Di dalam penthouse, Elang begitu kesal karena Anna tidak kunjung datang. Padahal ia sangat menginginkan kehadiran wanita itu. Melihat raut wajah Elang, membuat Ervin mengerutkan keningnya. “Kenapa?” tanya Ervin. “Kenapa dia tidak datang menemuiku? Padahal aku menyimpan ponselnya.” Elang menggerutu dengan kesal. “Aku ingin pergi,” ucap Elang membuat Ervin mengerutkan kening. Di bar, Anna tengah duduk sambil berbincang bersama dengan Mike. “Kayaknya dia nggak punya masalah deh,” katanya berkata tanpa berpikir. “Kalo nggak ada masalah, mungkin saja bisa masalah di orientasinya.” Pihak lain menatapnya dan memberikan tebakan yang sangat berani, “Mungkin saja dia menyukai laki-laki?” “Dia jelas nggak mungkin suka sesama jenis!” kata Anna yakin. Sekarang, giliran semua orang yang melihatnya dengan heran. Anna merasa malu dan merasa bahwa dia berperilaku tidak normal. Jadi, dia mencoba menjelaskan dan menemukan bahwa tatapannya tiba-tiba berpindah ke belakangnya. Dia menoleh
Keesokan paginya, Anna bangun dengan sakit kepala yang hebat. Lagi-lagi, ia terbangun di kamar Elang. Dia menemukan bahwa hal seperti ini selalu terjadi padanya akhir-akhir ini. Ini adalah ketiga kalinya dia membuka matanya di lingkungan yang asing. Dibilang tempat yang asing juga tidak, ia tahu dengan jelas tempat yang saat ini di tidurinya. Anna tanpa sadar melihat ke arah kamar mandi, merasa sebentar lagi akan ada yang keluar dari sana. Dengan cepat, ia langsung melihat secara saksama, akhirnya memastikan bahwa di dalam kamar mandi tidak ada orang. Sebelum dia bisa menghela nafas lega, tiba-tiba ada yang memanggil. Meski tidak telanjang, tetapi bajunya sudah hilang, dan pakaian yang dikenakan sekarang adalah kemeja laki-laki berukuran besar. "Sudah bangun?" Suara pelan terdengar dari arah jendela. Gorden yang tebal pun bergerak. Dari belakangnya muncul seseorang dengan badan besar dan memegang sepuntung rokok. “Bagaimana—” “Kau ada di sini?” Elang memotong perkataan Anna m
“Apa kau menemukan siapa yang dimaksud oleh Denn Kavin?” tanya Elang saat baru saja datang ke kantornya. Ervin yang lebih awal datang, menatap tajam ke arah Elang. “Jangan menatapku seperti itu! Katakan apa yang kau dapatkan tentang Denn Kavin. Dia bekerja untuk siapa,” cecar Elang sambil melepas jas dan duduk di kursi. Ervin masih tidak bergeming sama sekali, ia bahkan tidak merespon perkataan Elang, bagaikan patung Ervin berdiri membuat Elang menatapnya dengan tajam. “Ervin, apa kau tidak dengar apa yang aku katakan padamu?” tanya Elang. “Ervin,” panggil Elang dengan suara keras. “Aku dengar,” jawab Ervin dengan singkat membuat Elang sedikit kesal dengan sikap Ervin seperti itu. Beberapa berkas di atas meja, di buka oleh Elang. Pria itu memakai kacamata dan membaca satu persatu berkas di atas meja dan membubuhi tanda tangannya. “Denn Kavin berhasil memenangkan tender itu,” seru Ervin mulai membuka suara. Elang melihat ke arah Ervin. “Memenangkan tender ‘itu’?” tanya Elang sa
“Wanita itu lagi, wanita itu lagi. Aku istrimu, bukan wanita murahan itu.” Suara seorang wanita mendominasi di sebuah ruang kamar. Ia tengah marah pada pria yang saat ini tengah duduk di sudut ranjang. Pagi hari, harus di awali pertengkaran mereka. “Apa kau tidak bisa diam dan tidak mengomel,” pintah pria itu. Wajahnya terlihat keriput, padahal usianya masih tergolong cukup mudah. “Deff …” teriak wanita itu. “Kau—” “Kenapa kau selalu menyalahkanku, Clara? Dan kenapa kau terus menerus menyebutnya wanita murahan?” Pria itu menarikan nada bicaranya, pada Clara. Setiap hari selalu pertengkaran di antara mereka, tiada hari tanpa bertengkar. Lima tahun pernikahan, tidak pernah ada kata kebahagian di pernikahan mereka. Deff yang masih memikirkan Anna, ia bahkan masih mencintai wanita itu tetapi ia tidak bisa perbuatan yang dilakukan oleh Anna. Rasa benci dan cinta bercampur aduk membuatnya kesal. Sedangkan Clara, terus menyalahkannya tentang ia tidak pernah mencintainya, bahkan sete
Semua mata tertuju pada mobil yang telah berhenti di depan perusahaan. Clara dan Deff bahkan datang untuk siap menyambut tamu istimewa mereka itu. Rasa penasaran serta antusias Clara mengukir senyum di wajahya. Bagaimana tidak, ini akan menjadi sesuatu yang akan membuat imejnya bertambah jika dia memamerkannya pada para istri konglemerat yang lain. Namun, senyuman itu seketika hilang saat melihat wanita yang baru saja turun dari mobil di hadapannya. Matanya membulat dengan sempurna saat itu juga, mulut ternganga. Tidak hanya Clara yang terjekut, tetapi beberapa karyawan yang telah lama bekerja untuk mereka terkejut melihat sosok wanita yang baru saja turun itu. “Am-m—” Clara bergumam dengan terbata-bata sambil mengepal tangannya dengan erat. “D-dia kembali?” tanya Clara membantin. “A-apa dia benar-benar kembali?” tanyanya. “K-kau kembali?” ucap Deff pelan. “Apa itu benar-benar kau? Setelah 5 tahun, kau kembali lagi?” Deff memegang dadanya, ada rasa sakit di sana tetapi ia tidak b
“Tapi dengan satu syarat,” ucap Febia dengan serius membuat Deff dan Clara saling berpandangan satu sama lain. Deff paham, pasti seorang investor besar akan meminta persyaratan saat mereka akan menanamkan modal di perusahaan, itu hal wajar. Pria itu sedikit gugup saat menunggu apa yang syarat yang diinginkan oleh wanita di hadapannya, ia berharap pensyaratan yang akan diberikan padanya, tidak terlalu sulit. Semua orang terdiam, tidak ada yang membuka suara. Febia sedikit gugup, saat mengatakan syarat yang diminta oleh Anna. Setelah ia yakin untuk mengatakannya, Febia segra mengatakannya. “Berikan aku saham 35% serta ikut andil dalam beberapa keputusan besar,” ucap Febia lantang membuat Deff dan Clara terkejut dengan permintaan wanita yang berada di hadapannya. “Apa? 35%?” tanya Deff dan Clara secara bersamaan. Keduanya begitu shock mendengar apa yang dikatakan oleh wanita di hadapan mereka itu. “Itu tidak mungkin. Kami tidak mungkin memberikan saham sebanyak itu.” Pasangan itu m
“Aku tidak percaya, kau melakukan sesuatu yang menghancurkan hidup orang lain. Wanita yang telah aku anggap saudari kandung, menusukku dari belakang.” Anna mengatakannya dengan lantang. Wanita di hadapannya itu membuat Anna geram mengingat apa yang dilakukan Clara. Hidupnya hancur saat wanita itu mengkhianatinya, ia bahkan tidak pernah menyadari jika sebenarnya seekor rubah tengah menyamar.Hal paling memilukan adalah ketika harga dirinya diinjak-injak. “Menghancurkan pernikahan yang sejak lama aku impikan. Kau menghancurkannya.” Setelah bertahun-tahun, akhirnya Anna bisa mengatakan sesuatu pada wanita di hadapannya itu. “Kau menghancurkan cinta kami, Clara.” “Ya. Aku melakukannya. Aku membuat hidupmu hancur. Itu karena Deff, karena Deff mencintaimu.” Clara mengatakan hal itu dengan lantang membuat Anna terdiam sesaat.Rasa kesal meledak di hatinya. Bertemu dengan Anna membuatnya semakin takut jika dia akan kehilangan apa yang dia miliki selama ini. Deff, dia tidak ingin kehilangan
Setelah kembali dari perusahaan, Anna segera ke kamar mandi untuk membersihkan diri.Tubuhnya terasa lengket karena berkeringat karena itu ia memutuskan untuk membersihkan diri."Jangan lupa membaca dokumennya," ucap Febia mengingatkan padanya.iPad yang tergeletak di atas nakas diliriknya sekilas, ia tidak ingin memeriksa pekerjaannya tapi jika tidak dia lakukan, Febia akan memarahinya.Anna pun memilih untuk segera mandi, tidak lupa, ia membawa iPad yang diberikan oleh Febia untuk diperiksa olehnya.Pekerjaannya cukup banyak hari ini, beberapa laporan harus diselesaikannya dalam waktu dekat. Namun perasaannya cukup lega, saat melihat Bathtub yang telah isi. “Dia tahu, apa yang aku sukai,” seru Anna sambil melepaskan pakaian dan berendam di dalam bathtub yang telah isi air yang ditaburi kelopak mawar. Di pinggiran bathtub pun lilin aroma terapi dihidupkan.Anna memejamkan mata, menikmati sensasi air bertabur mawar itu.Tiba-tiba tubuhnya berdesir, sekelebat ingat muncul."Sial. kena