baca bab selanjutnya, ya. karena mereka belum selesai LOL
“April? Kau—” April juga membungkam mulut Angga yang tadinya ingin berbicara. Ini adalah keberanian April yang pertama. Dia dengan sukarela mencium bibir pria itu dengan bibirnya. April bergerak sendiri. Sebentar, April mengambil nafasnya. “Sebaiknya kamu diam saja. Aku ingin memimpin,” kata Angga. Angga pergi untuk menarik pinggang April. Sekarang tubuh April condong ke depan. Benda milik April lebih menonjol jika Angga menarik tubuh itu dengan cepat. Tentu saja, wanita ini tersentak kaget. “Tunggu, dadaku! Itu hampir mengenai kepalanya. Sial!” Angga kembali mencium bibir April dengan cepat. Dia mengecup dan melumat bibir April dengan brutal. Cukup kasar daripada tadi. April hampir tidak bisa menarik nafasnya walaupun satu kali. “Aku tidak membiarkan kesempatan ini melewatiku. Dia juga terlihat menginginkannya. Aku tidak memaksa dia jika begini,” batin Angga. Angga membuat April merasakan panas di sekujur tubuhnya. Suhu dingin malam ini dikalahkan oleh mereka yang saling
KLAK! KLAK! KLAK!Suara sepatu menari di lantai di ruangan yang berbeda. Terdengar sangat dekat dengan keberadaan dua manusia yang sedang menyalurkan cintanya itu. PRANG!Sebuah kotak berisi alat tulis jatuh berhamburan, karena Angga tidak sengaja menyenggolnya dengan siku. Mereka memejamkan matanya satu sama lain. April menahan mulutnya. Hanya suara lelah dari mereka berdua sekarang. “Siapa disana?!” Senter putih yang menyilaukan berhasil menyusup ke dalam. Beruntungnya, tubuh mereka tidak terlihat karena cahaya itu tidak langsung mengenainya. Penjaga itu membuka pintu yang sialnya tidak terkunci. Dia melangkah sedikit demi sedikit, dan Angga juga April yang menyadarinya, mereka juga pelan-pelan bersembunyi di bawah kolong meja. “Pak Angga?” ucap seorang penjaga itu dengan wajah yang terkejut karena melihat penampilan Angga yang berantakan penuh ambigu. Angga memberikan penjaga itu tatapan yang mematikan. Seperti biasa, pria dingin ini lebih menakutkan jika pandangannya mulai
Matahari terbit di tempat yang semestinya. Senyum dari gadis yang memakai pakaian kantor itu terlukis indah. Rambutnya yang bergelombang terbang mengikuti arah angin. Tidak peduli jika belaian rambut itu terasa menggelitik wajahnya, dia menyingkirkan itu dengan jarinya tanpa mengeluarkan amarah. Itu karena dia memiliki kabar yang baik. Tomi dikabarkan kecelakaan tunggal di sebuah jalan tol. “KYAA!” April berteriak di tengah kerumunan orang-orang yang tengah menunggu bus pagi ini. Gadis yang tengah berteriak sambil mengangkat kedua tangannya ke udara cukup terlihat gila bagi beberapa pasang mata yang melihatnya. “Apa dia tidak cukup tidur?” tanya seorang laki-laki berkacamata bulat kepada seorang wanita di sebelahnya. “Bodoh! Itu karena dia makan kacang semalam!” sanggah perempuan dengan rambut yang dikepang menjadi dua. “Eh? Bagaimana kamu tahu aku semalam makan kacang?” Tiba-tiba April menarik tangan perempuan itu dengan semangat. Anehnya, mereka bertiga jadi melipir ke sampi
Ketika semilir angin yang memaksa masuk pada sedikit jendela mobil tempat April duduk, mengingatkan April pada kenangan pahit waktu itu. Jika di pikir-pikir, itu sudah cukup lama. April tahu, ketika dia bahagia bersama orang tuanya. April juga tahu, ketika dia hidup sendiri dengan pekerjaan seadanya. April menoleh pada pria yang teduh ketika dilihat dari dekat. “Lalu pria ini membawaku pada dunia yang tidak pernah aku duga sebelumnya,” batin April sambil menoleh pada tangannya yang bersih dan mulus itu. “Suatu saat, tanganku mungkin akan di penuhi darah musuhku. Rasanya mendebarkan jika aku sudah dekat dengan fase itu. Walaupun begitu, aku ingin menikmati setiap proses, setiap rasa sakit yang aku berikan kepada Tomi dan anaknya,” lanjutnya. Rasa sakit yang tidak akan terbayar dengan apapun. Luka yang Tomi buat tidak akan mampu menyembuhkan April. Ingatan tentang Ayah yang menjerit saat dipaksa mati oleh Tomi, April tidak bisa melupakannya. Gadis malang yang menginginkan keadilan
“Terima kasih, Kak!” ucap kedua orang teman baru April itu. Angga tersenyum sebagai balasannya kepada mereka. Lalu April melambaikan tangannya. “Selamat bekerja,” ucap April. “Kau juga, teman baruku!” balas Laila. Laila dan Rizky. Adalah teman baru mereka sekarang. Angga bahkan hanya bisa geleng-geleng kepala, ketika April sangat mudah berkomitmen bersama dengan orang yang baru ditemuinya itu. Sedangkan dengan Angga, terasa sulit untuk menerima cintanya. “Katamu, mereka seusia denganmu, bukan?” tanya Angga. April mengangguk. “Ya. Mereka sudah lama juga bekerja disana. Selain itu, mereka juga sama sepertiku, Angga. Mereka kehilangan orang tuanya karena meninggal dunia,” jawab April. Angga mengangkat satu alisnya dan menoleh sekejap kepada April lalu pandangannya kembali pada jalan itu. Tapi pikiran Angga tidak berhenti. Tentang Angga yang merasa aneh pada sikap April yang gampang percaya, tidak seperti biasanya. “April, aku pikir kamu harus lebih hati-hati pada mereka. Apa mere
“Selamat pagi, April. Kopi untukmu.”Leo menyimpan kopi itu tanpa mengatakan apa-apa. Dia juga tidak menatap April dan langsung pergi ke meja kerjanya. “Terima kasih,” jawab April tanpa ada balasannya itu. April menoleh kepada karyawan lain yang tidak mendapatkan kopi dari Leo. Walaupun April sedikit senang, tapi dia tidak boleh lengah. Karena jika April membuat jarak dengannya, maka akan ada gangguan yang fatal untuk April menyelesaikan misinya. Pria beristri yang jatuh cinta kepada gadis yang akan membunuhnya suatu nanti, adalah keuntungan besar untuk April. Walaupun dia tidak tahu, bagaimana misinya ini berakhir. “Aku harus memikirkan sesuatu. Aku sudah mengendapkan egoku sampai membuat dia enggan menatapku,” batin April. Akhirnya, April minum kopi itu dengan satu tegukan. “Ah, kopi ini rasanya sangat enak. Sayang sekali, aku tidak boleh menghabiskannya,” batinnya lagi. TOK! TOK! TOK! April mengetuk meja kerja Leo. “Ada apa, April?” tanya Leo. Dia tetap tidak memandang wa
TOK! TOK!April mengetuk pintu neraka, berharap iblis di dalamnya mengalami diare sampai tidak bisa berkata apa-apa kepada April. Hanya menelan sedikit demi sedikit kopi April yang dibuatnya. “Masuk,” ujar Angga. April pun masuk ke dalam ruangan itu. Membawa satu cangkir kopi yang diletakan pada nampan dan diletakan lagi di tangan kirinya. Namun saat April ingin mengantarkan kopi ke meja Angga, Mawar tiba-tiba memaksa masuk dan melempar cangkir yang berisi kopi panas itu ke pakaian April. Angga dan April yang melihatnya secara tiba-tiba itu membelalakan matanya terkejut. “Mawar! Apa yang kamu lakukan padanya?!” terika Angga kepada tunangannya itu. Hanya beberapa detik mata Angga bertahan untuk melihat kehadiran Mawar, itu pun karena Angga sedang memarahi Mawar. Mawar yang sadar dengan tatapan Angga yang khawatir pada gadis muda di sebelahnya merasa kesal. “April, maafkan—”“Tidak apa-apa. Saya tidak apa-apa,” kata April kepada Angga dan Mawar, menatap mereka secara bergantian.
Suasana menjadi hening seketika. Setelah pria itu melemparkan es di sekitarnya, yang membuat kedua wanita itu membeku. Sedangkan Angga, seolah-olah sudah diujung kesabarannya, sampai tidak mau untuk menarik perkataannya itu lagi. “Benar. Aku cemburu, tapi bukan karena dia berada di level yang sama denganku atau bahkan di atasku! Itu karena dia wanita! Aku cemburu karena di sama sepertiku yang merupakan seorang wanita, Angga!” Mawar sedang mengakuinya walaupun sebenarnya terlalu banyak yang Mawar sembunyikan di hatinya yang berupa ketakutan itu. Angga menghela nafas. Walaupun tubuhnya tegap dan tengah memandang wajah Mawar yang kecewa, sudut mata pria itu malah melihat pada wanita ;ain. Wanita yang tengah memandang sepatunya sendiri, sambil memikirkan banyak hal. “Mawar, bagaimana perasaanmu kepadaku?” tanya Angga dengan suara yang rendah. Mawar mendongakan kepalanya. Cukup gampang untuk menjawab pertanyaan itu. “Tentu saja, Angga. Aku selalu mencintaimu. Perasaanku sama seperti d