"Kak, dimana? Sepertinya hubungan mereka sudah kelihatan di muka umum banget." Terdengar jelas suara adik tiriku yang tengah mengkhawatirkan kondisi dan situasiku saat ini."Aku lagi di rumah sakit. Nanti aku respon ya Nia..." Balasku lirih sebab benar saja perutku terasa amat sakit saat ini."Ha? Ada apa? Di rumah sakit mana?" Aku berikan ponsel ini kepada Andrew yang masih berada disampingku, sepertinya ia juga paham apa yang harus ia lakukan pada saat harus memberikan jawaban kepada adik tiriku ini tentang kondisiku yang amat tidak memungkinkan untuk menjawab pertanyaan yang amat panjang.Aku menghela nafas, mencoba pelan-pelan mengatur hembusan nafas dengan pelan. Berusaha berpikir semuanya akan baik-baik saja meskipun nyatanya tidak ada satupun hal baik yang bisa ku terima saat ini. Kegagalan rumah tangga sudah jelas terbaca, belum lagi kabar hamil ini yang membuatku tidak bisa berpikir jernih, entahlah seolah dewi fortuna tidak pernah berpihak kepadaku sekalipun."Udah lo istir
"Gue harus segera menyelesaikan ini semua, Drew""La, lo rela kehilangan sebagian harta perusahaan ini demi keinginan lo itu?" Jelas saja si penanggung jawab perusahaan tak tinggal diam untuk kemungkinan kerugian yang akan aku buat."Gak ada pilihan, jika tidak dengan cara approval merger ini, tentu aku gak akan tahu apa yang sebenarnya Renald dan Tika mau, kan?" Seolah negosiasi antara CEO dengan pengatur perusahaan yang bisa dibilang ini adalah ide gilaku untuk menghancurkan perusahaan sendiri demi ego."Gila, gue gak akan izinin lo buat bangkrut perusahaan lo sendiri lah. Pasti ada cara lain Laila, gak harus lo mempertaruhkan nama perusahaan." Tetap saja pria ini kekeh dengan pendiriannya.Aku terdiam, sejenak berpikir dengan semua skenario gila dan nekat yang bersumbu di dalam kepala ini. Jika saja tidak ada Andrew yang begitu paham dengan aku, mungkin sudah dengan mudah aku mempertaruhkan keberadaan perusahaan ini."Dan jika bokap lo tau juga, dia gak akan diam La. Coba deh berpi
"Lo kok gak cerita sama gue kalo mau datang kesini, Drew?" Ucapku tengah mengambil jus jeruk yang berada di kulkas."Memang harus banget gue ngabarin lo?" Ia tersenyum dan menyentuh tangannya ke lenganku."Gue serius Drew, jangan bercanda!" Ucapku ketus."Ya gue juga serius Laila. Kebetulan aja tadi nyokap random ngajak ke rumah lo, yaudah gue turutin tanpa cerita panjang lebar tentang lo sekarang.""Nyokap gue kayanya kecewa banget sih tau lo udah nikah sama yang lain....." Tambahnya.Sejenak aku terdiam, entah bingung juga harus meresponnya seperti apa, sebab ya benar saja dari dulu mama Andrew begitu sayang denganku, lalu kami loss contact semenjak ia sibuk berbisnis di Amerika."Lo mau ngobrolin masalah merger ke bokap?" Andrew mengalihkan pikiranku. Seolah ia tahu persis aku bingung merespon obrolan tadi."Niat awalnya sih iya......""Lo didesak sama Renald?"Lagi dan lagi dia tahu persis apa yang tengah terjadi."Lo bisa baca pikiran gue?" Aku melalakkan mata."Laaa, bahkan oran
"Orang tua kamu sama sekali gak bisa di video call?" Ucapku yang baru terbangun dari rasa mual semalaman."Mereka gak ngerti pakai smartphone sayang. Kan sudah sering juga telfon biasa, aku juga udah tunjukkin wajah mereka ke kamu juga." Re dengan santainya menjawab sembari mengetak ngetik gawai yang sedari tadi ada di tangannya."Hari ini ke rumah mereka ya." Pintaku masih menatap kesibukan Re."Iya, kamu bangun dulu, mandi dulu, sarapan dulu."Ia beranjak dari tempat tidurnya, meletakkan ponsel pada charger dan bergegas keluar dari kamar tidur entah menuju kemana."Sampai kapan aku terus menjadi orang bodoh baginya?" Batinku.****Perjalanan yang cukup jauh ini sebenarnya membuatku beberapa kali khawatir dengan kondisi tubuh yang kini sedang mengandung. Meskipun Re belum tau fakta sebenarnya tentang anak ini, biarlah cukup aku dan Andrew dulu saja yang tau tentang kondisiku, karna aku masih ingin melihat hal apalagi yang Re la
"Laaaaa, ini siapa yang paparazzi gini......" Andrew dengan sigap membuka ponselnya dan melihat di laman highlight berita sudah penuh dengan pemberitaan.Seketika aku bingung, terdiam, dan menatap dengan pikiran kosong."La.... Laa.... Are you ok?" Sedikit tepukan di bahuku membuatku gelagapan."Drew, bagaimana ini?""Harga saham sudah langsung anjlok....." Ia memperlihatkan halaman lain betapa cepatnya pergerakan saham yang sudah berkurang mencapai 20%."Lo harus ke ruangan dulu..." Andrew yang dengan sigap langsung merangkulku untuk menerobos beberapa karyawan yang sedari tadi mengerumuniku terkait pemberitaaan ini."Lo aman aja kan La? Lo kasih tau gue kalo ada apa-apa..." Ia terus melangkahkan kakinya dengan merangkulku melewati beberapa koridor kantor sementara mataku tertegun kala melihat beberapa reporter sudah mulai berdatangan di seberang sana. Ku percepatkan langkah kakiku lagi menuju ruanganku."Apa yang dia lakuin bisa sampai kayak gini?!" Teriak Andrew di dalam ruangan in
Tiba-tiba suasana di depan ruanganku riuh. Sebab seantero kantor mendengar teriakan Re seolah-olah kaget Andrew yang baru keluar dari ruangan aku dengan membawa tas ranselnya, hanya tas ransel. "Drew......" Aku teriak dan pandanganku amat gelap, namun aku terus berusaha jalan menuju sumber keributan di depan, hingga sampai aku merasa lemas dan tak berdaya.Plaaaakk......"Laaaaaa, Lailaaaa lo kenapaaaa?????" *****"Gue dimana ini?" Ucapku pelan sembari menggerakkan tangan yang terasa amat sakit.Aku perlahan membuka mataku, terlihat samar-samar plafon putih dan sebuah tv tertempel di dinding. Aromanya persis aroma obat."Ini di rumah sakit....." Ucapku pelan."Kaakkk, udah sadar???? Kakak kenapa??" Jelas saja terdengar khas suara Tania yang berada di sisi sebelah kananku."Apa yang terjadi Tan?""Kakak pingsan tadi di kantor. Kondisi kakak kayanya lagi drop banget ya. Sebentar aku panggil dokter dulu." Sigapnya.Selang 5 menit kemudian dokter datang dengan membawa beberapa peralatan
"Cepat diganti semua akunnya...." "Duh sabar Re, satu satu dulu ini..."Terlihat seorang programmer yang sedang asyik mengotak-atik komputernya."Butuh waktu berapa lama lagi?" Re yang sedari tadi tampak tergesa-gesa melihat ketukan tangan sang programmer."Oke selesai semuanya..." Seorang misterius itu memundurkan kursinya dan mengangkat tangannya."Udah semua kamu pindahin juga kan uangnya?""Iya sudah Re. Lo tuh ya sudah buat hal jahat, pake gak percayaan lagi sama gue..." Balas seorang misterius ini."Bagian komisi gue mana?" "Sebentar, gue cek dulu di rekening gue sama Tika..."Re bergegas membuka ponselnya kembali, mengetik beberapa password ponsel hingga rekening mobile bankingnya."Good Job Rehan, semua sudah masuk. Tinggal aset perusahaannya aja nih yang perlu kita alihin atas nama gue..." Re tersenyum senang karena aksinya berhasil dengan mulus."Sayang, di aku juga sudah masuk sih ini.... Aku kirim ke Rehan ya langsung?" Perempuan dengan rambut sebahunya ini menghampiri p
"Kunci brankas di ruangannya mana?" Re memutar kunci mobilnya hendak menyalakan mesin kendaraan roda empat tersebut."Aman sayang, sudah aku bawa ini di dalam tas..." Tika mengeluarkan sebuah kunci fancy berlapiskan emas dengan gantungan inisial huruf L."Laila gak curiga kuncinya bisa di kamu?" Re menoleh ke arah kekasihnya ini."Hahaha kamu kayaknya peduli banget ya sama Laila. Ya memang punya 2 kunci, satu di yan punya, satunya memang di aku sebagai cadangan. Dia sebegitu percayanya sama aku, karena selama ini dia selalu merasa aku adalah saudara perempuannya.""Hahahaha pasangan yang cocok banget dah kalian berdua. Memang katanya jodoh cerminan diri itu nyata ya, sama -sama partner in crime......." Hasan tertawa terbahak-bahak sembari melihat sepasang temannya yang tengah sibuk melakukan kejahatan."Ya kan lo juga dapat bagian, jadi diam aja!" Celetuk Tika."Lo berdua segini amat ya niatnya buat merebut harta keluarga konglomerat itu. Dendamnya pasti gak main-main sih." Tambah Reh
"Apa? Separah itu kah?" Andrew seolah mendesak."Berawal dari papamu yang buat kesalahan cinta satu malam dengan seorang wanita muda hingga membuatnya hamil. Di situ kami pun nyaris pisah, karena Mama sama sekali tidak tahan. Ya, untungnya wanita muda itu ikhlas untuk tidak dinikahkan tapi papa mu harus selalu mengirimkan uang kepadanya berapa puluh juta tiap bulan..."Mama menghentikan kalimatnya. Ia kembali menatap mata papa lagi..."Pa, is it ok?" Lagi, mama memastikan agar yang ia ceritakan sudah sepenuhnya menjadi tanggung jawab bersama jikalau Andrew berontak.Papa hanya menganggukkan kepalanya."Ya kami harap kamu gak terlalu kaget dengan fakta yang ada Drew...." Tambah mama yang mencoba mengingatkan Andrew bahwa fakta yang ada memang semenakutkan itu."Karena kondisi ekonomi kami yang saat itu juga sulit habis ditipu sama salah satu investor. Akhirnya papamu dan ayah Laila sepakat untuk menghabiskan nyawa wanita itu setelah ia melahirkan anak papamu......"Mama menjeda ucapann
"Ha? Istri kau bilang?" Aku tertawa sinis dihadapannya. Baru kali ini aku berhadapan dengan iblis ini setelah rumah tangga kami berhasil ia porak-porandakan demi wanita lain dan hartaku. "Loh, status kita kan masih suami istri, sayang. Jangan ketus gitu dong dengan suami kamu..." Re berjalan beberapa langkah menujuku. Sementara aku juga menjauhinya beberapa langkah. "Kok kamu ngejauh dari aku sih? Aku kangen banget loh sama kamu..." Ucapnya. "Sial, dia mabuk!!" Desisku dalam hati. "Mana Tania????" Lagi aku meneriaki seantero ruangan ini berharap Tania bisa ku temukan. "Kalo lo mau Tania selamat, lo kembalikan lagi uang 4 milyar kami....." Teriak Tika dari dalam ruangan lain. "Lo tuh gak punya malu ya, pengkhianat!! Itu uang perusahaan, bukan uang lo.." Jelas saja ini membuatku amat murka. Jujur aku masih begitu gemetaran melihat wajah Tika disana, kenapa bisa aku mempercayai seorang yang begitu menusukku dari luar dan dalam. Seorang yang dengan tulusnya sudah ku akui sebagai s
Kepergian Andrew yang begitu mendadak memang jelas meninggalkan pertanyaan besar. Sebab ia menyembunyikan semuanya dariku. Ada rasa tidak adil yang aku rasakan. Ia yang ikut campur ke dalam masalahku justru ia yang membuat rencana sendiri. Entah aku berpikir terlalu jauh atau memang kenyataannya seperti itu."Kakak, aku temenin ya ke kantor. Nanti aku langsung aja kesana, gak usah dijemput..." Ucap Tania yang menelponku pagi sekali."Iya, hati-hati ya.." Aku bersiap, sembari terus mencoba chat Andrew memastikan kondisi ayahnya disana baik-baik saja begitu juga Andrew sendiri."Andrew bener-bener gak balas pesanku ya." Desisku melihat pesan yang masih centang dua berwarna abu-abu."Dia beneran gak apa-apa kan ya?" Gemuruh banyak pertanyaan bersanding di dalam kepala. Sebegitu mengkhawatirkannya tingkah Andrew hingga membuatku bolak-balik memastikan pesanku memang belum direspon olehnya.Ya, hingga pada keputusan lebih baik aku harus ngantor untuk mengurangi pikiran anehku."Pagi Yah.
"Loh kok gak ada. Coba cek sekali lagi deh!" Tika bersikukuh bahwa dalam kartu debit platinum tersebut tersimpan jumlah uang yang fantastis. "Ini gue coba lagi..." Ucap wanita muda yang sepertinya seorang pegawai untuk mengurus orang yang akan mengenakan kapal. "Tuh gak bisa Bu. Apakah ada kartu debit lain?" Terlihat jelas wanita tersebut tengah menahan emosinya sebab berulang kali kartunya ditolak oleh sistem. "Ada apa?" Rehan langsung mendekati sumber suara. "Masa kartunya ga ada saldonya sih..." Ucap Tika. "Ha, sumpah lo??" Rehan langsung maju selangkah di depan Tika. "Coba mana Mba kartunya..." Ia meminta kartu platinum tersebut. Rehan mengambil kartu tersebut. Ia membolak balikan kartu tersebut jelas saja tidak ada yang retak dari kartu yang masih terlihat baru tersebut. "Maaf, ini jadi pembayarannya gimana?" Ucap seorang wanita muda yang mungkin juga terlihat bingung dengan beberapa orang dihadapannya. "Hahahaha kenapa? Gagal ya pembayaran lo?" Teriak seorang lelaki den
"Sekarang juga kita berkemas..." Re dengan paniknya bolak-balik memikirkan hal yang sangat pusing untuk dipikirkan sendiri."Kita mau kemana?" Tika yang tidak kalah paniknya hanya bisa bertanya-bertanya dan bertanya tanpa bisa memberikan solusi."Rumah orang tuaku?" Tika coba memberikan opsi terbaiknya saat ini."Gila kamu. Ya pasti sudah ke-trace duluan kalo ke rumah keluarga. Kita harus berangkat ke luar negeri, sekarang juga!" Ucap Rehan yang masih coba mengotak-ngatik cctv area sekitar memastikan polisi belum dekat dengan mereka."Kita gak punya waktu banyak lagi sekarang. Sekarang atau kita ketangkap semua..." Rehan langsung menutup layar laptopnya."Kita gak bisa pergi karena di bandara sudah pasti tercegat..." Ucap pengacara yang disebut sebagai ketua itu."Jadi gimana ketua?" Renald meminta saran kepadanya, sebab ia yakin ketua punya cara jitu untuk lolos dari proses hukum ini."Gue sudah hubungi temen yang bisa meloloskan imigran gelap. Kita akan pergi ke China..." Ucapnya."
"Kita bisa ketemu gak?" Terdengar suara pria yang seolah dalam kondisi mendesak."Ada masalah? Waktunya kurang?" Re menggenggam ponselnya erat-erat."Sayang ada apa?" Tika yang berada disampingnya pun kian cemas."Sssshhh....." Renald mengancungkan telunjuk tangan kirinya ke bibirnya dengan mata yang melirik tajam ke arah Tika."Iya. Pokoknya kita harus ketemu sekarang juga!" Pria tersebut mematikan panggilannya."Kita harus putar balik dulu. Gak bisa main golf hari ini..." Re mencari putaran mobil dna berharap masalah yang ada tidak sampai mmenggagalkan rencana besarnya."Ada apa sih?" Tika tidak kalah penasaran dengan sikap aneh sang pacar."Kamu diam aja bisa kan?" Re sedikit membentak.***"Sorry banget kalo gue dadakan ngabarin kalian..." "Udah gak usah basa-basi. Ada apa? Hal apa yang sampe buat kami datang kesini buat ketemu dengan lo?" Renald sudah tidak sabar mendengar hal yang dirasanya cukup ganjil ini."Hufttt... Dokumen yang kemarin kalian kasih ke aku itu semuanya imita
"Hmmmm gue jadi penasaran juga siapa ya sosok ini. Papa mama juga rasanya gak pernah cerita kalo gue punya teman kecil yang akrab banget selama di Indonesia....." Andrew memandangi ponselnya yang berisi foto ayah, dirinya dansatu sosok lain yang saa sekali ia tidak mengenalnya. "Kalo dari raut wajahnya rasanya agak familiar, tapi gak tau juga siapa....." Lagi, Andrew melakukan pembesaran gambar untuk melihat secara detail siapa sosok yang berada di sebelahnya itu.Ia menyentuh layar laptop yang ada dihadapannya, mencoba buka data-data perusahaan sang ayah untuk mencari identitas dari anak ini."Gue harus cari gimana ya?" Celetuknya sebab ya akan terasa sia-sia jika ia buka data perusahaan karena belum tentu identifikasi data pegawai sampai dengan data keluarga keseluruhan, kan....."Gue harus buka album foto lama!" Idenya kali ini jauh lebih menarik. Ya dia berharap bisa mencari tahu siapa anak kecil yang bersama dengannya dalam satu frame foto. Andrew yang lagi sendiri di rumah mew
"Eh jangan dibuka dulu...." Aku langsung merebut jurnal itu kembali."Ya kalo gak boleh di buka ngapain lo bawa kesini kan?" Ia membela dirinya."Gue mau nanya dulu sih sebelum lo buka jurnal ini. Takutnya pas lo buka, lo kaget sendiri..." Jelasku."Apa yang mau lo tanyain?" Ia pun terlihat juga penasaran."Lo punya saudara lagi? Atau...." "Apa sih La, pertanyaan itu mah tanpa perlu jawaban dari gue juga kan lo udah tau gue anak tunggal, pewaris tunggal..." Ia masih belum paham arah obrolanku kemana."Iya sih gue kan cuma memastikan aja. Soalnya ini disini gue ngelihat foto bokap lo sama dua orang anak laki-laki....." "Foto apaan emangnya? Sini gue lihat..." Ia mengadahkan tangannya bersiap menyambut pemberian dariku."Sebentar gue buka dulu..." Aku membuka lembar buku ini satu per satu halaman."Ini..." Aku menyodorkan seutas foto yang telah ditempel di dalamnya."Hmmmm, ini fotoku kecil dan papa. Siapa dia?" Andrew pun bertanya tentang sosok pria yang ada disampingnya ini."Bukan
Setelah selesai urusan dengan ayah, aku langsung menghubungi ibu. Mengatakan semua hal yang terjadi, dan untungnya respon beliau tidak begitu panikan terlebih saat ini ia sedang berada di luar negeri. "Udah, kamu tenang aja. Ibu akan pulang sore ini. Lakukan apa yang bisa kamu lakukan..." Pinta ibu dari sambungan telepon. Aku langsung kembali ke luar menemui adik tiriku yang tidak bisa berkutik. "Tania, kamu mau disini atau pulang?" Memberikan penawaran seperti ini memang bukanlah solusi terbaik. Bagaimanapun ia adalah bagian dari keluarga ini. Adikku meski kami dari ibu yang berbeda. "Andrew gimana ya kak?" "Oh iya, nanti aku coba telefon dia bilang semua yang terjadi barusan. Kamu pulang dulu aja kali ya, supaya besok kita bisa sama-sama mikir langkah apa yang harus kita lakukan..." Tania menyetujui rencanaku. Ia pamit dan bergegaas pulang dengan panggilan taksinya. *** Jam terus berputar, sementara aku masih terus berpikir kejadian hari ini yang semuanya terasa sangat menyi