Share

Latihan

Author: Raiha Raisha
last update Last Updated: 2022-06-24 16:01:29

“Hahhh…..Hahh….”

Raksha berlari berulang kali membuka mulutnya lebar untuk mengambil napas sebanyak mungkin. Dadanya sudah kembang kempis, jantungnya berdegup cepat, tubuhnya bercucuran keringat deras, bahkan kepalanya pun semakin pusing. Namun dia berusaha sekuat mungkin untuk terus menapakkan kakinya yang sudah pegal itu untuk terus berlari memutari bukit sekitar 10.000 kaki dari desanya.

Raksha berlari semenjak tengah siang hingga langit kian jingga. Kedua pergelangan tangan dan kakinya diikat rantai besi dari gurunya. Rantai itu adalah rantai khusus yang membuat kekuatannya tertahan sehingga dia tidak bisa melepaskan seluruh tenaga dalamnya. Gurunya bilang rantai ini biasa dipakai Prajurit Kerajaan Kanezka untuk melemahkan Pendekar Dunia Arwah.

“Berlarilah sekuat yang kau bisa, Raksha. Putari bukit ini.”

“Berapa putaran, guru?”

“Sebanyak yang kau bisa….sampai kau sadar kalau berlatih menjadi pendekar Dunia Arwah tidaklah semudah membalikkan telapak tangan.”

Sekilas, Raksha mengingat kembali percapakan terakhirnya dengan gurunya sebelum dia mulai disuruh berlari mengitari bukit dekat desanya. Memang, setelah menjalani latihan berat ini, dia tidak merasakan sedikit pun antusias yang sama seperti sebelumnya. Hanya ada rasa nyeri, lelah, dan pahit. Sempat terpintas berkali-kali keinginan untuk menyerah. Namun pada akhirnya, dia tetap memilih untuk mengangkat kakinya dan menganyun kedua lengannya untuk lanjut berlari.

Raksha terhuyung, Lututnya yang sudah lemas membuat dia tersandung lalu terjatuh. Dia tersungkur sejenak sambil mengatur napasnya. Kulitnya serasa terbakar karena panas tubuhnya. Semua rasa antusias yang dia rasakan sebelum memulai latihan ini luntur saat rasa sakit di tiap ototnya itu menerpa. Rasa sesal berulang kali menyelimuti hatinya, tetapi pada akhirnya, dia lanjut merangkak sambil menunggu rasa sakit di kakinya mereda.

Setelah dirasa sudah kuat lagi, Raksha bangun. Dia tidak langsung berlari, tetapi berjalan perlahan, mempersiapkan tubuhnya lagi, lalu lanjut berlari pelan. Rasa sakit dan nyeri kembali menusuk, tetapi Raksha memfokuskan dirinya untuk mengatur tempo napas dan kecepatan larinya untuk meredakan semua kesakitan itu. Hal yang dia tuju adalah konsisten untuk terus berlari.

Langit jingga di sore kala itu perlahan gelap, menandakan malam telah tiba. Raksha tidak sadar kalau di belakangnya, Jayendra berjalan cepat mengikutinya dari belakang entah sejak kapan. Raksha lari lambat sehingga Jayendra masih bisa mengimbangi kecepatannya.

“Kau lari dari pagi sampai malam, Raksha.” ujar Jayendra di sebelah Raksha. Muridnya itu tampak kaget, tetapi dia masih mempertahankan kecepatan larinya.

“Y-ya….guru….” Raksha langsung terengah-engah hanya untuk menjawab gurunya itu.

“Kau menyiksa dirimu lebih dari yang seharusnya, Raksha. Apa kau begitu inginnya menjadi Pendekar Dunia Arwah?”

“Bukan itu, guru. Aku tidak punya pilihan lain.”

“Tidak punya pilihan lain?”

“Aku lebih baik mati saat berlatih seperti ini darpiada aku mati dalam kesedihan ditinggalkan keluargaku dan direnggut kebebasanku”

Jayendra tersenyum. Dia melihat tatapan muridnya yang nanar dan kabur. Tangannya bergerak cepat untuk merangkul Raksha yang tumbang karena sudah tidak kuat lagi. Dia bisa merasakan muridnya masih mendorongnya perlahan untuk lanjut berlari, tapi ketika dia melihat tatapan kosong muridnya, dia tahu kalau Raksha sudah kehilangan kesadaran. Muridnya ini benar-benar berupaya untuk menembus batasan pada dirinya, pikir Jayendra sambil tersenyum.

“Cukup, istirahatlah, muridku. Kita akan lanjutkan ini di tengah malam.” Jayendra mengusap sekilas kedua mata muridnya itu hingga tertutup. Dia lalu melepas rantai yang mengikat kedua pergelangan tangan dan kaki muridnya. Tepat setelah itu, Raksha tersungkur pingsan

***

“Ah!”

Raksha mendadak bangun dengan perasaan gundah. Langit malam penuh bintang adalah hal pertama yang dia lihat. Rasa nyeri dan letih yang melanda tidak lagi menahan tubuhnya sehingga dia reflek lanjut berlari untuk mengelilingi bukit walau kesadarannya belum sepenuhnya pulih.

Sebelum Raksha menapakkan kakinya lagi, dia reflek berhenti ketika melihat mayat harimau ada didepannya. Darah harimau itu masih mengucur dari lehernya yang robek, tetapi Raksha yakin kalau harimau itu telah mati karena dia tidak mendengar suara hembusan napas dan dadanya pun tampak datar.

“Kau sudah bangun, Raksha.”

“Guru?!” Raksha kaget karena baru sadar gurunya itu tengah duduk di batu besar yang ada sekitar 15 kaki di sebelahnya.

“Saya akan lanjut ber-“

“Jangan. Lanjutkan saja besok pagi. Sekarang kita akan fokus pada pengendalian arwah.” sela Jayendra.

Raksha merasakan tubuhnya lebih ringan dari biasanya. Dia baru tahu ternyata rantai di pergelangan tangan dan kakinya hilang, yang berarti gurunya telah melepaskannya.

“Harimau itu hampir memangsamu ketika kau tertidur.” Jayendra menunjuk bangkai harimau yang ada didepan muridnya.

Di Nusantara ini, selain hewan buas yang dapat mengancam siapapun, ada juga siluman yang dapat menyerang untuk memangsa manusia dengan taruhan nyawa. Semenjak pendekar Dunia Arwah diburu, para siluman kian buas sehingga Pendekar Pedang Cahaya harus turun tangan untuk membasmi mereka. Hal ini berbeda dengan Pendekar Dunia Arwah yang menjinakan siluman dengan ritual dan menyuguhkan sesajen sehingga para siluman tidak mengganggu manusia.

Raksha menelan ludahnya. “T-terima kasih, guru….”

“Dia baru saja mati, Raksha. Bagi pendekar dunia arwah pemula sepertimu, membangkitkan arwah untuk mahluk yang baru saja mati jauh lebih mudah. Cobalah.”

Raksha sebenarnya masih bingung ketika mendengar instruksi gurunya. Dia membuka perban yang melilit lengan kirinya seraya mengingat kembali momen dimana dia menyerap arwah prajurit dulu.

Tepat setelah itu, lengan kiri Raksha memancarkan aura ungu tua yang menekan. Semakin dia memfokuskan diri pada aura itu, dia merasakan kalau lengan kirinya itu terhubung dengan tangan mistis yang kuat dan tangguh yang bisa dia gunakan untuk merenggut sesuatu yang menjadi sasarannya.

Raksha menatap cermat mayat harimau yang ada didepannya itu. Dia tidak hanya melihat jasad, tetapi juga api ungu kehitaman yang redup didalam jiwanya. Dia tahu api ungu kehitaman itu tidak bisa dilihat oleh sembarang, kecuali pendekar dunia arwah.

“Apa yang kau lihat adalah arwah murni si harimau sebelum dia pergi ke dunia arwah, Raksha. Kau bisa merenggutnya untuk membuat dia menjadi prajurit arwahmu.” Jayendra menjelaskan.

“B-baik, guru….” balas Raksha meyakinkan dirinya sendiri.

Raksha menghampiri jasad harimau itu lalu meraih perlahan api ungu kehitaman didalamnya dengan telapak tangan kirinya yang menembus masuk ke dalam jasad sang harimau. Rasanya seperti merogoh jeroan binatang dengan tangannya sendiri, pikirnya.

Raksha bisa merasakan sensasi hangat ketika dia menggenggam api jiwa sang harimau. Namun rasa hangat itu mendadak berganti menjadi sengatan panas yang perih. Dia hampir menjerit karena panas yang menusuk. Dia bahkan bisa mendengar suara auman harimau yang menggelegar dalam kepalanya.

“AUUMMM!!!”

“A-apa ini?!”

“Jangan takut, Raksha! Arwah pasti akan memberontak apabila kau ragu dan takut! Tunjukkan padanya kalau kau adalah pimpinan mereka! Kau adalah raja mereka yang baru!”

Raksha menguatkan cengkeraman tangan kirinya, tetapi auman sang harimau malah lebih keras, begitu juga dengan panas yang menusuk sepanjang lengan kanannya. Kalau dia biarkan, dia tahu kulit lengannya akan melepuh.

“Tidak ada artinya kalau kau menekannya dengan kekerasan, Raksha!” tegur Jayendra.

Raksha perlahan melonggarkan cengkeramannya, tetapi tangannya masih menggenggam keras ‘jantung’ dari api jiwa sang harimau. Rasa perih dari panas yang mendera masih terasa, tetapi tidak separah sebelumnya.

“Jangan buat ini semakin sulit. Aku butuh bantuanmu, harimau. Jadilah prajurit arwahku maka akan kulindungi kau dari segala bahaya yang membahayakan jiwamu.” Raksha menyerukan itu dalam hati, berharap api jiwa sang harimau mengerti.

Tidak ada lagi auman sang harimau. Panas yang semula menyelimuti pun perlahan hilang, lalu kembali dingin. Raksha tidak lagi mencengkeram api jiwa sang harimau karena api itu kini melilit lengan kirinya, seolah menyatu dengan tubuhnya.

“….terima kasih.” Raksha lega karena dia bisa merasakan arwah sang harimau ada dalam genggamannya. Perlahan dia menarik lengan kirinya dari jasad sang harimau.

Raksha membuka telapak tangan kirinya lalu memunculkan api jiwa sang harimau yang lalu memendar menjadi sosok harimau yang diselimuti api ungu kehitaman di sebelahnya. Sosok arwah harimau itu menunduk penuh hormat di hadapannya.

“Bagus, kau berhasil, Raksha.” Puji Jayendra.

“Ya, guru.” balas Raksha singkat seraya bersimpuh hormat pada gurunya.

“Para arwah memilihmu menjadi pimpinan bukan karena kekuatan semata, tetapi juga karena kekuatan hatimu. Ingat itu baik-baik kalau kau tidak mau ditinggalkan oleh prajurit arwahmu.” Jayendra beranjak dari batu besar tempat dia duduk.

“Masih banyak latihan untuk menyempurnakan kemampuan silat dan pengendalian arwahmu, Raksha. Ini baru permulaan. Bersiaplah menghadapi semua latihan ini kalau kau ingin mengalahkan prajurit Kanezka yang menjajah desamu.”

Raksha mengepalkan kedua tangannya keras karena kebencian dan dendam yang begitu besar akan kezaliman prajurit Kanezka. Dia telah diberi kesempatan untuk membalas dan dia bersumpah tidak akan menyia-nyiakan semua ini.

“Siap, guru!”

Related chapters

  • Dendam Titisan Ashura   Kembali ke Desa

    “Ribuan prajurit mungkin bisa menghancurkan istana dari luar, tetapi seorang prajurit yang menyusup dengan cerdik bisa membunuh raja yang berlindung didalam istana.”Kata-kata Jayendra itu masih terngiang di benak Raksha. Karena itu juga, Raksha memutuskan untuk kembali ke desanya setelah tujuh hari dilatih Jayendra. Sekilas dia melihat para penduduk desa terdiam kaget melihat kedatangannya, tetapi mereka memilih membisu, khawatir prajurit Kanezka akan menyiksanya nanti.“Hei, bocah!”Raksha berhenti saat salah satu prajurit Kanezka menyeru memanggilnya. Derap langkah kaki zirah berdatangan menghampirinya. Dia perlahan bungkuk untuk menaruh hormat dengan wajah tertunduk kepada mereka. Tidak disangka, orang yang memanggilnya itu adalah, Suja Bhagawanta, sang komandan pasukan Kanezka yang membunuh keluarganya sebelumnya.“Kukira kau sudah mati, bocah.” seru Suja remeh seraya menyepak wajah Raksha kasar.Raksha terpelanting, tetapi kini dia bisa menahan rasa nyeri itu berkat Kanuragan O

    Last Updated : 2022-06-24
  • Dendam Titisan Ashura   Sang Buronan

    Gerbang pintu terbuka lebar dari dalam. Raksha mengedarkan pandangannya sekitar, melihat puluhan prajurit Kanezka di berbagai sisi tengah sibuk dengan aktivitasnya. Ada yang sedang berlatih bersama, ada yang sedang membereskan zirah mereka, dan sebagian besar lainnya hilir mudik di halaman.Markas pasukan Kanezka yang ada di desa Raksha ini adalah kediaman tetua desa yang dibuatkan benteng kayu sementara. Semenjak tetua desa dibunuh beserta keluarganya, rumah tetua desa yang relatif paling besar dibandingkan rumah penduduk desa lainnya dijadikan markas sementara oleh Kanezka.Di halaman tetua desa yang luasnya hampir 300 kaki, banyak tenda darurat yang dibuat oleh prajurit Kanezka untuk menyimpan perlengkapan mereka. Tenda khusus untuk tempat makanan ada di pojok timur, dekat dengan posisi dapur.Sekilas Raksha melihat, para prajurit Kanezka disini hilir mudik tampak sibuk, seolah-olah mereka sedang dikejar sesuatu. Apa sang komandan telah memberikan perintah baru pada mereka? Baru sa

    Last Updated : 2022-06-24
  • Dendam Titisan Ashura   Berlatih bersama Arwah

    “Guru adalah salah satu anggota keluarga kerajaan Mavendra?” Raksha bertanya lagi untuk memastikan. Jayendra hanya mengangguk singkat untuk menjawabnya.“Maaf, guru, saya bukan bermaksud lancang, tapi yang saya dengar dari kebanyakan orang, keluarga Mavendra sudah-”“Tewas semua? Itu setengah benar. Sebagian dari kami masih hidup dan kabur dari cengkeraman Kanezka. Mereka ingin memastikan kematian setiap dari kami.”“Kalau begitu guru harus kabur! Nyawa guru terancam!”“....lalu membiarkan orang-orang didesamu mati sia-sia?”Raksha membisu. Dia tidak bisa mengiyakan pertanyaan itu karena dia tidak mau desanya hancur.“Aku tidak memiliki pilihan lain.” Jayendra membuka sebagian jubahnya, memperlihatkan luka sayatan hebat sepanjang punggung dan perutnya. Tidak ada darah yang timbul dari luka itu, tetapi sebagian warna kulit di sekitar lukanya itu berwarna hitam. “Di perang terakhir melawan Kanezka, aku terkena racun mematikan yang membuatku gerakanku terbatas. Aku masih butuh waktu untu

    Last Updated : 2022-06-24
  • Dendam Titisan Ashura   Mengendalikan Siluman

    Siluman adalah arwah hewan buas atau hewan mistik yang ada di nusantara. Jayendra menjelaskan, bagi para Pendekar Dunia Arwah, mengendalikan siluman adalah sesuatu yang berisiko, tetapi sangat membantu ketika dibutuhkan.Biasanya para Pendekar Dunia Arwah yang masih amatir bergerak secara berkelompok, kurang lebih terdiri dari lima sampai sepuluh orang, untuk mengendalikan satu siluman yang tangguh. Namun sekarang tantangannya adalah Raksha hanya seorang dan taruhannya adalah nyawa Raksha sendiri.“Saya sudah berjanji pada guru dan saya tidak mau menarik balik kata-kata saya lagi, guru.” tegas Raksha walau dia masih sedikit cemas dalam hatinya.“Ada garis yang tipis yang membedakan apakah orang itu pemberani atau nekat, Raksha. Kau bisa saja mati konyol.”“Kalau aku tidak bisa mengendalikan siluman, maka semua rencanaku untuk membalas Kanezka akan sia-sia, guru. Tolong berikan saya kepercayaan. Saya akan lakukan apa yang saya bisa untuk melindungi guru.”Jayendra tertegun sejenak mend

    Last Updated : 2022-06-24
  • Dendam Titisan Ashura   Raksha vs Asoka Sang Siluman Harimau

    Semilir angin berhembus menerpa pelan rumput panjang di sekitar Raksha. Tempat dia berada sekarang lebih sunyi daripada sebelumnya. Sekitar 15 kaki didepannya, terdapat siluman harimau yang tubuhnya dua kali lebih besar dari siluman harimau lainnya. Raksha tahu kalau siluman harimau didepannya itu adalah pimpinan siluman harimau yang memburunya.“Jadi ini yang kau incar, bocah? Duel denganku?” tantang siluman harimau itu dengan nada berat.“....tidak ada artinya kalau aku tidak berhasil meyakinkanmu.” Raksha memasang kuda-kuda. Aura ungu dari Kanuragan Ozora yang tengah menyelimuti lengan kirinya memancar terang seiring dengan kian membaranya kanuragan yang ada di dalam tubuhnya.“Kupikir kau hanyalah bocah nekat yang mempertaruhkan nyawamu dengan nafsu belaka. Tetapi aku salah. Kau memikirkan semua ini dengan matang.”Sang siluman harimau itu berdiri dengan dua kakinya. Api arwah berwarna hitam menyelimuti seluruh tubuhnya sehingga bentuknya yang semula menyerupai harimau kini beruba

    Last Updated : 2022-06-24
  • Dendam Titisan Ashura   Rencana Keji Kanezka

    Raksha merasakan lagi dinginnya semilir angin malam yang menerpa tubuhnya. Adrenalin yang membuncah di tubuhnya sejak duelnya dengan Asoka membuat dia sempat lupa kalau malam ini begitu dingin. Tangan kirinya yang tengah mencengkeram kuat kepala Asoka perlahan dia longgarkan karena dia tidak lagi merasakan hawa membunuh dari musuhnya itu.Sesaat setelah Raksha melepas cengkeramannya, Asoka tumbang. Gemersik rerumputan yang terdengar karena terbuai angin malam kala itu menyadarkan Raksha bahwa siluman harimau lainnya yang berhasil dia tipu sebelumnya baru saja tiba di lokasinya. Mereka semua tidak percaya kalau pimpinan mereka tengah tersungkur tidak berdaya di hadapan seorang pemuda yang telah mereka remehkan sebelumnya.“Kukira Mavendra sudah tamat.” Asoka menatap lemah Raksha. “...ternyata mereka masih belum menyerah melawan kezaliman Kerajaan Kanezka. Kau telah memilih jalan yang penuh darah.” lanjutnya.“Aku telah kehilangan semuanya. Kau boleh bilang ini adalah jalan penuh darah,

    Last Updated : 2022-06-24
  • Dendam Titisan Ashura   Taruhan Raksha

    “AAHHHH!!!”Para penduduk desa menjerit ketika cetakan besi panas itu menempel keras di tiap punggung mereka dengan keji oleh prajurit Kanezka. Simbol bintang yang terpatri dari luka bakar akibat cetakan besi panas itu terpampang jelas di tiap penduduk desa, termasuk Raksha. Bau luka bakar bercampur darah kering menaungi sehingga menambah rasa mual pada siapapun yang ada disana.“Malam bulan purnama nanti adalah kesempatan terakhir kalian, pengkhianat nusantara! Panggil Mavendra kesini atau kalian akan menjadi santapan para siluman!”Seruan terakhir sang komandan hanya dibalas ringisan tiap penduduk desa yang masih menahan sakit dan perih. Tidak ada satupun dari mereka berani menjawab seruan Suja.Kesal karena merasa tidak dianggap, Suja tiba-tiba menjambak salah satu anak perempuan yang ada didekatnya. Perempuan itu menjerit takut sambil memanggil kedua orang tuanya, tetapi tidak ada penduduk desa yang berani menolongnya.“Ayah! Ibu! Tolong!” seru perempuan itu ketakutan.“Tu-tuan, m

    Last Updated : 2022-06-24
  • Dendam Titisan Ashura   Lautan Api

    “Hei, bangun bocah!”Prajurit Kanezka baru saja masuk dengan perasaan berang ke tenda dimana Raksha berada. Kekesalannya kian memuncak karena melihat Raksha masih duduk dengan kondisi lengan dan kakinya diikat rantai perak sambil menundukkan kepalanya tanpa menanggapinya.“Semuanya sedang mempersiapkan diri untuk memburu Mavendra, aku malah ditugaskan untuk mengurus bocah sinting ini! Ah malang betul nasibku!”Sang prajurit meracau sambil menghampiri Raksha dengan perasaan keki. Dia langsung menjambak kepala Raksha kasar. Namun dia malah keheranan karena tatapan Raksha begitu tajam dan menusuk, seolah dia bersiap untuk bertarung dengannya. “Apa-apaan tampangmu itu, bocah?! Kau menantang-“Tangan sang prajurit yang hendak menampar Raksha tiba-tiba tertahan oleh seseorang dibelakangnya. Tubuhnya mendadak merinding karena dia bisa merasakan hawa membunuh yang kuat. Sekilas dia melihat ke belakang, mulutnya menganga kaget saat sadar kalau prajurit arwah Raksha adalah orang yang menahan

    Last Updated : 2022-06-24

Latest chapter

  • Dendam Titisan Ashura   Mencari Bantuan

    “Ah, ini tidak adil!”Sena menendang kursi yang ada di ruang jeruji depannya. Emosinya yang masih meletup-letup memaksa dia untuk duduk di salah satu ranjang jeruji sambil memijat-mijat dahinya yang mendadak terasa pusing. Niatannya untuk segera istirahat di Padepokan Kanuragan Wiratama pupus sudah karena keluarga Mahadri memaksa Raksha dan Sena masuk ke dalam penjara karena masih diduga mencuri pusaka suci milik Keluarga Jagadita dan Keluarga Nismara.“Padahal baru saja kita bebas dari penjara Keluarga Jagadita, sekarang Keluarga Mahadri malah memenjarakan kita lagi?! Ada apa dengan kebebalan mereka?! Mereka bahkan bilang kalau kita bisa bebas kalau kita bisa mengembalikan pusaka suci Keluarga Jagadita dan Keluarga Nismara?! Apa mereka itu dungu?! Sudah kubilang berkali-kali kalau kita berdua ini bukan pencuri!” Sena masih meluapkan amarahnya sambil mengepal kedua tinjunya keras. Cahaya perak Kanuragan Khsatriyans sempat memancar terang untuk membentuk tombak perak yang akan dia guna

  • Dendam Titisan Ashura   Ancaman Keluarga Mahadri

    “Ah, akhirnya kita sampai, Raksha!”Sena buru-buru beranjak sambil menatap pelabuhan Kota Udayana yang semakin dekat dari perahunya. Dari terpaan angin kencang dan air yang tidak berombak, dia tahu kalau perahu yang tengah dia tumpangi itu akan membawa dirinya dan Raksha beberapa menit lagi.Raksha yang melihat ke arah yang sama awalnya menghela napas lega karena dia pun ingin istirahat sejenak. Namun kecurigaan tiba-tiba datang menyelimuti pikirannya ketika dia melihat seorang pria jangkung bertubuh gemuk yang mengenakan seragam katun berwarna ungu dengan rompi dan ikat pinggang berwarna kuning tengah duduk di ujung pelabuhan Udayana. Pria itu adalah Panji Mahadri, salah satu pendekar Dewi Pertiwi yang dulu pernah hampir membunuhnya karena kebenciannya terhadap pendekar Kanuragan Wiratama.Raksha semakin waspada ketika melihat ada dua pria paruh baya yang mengenakan pakaian seragam katun ungu yang sama seperti Panji tengah berdiri tegak di sebelah Panji. Kedua pria paruh baya itu ber

  • Dendam Titisan Ashura   Kembali ke Pulau Udayana

    “Kami harus menghajar anda, Yang Mulia?”Asoka dan Gardapati masih kebingungan dengan perintah Raksha. Mereka berdua bahkan kaget ketika melihat Raksha memanggil Suja dari balik bayangannya.“Suja, kau pukul perutku. Asoka kau cabik punggungku. Gardapati kau gigit pundakku.” Perintah Raksha sembari menunjuk ke arah perut, punggung, dan pundaknya.“Apa Yang Mulia yakin dengan ini?” tanya Suja sama bingungnya.“Aku hanya ingin memastikan Sena percaya dengan ceritaku tadi. Cepat lakukan sebelum terlambat!” tegas Raksha sambil menyeru.Asoka dan Gardapati pun berhenti ragu. Asoka yang pertama kali melesat ke punggung Raksha lalu mencakar sebagian punggung Raksha dengan tinju cakarnya yang sengaja dia tidak buat terlalu mematikan agar tuannya bisa menahannya.Raksha bisa merasakan guratan yang tajam di sepanjang pinggangnya hingga darahnya sempat menyembur perlahan, tetapi dia masih bisa menahannya karena dia tahu Asoka menahan diri. Sepersekian detik setelah itu, Gardapati datang menerjan

  • Dendam Titisan Ashura   Perginya Sang Buto Ijo

    “Semuanya! Ikuti aku!”Usai Sena menyimpan tongkat emasnya di balik punggungnya, dia pun langsung mengangkut Wanda yang masih tidak sadarkan diri. Seruannya yang keras membuat perhatian puluhan pendekar dewa angin yang masih kewalahan untuk kembali bangkit untuk melarikan diri. Ardiman yang ikut dibantu bangkit oleh para pendekar dewa angin pun kini sadar akan kehadiran Sena yang baru saja menolongnya untuk menjauh. Dia melihat Rakshasa sedang mengalihkan perhatiannya untuk melawan Raksha.“Suradarma….kau…membantu…kami…?” ujar Ardiman di tengah tubuhnya yang sekarat dan tertatih-tatih.“Sekarang bukan saatnya untuk mencurigaiku dan Raksha, Tuan Ardiman! Kita harus segera melarikan diri!” seru Sena balik.Ardiman tidak bisa membantahnya. Kondisinya dan seluruh pasukannya sudah sekarat dan kalau Rakshasa kembali menyerangnya maka kematian adalah kepastian yang akan menimpa mereka semua. Dia pun akhirnya memilih untuk menghilangkan kecurigaan terhadap Sena dan Raksha, lalu memilih memuta

  • Dendam Titisan Ashura   Menolong Keluarga Jagadita

    “Raksha, biar aku yang urus ini.”Raksha berhenti melangkah sejenak ketika Sena memintanya sembari mengacungkan tongkat emasnya ke arah pintu goa yang ada di depannya itu. Hanya dengan satu hantaman, puing-puing batu yang menutup pintu goa itu hancur seketika oleh serangan Sena. Kini Sena dan Raksha bisa melihat sosok Rakshasas yang mengaung layaknya harimau raksasa yang hendak menerkam mangsanya, yakni Ardiman, Wanda, dan puluhan Pendekar Dewa Angin lainnya.“Astaga…baru pertama kali kulihat monster sebesar ini…” Sena mengencangkan pegangan tongkat emasnya sambil bersiaga penuh.“Monster itu masih mengincar Adriman. Kita punya kesempatan untuk menyerangnya dari belakang.” ujar Raksha sambil membuat telapak tangan kanannya memancarkan cahaya perak Kanuragan Khsatriyans sehingga membentuk pisau keris. Telapak tangan kirinya yang sudah menggenggam erat pisau kujang emas membuat dia semakin sigap dengan kemampuan silatnya.Namun Raksha tahu kalau Rakshasas bukanlah siluman biasa yang mud

  • Dendam Titisan Ashura   Munculnya Raksahsas

    “Wanda…bersiaplah. Akan kita serang mereka lagi sekaligus dengan jurus angin sakti!”Seruan keras Ardiman membuat Wanda langsung bersiaga sembari memasang kuda-kuda tegak. Dia melihat pusaka syal hijau pamannya kini memancarkan cahaya hijau sehingga angin tornado berputar kencang mengitari tubuh mereka dan pasukannya.Tepat setelah Ardiman mengarahkan telapak tangan kanannya ke arah lima pengawal arwah elit yang sebelumnya menyerangnya, dia kini ikut mengarahkan telapak tangan kanannya. Angin kencang yang kini terkumpul di pusaka syal hijau Ardiman menguat, bersamaan dengan puluhan pendekar dewa angin yang baru saja menyembuhkan lukanya lalu ikut berkonsentrasi sehingga angin tornado Ardiman berputar semakin kencang.“Lima prajurit arwah itu tidak menyerang, paman! Ini kesempatan kita!” seru Wanda semangat.“Ya, kita-“Ardiman tiba-tiba berhenti menyeru ketika tanah yang dia, Wanda, dan puluhan prajuritnya pijak berguncang keras, sampai-sampai mereka hampir kehilangan keseimbangan dan

  • Dendam Titisan Ashura   Serangan Pengawal Elit Arwah Raksha

    “Pendekar Kanuragan Wiratama harusnya mampus!”Wanda berulang kali menyerukan hal itu dengan keki. Walau Birawa, Pendekar Kanuragan Wiratama yang dia dan keluarganya buru untuk keamanan Nusantara kini sudah mati, dia masih tidak terima kalau yang mengalahkan Birawa ternyata adalah Raksha dan Sena, dua Pendekar Kanuragan Wiratama yang kini paling hebat diantara pendekar kanuragan lainnya.Tidak hanya Keluarga Jaganita, Wanda ingat kalau keluarga lainnya dari Nismara, Mahadri, Pancaka, dan Bhagawanta pun belum menyerah untuk mengerdilkan Pendekar Kanuragan Wiratama sebelum mereka bergabung untuk ikut dalam kompetisi Turnamen Sembilan Bintang Langit.“…sepertinya kamu sudah tidak sabar untuk memenjarakan mereka di Udayana, nak.”Ardiman tiba-tiba menanggapi Wanda, yang merupakan keponakannya.“Ya, paman! Mereka masih membawa bahaya di Udayana nanti, apalagi saat mereka mengikuti Turnamen Sembilan Bintang Langit!” seru Wanda.“Aku mengerti, nak. Banyak keluarga militer Kanezka yang mulai

  • Dendam Titisan Ashura   Rencana Perlawanan Raksha

    “Jangan lambat kalian!”Sena dan Raksha lagi-lagi disentak oleh pendekar dewa angin yang ada di belakang mereka untuk melangkah lebih cepat. Mereka berdua tengah dalam perjalanan ke ujung utara hutan, dimana disana banyak bangunan rumah yang dibuat oleh pendekar dewa angin sebagai tempat mereka beristirahat dan berlatih di Pulau Babar.Raksha mengedarkan pandangannya sekilas. Dia melihat ada dua puluh lebih bangunan rumah yang jaraknya antar tumah sekitar 50 kaki tersebar di ujung hutan ini. Tidak banyak pohon yang tersebar di ujung hutan ini sehingga Raksha bisa merasakan kalau pendekar dewa angin yang ada disini lebih bebas untuk beraktivitas di tempat ini.Raksha yang awalnya mengira dia dan Sena akan dibawa ke salah satu rumah tersebut ternyata salah. Para pendekar dewa angin menyuruh mereka masuk ke salah satu goa yang ada sekitar 60 kaki di arah selatan tempat perumahan tersebut. Ketika Raksha melihat goa yang sempit itu dan jeruji di pintu goanya, dia baru sadar kalau para pen

  • Dendam Titisan Ashura   Ancaman Keluarga Militer Jagadita

    “Yang Mulia, ternyata benar, pasukan Kanezka tengah mendatangi goa ini dengan persenjataan lengkap.”Bisikan Sakuntala yang terdengar hanya di dalam hati Raksha kala itu sempat membuat Raksha berhenti mengubur mayat terakhir di Goa. Dia melirik Sena sekelabat, setelah dia memastikan kalau Sena masih sibuk mengubur, dia kembali fokus ke Sakuntala.“Berapa kekuatan?” tanya Raksha berbisik.“Tidak banyak, Yang Mulia. Sekitar 30 kekuatan. Mereka semua mengenakan seragam pendekar silat Udayana berwarna hijau.” jawab Sakuntala.“….berarti mereka dari Padepokan Kanuragan Wayu. Kenapa mereka ada di pulau ini?”“Saya tidak tahu pasti, Yang Mulia. Tetapi saya bisa merasakan hawa membunuh dari mereka. Harap berhati-hati, Yang Mulia Raksha.”Raksha diam sejenak lalu berpikir. Dia tahu kalau Padepokan Dewa Angin dan Padepokan Dewa Air seringkali berkoalisi dan bertukar ilmu ajian sakti sehingga dia tidak heran melihat Wanda Jagadita dan Taksa Nismara bisa menguasai jurus pengendalian air dan angin

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status