Ayla melangkah perlahan di dalam ruang kerja Dimitri, matanya fokus pada layar besar yang menampilkan laporan terbaru tentang Carlisle Industries. Perusahaan itu sedang runtuh, seperti yang telah mereka rencanakan. Sahamnya anjlok, investor mulai menarik diri, dan media mulai menggali lebih dalam kebusukan Leon.
Namun, Ayla tahu ini belum selesai. Leon bukan tipe pria yang akan menyerah begitu saja.
Dimitri duduk di kursinya, tangannya mengetuk pelan permukaan meja kayu mahoni. "Leon pasti merencanakan sesuatu," katanya tenang, namun matanya menyala dengan kewaspadaan.
Victor masuk dengan ekspresi serius. "Kami menangkap pergerakan mencurigakan dari orang-orang Leon. Mereka bertemu dengan beberapa pihak yang bisa menyediakan senjata ilegal."
Ayla menatap Dimitri. "Dia berencana menyerang secara langsung?"
Dimitri mengangguk. "Sepertinya begitu. Dan aku tidak akan memberinya kesempatan pertama."
Dia berbalik ke Victor. "Kumpulkan semua orang.
Ayla berdiri di depan jendela kaca besar di apartemen Dimitri, matanya menatap kosong ke arah kota yang masih berkilau di tengah malam. Tangannya masih gemetar setelah apa yang terjadi di pelabuhan. Tembakan itu. Darah Leon. Tatapan matanya yang penuh kebencian saat tubuhnya jatuh ke tanah.Dimitri berdiri di belakangnya, diam. Ia tahu Ayla butuh waktu untuk mencerna semuanya. Tapi waktu bukanlah sesuatu yang bisa mereka miliki dengan mudah."Kau tidak perlu merasa bersalah," suara Dimitri akhirnya memecah keheningan.Ayla menghela napas. "Aku tidak merasa bersalah. Aku hanya... merasa kosong."Dimitri berjalan mendekat, jemarinya menyentuh lembut bahunya. "Kau telah bertahan. Itu yang penting."Ayla menoleh, menatapnya lekat-lekat. "Tapi apa yang kita lakukan selanjutnya, Dimitri? Apakah ini benar-benar sudah berakhir?"Dimitri terdiam sesaat, lalu berkata, "Leon mungkin sudah jatuh. Tapi perang ini belum selesai."Ayla mengerutkan k
Ayla menatap langit malam dari balkon apartemen Dimitri. Angin dingin menerpa wajahnya, tetapi ia tetap berdiri tegak, pikirannya berputar cepat. Insiden di gang siang tadi masih membekas. Rasa dingin di tengkuknya, tangan kasar pria itu, ancaman yang dilontarkan.Gabriel Delgado sudah mulai bergerak.Langkah kaki terdengar dari belakang. Ayla menoleh dan melihat Dimitri berjalan mendekat, ekspresinya sulit dibaca. Dia mengenakan kemeja hitam dengan lengan digulung hingga siku, memperlihatkan tato samar di pergelangan tangannya. Pria itu terlihat tenang, tetapi Ayla tahu di balik ketenangan itu, ada badai yang sedang berkecamuk.“Kau masih memikirkan kejadian tadi?” Dimitri bertanya, bersandar di pagar balkon.Ayla menghela napas. “Aku tidak bisa mengabaikannya. Dia mencoba menculikku, Dimitri. Jika aku tidak membawa pisau, mungkin aku tidak akan ada di sini sekarang.”Dimitri mengepalkan rahangnya. “Itu kesalahanku. Aku seharusnya menempatkan lebih banyak pengawal untukmu.”Ayla meng
Velmont City tidak pernah tidur, tetapi malam ini, kota itu terasa lebih dingin. Setelah serangan di Club Noir, Ayla tahu tidak ada jalan untuk kembali. Gabriel Delgado telah melemparkan tantangannya secara terbuka, dan Dimitri tidak akan tinggal diam.Ayla berdiri di jendela apartemen Dimitri, melihat lampu-lampu kota yang berkilauan. Di belakangnya, Dimitri duduk di kursi dengan wajah keras. Victor berdiri di dekat meja, meneliti dokumen yang baru saja dikirim oleh salah satu informan mereka.“Gabriel memanfaatkan orang-orang yang dulu punya dendam padamu,” kata Victor, meletakkan dokumen itu dengan kasar. “Ada beberapa mantan mitra bisnismu yang ingin melihatmu jatuh.”Dimitri tersenyum dingin. “Mereka bisa mencoba. Tapi tidak ada yang pernah berhasil menjatuhkanku.”Ayla menoleh, matanya penuh tekad. “Kalau begitu, kita harus memukulnya lebih dulu.”Dimitri menatapnya, ekspresinya samar. “Apa yang kau pikirkan?”Ayla berjalan ke meja, menatap dokumen itu. “Gabriel tidak hanya ingi
Ayla menatap Dimitri dengan rahang mengatup rapat. Ancaman Gabriel tidak hanya tertuju pada Dimitri, tetapi juga dirinya. Dia sudah memperhitungkan bahwa masuk ke dunia ini akan membawanya ke medan perang yang lebih berbahaya dari sekadar balas dendam terhadap Leon. Tapi jika Gabriel berpikir dia bisa menggertak mereka, dia salah besar.Dimitri berjalan mondar-mandir di ruang kerjanya di The Elysian Tower, ekspresinya tajam. Victor duduk di sudut ruangan, mengetuk-ngetukkan jarinya ke meja. “Gabriel tidak akan berhenti. Dia ingin merusak semua yang kau miliki.”Dimitri berhenti berjalan, menoleh ke Victor. “Kita tidak bisa menunggu dia bergerak lebih dulu.”Victor menyeringai. “Itu rencanaku.”Ayla melipat tangan di dadanya. “Kita tahu dia tidak ada di gudang, jadi di mana dia sekarang?”Victor melemparkan sebuah dokumen ke meja. “Sumberku mengatakan Gabriel bersembunyi di salah satu vila pribadinya di pinggiran Ravenhurst. Dia dikelilingi pasukan kecilnya, tapi aku yakin kita bisa ma
Ayla berdiri di balkon apartemen Dimitri, menatap kelap-kelip cahaya Velmont City di bawahnya. Udara malam terasa dingin, namun bukan itu yang membuatnya menggigil. Pikirannya terus-menerus memutar kembali kejadian di vila Gabriel.Mereka seharusnya bisa menghabisi Gabriel malam itu. Namun, Dimitri memilih mundur—bukan karena takut, tetapi karena dia tahu pertarungan ini masih belum waktunya.Ayla mengepalkan tangannya di pagar balkon.“Apa yang ada di pikiranmu?”Suara berat Dimitri membuatnya menoleh. Pria itu berdiri di ambang pintu balkon, mengenakan kemeja hitam yang lengannya tergulung, memperlihatkan urat-urat yang menegang di lengannya. Matanya yang gelap menatapnya penuh perhatian.Ayla menghela napas. “Kita membiarkan Gabriel pergi.”Dimitri mendekat, berdiri di sampingnya. “Itu bukan membiarkan. Itu menunggu saat yang tepat.”“Tapi dia akan terus menyerang,” Ayla menoleh, matanya dipenuhi kegelisahan. “Dia tahu aku ada di s
Peluru pertama dilepaskan.Gudang di pinggiran Ravenhurst berubah menjadi medan perang dalam sekejap. Anak buah Gabriel berhamburan, menembakkan senjata mereka ke arah Dimitri dan timnya.Ayla berlindung di balik peti kayu bersama Victor. Tangannya erat menggenggam pistol, jantungnya berdebar kencang. Ini bukan kali pertama ia berada di tengah baku tembak, tetapi kali ini berbeda. Ini bukan sekadar pertarungan, melainkan puncak dari perang yang telah ia mulai sejak memutuskan membalas dendam.Dimitri bergerak cepat, menembak dua pria yang berusaha mendekati mereka. Matanya dingin, penuh fokus. Dia tidak bermain-main. Ini adalah pembantaian.Gabriel bersembunyi di lantai atas gudang, memperhatikan mereka dengan senyum miring.“Kalian pikir bisa menjatuhkanku secepat ini?” katanya, lalu memberi isyarat pada anak buahnya.Dari sisi lain gudang, lebih banyak pria bersenjata muncul. Ayla menggigit bibirnya. Mereka kalah jumlah.“Ayla, teta
Angin malam di Ravenhurst bertiup dingin, membawa aroma mesiu yang masih menggantung di udara. Tubuh Gabriel tergeletak tak bernyawa, sementara Dimitri dan Ayla berdiri di sampingnya. Perang ini telah berakhir.Tapi mengapa Ayla merasa kosong?Dia telah berjuang selama ini untuk membalas dendam. Menghancurkan Leon. Menjatuhkan Gabriel. Membuktikan bahwa dirinya lebih dari sekadar wanita yang pernah dihina dan ditinggalkan. Namun, ketika semuanya telah dilakukan, tidak ada perasaan puas yang ia harapkan.Dimitri mengamati wajahnya dengan seksama."Kau menyesal?" tanyanya.Ayla menggeleng pelan, tapi tidak bisa menemukan kata-kata yang tepat."Kita harus pergi dari sini," ujar Victor, yang muncul dari balik bayangan. "Polisi mungkin akan segera datang. Kita sudah terlalu lama di tempat terbuka."Dimitri mengangguk. Dia meraih tangan Ayla, tetapi Ayla menariknya perlahan."Aku butuh waktu," katanya pelan.Dimitri tidak berk
Ayla duduk di kursi dekat jendela apartemennya, menatap ponsel yang ada di tangannya. Nama Dimitri masih terpampang di layar, tetapi ia tidak kunjung menekan tombol panggil.Setelah semua yang terjadi, setelah semua perjuangan yang ia lalui, apakah dia benar-benar siap untuk menyerahkan dirinya kembali pada seseorang?Tidak.Bukan menyerahkan diri.Dimitri bukan Leon. Dia tidak akan meninggalkan Ayla hanya karena status atau tekanan keluarga. Tapi tetap saja, apakah perasaan Dimitri untuknya benar-benar cinta? Atau hanya obsesi karena dia satu-satunya wanita yang berani menantangnya?Ayla tidak ingin menjadi pion dalam permainan siapa pun lagi.Dia meletakkan ponselnya di meja.Ada hal yang lebih penting yang harus ia lakukan sebelum mengambil keputusan.Pagi itu, Ayla mendatangi kantor Reynard Holdings. Perusahaan yang ia bangun dari awal, yang menjadi simbol kebangkitannya. Saat ia melangkah masuk, semua mata tertuju padanya.Clara menunggunya di depan lift dengan ekspresi khawatir.
Ayla menyesap anggurnya perlahan, membiarkan rasa manis bercampur pahit mengalir di lidahnya. Malam di penthouse terasa lebih sunyi daripada biasanya, padahal pikirannya dipenuhi suara-suara.Pertemuan dengan Gabriel masih mengganggu benaknya. Ia tahu laki-laki itu bukan sekadar musuh biasa. Gabriel licik, manipulatif, dan yang lebih berbahaya—ia memiliki kesabaran seorang predator.Dimitri duduk di seberangnya, matanya tajam memperhatikannya.“Apa yang ada di kepalamu?” tanyanya.Ayla mengangkat bahu. “Kita harus berpikir lebih jauh. Gabriel bukan seseorang yang bermain tanpa rencana cadangan.”Dimitri menyandarkan tubuhnya ke kursi, bibirnya tertarik ke samping. “Aku tahu. Itu sebabnya kita harus bergerak sebelum dia sempat menjalankan rencananya.”Ayla menatapnya dalam-dalam. “Dan bagaimana caramu melakukannya?”Dimitri tersenyum tipis. “Dengan cara yang Gabriel tidak akan duga.”Ayla tidak bertanya lebih lanjut. Ia tahu Dimitri tidak akan berbicara kecuali ia sudah benar-benar sia
Malam mulai merayap di Velmont City ketika Ayla dan Dimitri melangkah keluar dari The Elysian Tower. Mobil hitam dengan kaca gelap sudah menunggu di depan lobi, supir pribadi Dimitri segera membukakan pintu untuk mereka.Ayla masuk lebih dulu, lalu Dimitri menyusul, duduk di sampingnya dengan sikap tenang yang nyaris menakutkan. Ia mengenakan setelan hitam tanpa cela, aura dinginnya semakin kuat di bawah lampu kota yang berpendar melalui jendela.“Kita akan menemui Gabriel di mana?” tanya Ayla setelah beberapa saat hening.Dimitri melirik jam tangannya. “Club Noir. Aku ingin bertemu dengannya di tempat yang cukup terbuka, tapi masih dalam kendaliku.”Ayla tersenyum miring. “Jadi, jika dia mencoba sesuatu, kau sudah menyiapkan segalanya?”Dimitri menoleh padanya dengan tatapan penuh arti. “Tentu saja.”Ayla mengerti maksudnya. Club Noir adalah salah satu tempat yang dikuasai Dimitri sepenuhnya. Jika Gabriel mencoba sesuatu, dia hanya akan masuk ke dalam jebakan yang lebih besar.Saat m
Malam itu, Velmont City masih dipenuhi cahaya gemerlap dari gedung pencakar langit, tetapi di balik kemewahan itu, perang bayangan sedang berlangsung.Ayla duduk di dalam ruang pertemuan pribadi di The Elysian Tower, diapit oleh Dimitri dan Victor. Di hadapan mereka, layar besar menampilkan laporan terbaru tentang langkah yang diambil Gabriel dan Eleanor Carlisle."Kita tidak bisa membiarkan mereka terus bergerak tanpa perlawanan," kata Ayla, suaranya tegas. "Gabriel jelas mencoba menjebak Dimitri, dan Eleanor berusaha menghancurkan Reynard Holdings dari dalam."Victor menyilangkan tangan di dadanya. "Kabar baiknya, kita sudah tahu kelemahan mereka."Dimitri menatap layar itu dengan tatapan tajam. "Kita perlu lebih dari sekadar serangan balik. Kita harus memastikan pukulan kita cukup keras agar mereka tidak bisa bangkit lagi."Ayla menoleh ke arah Dimitri. "Kau punya rencana?"Dimitri menyeringai tipis. "Tentu saja."Di sisi lain kota, Eleanor duduk di ruang kerja pribadinya di Rosewo
Malam di Velmont City terasa lebih dingin dari biasanya. Langit yang gelap tanpa bintang seolah menjadi pertanda akan datangnya badai yang lebih besar. Di sebuah ruangan tersembunyi di The Elysian Tower, Ayla berdiri di depan dinding kaca yang memperlihatkan pemandangan kota."Apa rencanamu selanjutnya?" suara Dimitri terdengar dari belakangnya.Ayla tidak langsung menjawab. Ia menarik napas dalam-dalam, menikmati ketenangan sesaat sebelum melangkah lebih jauh dalam permainan yang ia mulai."Eleanor sudah bergerak," katanya akhirnya. "Dia pasti tidak akan tinggal diam setelah skandal itu meledak di media."Dimitri mendekat, berdiri di sampingnya. "Dan Gabriel sudah menaruh perhatian penuh padaku."Ayla menoleh, matanya bertemu dengan tatapan tajam Dimitri. "Itu yang kita inginkan, bukan?"Dimitri tersenyum miring. "Ya. Tapi aku ingin memastikan kau tetap aman dalam prosesnya."Ayla mendengus pelan. "Aku bisa menjaga diriku sendiri, Dimitri."Dimitri mengangkat alis. "Tetap saja, aku t
Langit malam di Velmont City tampak kelam, seperti menyerap ketegangan yang sedang memuncak di kota itu. Di sebuah gedung tua yang berfungsi sebagai markas sementara Reynard Holdings, Ayla duduk di depan layar komputer dengan ekspresi dingin.Di sampingnya, Victor Moretti berdiri dengan tangan bersedekap. “Data ini cukup untuk menyeret Carlisle Industries ke dalam lubang neraka.”Ayla menatap layar, di mana bukti-bukti tentang penggelapan dana dan korupsi di perusahaan keluarga Leon terpampang jelas. Ini bukan hanya skandal bisnis biasa, ini adalah sesuatu yang bisa menghancurkan reputasi dan stabilitas mereka secara permanen.“Kita rilis secara bertahap,” ujar Ayla mantap. “Jika kita langsung menjatuhkan semuanya, mereka akan punya kesempatan untuk menutupi jejak.”Victor menyeringai. “Kau memang punya otak yang tajam.”Ayla tidak menanggapi. Matanya tetap fokus pada rencana yang sudah ia susun dengan cermat. Eleanor sudah melampaui batas, dan kal
Ayla berdiri di balkon, tubuhnya kaku saat menyaksikan kobaran api melalap salah satu gedung afiliasi Reynard Holdings. Asap hitam membubung ke langit, suara sirene pemadam kebakaran menggema di udara.Jantungnya berdebar kencang, bukan karena takut—tapi karena amarah yang mendidih. Eleanor telah melangkah terlalu jauh.Ponselnya masih berada di genggamannya, suara Eleanor terdengar lagi di ujung sana, penuh kemenangan.“Apa kau masih di sana, Ayla?”Ayla mengepalkan tangan. “Kau baru saja menandatangani surat kematianmu, Eleanor.”Wanita itu tertawa pelan. “Oh, Ayla, sayang sekali aku tidak mudah dijatuhkan. Aku hanya ingin mengingatkanmu bahwa aku masih punya kendali atas permainan ini.”Ayla menarik napas dalam, menenangkan dirinya. “Jika kau berpikir ini akan membuatku menyerah, kau salah besar.”“Kita lihat saja.” Eleanor mengakhiri panggilan, meninggalkan Ayla dengan kemarahan yang semakin membara.Dia meraih mantel dan b
Ayla duduk di dalam mobil dengan tangan mengepal. Matanya menatap kosong ke luar jendela, meskipun pikirannya bekerja dengan cepat. Serangan tadi bukan hanya peringatan—itu adalah deklarasi perang. Eleanor Carlisle telah membuat langkahnya, dan Ayla tidak akan tinggal diam.Di kursi kemudi, Victor Moretti mengamati ekspresinya melalui kaca spion. “Kau terlihat siap membakar dunia, Ayla,” katanya dengan nada ringan, tapi ada ketertarikan di matanya.Ayla menghembuskan napas pelan. “Dunia sudah terbakar. Aku hanya akan memastikan bahwa mereka yang menyalakan api akan terbakar lebih dulu.”Victor menyeringai. “Itu semangat yang kusuka. Lalu, apa rencanamu sekarang?”Ayla menoleh ke arahnya. “Aku ingin tahu semua yang kau ketahui tentang Eleanor dan asetnya. Aku tidak hanya ingin menghancurkan Carlisle Industries—aku ingin memastikan dia tidak memiliki kesempatan untuk bangkit kembali.”Victor mengangguk. “Aku bisa mengatur itu. Tapi kau tahu, Eleanor
Ayla berdiri di depan jendela besar penthouse-nya, menatap lampu-lampu kota Velmont yang berkilauan di malam hari. Sejak pertemuan dengan Ivy di pesta Gabriel, pikirannya terus berputar. Wanita itu tidak berbicara sembarangan—ada sesuatu di balik kata-katanya, sebuah ancaman tersirat yang tidak bisa diabaikan begitu saja.Suara langkah kaki terdengar di belakangnya, dan tanpa perlu menoleh, ia tahu siapa itu.“Pikiranmu terlalu berisik,” ujar Dimitri dengan nada rendah, berjalan mendekatinya.Ayla menghela napas, tangannya tetap bertumpu di pinggiran kaca. “Ivy tidak hanya menggertak. Aku bisa merasakannya.”Dimitri menyentuh bahunya lembut, tapi nada suaranya tetap dingin. “Dia hanya mencari celah untuk menyerangmu. Jangan beri dia kesempatan.”Ayla menoleh, menatap pria itu dengan mata penuh keyakinan. “Aku tidak akan. Tapi ini bukan hanya tentang Ivy. Eleanor Carlisle telah bergabung dengan Gabriel. Itu berarti pertempuran ini tidak lagi hanya t
Ayla menatap Dimitri yang berdiri di hadapannya, kedua tangan pria itu masih mencengkeram pinggangnya dengan kuat. Ciuman mereka barusan bukan sekadar ekspresi perasaan—itu adalah pernyataan kepemilikan. Namun, Ayla bukan lagi gadis yang bisa dimiliki begitu saja."Aku tidak akan kembali pada Leon," katanya, suaranya tegas.Dimitri menelusuri wajahnya dengan tatapan tajam, seolah mencoba membaca pikirannya. "Bagus," katanya akhirnya. "Karena aku tidak akan membiarkanmu pergi."Ayla tahu bahwa itu bukan sekadar pernyataan posesif. Dimitri Velasquez bukan pria yang membiarkan sesuatu yang berharga lepas begitu saja. Tapi ia juga bukan wanita yang bisa dikendalikan dengan begitu mudah."Aku akan menghancurkan Carlisle Industries sepenuhnya," lanjut Ayla. "Tapi sekarang, Gabriel dan Ivy mulai masuk ke dalam permainan. Kita tidak bisa mengabaikan mereka."Dimitri menyandarkan tubuhnya ke meja, ekspresinya dingin. "Gabriel selalu mencari celah. Aku sudah memperingatkannya sebelumnya, tetapi