Beranda / Thriller / Dendam Sang Biduan / Pria malang dalam lift

Share

Pria malang dalam lift

Penulis: Nathalie
last update Terakhir Diperbarui: 2023-10-01 08:55:33

Raksa dan Airlangga dibuat penasaran dengan suara tawa ganjil di akhir video. Bagi Raksa suara itu mirip dengan yang ada dalam ilusi nya. Airlangga kembali memutar video, memotong bagian yang tak perlu dan memperjelas suara.

"Dengarkan ini pak, ada suara yang sama sesaat sebelum teriakan Amelia."

Airlangga memperdengarkan suara yang sudah diperhalus sehingga menajamkan kalimat yang terekam.

Kau, harus mati!

Suara itu terdengar begitu cepat dan lirih lebih mirip gumaman hingga telinga Raksa tidak terlalu bisa memahami.

"Kita dengarkan sekali lagi," Airlangga melambatkan rentang waktu, mengeraskan suara.

Kau, harus mati!

"Bagaimana menurutmu?" Raksa bertanya pada dua rekannya.

Dian mengusap tengkuknya. "Jujur, saya merinding. Suara ini seperti bukan suara manusia, ini seperti suara …,"

"Setan?" Airlangga menyambar.

"Yeah, seperti itulah." Jawab Dian tak yakin.

Raksa tersenyum masam melihat tingkah dua rekan sejawatnya itu. Andai dia tidak terbiasa dengan kehadiran para roh bisa dipastikan Raksa juga bersikap tak yakin seperti keduanya. Telepon di meja Raksa berbunyi dan Dian mengangkatnya cepat.

"Ya, dengan divisi Investigasi Kriminal disini!" Dian terdiam sesaat, mendengarkan. "Oke, kami kesana segera!"

"Forensik meminta kita datang kesana, ada hal yang harus didiskusikan." Dian menyampaikan pesan yang diterimanya.

"Kita pergi, Airlangga periksa cctv. Aku yakin ada petunjuk mengingat terdapat tulisan di kaca mobil luar. Aku penasaran siapa yang menulisnya, tidak mungkin tulisan itu tiba-tiba muncul kan?"

Airlangga langsung mengacungkan ibu jarinya pada Raksa. Kedua detektif muda itu langsung menuju ke badan forensik nasional. Setibanya di sana mereka disambut asisten dokter forensik, Budi.

"Detektif, ini salinan hasil pemeriksaan sementara dari bukti yang kami temukan." Budi menyerahkan beberapa lembar kertas pada raksa.

"Apa jasad nya susah diotopsi?" Raksa kembali bertanya sambil memeriksa daftar barang yang ditemukan, mencocokkan dengan temuannya di lapangan.

"Belum kita masih nunggu dokter Frans datang, dan juga kalian berdua.

"Oya kemana mobil Amelia dibawa? Disini atau langsung ke gudang barang bukti?" Dian bertanya sambil ikut mengintip laporan ditangan Raksa.

"Kami belum selesai melakukan identifikasi dan rekonstruksi jadi sementara ada disini." Jawab Budi sambil berjalan mengantar kedua detektif menuju ruangan otopsi.

Ruangan besar dengan sejumlah lampu terang layaknya ruangan operasi itu disekat menjadi dua bagian. Satu ruangan kecil khusus berdinding kaca diperuntukkan untuk para detektif dan saksi ahli yang menyaksikan proses otopsi dan satu ruangan besar dengan berbagai macam peralatan dilengkapi mesin X-ray kecil digunakan tim forensik untuk melakukan otopsi.

"Kau siap detektif?" Suara dokter Frans yang baru datang lengkap dengan pakaian dokter khususnya terdengar lantang di ruangan besar berpendingin itu.

Raksa tak menjawab dia hanya mengedikkan kepalanya, ia menoleh pada Dian yang terlihat pucat.

"Ini otopsi pertamamu?"

Dian terbatuk ringan, berdehem, dan terlihat bingung bercampur gugup. "Ya, i-ini yang pertama."

"Kau kuat? Aku bisa mengatasinya sendiri kalau kau mau keluar dan mungkin …,"

"Nope! I'm ok!" Dian menukas cepat.

Raksa menganggukkan kepalanya meski dia juga tak yakin jika partnernya itu sanggup. Dilihat dari gesture tubuh Dian, lelaki itu sangat gelisah, kakinya bahkan tidak bisa diam saat duduk disebelah Raksa.

"Baiklah, kita mulai!"

Dokter Frans dibantu dua asistennya mulai proses otopsi. Tubuh kaku Amelia yang telah dibersihkan dari darah terbujur kaku di meja besi khusus. Dokter Frans mulai mengamati setiap luka dan perubahan kulit Amelia.

"Tidak ada perubahan warna kulit yang mencolok, semua terlihat normal. Lebam karena tekanan dan perlawanan juga tidak terlihat."

Tangan dokter Frans memeriksa beberapa bagian dari tubuh Amelia, memeriksa kemungkinan penyebab lain selain luka tusuk. Tak lupa juga ia memeriksa tangan Amelia.

"Ini aneh, tidak ada keraguan saat melakukan hal ini. Jika memang dia menusuk dirinya sendiri, lukanya juga tidak akan sebanyak ini." Dokter Frans berkomentar setelah memperhatikan arah dan bentuk luka tusukan di tubuh Amelia.

"Apa kau pernah mengotopsi korban seperti ini?" Raksa bertanya dari balik ruangannya.

Dokter Frans menggeleng ringan, "ini sedikit unik."

Dokter senior yang sudah bertahun tahun mendalami dunia forensik itu mulai melakukan bedah otopsi pada tubuh Amelia. Membuka lapisan demi lapisan kulit dan mengeluarkan isinya perlahan, memeriksa jantung, lambung dan juga organ penting lain.

Dian menutup mulutnya dengan tangan, ini kali pertama ia mengikuti bedah otopsi. Mengerikan baginya melihat bagaimana tubuh korban dibedah dan diperiksa secara nyata didepan matanya. Perutnya terasa diaduk aduk, matanya mulai berair, kepalanya mulai pusing dan akhirnya,

"Maaf, aku izin keluar!" Dian berlari keluar ruangan sambil menutup mulutnya.

Dokter Frans dan Raksa dibuat terkejut dengan respon Dian. Melihat hal itu Raksa hanya menatap iba pada Dian.

"Kuat, huh?! Aku rasa dia perlu berlatih membedah ikan dulu!"

*

*

*

Seorang pria keluar dari mobil mewah miliknya, berjalan bersiul sambil menenteng kunci mobil. Ia membiarkan kancing baju atasnya terbuka memperlihatkan kalung titanium berliontin huruf RF yang tak pernah lepas dari leher putihnya.

Ia berjalan santai menikmati udara malam yang mulai dingin menggigit. Kelebatan bayangan hitam melintas cepat di belakangnya berpindah dari satu tempat ke tempat lain. Hawa tak biasa menyergap pria muda itu, ia merasakan hal aneh yang membuat bulu kuduknya berdiri.

Kelebatan bayangan itu muncul lagi, dan tertangkap ekor matanya. "Hei, siapa disana!"

Merasa curiga, pria itu berbalik dan melangkah mendekati tempat yang ia yakini sebagai persembunyian bayangan hitam tadi.

"Keluarlah, jangan jadi pengecut! Kau tahu aku petugas keamanan disini, jangan berbuat onar jika tak ingin babak belur!" Ia berteriak memperingati sosok yang kini berdiri dekat dengan mobil berwarna merah.

Suara cekikikan terdengar ganjil bagi lelaki itu, ia pun menghentikan langkahnya. "Siapa disana?!"

Tak ada respon selain tawa tak jelas, pria itu pun ciut nyali. Apalagi sosok hitam itu mulai memperlihatkan separuh wajahnya yang tertutup rambut panjang.

Aku menginginkanmu!

Bisikan mistis yang mengerikan menyapa telinga pria itu. Matanya membulat sempurna saat separuh wajah sosok mencurigakan itu terlihat. Tanpa menunggu lagi ia berbalik dan segera berlari kencang menuju lift.

Pria itu panik, wajahnya memucat dan berkali kali ia menekan tombol lift. Waktu terasa membeku, pintu lift tak kunjung terbuka.

"Brengsek, ayolah cepat!"

Pria itu berkali kali menatap ke arah dimana sosok itu berdiri. "Cepat, cepat, cepat!"

Suara pintu lift terbuka membuatnya lega, ia buru-buru masuk dan segera menekan angka lima. Begitu pintu lift tertutup ia pun bisa bernafas lega.

"Menyeramkan sekali, apa itu tadi?"

Ia mengeluarkan ponselnya, memeriksa beberapa chat masuk dan juga mengirimkan satu pesan untuk karibnya. Lampu lift berkedip kedip, pria itu mendongak ke atas. Jantungnya kembali berdebar tak karuan.

"Brengsek!"

Lampu dalam lift padam seketika, pria itu pun panik dan menekan tombol emergency.

"Hallo, seseorang! Apa ada yang mendengarku? Lift macet dan lampu di dalam mati bisakah kalian memeriksanya?"

Tak terdengar respon hanya suara bergemerisik bak lebah berdengung yang terdengar. Pria itu akhirnya menyalakan senter di ponsel, ia kembali mengulang permintaannya. Kali ini terdengar suara tak jelas yang terputus putus.

"Hallo, bisa kau ulangi sekali lagi?! Tolong aku kawan, ini sangat menyeramkan!"

Kau harus mati!

Pria itu terkejut bukan kepalang, ia segera menjauh dari interkom darurat. Tubuhnya gemetar merasakan perubahan suhu yang mulai berbeda. Kelebatan bayangan diikuti suara cekikikan terlihat jelas dalam ruangan lift yang sempit. Pria itu mengarahkan lampu senter ke kanan dan ke kiri dengan cepat.

"Siapa? Siapa disana?!"

Apa kau merindukanku?

Suara seram itu kembali terdengar berbisik dan menyakiti telinganya.

"Siapa? Siapa kau?! Pergi, jangan ganggu aku!" Teriaknya lantang sambil terus mengibaskan tangan, menghalau sesuatu yang mungkin saja ada didekatnya.

Pengecut, pecundang, pembunuh!

Suara teriakan itu mengakhiri kegelapan dalam lift. Lampu dalam lift akhirnya kembali menyala terang. Pria muda itu tergugu di sudut lift, menangis frustasi. Ia tak menyadari sosok seram yang muncul di hadapannya. Tubuhnya condong ke arah pria malang itu lalu,

Pick a booo …,

Aaaargh!!

Bab terkait

  • Dendam Sang Biduan    Korban kedua

    Raksa menyesap kopinya, menikmati pahit dan harumnya kopi yang menyelusup di indra pengecap dan penciumannya. Ia menunggu dokter Frans keluar dari ruangan otopsi."Apa otopsinya sudah selesai?" Dian berjalan mendekat, wajahnya masih terlihat pucat."Hem, sudah tinggal menunggu hasilnya.""Kamu baik-baik saja? Wajahmu pucat sekali." Raksa sedikit mengkhawatirkan kondisi rekannya."Sedikit pusing tapi kafein pasti membantu."Tak lama kemudian dokter Frans keluar ruangan. Ia membawa salinan hasil otopsi untuk Raksa."Maaf sedikit lama. Ini hasilnya, dari bentuk luka yang ada di tubuhnya tidak menunjukkan keragu raguan. Sembilan tusukan di perut dan satu tepat melubangi jantung. Kami menyimpulkan, Amelia melakukannya sendiri.""Apa? Itu mustahil, satu tusukan saja biasanya cukup membuat pelaku bunuh diri ragu. Tusukan kedua biasanya tidak terlalu dalam, rasa takut mati akan menguasai." Dian mencoba mematahkan pendapat forensik.Dokter Frans menaikkan sudut bibirnya. "Faktanya begitu, semu

    Terakhir Diperbarui : 2023-10-01
  • Dendam Sang Biduan    Prediksi Raksa

    Raksa memperhatikan dengan seksama hasil temuan para penyelidiknya. Kasus kedua di sebuah apartemen memiliki kemiripan dengan kasus Amelia. Ditemukannya pesan yang sama 'Dia, ada disana!'Dua tim dengan kasus yang berbeda duduk bersama di ruangan meeting. Raksa dan Jack memutar otak, memperhatikan bukti pendukung yang didapat dari dua pembunuhan misterius yang hanya berjarak beberapa jam saja.Raksa mengetuk ngetukkan penanya di atas meja. Tangan yang lain mengurut dahinya yang mulai berminyak. "Apa menurutmu ini dilakukan orang yang sama?"Jack tak menjawab, ia terlihat berpikir keras. Bagaimana tidak mayat kedua ditemukan mengenaskan dengan leher tergorok di atas lift. Sebuah pertanyaan besar bergelayut di kepalanya. Bagaimana cara manusia biasa menarik tubuh Ronald yang berbobot enam puluh tujuh kilogram tanpa bantuan orang lain ke atas kotak lift."Ini tidak masuk akal pak! Sangat sulit dipercaya secara logika!" Jack akhirnya menanggapi pertanyaan Raksa setelah lama terdiam dengan

    Terakhir Diperbarui : 2023-10-10
  • Dendam Sang Biduan    Rahasia Alan

    Raksa merebahkan tubuh letihnya di ranjang king size nan empuk. Ia menatap langit-langit kamar, lalu memejamkan mata menetralkan rasa dari pandangan-pandangan tak biasa yang menderanya seharian."Bad day, bad case, bad body! Lengkap sudah!" Keluhnya sambil memijat kening.Ia membiarkan televisi layar datar di kamarnya menyala, menampilkan tayangan komedi favoritnya. Suara tawa dan banyolan lucu terdengar memenuhi kamar, tapi Raksa sama sekali tak berniat melihatnya. Ia lelah sekali, berkali kali mendapat visi tentang kematian mengerikan membuat energi Raksa tak seimbang.Memiliki kemampuan tak biasa memang sangat menyiksanya. Selain menguras energi, kemampuan itu juga membuatnya tersiksa. Raksa selalu menolak kemampuan alaminya tapi di sisi lain ia juga kerap manfaatkan. Raksa belum bisa memahami apa yang menjadi takdir hidupnya.Detektif muda itu membuka laci nakas disamping tempat tidur, mengambil botol berisi obat dari dokter langganannya. Anti depresan.Raksa mendengus kasar, dira

    Terakhir Diperbarui : 2023-10-11
  • Dendam Sang Biduan    Kejutan untuk Raksa

    Pagi ini Raksa kembali disibukkan dengan kegiatan investigasi. Kekasih Amelia, Alan akhirnya datang memenuhi panggilan penyidikan. Ia datang didampingi pengacara, cukup cerdik atau mungkin Alan memang tidak ingin menghabiskan waktunya di ruang investigasi.Airlangga ditugaskan untuk menyelidiki alibi Alan diruang terpisah sementara Dian menginterogasi Alan dengan list pertanyaan yang sudah disiapkan sebelumnya. Lima belas pertanyaan telah disiapkan untuk Alan termasuk memastikan Alan berada diluar kota saat kejadian.Raksa diam memantau gerak gerik Alan dari layar monitor. Sesekali ia menggigit jari telunjuknya."Dia benar-benar ada diluar kota saat kejadian, pak." Airlangga berkata setelah beberapa saat meneliti alibi Alan"Benarkah? Orang itu, sepertinya aku pernah kenal tapi dimana?" Raksa terus mengawasi lelaki muda bergaya metropolis yang sedang menjawab pertanyaan Dian."Dia brand ambassador dari produk kosmetik pria sekaligus bankir. Wajahnya banyak terpampang di banner tempat

    Terakhir Diperbarui : 2023-10-13
  • Dendam Sang Biduan    Raksa dan teman lama

    Airlangga menunjukkan pada Jack beberapa potong gambar yang mencitrakan pria berjaket hitam dengan topi dan masker yang menutupi wajahnya. "Lihat ini, dia tertangkap cctv berjalan sambil memantau keadaan menuju lift.""Perkiraan jam dengan kematian R?" tanya Jack memperhatikan layar."Hanya seper sekian detik dari rekaman yang ditunjukkan dalam lift.""No way! Apa dia cenayang yang bisa meramalkan kematian seseorang atau justru dia yang merencanakan semuanya?" Jack terbelalak dan menarik kursi putar di dekat Airlangga untuk melihat lebih jelas.Ia mengernyit dan beberapa kali meminta putar ulang tayangan pada Airlangga. "Ini … aneh sekali."Jack memundurkan kursi dan menyandarkan punggungnya. "Apa kau juga sependapat denganku?"Airlangga mengangguk, "Bahkan jika kita membandingkan dua video dalam lift dan di luar lift sama sekali tidak ada sosok pria ini masuk. Lalu bagaimana dia menghilang? Atau dia memang tidak pernah masuk ke dalam lift?""Entahlah, tapi setidaknya kita memiliki g

    Terakhir Diperbarui : 2023-10-16
  • Dendam Sang Biduan    Kejutan lagi

    Pertemuan Raksa dengan kawan lama nya Willy, membuat cerita baru bagi perjalanan karir perdananya di kota ini. Airin duduk manis mendengarkan sambil sesekali mencatat hal penting tentang perubahan sikap Raksa. Sebagai dokter kejiwaan yang tertanggung jawab pada pasien, Airin memperhatikan setiap perubahan ekspresi Raksa.Meski Raksa tidak meminta, tapi Airin tetap melakukannya. Sebulan tidak bertemu detektif muda itu, hatinya bergejolak. Ada rindu yang mulai menggelitik Airin. Hatinya menghangat saat melihat Raksa tertawa."Wil, maksud kamu siapa yang mati? Aku ketinggalan berita sepertinya!" Raksa mulai berbicara serius setelah basa basi tentang kenangan masa SMA.Willy celingukan, "Kita bicara di kantorku, nggak enak kalau sampai terdengar yang lain.""Ehm, dia pacar atau calon istri?" Willy menoleh pada Airin."Saya Airin, temannya." Airin tersenyum menjawab pertanyaan Willy."Oh, maaf aku terlalu asik bernostalgia sampai lupa ada kamu disini. Ayo kita masuk ke dalam."Raksa dan Ai

    Terakhir Diperbarui : 2023-10-17
  • Dendam Sang Biduan    Sabotase mobil Airin

    Hari menjelang gelap saat Raksa kembali ke kantornya. Airin bersikeras untuk pergi ke hotel sendirian. Ia tak mau merepotkan Raksa, terbiasa hidup mandiri di kota besar membuat Airin tidak bergantung pada orang lain."Hotel tempat mu menginap dekat dengan rumahku, bagaimana kalau kita besok bertemu lagi?" Raksa bergerak cepat dengan tidak membuang waktu mendekati Airin."Apa tidak mengganggu kerjamu? Bukankah ada kasus berat yang harus dikerjakan?" Airin balik bertanya setelah memasang seatbelt nya."Itu bisa diatur, lagipula tim ku hebat. Mereka bisa bergerak sendiri tanpa harus aku atur."Airin mengangguk dan kemudian tersenyum, "Baiklah kalau begitu, sampai besok.""Jam tujuh pagi?" Airin mengernyit sejenak, "Kamu yakin bisa bangun pagi?"Raksa tergelak, merasa sindiran Airin menohok dirinya. Airin tahu pasti kegiatan paginya yang selalu membosankan."Untukmu, aku bisa melakukannya!""Oke, sampai ketemu jam tujuh kalau begitu. Bye!" Senyum manis Airin menutup percakapan mereka seb

    Terakhir Diperbarui : 2023-10-21
  • Dendam Sang Biduan    Tamu tak diundang

    Raksa dan Jack berdiskusi sejenak, kedua detektif muda ini memutuskan untuk membawa Airin dalam perlindungan sampai ditemukan petunjuk dalam cctv."Airin, maaf tapi, aku rasa kau sebaiknya menginap di rumahku. Setidaknya kami harus memastikan bahwa tidak ada unsur kesengajaan yang melibatkan dirimu dalam masalah. Tapi aku rasa ini kecil kemungkinannya.""Ini jelas kesengajaan Raksa, hanya saja mungkin salah sasaran. Kebetulan saja mobilku ada disana dan terkena imbasnya."Raksa mengedikkan bahunya, "Aku rasa juga begitu. Timku sedang menyelidikinya. Kita pulang? Pakaianmu ada di mobil atau sudah di hotel?""Masih ada dalam bagasi.""Oke, aku akan membatalkan reservasi hotel dan memastikan pengembalian uang muka!" Airin terkekeh geli, "Tidak perlu, itu resiko bukan? Yang penting sekarang adalah keselamatan ku. Aku takut, Raksa."Raksa menarik nafas dalam-dalam, "Aku tahu, ayo kita ke rumahku. Kau perlu beristirahat.""Jack, aku serahkan semua pada mu, ok?" Raksa berteriak pada Jack y

    Terakhir Diperbarui : 2023-10-22

Bab terbaru

  • Dendam Sang Biduan    Akhir dari cerita

    “Kalian menipuku! Kalian memanfaatkan diriku!” James berteriak kasar pada Airin.“Huh, benarkah? Kami membantumu membalas dendam, apa kau lupa itu?!” balas Airin sengit.“Tapi kau tidak mengatakan jika Kevin secara tidak langsung menjadi otak dari pembunuhan adikku!” mata James melotot menahan amarah yang membuncah.“Kau menikmati setiap kematian mereka! Jangan lupakan itu James. Dan yah memang benar, Kevin bertanggung jawab atas semua kemalangan ini!”“Brengsek! Dasar jalang, pelacur, kau pantas disebut penyihir jalang!”“Lakukan apa yang kau mau, karena aku bisa membunuhmu kapan saja!”“Brengsek!”James menghempas tubuh Airin dengan keras, ia gelap mata. Tanpa belas kasihan James kembali menghajar Airin, memukul dan menendang tak peduli dengan rintihan sakit yang keluar dari bibir Airin yang mulai berdarah.Marina berteriak minta tolong, ia berusaha menghentikan tingkah brutal James yang menghajar Airin. Mariana berusaha menghalangi dan melindungi Airin tapi ia justru terkena pukula

  • Dendam Sang Biduan    Penyergapan

    “Bersiaplah Dex kita akan menyergap sebelum tim yang menyamar ikut berhalusinasi! Bergerak dengan aba-aba ku oke!”Raksa bergegas keluar diikuti Dex. “Kita kesana?!”“Yup, aku ingin melihat bagaimana terkejutnya Airin saat melihat ku!”Raksa mengemudikan mobilnya dengan cepat menuju gedung tua yang terbengkalai. Kevin rupanya pintar memilih lokasi. Ia menemukan gedung tua yang terbengkalai di dalam hutan pinus di sekitar rumahnya. Dengan sedikit perbaikan gedung tua itu disulap menjadi aula pemujaan sekte iblis.Tim penyergap bersiap, berjalan mengendap ngendap memutari gedung. Tak ada penjaga di bagian depan, Kevin rupanya tak pernah menyangka jika sekte sesat yang tengah didirikannya lagi itu tercium pihak berwenang. Lantunan kidung terdengar menggema, mengusik ketenangan hutan pinus.“Baiklah apa kalian siap?” Raksa memberi aba-aba untuk bersiap masuk.Setelah mendapat kabar kepastian dari pemantau situasi di kantor pusat mereka pun mendobrak masuk. Suasana ricuh terjadi, beberapa

  • Dendam Sang Biduan    Pengakuan Feni

    Raksa duduk berhadapan dengan Feni. Wanita dengan jabatan CEO disalah satu perusahaan nirlaba itu terlihat gugup dan sesekali menggigit kukunya yang terawat.“Minum?” Raksa memberikan botol air mineral kecil pada Feni.“Aku mau pengacaraku, tolong!” ucapnya gugup setelah melegakan tenggorokannya.“Tentu, kau akan mendapatkannya. Apa kau sudah memberi kuasa pada pengacara perusahaan atau mungkin pribadi?” tanya Raksa lagi tak memutuskan tatapan.“Ya, sudah.”Suasana tegang kembali tercipta saat Feni kembali terdiam. Raksa tak ingin memaksa ia bicara, Feni yang datang sendiri untuk mengakui dosanya. Raksa tak ingin menekan meski ia ingin melakukannya.“Dia membunuh Alan! Dia juga membunuh Vivian! Selanjutnya pasti aku detektif, tolong lindungi aku! Aku … masih ingin hidup!” Feni akhirnya berkata dengan kalimat terbata.Raksa tersenyum miring, “Begitukah, kenapa dia mengejarmu? Apa yang kalian lakukan sampai rohnya begitu dendam dan haus darah?”“Aku …,” Feni terkesiap, menatap Raksa cur

  • Dendam Sang Biduan    Agus sang eksekutor

    Agus membersihkan sisa-sisa camilan dan juga gelas-gelas kotor yang tertinggal di meja cafe. Alunan musik dari denting piano masih mengalun merdu menemani para pekerja kafe yang membereskan ruangan.Aluna alias Alicia masih bernyanyi menghibur para pekerja. Matanya sesekali melirik ke arah Agus, mengerling jenaka pada lelaki kurus tinggi tapi cukup enak dipandang itu. Sisa kacang kulit, puntung rokok, bekas kudapan manis yang tercecer dan juga tumpahan jus dibersihkan tanpa terkecuali.“Hai, mau pulang bareng?” Aluna menyapa, mengenakan Coat panjang berwarna coklat ia tersenyum begitu manis pada Agus.“Tentu, tunggu aku sebentar sedikit lagi selesai.” jawab Agus membalas senyuman Aluna.“Aku tunggu di depan?” Agus mengangguk.“Yup, seperti biasa!” Agus berbunga bunga, ia senang Aluna membalas sikap perhatiannya, meski hanya sebatas teman kerja.Ia sesekali menatap Aluna sambil menyelesaikan pekerjaannya. Aluna berhasil mencuri hatinya, tapi sayang Agus harus bersaing dengan yang lain.

  • Dendam Sang Biduan    James, sang sutradara

    Waktu seperti berhenti saat James menerima kabar kematian Aluna. Mirisnya lagi saat ia melihat jasad mengenaskan Aluna di meja otopsi. Adik satu satunya, kesayangan dan kebanggaannya terbujur kaku dengan sejumlah luka pada wajah leher dan kaki.James shock berat, ketika polisi juga mengatakan jika Aluna alias Alicia juga mengalami rudapaksa.“Tak cukupkah dengan menyiksa adikku saja? Apa kalian juga harus mengambil kehormatannya!” ujarnya geram sambil menatap jasad membiru Aluna.Airmata menetes di sela rahangnya yang mengeras. “Aku bersumpah akan membalas semua perbuatan biadab ini pada adikku!”Sumpah yang nyatanya membuat kekalutan James semakin parah. Ia kesulitan tidur dan fokus pada pekerjaannya. Obsesinya menemukan para pembunuh adiknya menjadikan hidup James kacau. Hingga James tiba di satu titik dimana ia menyerah pada keadaan. James nyaris mati jika Airin tidak datang menyelamatkan dirinya. Pertemuan James dan Airin terjadi secara tak sengaja saat James yang kalut tertabrak

  • Dendam Sang Biduan    Airin

    Seorang lelaki berjaket hitam berdiri tak tenang di tepi gedung. Berkali kali ia menoleh kebelakang menunggu sesuatu. Berjalan kesana kemari sambil sesekali menghisap rokoknya. Leo terkesiap saat mendengar suara langkah sepatu berheels datang mendekat. Ia menunggu dengan was-was.“Leo?!” teriak wanita cantik dengan dress simple selutut.Mendengar namanya disebut Leo pun berbalik. “Apa kau bawa barangnya?”“Ya tentu saja! Tugasmu sudah selesai?” tanya Airin masih berdiri di tempatnya.“Tentu saja.” Leo menjawab dengan gugup, tangannya gemetar saat keluar dari jaketnya. Airin menangkap gejala itu, “tanganmu gemetar?”“Yah, dengar … ini sangat mengerikan dok! Aku takut, lelaki itu mati? Aku tak melihat apa pun. Aku melakukan semua tugas Kevin, membuka lift dan …,”Leo tak kuasa menahan dirinya, ia menangis. “Aku tak tahu apa yang terjadi dok, aku sungguh tak tahu.”Leo menutup wajahnya dengan kedua tangan. Ia terisak, frustasi dengan apa yang terjadi di depan matanya.“Apa yang kau lih

  • Dendam Sang Biduan    Kevin O'Leary

    Beberapa waktu sebelum jasad Ronald Frederick ditemukan.Rahang tegas, kulit pucat berbintik, wajahnya tampan berambut coklat. Lelaki paruh baya yang memakai setelan putih-putih itu duduk tenang dengan buku tebal dan secangkir espresso.Sesekali pandangannya berpindah pada gedung apartemen yang berada di depannya. Ia membuka halaman demi halaman dan membacanya perlahan. Dua lelaki eksekutif masuk ke dalam kafe sambil berbincang. Keduanya bicara dengan sangat antusias sampai obrolannya terdengar pengunjung lain.Lelaki itu berdecak kesal, menyesap kopinya dan membiarkan kafein menyusup, membius dan memberinya ketenangan. Ponselnya berdering, ia kembali berdecak kesal.“Apa aku tidak bisa menikmati hari ku dengan sedikit ketenangan?”Ia menjawab panggilan dari salah satu pengikutnya. “Ya, aku mendengarkan.”“Tuan Kevin, ini berjalan diluar kendali, aku mengikuti semua petunjuk tuan tapi … semua menjadi kacau! Ini gila! Kau minta aku memastikannya terbunuh? Aku melihat dengan mata kepala

  • Dendam Sang Biduan    Meeting kasus

    Raksa dan tim dibuat semakin sibuk dengan dua pembunuhan terbaru. Keduanya memiliki kesamaan, apalagi jika bukan tulisan ‘Dia Ada Disana!’Dua korban masih memiliki keterkaitan dengan klub science. Vivian dan Alan -kekasih Amelia. Ini mengubah status Alan yang semula enam puluh persen tersangka menjadi korban.Vivian masih terhitung kerabat Amelia, ia tergabung di klub science dan menjadi ketua tim saat penelitian remaja konyol itu dilakukan. Ia tewas di dalam kamarnya dengan kondisi mengenaskan. Satu tusukan di dada dan satu lagi tepat di bagian kiri matanya. Tidak ada saksi mata dan tidak ada satupun yang mendengar jeritan atau keributan.Alan, kekasih Amelia tewas di kamar mandi. Ditemukan dalam bathtub dengan luka sayatan di bagian leher dan kedua lengan. Tubuhnya terendam air hangat yang mencegah pembekuan darah. Hal ini juga mengaburkan jam kematian korban.Ini bukan lagi kasus pembunuhan berskala kecil tapi telah melebar menjadi the real serial killer.“Kau menemukan kesamaan d

  • Dendam Sang Biduan    Bertemu Aluna

    Raksa memejamkan mata, berkonsentrasi agar bisa memasuki sisi lain dunia paralel. Kalungnya menghangat, telinganya mulai berdengung dan membawanya perlahan melintas dimensi. Perbedaan tekanan mulai dirasakan, tanda dirinya berhasil menyeberang.Aroma tak biasa samar tercium, campuran anyir darah, sedikit busuk dan bunga. Raksa memantapkan hati, ia akan menggunakan kekuatannya pada kasus ini. “Akhirnya kau datang,”Raksa membuka mata perlahan, wanita bergaun merah itu duduk diam di sebelahnya. Rambutnya yang kusut masai menutupi sebagian wajah yang terluka.“Ingin menyampaikan sesuatu atau aku yang akan memaksamu?” Raksa menoleh pelan ke arah sosok seram itu, secara bersamaan pandangan keduanya bersiborok. Mata merah dan tak ramah membuat siapa pun bakal ciut nyali. Kau takut?“Pertanyaan bodoh! Siapa kau berani menampakkan diri terus menerus padaku!”Sosok itu menatap tajam, menggerakkan kepalanya kaku bak zombie dalam film-film. Raksa tak berkedip menatap sosok menyeramkan yang lu

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status