"Kamu! Berani-beraninya kamu dekati anak saya," teriak Ayah Mahira.
Ayah Mahira datang dengan penuh amarah dan kekesalan karena mendapatkan kabar kalau anaknya telah dekat dengan pria yang berada di hadapannya ini.
Diki yang saat ini sedang mencangkul di sebuah perkebunan, dikagetkan dengan kedatangan Ayah Mahira yang begitu datang langsung meneriaki dirinya.
Diki langsung menghentikan aktivitasnya dan menoleh ke arah Ayah Mahira.
"Maaf Pak, maksud Bapak apa ya?" jawab Diki berusaha untuk pura-pura tidak mengerti.
Diki berusaha memasang wajah tenang padahal hatinya sangat ketar-ketir takut kalau sampai ayahnya Mahira mengetahui kedekatannya dengan anaknya.
"Ahkk jangan kurang ajar kamu," ucap Ayah Mahira lalu menyuruh anak buahnya menghajar Diki.
"Kasih pelajaran dia." titah Ayah Mahira kepada anak buahnya.
Tanpa pikir panjang, ayah Mahira ingin Diki dikasih pelajaran supaya kapok dan tidak lagi mendekati anaknya.
Brugh … slep … gleg ….
Diki pun dipukuli sampai babak belur dan sampai tersungkur di tanah.
Diki yang hanya bekerja sebagai tukang buruh kuli, ia tidak bisa melawan ayah Mahira dan anak buahnya.
Setelah beberapa saat dipukuli oleh anak buah ayah Mahira. Diki pun ditinggalkan begitu saja.
Diki yang sudah babak belur mulai kehilangan kesadaran dan setelah beberapa saat akhirnya ia tidak sadarkan diri.
Beberapa menit kemudian, akhirnya pemilik kebun menemukan Diki yang tidak sadarkan diri di kebunnya.
"Astaghfirullah, Diki kenapa itu?" ucap atasannya Diki lalu menghambur mendekati Diki.
Kulit Diki yang terlihat sawo matang itu dipenuhi oleh luka-luka. Pemilik kebun memandangi wajah Diki dan ia penasaran kenapa pegawainya bisa mengalami babak-belur seperti ini? Pemilik kebun pun meminta tolong kepada para pegawainya.
"Tolong-tolong," teriak pemilik kebun meminta bantuan untuk menyelamatkan Diki.
Para pegawainya pemilik kebun yang sedang serius bekerja akhirnya mereka mendengar teriakan dari atasannya. Dan mereka pun mendekatinya.
"Ada apa Pak Erick?" tanya para pegawai setelah dekat.
"Tolong ini Diki, entah mengapa dia pingsan dengan keadaan babak belur begini," ucap pemilik kebun mendongakkan kepala menatap para pegawainya, lalu kembali memandang wajah Diki.
Semua pegawai pemilik kebun terkejut dengan keadaan Diki yang memprihatinkan. Lalu akhirnya mereka semua menolong Diki dan membawanya ke kontrakan Diki.
"Ya ampun, Nak Diki kenapa bisa begini?" lirih saudara Diki ia terkesiap karena melihat keadaan Diki yang seperti ini. Lalu Bi Ina pun mengarahkan warga untuk membaringkan Diki di kursi bambu yang ada dikontrakan itu.
Diki pun di baringkan di kursi lalu warga yang mengantar Diki pun pergi.
Lalu Bi Ina pun mengompres luka Diki.
Bi Ina adalah orang terdekat Diki. Bi Ina adalah saudara Diki. Hanya Bi Ina yang Diki punya di desa ini.
Hati Bi Ina begitu hancur, melihat keponakannya seperti ini. Keadaan Diki membuat hatinya teriris perih.
Setelah beberapa saat akhirnya Diki pun mengerjapkan matanya. Diki mencoba membuka matanya yang masih terasa berat.
Diki menatap Bi Ina yang sedang mengompres lukanya. Lalu ia berkata,"terimakasih, Bibi. Karena Bibi sudah mengobati luka, ku!"
Diki merasa beruntung bisa mempunyai saudara seperti Bi Ina. Diki begitu bersyukur karena saudaranya ini selalu mau mengurusinya dengan keadaan apapun.
Wanita paruh baya itu tersenyum ke arah Diki. Dan dia mengatakan, "tidak perlu berterima kasih. Bibi hanya menjalankan tugas Bibi sebagai saudara kamu," terangnya.
Diki menyembunyikan rasa kesalnya dan ia mencoba bersikap tenang dihadapan wanita paruh baya itu.
Walaupun ingin menceritakan hal yang sebenarnya kepada saudara satu-satunya. Tapi Diki tidak mau membebani wanita paruh baya itu sehingga ia putuskan untuk memendamnya sendiri.
Tiba-tiba saja Bi Ina terlihat kesal dan mengatakan hal yang mengejutkan kepada Diki, "jangan-jangan Juragan Joko, ayah dari Mahira yang telah membuat kamu seperti ini?" tebaknya.
Deg!!!
Apa yang wanita paruh baya itu katakan kepada Diki tepat sekali. Tebakannya mengapa bisa setepat itu? Diki tertegun.
Diki mencoba untuk mengelak dengan apa yang wanita paruh baya itu katakan, "sudah ya, Bi. Jangan berpikir yang tidak-tidak. Ini semua terjadi karena kesalahpahaman saja!" Diki bersikukuh mengatakan bahwa apa yang terjadi terhadap dirinya adalah sebuah kesalahpahaman. Karena Diki tidak ingin kalau sampai Bi Ina terbebani dengan masalahnya.
Bi Ina pun terlihat sangat kesal dan terus berkata kalau dia tahu bahwa ayahnya Mahira lah yang telah membuat Diki seperti ini. Terlihat sekali kalau memang Bi Ina tahu segalanya. Entah tahu dari mana ia itu. Bi Ina marah-marah karena kondisinya Diki bisa sampai seperti ini dan ia pun tiba-tiba saja terlihat sedih dengan keadaan Diki yang menyandang pria termiskin.
Diki sedang berbaring di kursi bambunya dan mencoba untuk merenungi nasibnya yang begitu hina ini. Tiba-tiba saja terlihat ada seseorang yang memakai selendang hitam menutupi wajahnya, dan melangkah membuka pintu rumahnya. Diki melihat bayangan itu di dalam jendela rumahnya. Diki memperhatikan siapa wanita itu dan setelah beberapa saat!
Ceklek!
Terdengar suara bukaan pintu lalu terlihat ada wanita yang menjadi penyebab terlukanya Diki sekarang.
Diki terbelalak dan terkejut ketika melihat wanita itu ada dihadapannya dengan air mata yang membasahi wajahnya. Lalu ia menghambur mendekati Diki dan memeluknya dengan erat dan berkata,"Diki!? Kenapa kamu bisa sampai seperti ini?"
Wanita itu berkata dengan tangisan yang terdengar begitu terisak. Diki pun menaruh tangannya di atas pundak wanita itu. Setelah beberapa saat Diki memegang dagu wanita itu untuk mendongak menatapnya.
"Mahira, kenapa kamu datang kemari?" tanya Diki dengan suara berat karena masih menahan rasa sakit.
Diki begitu terkejut karena ternyata Mahira bisa datang menemuinya. Sudut mulut Diki terluka, di area pipi dan jidatnya sudah penuh dengan luka memar. Bahkan area perutnya pun ada luka memar karena anak buah ayah Mahira terus-menerus menghajarnya.
Wanita yang sangat dicintai Diki itu malah terus menangis tersedu-sedu dan memeluk erat tubuhnya kembali, lalu mengatakan.
"Aku tidak menyangka kalau bapak akan melakukan ini," lirih Mahira.
Diki begitu terharu karena melihat Mahira yang mencemaskan dirinya sampai mengeluarkan air mata untuknya. Diki pun berkata sambil melepaskan pelukannya Mahira yang melingkar di perutnya,
"Yasudah tidak apa-apa, Mahira. Ini memang salahku karena aku telah berani mendekati putrinya."
Diki sadar diri dengan keadaannya yang menjadi orang tak mampu. Dan ia malah berani mendekati Mahira sehingga ia menyalahkan dirinya sendiri.
Mahira terlihat menghentikan tangisannya lalu menatap kembali wajahnya Diki.
"Kenapa bisa, bapak tau tentang kedekatan kita? Padahal kita sudah menyembunyikannya serapih mungkin?" Mahira bertanya dengan ekspresi yang begitu kebingungan.
Padahal Mahira dan Diki selalu menyembunyikan kedekatan mereka, bahkan untuk saling pandang pun mereka tidak melakukan itu karena takut kalau sampai ada yang curiga kepada mereka.
Tapi bagaimana bisa ayah Mahira tahu tentang ini semua? Diki pun bingung karenanya.
"Aku juga tidak tahu, Mahira. Dan sekarang kenapa kamu menemui aku? Kalau bapakmu tahu kamu ada disini bagaimana nanti?" tanya Diki.
Diki tidak mau kalau sampai Mahira ketahuan ada di tempatnya. Apa yang akan terjadi jika itu terjadi? Pasti ayahnya Mahira akan lebih murka kepadanya. Dan yang lebih ditakutkan Diki adalah Mahira. Ia takut kalau Mahira akan kena hukuman ayahnya.
"Aku akan pergi dari rumah," sahut wanita itu berkata dengan lantangnya.
Mahira terlihat begitu kecewa dengan apa yang telah diperbuat oleh bapaknya sehingga, jika sampai Mahira ketahuan sekarang sedang bersama dengan Diki yang pastinya akan membuat ayahnya murka. Maka wanita itu bertekad untuk pergi dari rumah.
Diki terbelalak, "Apa yang kamu katakan Mahira?" Diki terkesiap dengan apa yang wanita di hadapannya ini katakan.Apa yang diucapkan Mahira berhasil membuat Diki sangat terkejut. Mana mungkin Mahira pergi dari rumah? Ayahnya pasti akan menghancurkan dan mengejarnya sampai dapat.Diki pun meyakinkan Mahira untuk tidak melakukan itu karena itu salah dimatanya. Dan meyakinkan Mahira kalau ia akan berusaha merubah nasibnya dan berusaha lebih keras lagi agar bisa menikah dengan jalur baik. Dengan cara merubah nasibnya menjadi lebih baik."Pulanglah, dan yakinlah kalau aku akan berusaha untuk mendapatkan kamu."Mendengar apa yang Diki ucapkan Mahira pun pulang dengan kayakinan yang sudah Diki tanamkan.Berapa hari berlalu Diki pun mencoba untuk memulai kembali berkerja di tempat biasa ia bekerja. Sepulang bekerja di dalam perjalanan tiba-tiba saja ia mendengar kabar kalau kekasihnya akan dijodohkan dan menikah dengan seseorang yang terpandang. Hati Diki hancur mendengar kabar itu. Ia pun
"Hahaha, kalau begini tidak akan ada yang bisa selamatkan Lo, Diki," ucap rekan Diki tersenyum puas setelah melempar tubuh Diki ke dalam derasnya arus sungai yang mengalir.Ternyata mereka berdua benar-benar telah menghabisi Diki dan membuangnya ke sungai agar tidak akan ada jejak kalau Diki telah dihabisi oleh mereka.Padahal sepandai apapun mereka menyembunyikan kejahatan pasti suatu saat akan terungkap juga. Tapi untuk saat ini mereka tidak memikirkan itu, yang terpenting untuk mereka sekarang adalah kepuasan atas meninggalnya Diki. Rekan Diki pun meninggalkan sungai itu."Eh, A Putra dan A Dadang habis dari mana?" tanya kekasih Diki kepada rekan kerja Diki yang tidak sengaja bertemu dengan mereka di jalan. Rekan kerja Diki tiba-tiba saja gugup saat hendak menjawab karena mereka baru saja berbuat kejahatan."Eh, Aku, kami," jawab mereka sambil saling pandang dan terlihat kebingungan hendak menjawab apa.Kekasih Diki menatap aneh akan tingkah mereka yang tidak terlihat seperti biasa
Diki pingsan dan tergeletak di tanah. Kakek yang telah melatih Diki pun akhirnya menghampiri tubuh Diki dan hendak membawanya masuk ke dalam rumah dengan santai. Sedangkan istrinya memarahi suaminya karena telah keras melatih pemuda yang baru sembuh itu.Kakek tua itu menghadapi amarah istrinya dengan santai, karena jika sudah seperti ini berarti latihannya telah berhasil.Satu jam berlalu. Diki tersadar dan merasakan kalau kakinya sedang diolesi oleh benda yang dingin. Diki pun membuka matanya dan melihat kalau kakinya sedang diolesi oleh ramuan hijau."Syukurlah kamu sudah sadar," ucap nenek tua itu. Diki tersenyum lalu menoleh ke arah Ki Ageng. "Kamu telah berlatih dengan sungguh-sungguh. Dan sekarang kamu sudah menjadi orang hebat karena sudah bisa tahan banting. Kamu selalu mempelajari apa yang Aki ajarkan kepada kamu dengan patuh. Perjuangan kamu tidak akan sia-sia," terang kakek tua itu.Kakek tua itu mengatakan kalau Diki sudah berhasil menjadi pria kuat yang mempunyai ilmu
Apa yang dikatakan oleh saudaranya Diki membuat Diki terheran-heran. Tapi akhirnya Diki pun menuruti apa yang telah diperintahkan oleh saudaranya ini. Karena memang dia ingin mengetahui apa yang sebenarnya telah terjadi dan ingin mengetahui tentang jati dirinya yang sepenuhnya."Baiklah, Bi. Kalau memang aku harus pergi dulu untuk tahu apa yang sebenarnya tentang diriku. Maka aku akan pergi!" Diki mengatakan itu dengan penuh pertanyaan besar. Sedangkan wanita paruh baya itu langsung pergi ke kamar dan menangisi Diki yang akan meninggalkan dirinya.Keesokan harinya Diki pun berkemas dan bersiap untuk pergi.Diki mengenakan jaket serta celana jeans yang jarang ia pakai. Sehari-hari biasanya Diki memakai pakaian kaos yang lusuh dan celana biasa yang warnanya sudah kusam.Diki hanya mempunyai satu baju yang lumayan masih bagus dan itulah yang di pakainya.Sambil memasukan pakaiannya ke dalam tas ransel Diki pun melamun. Diki melamunkan bagaimana dirinya akan pergi dengan hanya membawa ua
Diki yang melihat kejahatan di hadapannya tidak bisa diam dan ia ingin menolong pria paruh baya yang sedang di todong oleh senjata itu. Brug!!! Diki melompat dan menendang punggung salah satu penjahat yang menodongkan senjata di leher pria paruh baya itu lalu kembali ke posisinya dengan kuda-kuda yang terpasang dan tangan yang dikepalkan, siaga untuk menahan serangan.Ketiga penjahat dengan pakaian jas hitam itu pun menoleh dengan garang ke arah Diki dan menggeram kesal."Sialan bocah ingusan!" geram salah satu penjahat yang tidak terkena serangan Diki. Ia kesal melihat temannya yang diserang mendadak.Sedangkan yang terkena serangan itu masih tengkurap di tanah lalu mencoba untuk beranjak bangun.Mereka semua menatap Diki dengan garang.Sedangkan pria paruh baya itu terkejut karena ada pria muda yang mau membantunya dan membuat nyawanya terancam.Para penjahat itu langsung menyerang Diki dengan tendangan, tonjokan dan pukulan maut mereka tapi Diki berhasil menangkis semua serangan
Diki bingung harus bayar pakai apa karena di dalam tas dan sakunya, ternyata tidak ada uang sepeserpun karena telah hilang."Kalau gak punya duit gak usah makan! Alasan aja hilang." pedagang bakso itu terlihat meneriaki Diki karena tidak percaya kalau Diki memang telah kehilangan uangnya."Tapi uang saya hilang! Bukan alasan," sahut Diki sambil memikirkan sesuatu.Diki bingung hendak berbuat apa untuk membayar makanannya."Kalau boleh saya akan cuci mangkok buat bayar makanan yang saya makan. Boleh kan Mang?" tanya Diki.Diki tidak ada pilihan lain selain mencuci mangkok pedagang itu untuk membayar makanannya."Ya Sudah, daripada tidak dibayar!Pedagang itu pun membolehkan Diki untuk membayarnya dengan cara membersihkan mangkoknya.***Diki saat ini sedang menelusuri tempat yang telah ia lalui. Ia ingin mencari uangnya yang telah hilang itu dan berharap kalau uang itu masih ada dan belum dipungut oleh siapapun."Duh dimana ya uang itu? Kalau aku gak punya uang, bagaimana nanti?" Diki
Diki mendengar sosok wanita paruh baya yang menangis kepada satpam dan satpam terlihat terkejut karena mendengar kalau pak Harianto belum pulang-pulang.Diki pun menyimpan makanannya lalu menghampiri mereka."Yasudah Ibu tenang saja, mungkin bapak pulang terlambat hari ini," terang Pak satpam berbicara kepada ibu paruh baya itu."Tapi tolong terus awasi kawasan ini ya, Pak. Saya takut terjadi apa-apa sama suami saya soalnya dia tidak bisa dihubungi. Ditambah saya pernah melihat orang yang mencurigakan mengintai rumah kami, bukannya area sini sudah dijaga dengan ketat? Tapi kenapa masih ada orang asing yang bisa masuk ke dalam dan mengintai rumah?" tanya wanita paruh baya itu terhadap pak satpam."Wah, padahal saya terus berjaga disini. Dan kami selalu bergantian mengawasi, apakah mungkin mereka menaiki dinding pembatas lewat belakang? Tapi kan dinding itu sangat tinggi?" Pak satpam terlihat sedang berpikir.Diki pun melihat wanita paruh baya itu yang melangkah untuk masuk."Bu, Ibu tu
Pertanyaan itu membuat Bella dan Diki terkesiap.Lalu, mereka pun beranjak berdiri."Ibu, pria ini ingin bertemu dengan bapak!" terang Bella.Istri dari pak Harianto itu berdecak, "Kan kamu tahu sendiri kalau bapak tidak ada? Dan entah dimana ia sekarang. Jadi, lebih baik kamu suruh dia pulang!" suruh istri dari Pak Harianto. Wanita paruh baya itu sedang lelah dan banyak pikiran karena mencemaskan suaminya."Ibu, tunggu sebentar." tahan Diki yang melihat istri dari pak Harianto hendak pergi."Saya tahu kalau Pak Harianto itu masih belum pulang juga. Tapi, setidaknya berikan saya sesuatu untuk bisa membantu mencarinya." terang Diki berniat untuk mencari Pak Harianto yang menghilang itu.Istri dari pak Harianto berdecak, "Kamu bisa apa? Polisi saja yang ahli masih belum bisa menemukannya. Apalagi kamu pria biasa!" hina istri dari Pak Harianto.Diki sadar diri lalu menunduk tapi ia akan berjuang. Ia tidak akan menyia-nyiakan waktunya yang hanya harus menunggu. Lebih baik ia berusaha untu
Sultan menjelaskan semuanya tentang bagaimana dia bisa mempunyai anak dari Mahira."Mama sungguh tidak menyangka dengan apa yang telah kalian lalui. Kalau memang begitu baiklah. Mama justru bahagia karena rupanya Mama sudah mempunyai cucu sekarang ini," ucap Anara, lalu mencoba untuk membujuk Dirly agar mau untuk dia gendong. Dirly pun yang memang dibujuk oleh Anara langsung tertawa dan tersenyum. "Dirly anak Papa, itu Nenek sayang. Kamu digendong ya sama Nenek," ucap Sultan. Anara begitu terharu karena Dirly mau untuk dia gendong. Walaupun sebenarnya dia merasa cemas akan publik kalau sampai mengetahui tentang semua ini. "Mama, tolong jangan banyak pikiran. Mama bahagialah karena urusan publik biar Sultan yang atur."Sultan tahu apa yang membuat mamanya cemas, dan bisa melihat dari raut wajah sang mama tadi, pasti dia bahagia akan adanya Dirly. Namun, cemas bagaimana cara memberitahukannya kepada publik."Kamu selalu bisa mengatasi masalah. Mama tahu kamu bisa mengatasi semua ini
Apa ini, gadis ini ingin memeluk calon suaminya? Mahira dibuat geram dengan apa yang diminta oleh Dewi. Namun, Sultan pun malah mewujudkan permintaan Dewi dan langsung memeluk gadis itu dengan lekat dan senyuman mengambang. "Jadilah anak yang baik, Dewi. Turuti perintah ayahmu," ucap Sultan berbisik di telinga gadis itu. Lalu, Sultan pun melepaskan pelukannya. "Makasih, Aa Sultan sudah mau memeluk Dewi. Kalau begitu, sekarang kalian boleh pergi. Semoga kalian selamat dalam perjalanan." Bi Ina pun langsung tersenyum ke arah Dewi dan mengusap pucuk kepalanya. "Semoga segera mendapatkan seorang jodoh." Do'a Bi Ina kepada Dewi. Lalu, Sultan, Bi Ina, Robbie dan Mahira pun memasuki mobil dan mereka pun berangkat pergi.Saat berada di dalam Mobil, Dirly yang sedang berada di pangkuan Mahira itu pun menangis. "Cup … cup … cup, kenapa anak papa ini?" tanya Sultan kepada Dirly yang terus merengek, mungkin karena ingin mendapatkan Asi. Sedangkan Mahira ia yang duduk di kursi belakang, be
Melihat wajah itu … wajah mungil dan polos yang semua merah merona membuat hatinya terhenyak. Sultan begitu bahagia ketika mengetahui kalau dia sudah menjadi seorang ayah. "Mahira …," ucap Sultan. Lalu, dia mendekatkan wajah Mahira untuk dikecupnya. Cup …."Aku sangat bersyukur karena kamu telah memberikan buah hati yang begitu tampan untukku," ucap Sultan."Tadinya aku tidak akan membiarkan kamu tahu kalau putra kita ini adalah putramu," ucap Mahira tersenyum pahit. Sultan tercengang kenapa Mahira sampai berniat seperti itu?"Apa maksudnya? Kenapa kamu mengatakan itu?" tanya Sultan. "Karena aku kesel kamu sudah menikah dan aku kecewa saat kamu tidak mau mendengar penjelasan dariku," terang Mahira. Ayah Mahira bertepuk tangan dan mengejutkan semua orang yang ada disana. "Sudahlah … ayo kita bergembira dengan apa yang sudah terbongkar ini," sambung Joko. Sultan pun tersenyum, dia bahagia karena Joko sudah mulai bersikap ramah terhadap dia. 'Bapak senang akhirnya kamu bisa bersa
Meraih tubuh itu dan mendekapnya dengan erat. Sultan berhasil mengejar Mahira dan memeluknya. "Tolong jangan pergi, aku sangat tersiksa hidup tanpamu," ucap Sultan. Memeluk tubuh wanitanya dari belakang. Mahira terisak pilu, "rasanya aku tidak mau kalau harus menerimamu lagi. Aku kesal karena kamu tidak mau mendengarkan penjelasan dariku," balas Mahira dan berusaha untuk berontak. "Apa yang bisa aku lakukan agar kamu mau menerimaku?" tanya Sultan serius. "Aku tidak tahu! Pokoknya kamu pergi dari sini sekarang juga," bentak Mahira, dan langsung melepaskan tangan Sultan yang berada di perutnya. "Apalagi kamu sudah menikah! Untuk apa datang lagi kemari," ucap Mahira dan langsung berlari begitu saja membuat Sultan kecewa dan terluka hati. ***Sultan menghubungi Bi Ina dan memintanya untuk pergi ke desa Kemuning. Sultan ingin agar Bi Ina membantu dia mendapatkan Mahira. "Bi, tolong bantu yakinkan dia bahwa aku tidak menikah dan semua yang telah aku lakukan itu adalah pura-pura," ucap
Semua terkesiap melihat Rapika yang sampai membanting sebuah gelas sampai pecah di bawah lantai. "Ada apa, Rapika?" tanya semua orang menatap Rapika yang tubuhnya terlihat sedikit gemetaran. "Ah … Ma-maaf. Rupanya saya tidak sengaja karena tubuh saya tiba-tiba saja menggigil seperti ini," ucap Rapika. Rupanya Rapika ada niat untuk berpura-pura sakit, agar Sultan dilarang pergi oleh Anara karena harus menemaninya yang tidak sehat. "Apakah kamu sakit, Rapika?" tanya Anara terlihat cemas. Sultan menatap Rapika dan langsung saja berdiri dari tempatnya kini. "Ma, waktunya sudah mulai mepet. Sultan akan pergi sekarang," potong Sultan. Tanpa mau lama-lama lagi, Sultan ingin segera pergi. "Kamu ini kenapa? Lihat dulu kondisi istri kamu, tolong jangan pergi–""Ma, ini penting. Sultan harus segera pergi. Lagian disini banyak yang akan menjaga Rapika. Ada Bi Ina dan Maid yang lain, juga ada Mama kan." "Kamu benar juga, Nak. Yasudah kalau begitu, jaga dirimu baik-baik ya." Anara pun mengi
Begitu mengejutkan, Sultan tidak menyangka kalau Bi Ina ada di dalam kamar dan mungkin mendengar apa yang sudah dia katakan kepada Rapika. Bi Ina terdiam, sungguh tidak menyangka kalau Sultan masih belum bisa melupakan Mahira dan melakukan pernikahan pura-pura. Rapika hanya bisa menunduk ketika Sultan mengetahui keberadaan Bi Ina. "Jadi, kalian pura-pura menikah?" ucap Bi Ina. Sultan langsung saja menghampiri Bi Ina dan memegangi kedua pundaknya. "Bi, tolong jangan bocorkan rahasia ini," mohon Sultan. Entah sampai kapan dia tidak ingin semuanya terbongkar. Namun, tidak sekarang karena Sultan takut membuat Anara kecewa. "Kamu ini kenapa? Selama ini Bibi tidak pernah mengajarkan kamu berbohong!" kesal Bi Ina. Apa yang dilakukan oleh Sultan ini sepenuhnya salah dan pasti akan menjadi bumerang untuk semua orang. "Sultan tahu kalau ini salah, tapi Sultan melakukan ini karena ingin membuat Mama bahagia," terang Sultan. "Memangnya kamu pikir Nyonya Anara akan bahagia, dibohongi ole
Sultan emosi ketika ia hendak pergi ke dapur untuk menghampiri Bi Ina. Tiba-tiba saja dia melihat Rapika yang sedang berduaan di taman belakang Mansion. "Kamu itu berani-beraninya ya?" ucap Sultan yang sedang mengangkat tangan kepada Rapika. Rapika mendongak sambil menyembunyikan pacarnya di belakang dia. "Perjanjian kita ini berakhir sampai kapan, Pak? Saya butuh belaian. Jadi, kalau memang Bapak tidak ingin menyentuh saya, Ya Sudah, biarkan saya bersenang-senang dengan pacar saya," ucap Rapika mulai berani. Sebenarnya Rapika sangat menginginkan Sultan, tapi sayangnya Sultan sama sekali tidak pernah melirik dirinya. Hanya menjadikan dia sebagai istri pura-pura dihadapan orang. Jadi, Rapika pun berniat untuk membuat Sultan cemburu, sehingga sampai menyewa pacar pura-pura dan ia sengaja berduaan di saat ada pesta seperti ini. Karena ingin tahu seberapa besar rasa cemburu Sultan terhadap dirinya. "Kamu ini Rapika! Terserah saja jika kamu ingin dibelai siapapun. Tapi tolong jangan s
Mahira dengan seksama melihat acara berita tersebut. Sungguh ia menanti akan sorot wajah Sultan yang ingin ia lihat. "Hanya Pak Wisnu yang disorot. Kapan Sultan ya?" gumam Mahira tidak sabar. Setelah beberapa saat ….(Setelah perusahaan Velopmant Group sukses, Sultan Mahesa pun menjalankan bisnis pertambangan terbesar di negeri Plrvo.)Terlihat wajah tampan dengan hidung mancung dan mata hazel sedang berdiri di dekat perusahaan Velopmant Group. Dia berdiri dan menyambut para wartawan yang ada di depan perusahaan itu. Mahira pun yang melihat tampang sempurna itu langsung menelan salivanya sendiri, rupanya wajah Sultan terlihat begitu sempurna. Balutan jas formal kelas atas yang mengkilap menempel pada tubuh maskulin miliknya. Tiba-tiba saja Plep …."Apa-apa ini, Mahira? Aku tidak boleh jatuh cinta lagi kepada pria itu. Pria yang tidak mau mendengarkan penjelasan dariku."Mahira mensugesti dirinya sendiri dan langsung mematikan televisinya. Dia ingat pada saat terakhir kali berte
Senyuman indah mengambang dengan sempurna karena melihat sang putra yang sudah mulai berjalan. "Kamu tumbuh dengan baik, Nak," ucap Mahira yang sedang membantu sang putra belajar berjalan. Begitu bahagianya Mahira melihat pertumbuhan Dirly putranya dengan cepat. Walaupun tanpa dampingan suami dalam hidupnya. Mahira tetap bisa membesarkan sang putra sendirian. Juga, saat ini Mahira menjalani bisnis ekspor ikan patin yang diternak oleh juragan Joko ayahnya. Mahira langsung merangkul tubuh Dirly dan menjulangkannya ke atas. Sehingga bayangan bayi mungil itu berada di atas wajahnya, bahkan Dirly pun tertawa dengan begitu riangnya."Dirly, putraku. Bunda yakin kalau kamu akan menjadi hebat seperti ayahmu," ucap Mahira yakin. Lalu, ia pun menggendong Dirly yang masih tersenyum menunjukan kedua giginya yang baru tumbuh. Usia Dirly saat ini adalah satu tahun lebih. Dan satu tahun ini Mahira masih menyembunyikan kebenaran tentang Dirly. Namun, ada beberapa orang yang terheran-heran den