Beranda / Thriller / Dendam dan Rahasia Tuan Muda / Chori Chori Chupke Chupke

Share

Chori Chori Chupke Chupke

Penulis: Evin Hard
last update Terakhir Diperbarui: 2022-02-14 15:40:36

Upacara pagi itu mulai lebih awal dari biasanya. Hal ini membuat Adhira kembali harus berdiri di barisan murid bengal. Bukan karena dia terlambat. Hari itu ia lupa membawa dasi dan topi upacaranya. Dan peraturan di SMA Equator bukanlah sesuatu yang bisa dianggap enteng.

Patroli yang dilakukan Pak Heno selalu dapat memangsa buronan seperti Adhira. Si jenius matematika itu tak jemu-jemu melanggar peraturan yang sudah jelas terukir di setiap dinding gedung.

Kiara ikut berbaris bersama mereka pada upacara kali ini karena sekarang dia sudah resmi menjadi anak SMA. Adiknya berdiri di depan seraya menyaksikan Adhira yang seperti narapidana yang tengah menunggu waktu eksekusi. Ada dua orang lagi di samping Adhira yang juga turun melakukan pelanggaran yang mirip.

Murid bertubuh jangkung itu melirik sambil tersenyum polos pada Adhira.

“Kamu kenapa bisa di sini….”

Tanpa perlu dijawab Adhira langsung mengerti. Ternyata ada kesalahan yang leb

Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Dendam dan Rahasia Tuan Muda   Tabrak Lari

    Setelah mengelilingi tiga mal dan puluhan deret toko, Kiara menemukan bando yang diinginkannya. Adhira hanya bisa menggerutu sepanjang perjalanan.“Sudah ketemu lum, Ki?”“Sudah nih! Bagus tidak?”Bando yang dipakai Kiara terlihat pas melingkari kening hingga pelipisnya.“Cari begini saja sampai harus keliling mall tiga jam.” Adhira belum berhenti mengoceh. Bahkan kain berserat mikro itu tidak ada bedanya dengan bando yang selama ini dipakai Kiara untuk berlari.“Biarin.” Kiara menyimpan benda tadi ke tasnya bagai menyimpan benda berharga. Sebetulnya bando itu pun sudah dilihatnya sejak pertama kali ke toko yang mereka masuki pertama kali. Tapi karena Kiara ingin melihat yang lain, alhasil tiga mal pun terlampaui. Baru akhirnya dia memilih bando yang pertama.Ini akan jadi pengalaman pertama dan terakhir Adhira menemani Kiara berbelanja, ikrarnya dalam hati.Hari menjelang

    Terakhir Diperbarui : 2022-02-14
  • Dendam dan Rahasia Tuan Muda   Hukuman

    Awan hitam merundungi Adhira. Dia bahkan segan untuk pulang. Rumah itu bukan lagi rumahnya bahkan sejak pertengkaran sengit dengan Om Willian. Adhira tak lagi bisa menjumpai Kiara sejak kecelakaan tersebut. Paman dan bibinya melarang keras pertemuan mereka. Seakan kebencian mereka pada Adhira kembali tersulut.Mereka tidak mengusir Adhira dari rumah itu. Tidak pula berbicara pada Adhira. Ada dinding tak tampak yang memisahkan Adhira dengan keluarga Osman itu.Adhira menghilang dari sekolah selama tiga hari. Kuswan meneleponnya, tapi tak mendapat balasan. Dia mencarinya di rumah dan tak menemukan siapa-siapa. Berita kecelakaan baru sampai ke sekolah di hari keempat. Adhira masuk dengan penampakan kusut masai. Dia terlihat tidak makan dan tidur seminggu ini.Kuswan mendekatinya dengan gamang. Bahkan dia tak lagi bersuara saat menyerahkan tugas kelompok itu pada Adhira.“Kalau kamu tidak meneleponku waktu itu, mungkin dia tidak akan berakhir begini,&rd

    Terakhir Diperbarui : 2022-02-15
  • Dendam dan Rahasia Tuan Muda   Pembalasan

    Ervan melanjutkan ritual hukuman hingga matahari sudah kembali muncul dari balik awan. Kuswan berlarian dengan berbotol-botol minuman. Saat mendekati mereka, Adhira sudah tak lagi di tempatnya. Ervan berjalan tergopoh kembali ke kelasnya. Raut dinginnya tak luput sedikit pun dari wajahnya. Kuswan hanya memandangi Ervan heran.“Kalian bertengkar lagi?” tanya Kuswan. “Maafkan aku, harusnya aku tidak memintamu mengerjakan tugas Adhira.”Sepanjang sisa pelajaran, Ervan hanya diam sambil sesekali menatap ke bangku barisan belakang yang tak berpenghuni itu. Mungkin berharap Adhira segera kembali, meskipun temannya itu tidak akan muncul hingga akhir pelajaran.“Kamu dari mana?” bisik Kuswan.“Berak,” jawab Adhira asal. Dia membereskan buku yang masih berserakan di atas meja tanpa suara. Ada buku catatan pelajaran yang hari ini terangkum dalam buku tadi.“Aku sudah bantu catat materi hari ini. Kamu jang

    Terakhir Diperbarui : 2022-02-15
  • Dendam dan Rahasia Tuan Muda   Anak Panti

    Gerimis masih belum lekang dari pandangannya. Adhira mengusap wajahnya yang penuh dengan memar kebiruan. Dia duduk dan menunggu rasa sakit itu sirna. Namun selama apa pun dia menunggu, tubuhnya tetap tak bisa pulih seperti sedia kala. Dia melangkah tertatih mendekati ruas jalan yang kini lebih lengang. Namun beberapa meter setelah berjalan, tubuhnya kembali ambruk.Adhira mencoba berdiri dengan sisa tenaga yang dimilikinya, ketika uluran tangan datang padanya. Siswa laki-laki bermata hitam dan berwajah tirus itu tersenyum ramah padanya. Dia Lodra Refendra dengan payung biru berdiri separuh membungkuk di hadapan Adhira. Dengan segera dia memindahkan Adhira ke tempat duduk di terminal bus.“Kamu kenapa, Dhi?” Lodra mengeluarkan sapu tangan dari kantongnya dan mengelap wajah Adhira yang masih basah oleh air hujan. Entah sudah berapa banyak air yang menerpanya hari ini. Mungkin lumut akan melapisi kulitnya tak lama lagi.“Aku tidak apa-apa,”

    Terakhir Diperbarui : 2022-02-15
  • Dendam dan Rahasia Tuan Muda   Undangan kedua

    Ujian tengah semester berlangsung lebih khidmat dari biasanya. Entah mengapa, tidak ada murid yang berdesah kecewa pada saat Bu Tamara menyatakan waktu mengerjakan ujian telah usai. Lembar jawaban mereka digeser ke depan untuk kemudian diperiksa. Seluruh murid tampaknya berhasil melalui seluruh soal dengan baik. Bahkan Kuswan yang selalu mendapat nilai paling rendah pun bisa memperoleh angka yang jauh dari garis kelulusan.“Baik, ujian mid kali ini nilai kalian sangat memuaskan, pertahankan. Saya harap di ujian semester depan bisa lebih baik.” Bu Tamara berucap sambil melangkah keluar kelas.“Makasih ya,” bisik Kuswan. Dia seperti hendak mengecup tangan Adhira. Hal tadi membuat Adhira sontak menarik tangannya dari Kuswan. “Soalnya sama persis.”Adhira mengernyit sambil mengedipkan mata. Saat jam pelajaran kosong menjelang, Ervan menghampirinya. Tidak biasanya orang seperti Ervan berjalan ke meja belakang di jam istirahat.

    Terakhir Diperbarui : 2022-02-16
  • Dendam dan Rahasia Tuan Muda   Papa!

    Marmut bercorak putih kekuningan bermunculan dari balik pohon merbau berakar lebar itu. Laila mengelus salah satunya penuh semangat. Dia menyodorkan potongan wortel untuk mereka. Kini tubuhnya sudah dikelilingi puluhan marmut.“Lili!” seru Adhira turun mengejarnya memasuki kawasan hutan. “Apa yang kamu lakukan?”Adhira bernapas tersengal setelah dari tadi berkeliling bangunan panti mencari gadis kecil itu.“Papa!” Laila berdiri di antara marmut-marmut sambil menandak-nandak.Sambil menghela napasnya Adhira melangkah mendekati Laila. “Lain kali jangan jalan jauh-jauh.”Adhira mengamati kantung yang berisi potongan wortel yang tengah dibagikan ke para marmut itu. Pantas saja makan siang mereka hari ini tidak ada wortel. Semua persediaan wortel sudah diselundupkan Laila untuk hewan kecil ini.“Kamu jangan panggil aku papa lagi. Aku bukan papamu.”“Papa!” Laila terlih

    Terakhir Diperbarui : 2022-02-16
  • Dendam dan Rahasia Tuan Muda   Wili

    “Kalian baik-baik saja?”Dia tentu saja tak lupa dengan jantung Adhira yang hampir melompat dari kerangka rusuknya. Jika saja Ervan terlambat sedetik, entah berita apa yang akan diumbar dalam majalah pencinta lingkungan itu? Itu pun kalau ada yang tahu dan menemukan mereka dalam belantara ini. Barangkali jiwa mereka saja tak akan bisa membangunkan kekhawatiran orang-orang. Tapi Ervan tidak sama dengan orang-orang itu. Dia memperhatikan setiap jengkal pori-pori wajah Laila dan Adhira. Dia bahkan menggunakan jemarinya yang selalu bersih dari kotoran itu dan disekanya potongan daun kering yang masih terjerembab di leher Adhira.Hewan peliharaan tadi teronggok bersama hadiah kecil yang sedari tadi disuguhkan oleh Ervan. Bercak darah masih tertinggal di seragam beraroma lavender itu. Adhira segan membersihkannya karena pasti akan sulit melakukan hal itu.“Aku? Ya.” Adhira menelan ludahnya yang kental. Ketakutan belum seluruhnya menyingkir. &ld

    Terakhir Diperbarui : 2022-02-16
  • Dendam dan Rahasia Tuan Muda   Spina Bifida

    Bus menuju sekolah biasa melintasi jalan ini setiap tiga puluh menit sekali. Dengan jarak dari rumah ke sekolahnya saja Adhira sudah sering terlambat. Apalagi dengan tinggal di panti yang jaraknya tiga kali lipat itu. Namun ternyata tinggal di tempat itu membuat Adhira memiliki jadwal tidur lebih awal. Bunda Safira tidak segan-segan mengunci pintu kamar jika masih ada anak-anak belum tidur di luar jam istirahat. Tidak banyak yang bisa dilakukan Adhira kecuali tidur agar bisa bangun lebih awal keesokan harinya.Siang itu Adhira dibawa kedua kakinya mendekati rumah keluarga ‘Osman’. Dia berharap tidak ada paman ataupun bibinya di tempat itu. Walau itu sangat mustahil. Durga tidak akan melepaskan anak sematawayangnya walau sejengkal pun saat ini.Saat Adhira menginjak lahan rumah berpagar ilalang itu, terlihat mobil Om Willian keluar dari gerbang. Kiara berada di dalamnya. Mungkin hari itu adalah jadwal terapinya. Kuswan bilang dia pernah melihat Kiara di Ruma

    Terakhir Diperbarui : 2022-02-17

Bab terbaru

  • Dendam dan Rahasia Tuan Muda   Kenangan yang tersisa

    Perempuan itu menghampiri rumah tua yang tengah direnovasi menjadi bangunan klinik. Di sampingnya seorang pria tua duduk di kursi roda memandang dengan lesu. Sudah bertahun-tahun dia hidup dan tergantung pada putrinya.“Kak Ervan?” Kiara menyapa dengan lembut pada seorang pria yang masih sibuk mengatur susunan keramik di teras depan.“Di mana Kak Adhi?” tanyanya bingung.Ervan tertegun. Keningnya mengernyit. Serbuk besi dingin seolah menyendat paru-parunya. “Kiara, kamu kembali?”“Aku mendapat kiriman surat dari Kak Adhi seminggu lalu. Katanya dia ingin aku mengurus rumah ini.”“Surat?”Kiara menyerahkan amplop berisikan surat yang ditulis tangan oleh Adhira sendiri.Tahun lalu, atas permintaan Adhira, Ervan membawa Kiara ke luar kota dan mengubah identitasnya. Tadinya Kiara tahu ini bertujuan agar dirinya tidak dijatuhi hukuman atas kematian Teodro belasan tahun lalu. Selama setahun itu juga dia hanya menjalankan hidupnya tanpa kabar apa pun dari Adhira.Kiara berpikir Adhira pasti

  • Dendam dan Rahasia Tuan Muda   Catatan Penulis

    Terima kasih sudah ikut melangkah dan berjuang bersama dalam kisah ‘Dendam dan Rahasia Tuan Muda’. Tadinya judul yang akan dipakai adalah Pita Merah, karena ide awalnya didedikasikan untuk para pejuang HIV-AIDS. Adhira dalam cerita ini menggambarkan perjalanan seorang anak manusia yang sesungguhnya begitu cemerlang harus memupuskan masa depannya oleh tuduhan, pengucilan, stigmatisasi, dan pengabaian. Di dunia ini, semua yang terjadi pada Adhira bisa terjadi pada siapa saja. Serangan mental/fisik, isolasi, diskriminasi, begitu sering terjadi pada pengidap HIV-AIDS. Orang-orang menganggap penyakit ini adalah hukuman mati yang pantas diderita oleh kaum-kaum homoseksual, PSK, orang dari ras-ras tertentu, para pecandu, dan kaum-kaum marginal lainnya. Stigmatisasi dan perlakukan buruk yang didapatkan para penderita sesungguhnya bisa didapatkan siapa saja. Anak-anak dengan orang tua HIV-AIDS, komunitas LGBT, perempuan, laki-laki, anak-anak, orang tua, petugas kesehatan. Semua bisa mendapatk

  • Dendam dan Rahasia Tuan Muda    Sepucuk Surat

    Meskipun Adhira sudah tiada, dirinya hidup bagi Ervan, bagi pejuang HIV-AIDS lainnya, bagi kaum tersisihkan, kaum LGBT, para pecandu, orang-orang yang terkucilkan oleh stigmatisasi dan diskriminasi.“Klinik VCT/IMS ini didedikasikan oleh seorang sahabat untuk seluruh penderita HIV-AIDS. Klinik ini mencakup pencegahan, pemeriksaan, pengobatan, dan rehabilitasi yang nantinya akan diberikan secara cuma-cuma….”Pria di atas podium mendeklarasikan sambutan pembuka sebelum acara pemotongan pita peresmian dilakukan. Matanya berair saat melihat orang-orang, anak-anak, para lansia yang duduk menunggu dirinya berbicara itu.“Hari ini, demi mengenang sahabat yang telah pergi itu, saya akan menamainya dengan ‘Adhira’,” ucap Ervan menyudai sambutannya.Kediaman Limawan ditata ulang sejak dua tahun lalu. Dengan menggunakan dana hasil penjualan berlian merah, Ervan berhasil membangun sebuah klinik khusus yang bisa melayani penderita HIV-AIDS.Bangunan rumah dijadikan klinik utama. Sementara gudang y

  • Dendam dan Rahasia Tuan Muda   Jangan Takut, Hira

    “Aku tidak kenal dengan sia-sia,” jawab Ervan tanpa aura.Adhira hendak berdiri, tapi dia tak memiliki kekuatan untuk bangkit. Alih-alih mengelak dari rangkulan Ervan, Adhira menjauhkan tubuhnya ke tepi bangku. “Kamu ini benar-benar keras kepala!” umpat Adhira lemah. “Aku… hanya ingin menghabiskan sisa waktu yang ada ini untuk tetap bersamamu.”“Lalu mengapa kamu harus menyerah?”Terlihat wajah Ervan yang merah dan kembali basah oleh air mata.“Karena… aku tidak punya pilihan, Daffin!”Kekuatan Adhira mendadak terenggut dari dirinya, seolah darah yang berkumpul di jantungnya menolak untuk mengalir ke otaknya. Adhira gagal membuat tubuhnya bertahan dengan semua pertanyaan Ervan. Kepalanya kehilangan keseimbangan dan napasnya semakin berat.Dia begitu ingin menghapus kesedihan di wajah Ervan, tapi untuk menyentuhnya saja Adhira sudah tak lagi sanggup.“Sebutkan semua jalan yang kau sudah anjurkan padaku! Aku akan mematuhinya. Aku akan dengan giat menurutinya. Aku rela kamu memakiku, me

  • Dendam dan Rahasia Tuan Muda   Semua akan sia-sia

    Dari balik pintu ruang rawat yang masih ternganga, Ervan bersandar pada dinding, mendengar setiap pertemuan yang mengharu biru tadi dalam kepiluan. Dia masuk saat sudah berhasil membendung luapan kesedihan yang membanjiri kamar rawat Adhira. “Ervan!” ucap Adhira. “Lihat ulahmu!” Ervan mengambil tempat di samping Adhira. Menggenggam tangannya yang begitu dingin. “Cepat atau lambat Laila akan tahu.” Laila menarik Ervan dan merangkul mereka secara bersamaan. “Aku tidak menyangka Laila jadi secengeng ini. Kamu terlalu memanjakannya, Ervan,” ucap Adhira. “Aku tidak cengeng.” “Terus ini apa? Selimutku sampai basah seperti pengungsi banjir,” tukas Adhira. Laila menyudul perut Adhira karena kesal. “Hei, pelan-pelan, dinding perutku sangat rapuh sekarang.” Laila langsung menghentikan tindakan tadi. Wajahnya kembali muram karena dia sudah tahu bahwa Adhira mengidap penyakit yang belum dapat disembuhkan Ervan. “Aku harus kembali ke sekolah. Masih ada kelas tambahan,” ucap Laila tiba-t

  • Dendam dan Rahasia Tuan Muda   Dia memanggilku Lili

    Rintik hujan membasahi kaca jendela. Kemelut senja mewarnai langit yang mendung, mengantar bayang-bayang kelabu menuju malam. Seorang gadis memasuki ruang rawat dengan ekspresi sama sendunya dengan cuaca di luar. Adhira masih belum bangun dari tidur panjangnya. Dia baru cuci darah. Butuh prosedur yang rumit bagi pengidap HIV untuk mendapatkan mesin hemodialisa dan Ervan tak menyerah oleh hambatan tersebut. Adhira sempat membaik beberapa hari yang lalu, tapi kemudian, penyakit itu menggerogoti ginjalnya. Kedua tungkai kakinya mulai bengkak dan demamnya tak kunjung reda. Dia juga tak lagi bisa makan makanan biasa. Ervan harus menyuapi makanan yang lunak yang dibencinya itu agar perutnya tak kesakitan. Sesekali Adhira memohon untuk diizinkan makan nasi goreng, tapi Ervan harus melarangnya karena itu akan memperburuk kondisi tubuhnya. “Dokter Ervan, makanannya Laila letakkan di sini ya,” ucap Laila pelan. Dia segan memecah lamunan Ervan yang terlihat sangat serius itu. Ervan menganggu

  • Dendam dan Rahasia Tuan Muda   Jangan memarahinya

    Ervan duduk memandangi jendela yang basah oleh embun senja. Cuaca mendung mengisi hari yang kelam tersebut. Dia membisu untuk waktu yang sangat panjang. Saat Adhira dilarikan ke rumah sakit, kondisi yang ditemukan jauh dari ekspektasi Ervan. Dia menahannya selama dua bulan di penjara. Obat-obat itu dia telan untuk menghentikan gejala yang muncul. Namun tubuh yang sudah rongsok tersebut tak bisa melakukan sandiwara terus-menerus. Ali masuk dengan hati yang panas. Dia langsung melontarkan kekesalannya pada Ervan. “Baru sehari dia keluar dari penjara dan kamu sudah menggempurnya sampai babak belur. Kamu benar-benar tidak manusiawi, Ervan!” “Bagaimana keadaannya?” “Kamu sendiri tahu dengan jelas. Kenapa bertanya padaku?” “Aku… benar-benar salah.” “Kalian ini, aku tidak tahu harus berkata apa. Kurasa dia juga menginginkannya. Tapi harusnya kamu tahu seperti apa keadaan tubuhnya.” “Kamu benar. Aku tidak seharusnya melakukan ini di saat tubuhnya begitu rentan. Dia menahannya karena ti

  • Dendam dan Rahasia Tuan Muda   Hadiah Spesial untuk Dokter Elyas

    Ruang sang urolog tiba-tiba diramaikan oleh adanya pajangan heboh yang ditempel di depan pintunya. Perawat berbisik-bisik dan pengunjung yang lewat terkekeh geli.Elyas baru keluar dari ruang operasi dan melirik keramaian yang terjadi di depan ruang konsultasinya.Ali yang tengah melintasi tempat itu berdiri beberapa menit sambil berpikir. Saat Elyas datang dia segera memberi tahu berita baik tersebut, “Kau mendapat hadiah spesial dari seorang pasien.”Elyas mengernyit waspada. Dia tahu Ali bukan orang yang bisa bergurau dengan cara yang baik. Dia pasti hendak mengerjainya dengan sesuatu.Saat dia mencapai depan ruangannya, matanya memelotot. Sebuah bingkai berisi cairan pengawet dengan jaringan lonjong di dalamnya tertempel di pintu ruangan itu. Sebagai ahli urologi yang handal, tentu dia tahu benda apa itu.Sekonyong-konyong dia melepas benda itu dari pintunya. Namun bingkai itu tertempel dengan sangat erat. Dia memukul-mukul kacanya, tapi tak juga berhasil menyingkirkan pajangan it

  • Dendam dan Rahasia Tuan Muda   Milikmu sangat enak (+18)

    Peringatan: Mengandung adegan seksual eksplisit“Aku tidak kuat lagi, Daffin….”Sekali lagi Adhira memohon tanpa daya. Perutnya sudah menggembung terisi oleh cairan surgawi itu. Napasnya tersengal-sengal.“Kasihanilah pria berginjal tunggal ini.”Menatap air mata yang mengkristal di bola matanya, Ervan pun melakukan pelepasan terakhir. Dia menahan tubuh Adhira di atas tubuhnya dan secara perlahan menyangga Adhira ke dalam pelukannya.Penyatuan intim tadi pun terpisah.Adhira telentang lunglai, meraup udara lembab yang menyelubungi dirinya. Ervan membebaskan tawanannya tanpa melepas rangkulan. Dia mendekap rusa mungil yang gemetaran itu dengan erat, enggan membiarkannya terpapar hawa dingin terlalu lama. Adhira meletakkan kepalanya tepat di kerangka rusuk Ervan, mendengar detak jantung yang masih terpacu cepat.Ervan memeriksa pergelangan tangan Adhira yang merah akibat ikatan tadi. Dia mengelusnya penuh penyesalan sambil menjilatinya dengan segenap kelembutan, “Apakah masih sakit?”A

DMCA.com Protection Status