat adiknya Arumi.Alex tidak habis pikir, kenapa Mia bisa menghianati Arumi. Yang sering membantunya."Aku harap, kau jangan menunjukkan batang hidungmu lagi dihadapan Arumi. Kau itu sudah mati bagi Arumi!" Selesai berkata, Alex keluar dari dalam rumah Mia.Sepeninggal Alex, Mia menangis tersedu-sedu. Mia merasa dia sudah kehilangan Arumi dan juga sudah kehilangan Andre, yang sangat membencinya saat ini ."Oh Tuhan ! apa salah aku, jika aku mencintai Andre. Aku yang pertama mengenalnya, salahkah aku jika ingin memiliki Andre untuk diriku sendiri !" ratap Mia."Salah! Kau sangat salah. Andre kekasih sahabatmu, seharusnya. Kau tidak boleh masuk kedalam hubungan mereka!" Suara dari depan pint
Sesudah pertemuan, Alex dan Leo masuk kesatu restoran yang ada didalam hotel. "Bro, kenapa wajahmu kusut?" tanya Leo. Alex diam, tangannya memainkan asbak yang ada diatas meja depannya. "Wow...!" Leo gemas melihat Alex, sehingga mengeluarkan suara yang keras. "What ?" Jengkel Alex, karena kaget mendengar suara Leo. "Kau tidak mendengar apa yang kukatakan sedari tadi ?" Tanya Leo. "Dengar, apa kau kira aku tuli !" ujar Alex. "Kenapa kau diam saja, kau sepertinya sudah tidak bernyawa lagi !" "Kemana kau semalam? Ponsel mu tidak aktif. Apa kau turun tangan sendiri mencari gadis itu ?" Tanya Leo. "Aku menemui gadis itu," sahut Alex. "Gadis yang mana lagi, apa aku mengenalnya? Apa kau jatuh cinta lagi?" Tanya Leo "Mia, aku menemukannya." "Oh..
Perasaan Jesi sangat gembira, karena telah membalaskan sakit hati yang dilakukan oleh Alex kepada Rania. Walaupun hanya menyiram Alex, tetapi itu sudah membuat Alex malu. Karena dilakukan Jesi didepan umum. "Aku belum puas! Itu baru awal pria brengsek ! hati-hati kau. Aku akan menyiram mu kembali, itu baru juice. Nanti aku siram kau dengan air mendidih!" Omel Jesi sembari berbaring ditempat tidurnya. "Apa akan ku ceritakan kepada Rania, bahwa aku bertemu dengan pria tersebut? Kalau aku ceritakan, Rania akan teringat kembali dengan pria jahanam itu. Tidak! Aku tidak akan mengatakan kepada Rania, aku tidak ingin Rania akan mengingat pria brengsek itu lagi ," ucap Jesi yang berbicara sendiri dalam kamar. Di Singapura, kondisi Arumi semakin menunjukkan kearah yang positif. Membuat perasaan kedua orangtuanya sedikit bahagia, karena mereka mengharapkan. Ada mukjizat yang akan menghampiri Arumi, dan Arumi bisa sadar kemba
Rania sangat gembira, karena usaha toko roti yang dirintisnya dari nol. Akhirnya mulai dikenal oleh masyarakat, walaupun dengan mulai dikenalnya toko rotinya. Membuat kesibukannya meningkat, tetapi Rania tidak keberatan. Karena ini yang diinginkannya, dengan keberhasilannya ini. Rania bisa mulai menabung untuk masa depan dia dan anaknya kelak. "Ada apa ini, kenapa gembira sekali? Ada yang menang lotre ya ?" Bude Maria keluar dari bagian ruangan dapur khusus untuk membuat roti , kedua tangan bude Maria memegang roti yang baru keluar dari dalam oven. Wangi harum roti yang masih hangat semerbak memenuhi toko roti. "Bude! Toko roti kita makin banyak mendapatkan pesanan, lihatlah!" Wajah Rania gembira seraya menunjukkan kertas pesanan yang diberikan oleh Niko kepadanya tadi. "Benarkah?" Tanya bude Maria. Bude Maria membaca daftar pesanan tersebut, terlihat sumringah dibibir bude Maria. "Puji Tuhan!" Ucap syukur bude Ma
Yami menatap wajah Bu Dian dengan terheran-heran, selama ini dia mengira Bu Dian orang yang pendiam. Ternyata Bu Dian bisa juga marah, saat ini Bu Dian seperti orang yang berbeda. Yami mengira Bu Dian orang yang mempunyai kepribadian ganda. Suara Bu Dian yang keras, karena terlalu bersemangat mengeluarkan uneg-unegnya. Membuat pelayan yang mendengar keributan didepan pagar depan, sontak berlari menuju kedepan rumah. Mereka ingin lihat, siapa yang berbicara dengan sangat berapi-api didepan. Melihat Bu Dian yang berbicara dengan nada yang keras, para pelayan juga heran. Tetapi begitu melihat siapa lawannya berbicara, para pelayan maklum. Karena mereka melihat orang yang menjadi lawan Bu Dian bicara adalah Mia, orang yang telah membuat Nona majikan mereka terbaring koma selama berbulan-bulan. "Mau apa iblis betina itu datang ?" bisik pelayan baru datang kepada Yami. "Iblis betina? Kau mengenalnya?" Tanya Yami?" Yami melirik
Berita mengenai sadarnya Arumi sudah sampai kepada Alex dan Leo, keduanya sangat gembira. Tapi karena mereka baru saja tiba dari Singapura, dan tugas kantor sudah menumpuk. Akibat keduanya libur dua hari saat mengunjungi Arumi, sekarang ini mereka tidak bisa mengunjungi Arumi begitu adiknya itu sadar. "Akhirnya, ada berita gembira juga Bro!" Seru Leo sembari masuk kedalam ruangan kantor Alex. "Tapi aku belum bisa mengunjunginya." Terdengar sedih dari nada bicara Alex. "Pergilah, aku yang akan menghandle semua pekerjaan disini. Dan Josh juga bisa membantuku, jangan khawatir. Perusahaan kau tinggalkan satu dua hari tidak akan kolaps," kata Leo. "Kau tidak mau ikut?" Tanya Alex. "Kau saja dulu, setelah pekerjaan tidak terlalu banyak lagi. Baru aku kesana" kata Leo. "Baiklah, aku akan pulang secepatnya," kata Alex. Hari itu juga Alex berangkat ke Singapore, jam tiga sore waktu Sing
Setelah dua Minggu berada dalam perawatan rumah sakit, Alex diizinkan untuk pulang. "Akhirnya, mas bisa pulang," ujar Alex. "Mas, baring saja ya. Pasti letih dalam perjalanan dari rumah sakit," ujar Rania. "Mas mau duduk dibalkon saja, mas rindu melihat langit." Alex menolak, saat disuruh istirahat oleh Rania. "Apa mas tidak letih?" tanya Rania. "Tidak sayang," ujar Alex. Blush.. Pipi Rania merona merah, saat mendengar ucapan sayang yang keluar dari mulut Alex. Perkataan yang dulu sering diucapkan Alex saat mereka masih pacaran. "Sudah lama aku tidak melihat wajah malu-malumu sayang," ujar Alex. "Ih..mas Alex, ayo. Biar Rania tuntun ke balkon. Katanya mau duduk diluar," ujar Rania. Rania memegang Alex yang berjalan masih lemah, dan membantunya untuk duduk. "Sini sayank," ujar Alex dengan menepuk kursi si sisinya. "
Pernikahan Rania sudah memasuki hari Minggu, Rania masih tidak bisa menunjukkan sikap hangat yang ditunjukkan oleh Alex. Setiap malam, Rania tidur bersama Devan dikamar sang putra. Dan tiap malam juga, Alex selalu mengangkat Rania unt
Alex terus mengirim video panas antara dirinya dan Rania, entah darimana Alex mendapatkan nomor ponselnya Rania. Sesaat, Rania tidak mengindahkan apa yang dilakukan oleh Alex. Tapi lama-kelamaan, pikiran Rania kacau. Beban pikiran membuat dia tidak bisa melakukan pekerjaannya dengan baik, apa yang terjadi pada Rania tidak lepas dari pengamatan orang-orang disekitarnya. Hubungan dengan Yoseph semakin dekat, tetapi video yang dikirim oleh Alex semakin panas. Membuat pikiran Rania bercabang. Derrtt.... Bunyi ponsel Rania bergetar. "Apa lagi yang dikirim oleh orang sinting itu." Ngedumel Rania, karena matanya yang baru ingin terpejam. Kini terbuka kembali. Karena pesan yang dikirim oleh Alex, sudah dua kali Rania mengganti nomor ponselnya. Tetapi, Alex mendapat nomor ponsel barunya. Dan video panas terus dikirim oleh Alex, sampai Rania tidak ingin menggunakan ponselnya. Rania curiga, ada orang dalam yang memboc
Rania duduk di ranjang, di sampingnya. Baby Devan tidur dengan nyenyak. Pintu terbuka, dengan masuknya Bude Maria. "Mereka sudah pulang," ucap Bude Maria, tanpa ditanya Rania. "Bagaimana?" tanya Bude Maria. "Bagaimana apanya Bude?" balas Rania yang bertanya. "Alex ingin mengakui putranya. "Tidak Bude, sampai kapanpun, Rania tidak akan mengenalkan dia kepada Devan. "Jangan mengambil keputusan dengan emosional, itu tadi, mengenai pernikahan. Apa Rania sudah menerima lamaran Nak Yoseph?" Rania terdiam, dia bingung menjawabnya. Tadi dia mengatakan itu, karena emosi kepada Alex. "Jangan paksakan menerima lamaran Alex, jika tidak ada rasa didalam sini," ucap Bude sembari memegang dadanya. *** Alex masuk kedalam hotel dalam keadaan marah, me
"Apa..!? teriak Jesi dari sambungan telepon, hingga memekakkan telinga Rania. "Jes, pelankan suaramu..!" seru Rania. "Kau sungguh-sungguh di lamar Yoseph?" tanya Jesi, yang tidak percaya dengan apa yang baru di sampaikan oleh Rania. "Serius, untuk apa aku berbohong. Bagaimana Jes? Apa yang harus aku lakukan?" tanya Rania. "Untuk apa kau pikirkan lagi, terima. Kau harus menerima lamaran itu.." ucap Jesi dengan bersemangat. "Tapi aku tidak mencintainya, Jes.." ucap Rania. "Belum, kau belum mencintainya. Tapi tidak mungkin kau tidak akan mencintainya, Yoseph orangnya sudah matang. Dia tidak akan seperti orang itu, yang akan mempermainkan wanita," ucap Jesi dengan lantang. Mendengar perkataan Jesi, Rania terdiam. "Duh.. kenapa aku menyebut laki-laki itu." batin Jesi. "Ran..!" Panggil Jesi. "Rania..!" Panggil Jes
Leo menatap wajah Alex, kemudian menghela napas. "Ada apa? apa hasilnya? apa bukan anakku?" tanya Alex dengan nada suara yang lemas dan khawatir. Leo memberi surat hasil DNA yang telah dibacanya kepada Alex. "Apa hasilnya? Katakan saja," ucap Alex yang takut untuk membacanya, karena hasilnya tidak sesuai dengan apa yang ada didalam pikirannya. "Baca sendiri." Leo memberikan surat tersebut kepada Alex. Alex menerimanya dengan tangan gemetar, matanya terbelalak. Setelah membaca hasil tes DNA tersebut. "Putraku Leo, dia putraku..!" seru Alex dengan tidak percaya, apa yang tertera didalam surat hasil tes DNA tersebut. "Ya, dia putramu. Putra yang tidak kau ketahui keberadaannya, seorang putra yang kehadirannya keduniaan ini diakibatkan oleh dendammu pada orang yang tidak bersalah," ucap Leo. Deg. Hati Alex sakit, mendengar apa yang dikatakan
"Mas, toko roti tutup," ucap Sarah pada Alex dan Leo, karena mengira keduanya ingin ngopi."Tutup ya Mbak, kami ingin istirahat sekaligus ngopi. Karena kami dengar, roti di toko ini sangat terkenal dengan kelezatannya," ucap Leo.Alex menatap wajah bayi yang berada dalam gendongan Sarah."Aku sepertinya sangat familiar dengan wajah bayi ini, mirip siapa ya?" pertanyaan dalam benaknya Alex."Mamamam...!" Baby Devan mengeluarkan ocehannya."Mau mamam ya?" tanya Alex seraya menggenggam jemari kecil baby Devan."Cakep anaknya ya mbak?" tanya Leo."Bukan anak saya mas, ini anak majikan saya," ucap Sarah.Deg..."Majikan?" tanya Alex."Lex" Leo memberi tanda, agar Alex tidak menanyakan secara gamblang pada Sarah."Biar aku" ucap Leo dengan suara yang pelan."Sangat ganteng ya," Leo mengusap-usap rambut baby Devan, setelah mengusap-usapnya. Leo melihat, ada beberapa helai rambut baby Devan ditangannya. Leo
Bude Maria dan Yoseph, masih berbincang di luar ruang rawat inap Rania.Tiba-tiba..."Bude..! Mas Yoseph..!" Suara Naila memanggil keduanya, dari depan pintu."Ada apa!" Sahut Bude dengan seraut wajah khawatir, dia takut ada apa-apa dengan Rania."Mbak Rania sadar..!" Seru Naila.Bude Maria dan Yoseph bergegas masuk kedalam kamar tempat Rania dirawat.Bude Maria bergegas menuju ranjang, tempat Rania terbaring. Dengan infus terpasang ditangannya."Bagaimana Ran..?" tanya Bude Maria."Pusing Bude, ini di mana?" tanya Rania saat menyadari, dia tidak didalam kamarnya."Ini rumah sakit Ran." beritahu Bude Maria."Rumah sakit? aduh..!" Rania memegang keningnya, matanya terpejam."Kenapa Ran..?" tanya Bude.Mana yang sakit Ran?" tanya Yoseph.Rania membuka matanya, dan melihat kearah asal suara."Mas Yoseph, Na
Berita kedatangan Alex menemui Rania, sampai ke telinga Jesi. Dengan wajah yang marah, Jesi turun dari mobilnya. Dan langsung menuju keruang kerja Alex."Dia pasti membututi aku, bodohnya aku. Hingga tak menyadari, aku diikuti.." Jesi teramat kesal pada dirinya, hingga Alex bisa mengetahui keberadaan Rania.Sampai didepan ruang kerja Alex, Jesi langsung menghampiri meja kerja sekretarisnya."Apa Boss ada ?" tanya Jesi kepada sekretaris Alex, yang bernama Vania."Maaf, Boss hari ini tidak masuk kantor" jawab Vania, sekretaris Alex."Siall..!" kesal Jesi."Kurang ajar orang itu" umpat Jesi."Pak Leo, apa dia ada ?" tanya Jesi."Pak Leo belum datang juga, ada apa kau mencari keduanya ?Ingat, kau jangan berani suka dengan kedua itu. Jika ingin lama bekerja di sini, keduanya milikku" ucap sekretaris Alex, dengan ekspresi wajah yang sombong. Terlihat bibirnya