Keesokan paginya, Anna bangun dengan sakit kepala yang hebat. Lagi-lagi, ia terbangun di kamar Elang. Dia menemukan bahwa hal seperti ini selalu terjadi padanya akhir-akhir ini. Ini adalah ketiga kalinya dia membuka matanya di lingkungan yang asing. Dibilang tempat yang asing juga tidak, ia tahu dengan jelas tempat yang saat ini di tidurinya. Anna tanpa sadar melihat ke arah kamar mandi, merasa sebentar lagi akan ada yang keluar dari sana. Dengan cepat, ia langsung melihat secara saksama, akhirnya memastikan bahwa di dalam kamar mandi tidak ada orang. Sebelum dia bisa menghela nafas lega, tiba-tiba ada yang memanggil. Meski tidak telanjang, tetapi bajunya sudah hilang, dan pakaian yang dikenakan sekarang adalah kemeja laki-laki berukuran besar. "Sudah bangun?" Suara pelan terdengar dari arah jendela. Gorden yang tebal pun bergerak. Dari belakangnya muncul seseorang dengan badan besar dan memegang sepuntung rokok. “Bagaimana—” “Kau ada di sini?” Elang memotong perkataan Anna m
“Apa kau menemukan siapa yang dimaksud oleh Denn Kavin?” tanya Elang saat baru saja datang ke kantornya. Ervin yang lebih awal datang, menatap tajam ke arah Elang. “Jangan menatapku seperti itu! Katakan apa yang kau dapatkan tentang Denn Kavin. Dia bekerja untuk siapa,” cecar Elang sambil melepas jas dan duduk di kursi. Ervin masih tidak bergeming sama sekali, ia bahkan tidak merespon perkataan Elang, bagaikan patung Ervin berdiri membuat Elang menatapnya dengan tajam. “Ervin, apa kau tidak dengar apa yang aku katakan padamu?” tanya Elang. “Ervin,” panggil Elang dengan suara keras. “Aku dengar,” jawab Ervin dengan singkat membuat Elang sedikit kesal dengan sikap Ervin seperti itu. Beberapa berkas di atas meja, di buka oleh Elang. Pria itu memakai kacamata dan membaca satu persatu berkas di atas meja dan membubuhi tanda tangannya. “Denn Kavin berhasil memenangkan tender itu,” seru Ervin mulai membuka suara. Elang melihat ke arah Ervin. “Memenangkan tender ‘itu’?” tanya Elang sa
“Wanita itu lagi, wanita itu lagi. Aku istrimu, bukan wanita murahan itu.” Suara seorang wanita mendominasi di sebuah ruang kamar. Ia tengah marah pada pria yang saat ini tengah duduk di sudut ranjang. Pagi hari, harus di awali pertengkaran mereka. “Apa kau tidak bisa diam dan tidak mengomel,” pintah pria itu. Wajahnya terlihat keriput, padahal usianya masih tergolong cukup mudah. “Deff …” teriak wanita itu. “Kau—” “Kenapa kau selalu menyalahkanku, Clara? Dan kenapa kau terus menerus menyebutnya wanita murahan?” Pria itu menarikan nada bicaranya, pada Clara. Setiap hari selalu pertengkaran di antara mereka, tiada hari tanpa bertengkar. Lima tahun pernikahan, tidak pernah ada kata kebahagian di pernikahan mereka. Deff yang masih memikirkan Anna, ia bahkan masih mencintai wanita itu tetapi ia tidak bisa perbuatan yang dilakukan oleh Anna. Rasa benci dan cinta bercampur aduk membuatnya kesal. Sedangkan Clara, terus menyalahkannya tentang ia tidak pernah mencintainya, bahkan sete
Semua mata tertuju pada mobil yang telah berhenti di depan perusahaan. Clara dan Deff bahkan datang untuk siap menyambut tamu istimewa mereka itu. Rasa penasaran serta antusias Clara mengukir senyum di wajahya. Bagaimana tidak, ini akan menjadi sesuatu yang akan membuat imejnya bertambah jika dia memamerkannya pada para istri konglemerat yang lain. Namun, senyuman itu seketika hilang saat melihat wanita yang baru saja turun dari mobil di hadapannya. Matanya membulat dengan sempurna saat itu juga, mulut ternganga. Tidak hanya Clara yang terjekut, tetapi beberapa karyawan yang telah lama bekerja untuk mereka terkejut melihat sosok wanita yang baru saja turun itu. “Am-m—” Clara bergumam dengan terbata-bata sambil mengepal tangannya dengan erat. “D-dia kembali?” tanya Clara membantin. “A-apa dia benar-benar kembali?” tanyanya. “K-kau kembali?” ucap Deff pelan. “Apa itu benar-benar kau? Setelah 5 tahun, kau kembali lagi?” Deff memegang dadanya, ada rasa sakit di sana tetapi ia tidak b
“Tapi dengan satu syarat,” ucap Febia dengan serius membuat Deff dan Clara saling berpandangan satu sama lain. Deff paham, pasti seorang investor besar akan meminta persyaratan saat mereka akan menanamkan modal di perusahaan, itu hal wajar. Pria itu sedikit gugup saat menunggu apa yang syarat yang diinginkan oleh wanita di hadapannya, ia berharap pensyaratan yang akan diberikan padanya, tidak terlalu sulit. Semua orang terdiam, tidak ada yang membuka suara. Febia sedikit gugup, saat mengatakan syarat yang diminta oleh Anna. Setelah ia yakin untuk mengatakannya, Febia segra mengatakannya. “Berikan aku saham 35% serta ikut andil dalam beberapa keputusan besar,” ucap Febia lantang membuat Deff dan Clara terkejut dengan permintaan wanita yang berada di hadapannya. “Apa? 35%?” tanya Deff dan Clara secara bersamaan. Keduanya begitu shock mendengar apa yang dikatakan oleh wanita di hadapan mereka itu. “Itu tidak mungkin. Kami tidak mungkin memberikan saham sebanyak itu.” Pasangan itu m
“Aku tidak percaya, kau melakukan sesuatu yang menghancurkan hidup orang lain. Wanita yang telah aku anggap saudari kandung, menusukku dari belakang.” Anna mengatakannya dengan lantang. Wanita di hadapannya itu membuat Anna geram mengingat apa yang dilakukan Clara. Hidupnya hancur saat wanita itu mengkhianatinya, ia bahkan tidak pernah menyadari jika sebenarnya seekor rubah tengah menyamar.Hal paling memilukan adalah ketika harga dirinya diinjak-injak. “Menghancurkan pernikahan yang sejak lama aku impikan. Kau menghancurkannya.” Setelah bertahun-tahun, akhirnya Anna bisa mengatakan sesuatu pada wanita di hadapannya itu. “Kau menghancurkan cinta kami, Clara.” “Ya. Aku melakukannya. Aku membuat hidupmu hancur. Itu karena Deff, karena Deff mencintaimu.” Clara mengatakan hal itu dengan lantang membuat Anna terdiam sesaat.Rasa kesal meledak di hatinya. Bertemu dengan Anna membuatnya semakin takut jika dia akan kehilangan apa yang dia miliki selama ini. Deff, dia tidak ingin kehilangan
Setelah kembali dari perusahaan, Anna segera ke kamar mandi untuk membersihkan diri.Tubuhnya terasa lengket karena berkeringat karena itu ia memutuskan untuk membersihkan diri."Jangan lupa membaca dokumennya," ucap Febia mengingatkan padanya.iPad yang tergeletak di atas nakas diliriknya sekilas, ia tidak ingin memeriksa pekerjaannya tapi jika tidak dia lakukan, Febia akan memarahinya.Anna pun memilih untuk segera mandi, tidak lupa, ia membawa iPad yang diberikan oleh Febia untuk diperiksa olehnya.Pekerjaannya cukup banyak hari ini, beberapa laporan harus diselesaikannya dalam waktu dekat. Namun perasaannya cukup lega, saat melihat Bathtub yang telah isi. “Dia tahu, apa yang aku sukai,” seru Anna sambil melepaskan pakaian dan berendam di dalam bathtub yang telah isi air yang ditaburi kelopak mawar. Di pinggiran bathtub pun lilin aroma terapi dihidupkan.Anna memejamkan mata, menikmati sensasi air bertabur mawar itu.Tiba-tiba tubuhnya berdesir, sekelebat ingat muncul."Sial. kena
“ …. Dia bahkan membuatku tidur dengan seorang pria, di malam pernikahanku.” Elang terdiam, saat mendengar perkataan wanita yang ditaksirnya itu. Ia menatap Anna dengan lekat, ada kesedihan terpancar sangat jelas di raut wajah wanita itu. Wajah Anna memerah, karena dipengaruhi alkohol. Perasaan Anna bercampur aduk saat mengingat apa yang telah dilakukan oleh Ambar, sahabatnya. Wanita itu membuat hidupnya hancur, bahkan sampai ke titik terendah. sampai membuatnya ingin bunuh diri. Begitu kejam Ambar padanya. "Dia membuatku tidur dengan pria," tegas Anna sekali lagi. "Kemudian dia memfitnah dan menikah dengan tunanganku. Miris bukan, hidupku?" “Kau mabuk. Aku akan mengantarkanmu pulang,” seru Elang, saat ia akan membantu Anna berdiri tangannya di tampik, sambil menggendong Anna yang mulai tidak sadarkan diri. Mendengar apa yang dikatakan Anna, membuat hati Elang sedikit terenyuh. Membuatnya penasaran, apa yang sebenarnya terjadi pada gadis yang ditaksirnya itu. Apa yang tidak dik
“Kenapa dengan wajahmu?” tanya Elang Aderra, bukan jawaban yang diberikan oleh Febia membuat Elang Aderra segera bergegas masuk ke dalam mobil. “Hai …” Sebuah senyuman terbit disertai sapaan pada Elang Aderra. Pria itu perlahan-lahan keluar dari membuat Sharon mengerutkan keningnya. “Kenapa kau seperti melihat hantu? Kau tidak akn masuk?” tanya Sharon membuat Elang Aderra perlahan-lahan memundurkan tubuhnya dan mengunci pintu mobil. “Sejak kapan, wanita itu—“ Perkataan Elang Aderra mengantung. “Saat Anna masuk ke dalam mobil,” ucap Febia seakan tahu kalimat terakhir yang ingin ditanyakan oleh Elang Aderra padanya. Ervin yang sejak tadi sudah di dalam mobil, mengerutkan keningnya melihat Elang Aderra yang belum masuk ke dalam mobil, ia pun ke luar. “Ada apa? Apa terjadi masalah?” tanya Ervin. Sreett! Kaca mobil terlihat terbuka, memperlihatkan seorang wanita yang saat ini tengah duduk. “Apa yang kalian lakukan di sana? Febia, apa kita tidak akan pulang?” tanya Sharon membuat Erv
“Oh. Aku tahu, apa dia salah satu pria yang tidur denganmu?” tanya Deff dengan suara lantang. Plak! Satu tamparan mengenai wajah Deff, Anna menatap pria itu penuh emosi. Bisa-bisanya pria itu melontarkan kalimat yang membuatnya sakit hati. Deff hanya bisa menyeka ujung bibirnya menggunakan lidah karena rasa sakit. “Jangan bicaramu. Kau tidak berhak mengatakan seperti itu padaku,” ucap Anna dengan tatapan penuh emosi. Bahkan, terlihat air mata tertahan di pelupuk matanya. Rasa sakit yang berasal dari dalam hati kini menjalar disekujur tubuhnya. Entah kenapa, rasa sakit itu, begitu tidak bisa membuatnya menahan diri. Anna mengepal tangannya dengan sangat erat. Ia tidak habis pikir, bisa-bisanya pria itu mengatakan hal menyakitkan padanya. “Terus bagaimana kau menjelaskan padaku tentang hubunganmu dengan Elang Aderra? Bukankah kau menggodanya?” “Aku tidak pernah melakukan hal yang seperti kau tuduhkan padaku, tapi percuma juga aku menjelaskan padamu, pria yang hatinya sudah dinodai
Pamer Kemesraan 2 Ma-maaf, tuan Elang Aderra. Apa yang sedang—“ “Aku hanya tidak ingin kekasihku capek karena berdiri. Jadi, aku memberinya tempatku.” Mata Clara begitu membulat sempurna mendengar pernyataan yang baru saja dikatakan oleh Elang Aderra. Kekasih? Reuel Anna kekasihnya? Tidak hanya Clara, bahkan Anna sendiri bahkan begitu terkejut. Bisa-bisanya, pria itu mengatakan jika dia adalah kekasihnya, bahkan dengan santainya mengusap rambutnya. Anna terdiam sejenak. "Sharon. Aku harap kau bisa membantu, keluar dan pukul wajah pria ini," ucap Anna membatin. "Kenapa aku harus melakukannya? Bukankah kau sangat tidak ingin jika aku mengantikan posisimu? Kau bahkan membuatku tidur." Sharon menjawab dengan begitu menusuk membuat Anna menyesal meminta bantuan pada kepribadiannya itu. "Sebaiknya kau selesaikan masalahmu saja sendiri." Anna menghela napas kasar, saat mendengar perkataan Sharon. "Aku tidak bisa melakukannya." "Kenapa? Karena saat ini kau berpura-pura menjadi seo
Elang Aderra melangkah turun dari mobil bertepatan dengan mobil milik Anna yang tiba di perusahaan milik Deff. Keduanya saling bertatapan satu sama lain, sampai akhirnya Febia memilih masuk lebih dulu, dan Anna mengikutinya dari belakang. Pria itu terkejut melihat Anna yang berada di sana, lebih anehnya lagi bukan dia yang diikuti tetapi mengikuti. “Apa aku tidak salah lihat. Ervin?” tanya Elang Aderra melepas kacamatanya, dia pikir mungkin karena dia memakai kacamata dia jadi salah lihat.Dia masih menatap ke arah wanita yang baru saja masuk itu. Tatapannya dipenuhi rasa ingin tahu, dengan apa yang dilihatnya. “Tidak. Kau tidak salah lihat. Dia mengawal Febia,” ucap Ervin menatap dua wanita yang baru saja masuk ke perusahaan itu. “Apa kau bisa jelaskan padaku, apa yang sebenarnya terjadi?” tanya Elang Aderra membuat Ervin menggelengkan kepalanya. Bagaimana dia tahu apa yang terjadi, sedangkan dia baru saja melihat hal itu. Keduanya terdiam, membuat beberapa orang yang melihat El
Biar kami menyelesaikan masalah kami “Wanita bodoh ini. Bisa-bisanya dia memberontak,” umpat Sharon. “Hai … kita bertemu lagi, sepertinya kalian kau bercerita banyak hal dengan Anna.” Elang Aderra yang berada di samping menatapnya dengan raut wajah berubah. Apalagi saat tahu jika Anna tidak sadarkan diri, maka Sharon yang akan mengambil alih tubuh wanita itu. “Kenapa dengan wajahmu? Apa kau tidak suka melihatku?” tanya Sharon yang melihat wajah Elang Aderra yang tertekan saat melihatnya. “Ya.” Sharon melirik ke arah Elang Aderra, kemudian memutar bola matanya karena tidak menyukai jawaban Elang Aderra. “Sial. Sepertinya tidak ada yang menyukai kehadiranku,” keluh Sharon sambil menyandarkan tubuhnya. Wanita itu malas untuk membuka suara. Bahkan sampai rumah, ia langsung masuk ke dalam kamar dan menutup pintu dengan kesal. Febia yang melihat Sharon, hanya bisa menghela napasnya. Ia sangat tahu jika wanita itu tengah marah. “Apa kau bisa jelaskan apa yang sedang terjadi?” tanya E
“Tidak. Aku tidak akan membiarkan kau berbicara dengannya,” tegas Sharon kemudian melangkah pergi dari sana. Sharon tidak akan membiarkan Anna berbicara dengan pria itu, itu menandakan dia benar-benar gagal membuat Elang Aderra menjauh dari Anna. Beberapa saat kemudian, langkah terhenti dan wanita itu pingsan tepat di depan pintu. “Anna …” Elang Aderra segera beranjak dari tempat duduknya saat melihat wanita itu pingsan. “A-Sharon.” Elang Aderra bingung harus memanggil wanita itu dengan panggilan apa, apakah Anna atau Sharon. Elang Aderra segera mengendongnya dan membaringnya di sofa, ia pun meminta agar Ervin mengambil air untuk diminum. “Kau tidak apa-apa?” Elang Aderra bertanya, ia tidak tahu harus memanggilnya dengan sebutan apa. Saat membuka mata, hal yang pertama kali dilihatnya adalah Elang Aderra dan Ervin. “Kenapa aku ada di sini?” tanya wanita itu dengan kebingungan. Elang Aderra yang melihat raut wajah kebingungan itu, membuatnya mengerutkan kening. “K-kau siapa?
“Apa maksudmu dengan wanita bodoh?” tanya Seon terbata-bata, agak ragu karena ia melihat jika wanita di hadapannya jauh berbeda dari yang dikenalnya. “Iya. Wanita bodoh ini. Reuel Anna. Siapa lagi, dia sangat bodoh,” tegas Sharon sambil menunjuk ke diri sendiri. “Tapi itu ‘kan, kau—“ “No. I’am Not Reuel Anna. I’am Sharon, S-H-A-R-O-N,” ucap Sharon mengeja namanya. Elang Aderra masih belum menyadari apa yang sebenarnya terjadi. Jelas-jelas di hadapannya saat ini adalah Reuel Anna, tetapi kenapa wanita itu mengatakan jika dia bukan Anna tetapi Sharon. “Sharon? T-tapi—wajahmu—“ Perkataan Elang Aderra terhenti. Melihat wajah Elang Aderra yang masih belum paham, Sharon mematikan telepon. “Aku bukan Reuel Anna, aku Sharon.” Sharon kembali menegaskan. Ia tidak ingin disamakan oleh Reuel Anna. “Kau melihatku seperti dia, karena kami berada pada satu tubuh,” tegas Sharon mencoba menjelaskan. Namun, apa yang dikatakannya percuma saja karena dua orang pria yang tengah bersamanya sama se
"Baiklah. Mari kita lihat, apa kau akan menyukainya lagi saat tahu jika dia memiliki kepribadian ganda?" tanya Sharon kemudian melangkah memarkirkan mobilnya. Bibirnya terus saja menerbitkan senyum, ia benar-benar penasaran apa yang akan terjadi jika Elang Aderra mengetahui fakta yang akan diungkapkannya. Apakah pria itu akan tetap mendekati Reuel Anna atau meninggalkannya. Seberapa terkejutnya pria itu mengetahui fakta yang sangat besar. Kaki Sharon begitu cepat masuk ke dalam perusahaan. Dress selutut, serta menggunakan mantel tidak lupa kacamata hitam, riasan tipis, lipstik tipis dipakai membuatnya terlihat anggun. Orang-orang tidak akan meremehkan dirinya yang seperti itu, berbeda dengan pakaian yang dipakai oleh Anna. Ia berhenti dan melihat sekitar kemudian menuju resepsionis tetapi tempat itu kosong. "Ke mana mereka? Apa tidak kerja? Bukankah seseorang harus menjaga di sini?” tanyanya sambil mengedarkan pandangan. “Apa pergi ke toilet?” tanyanya. Seorang Security datang m
Tring! Ponsel milik Ambar berbunyi. Ia segera membuka pesan yang dikirimkan padanya. Mataya membulat sempurna saat melihat foto yang dikirimkan padanya. “Anna Keola?” Ambar mengepal tangannya dengan erat saat melihat foto yang baru saja dikirim oleh wanita di seberang telepon. Wajahnya berubah, kemarin dia baru bertemu dengan Anna dan wanita itu tidak menunjukan jika dia kaya, tetapi wanita di foto itu berbelanja begitu banyak barang brended membuat Ambar tidak percaya dengan apa yang dilihatnya saat itu juga. “TIdak mungkin dia. Aku bertemu dengan Anna kemarin, ia menjadi asisten dari orang yang menjadi investor di perusahaanku. Asisten wanita misterius itu, mungkin dia hanya diminta untuk berbelanja oleh wanita itu,” sanggah Ambar. Telepon terputus saat itu juga. Ambar membanting ponsel membuat ponsel itu retak. Ia melihat sekilas ponslenya kemudian merebahkan tubuhnya di sofa. Ia cukup lelah dengan apa yang tengah terjadi padanya. Hal yang membuatnya begitu frustrasi karena