"Bu, maaf mengganggu." Seorang pembantu setengah baya menghampiri Sulastri dan teman-temannya yang masih bercanda dalam kolam renang.
"Ada apa, Bi?" Sulastri keluar dari dalam air dan duduk di pinggiran kolam.
"Itu ada suami Ibu Rianti," sahut pembantu rumah tangga itu dengan nada takut.
"Loh, ada di sini, Bi?" Sulastri menatap ke arah pintu keluar kolam renang tersebut.
"Iya, Bu. Saya suruh tunggu di ruang tamu. Tadinya si bapak memaksa masuk, tetapi sudah saya bilang kalau semua sedang berenang."
"Pintar kamu, Bi." Sulastri mengacungkan jempol pada pembantu rumah tangga yang sudah bersamanya lebih dari dua puluh lima tahun itu.
"Dia datang dengan seorang gadis muda, hamil," bisik pembantu itu lagi bergosip.
"Itu istri mudanya." Sulastri kemudian mengambil kimono handuk untuk menutupi tubuhnya. "Bilang suruh tunggu sebentar."
"Oh, iya-iya, Bu," Wanita setengah baya itu tergugah dari rasa terkejutn
Faisal masuk ke area belakang rumah Sulastri. Salah satu rumah terbesar di kawasan perumahan mewah Surabaya Timur itu, bukan pertama kali dia datangi. Dia menemukan kolam renang semi tertutup di rumah megah tersebut, sangat sepi.Faisal yang memiliki kecurigaan dan ketakutan dalam hatinya jika Rianti akan berselingkuh, meneliti setiap sudut ruangan, mencari jejak yang ada dalam angannya. Lelaki itu memastikan jika tidak ada satu pun pintu keluar lain selain pintu di mana dia masuk.Gemercik suara air menarik perhatian Faisal. Dia mendekat ke arah bibir kolam. Jantung pria itu seketika berdegup dengan kencang, saat melihat wanita yang dia cari sedang berenang di dalam air, sendiri tanpa pria lain."Riantiku …," desis Faisal lirih.Kedua kaki Rianti terbuka melebar searah dengan gerakan tangannya, menampakkan siluet kehalusan dari dalam air. Punggung wanita itu begitu indah terapung, melun
Di ruang tamu mewah nan luas milik Sulastri, tidak membuat Ayu merasa nyaman. Wajah gadis itu memerah dan napasnya tersengal. Tangan Ayu terkepal meremas pinggiran gaun yang dia kenakan. Napasnya tersengal di sela-sela isak tangis.Jika saja tidak ada satupun yang tahu siapa sebenarnya Ayu, tentu saja mereka akan tersentuh. Menjadi iba melihat raut wajah polos seorang gadis muda, menangis pilu tanpa tahu letak kesalahannya.Keenam wanita anggun dan berkelas itu saling memandang. Beberapa diantaranya mencibir juga memutar bola mata mereka, menganggap tangisan Ayu adalah suatu akting kemunafikan. Raut wajah mereka kesal dan tak perduli."Selamat malam, Tante. Kog pada tegang sih, kumpul-kumpul kan waktunya hepi-hepi." Seorang gadis muda muncul dengan ceria.Dia menghampiri Sulastri dan melakukan salim, gadis itu juga menyalami kelima teman ibunya dengan sikap manis dan hormat. Meskipun dandanan gadis itu berkesan gaul dan kekinian dengan rok pendek da
Jauh dari anak gadis, bukanlah hal yang menyenangkan bagi seorang ibu. Kerinduan harus dia pendam disaat belum rela sepenuhnya berpisah. Apalagi perpisahan itu karena keadaan yang memaksa. Rianti bukan saja kehilangan seorang anak, tetapi sahabat dekat di rumah ini.Rianti menatap ke arah Ayu yang sedang duduk bermalasan di sofa ruang keluarga sambil membaca majalah. Perempuan yang lebih muda dari anak gadisnya itu, seharusnya bisa menjadi menantu dan anak yang baik untuk Rianti, bukan berakhir sebagai madu. Semua sudah terjadi tidak ada hal yang bisa dia ulang lagi kecuali berusaha memperbaiki keadaan.Gadis di hadapannya mulai berubah semenjak kehamilan yang semakin membesar. Dia lebih senang bermalas-malasan dan selalu bersikap manja bagaikan seorang Permaisuri. Tidak pernah sedikit pun dia merasa malu ataupun segan pada Rianti."Aku hari ini akan mengunjungi Jelita selama beberapa hari." Rianti memulai pembicaraan di antara mereka.Mata Ay
"Jo--Joko?" Rianti terkejut melihat keberadaan putranya yang dia kira masih berada di Sulawesi.Wanita itu belum mempersiapkan mental untuk bertemu dengan anak laki-lakinya tersebut. Dia bahkan belum memberi tahu pada Joko mengenai pernikahan Ayu dan Faisal. Melihat keberadaan Joko di apartemen Jelita, itu artinya tidak ada yang bisa disembunyikannya lagi."Bagaimana kabar mu, Bu?" Joko memeluk ibunya."Joko, ibu sangat merindukanmu, Nak." Rianti mempererat pelukan di antara mereka berdua.Rianti tidak dapat mengendalikan diri lagi. Air matanya tumpah membasahi kemeja Joko. Bahu wanita itu berguncang dengan keras. Rasa sesak yang selama ini dia simpan dalam hati, terkubur jauh di dasar hati, akhirnya tumpah melihat buah hatinya.Bayangan penderitaan yang dirasakan oleh Joko, memenuhi hati ibu dua anak tersebut. Penghianatan yang dilakukan oleh dua orang terpenting dalam hidup Joko, membuat Rianti merasa sangat sesak."Ibu, Kakak,
Senyuman tipis hambar tersungging di wajah Rianti yang kali ini memancarkan penderitaan. Bola mata yang biasanya selalu tersenyum ceria seiring dengan senyuman di bibirnya, kali ini terlihat begitu menyedihkan.Baru kali ini mata Rianti mencerminkan perasaan hatinya. Hal yang selama ini dia perjuangan untuk tersimpan rapat dalam tempat yang tersembunyi, memberontak untuk muncul di permukaan."Aku tidak ingin menutupi apapun dari kalian," desah Rianti lirih.Ketegasan ucapan wanita itu sebelumnya membuat Joko dan Jelita terdiam sektika. Mereka merasa bersalah karena telah menghakimi ibunya, tanpa bertanya bagaimana perasaan wanita itu sepenuhnya."Hanya saja, aku belum memiliki keberanian untuk menghadapi kalian. Ibu belum siap dengan kenyataan jika keluarga ini telah terpecah belah," lirih suara Rianti masih bisa terdengar jelas oleh Joko dan Jelita yang membungkam sedari tadi.Wanita itu membersihkan air mata yang mengalir tiada henti.
"Bagaimana keadaan bayi saya, Dok?" Ayu bertanya lirih sambil menatap ke arah layar.Dia tidak dapat memahami apa yang ditampilkan di sana. Layar hitam putih itu menunjukan gerakan perlahan dari bayi dalam kandungannya. Angka-angka di sana pun tak jua dia mengerti, meskipun sang dokter sudah menjelaskan beberapa kali."Sebentar, Bu." Dokter wanita setengah baya itu memperhatikan sekali lagi dengan seksama usg di layar monitor."Mbak, semua akan baik-baik saja, bukan?" tanya Ayu lirih dengan wajah sayunya.Rianti tidak menjawab, perhatiannya tertuju pada tampilan layar di mana dia melihat bayi yang dikandung Ayu meringkuk. Wanita itu teringat saat di mana ketika dia mengandung Joko dan Jelita. Mereka dulu semungil itu dalam kandungan, murni tanpa cela.Rianti setiap bulannya selalu mengantarkan Ayu untuk memeriksa kandungannya. Dia tidak membiarkan Faisal melakukan hal itu, karena Rianti masih tidak rela jika tiba-tiba saja perlahan ada perasaan kas
"Anaknya sakit?" Pertanyaan seorang ibu muda yang tiba-tiba duduk di sisi Rianti, membuat wanita itu terkejut.Saat ini Rianti duduk di bangku luar kamar rumah sakit. Dia merasa lelah dan perlu menghirup udara segar. Kamar pasien berisi dua orang itu terasa pengap baginya, apalagi ketika dilihatnya pasangan muda di sebelah yang terlihat mesra.Sejujurnya Rianti bersyukur karena fasilitas kamar Vip dan eksklusif telah penuh. Ada sebuah rencana yang ingin dia pikirkan, tetapi ragu-ragu untuk dia lakukan. Wanita baik hati itu masih memiliki sisi pertimbangan.Rianti menoleh ke arah wanita yang mengajaknya bicara, dia hanya tersenyum tipis, enggan menjawab pertanyaan yang tiba-tiba saja membuyarkan lamunannya."Anakku baru saja melahirkan cucu pertamaku. Suaminya sekarang masih di dalam kamar berduaan, jadi aku keluar tidak mau mengganggu," ucap wanita itu lagi. “Jeng, itu anaknya mau melahirkan?”Kembali wanita yang ada di sisinya ta
“Sus, pukul berapa sekarang?” Lelah menunggu, Ayu bertanya pada perawat yang kebetulan berada di ruanganya.“Pukul lima, Bu.”“Suami saya belum datang ya?” Ayu memiringkan badannya dengan susah payah. “Kenapa Mbak Rianti pulang sebelum Mas Faisal datang, sih.” Gadis itu menggerutu perlahan.“Mungkin masih terkena macet, Bu, biasa, kan ini jam pulang kantor.” Suster tersebut tersenyum ramah sambil mengatur jalur tetesan air infus.“Ya, itu, kenapa juga Mbak Rianti pulang pas jam macet. Seharusnya ‘kan tunggu Mas Faisal datang dulu.” Ayu kembali menggerutu. “Aku lapar, bisa tolong ambilkan roti itu?”Suster tersebut mengambil satu kotak roti yang telah ditinggalkan Rianti dan memberikannya pada Ayu. Dia menatap perempuan muda itu dengan pandangan yang terlihat tak suka, tetapi berusaha menekan sedalam mungkin."Air dan susu juga dong, bisa tolong di
[Jatah aku kasih aja ke mbak Rianti, Mas.]Lalu setelah itu telepon terputus, tidak ada kata-kata perpisahan, tidak ada ucapan 'i love you Mas', bahkan Ayu juga tak merengek minta dibelikan ini itu seperti kebiasaannya saat hari pertama menstruasi. Faisal menatap ponselnya dengan hati geram, ia juga kesal dan bertanya-tanya. Apa yang sebenarnya terjadi? Kenapa Ayu bersikap aneh begini?"Masa sih mens doang sampai enggak balas pesanku dari pagi? Dia juga bahkan menolak kedatanganku." Walaupun Faisal berusaha untuk berpikiran positif, namun tetap saja hatinya yang resah membuat dirinya terus menerus memiliki pikiran buruk. Bayangan Ayu berselingkuh, mengkhianati dia setelah semua hal yang ia lakukan untuk bisa bersama dengan gadis dusun itu."Enggak mungkin Ayu mengkhianati aku. Dia enggak kenal siapapun di sini, satu-satunya orang yang dia percaya dan bisa dia andalkan ya hanya aku."Faisal menghibur dirinya sendiri, namun tetap juga dirinya merasa kesal. Sebab dalam bayangannya har
Faisal menutup laptopnya dengan cukup kasar, deretan angka-angka yang tersaji di layar monitor membuatnya mual. Padahal biasanya dia santai-santai saja mengecek laporan harian pabrik minyak goreng kecil-kecilannya.Malah biasanya Faisal senang, sebab dia bisa melihat perkembangan usahanya dari hari ke hari. Hanya saja untuk hari ini dirinya sedang tak konsentrasi, dan tak mood untuk melakukan apapun.Semua itu terjadi karena Ayu tak kunjung membalas pesannya."Ke mana sih, dia? Memangnya dia sibuk banget sampai-sampai pesanku juga enggak dibalas?"Faisal meraih ponselnya dari atas meja, kemudian mengecek aplikasi pesan di beda pipih keluaran terbaru itu. Tadinya ia mengira jika saat ini Ayu mungkin telah membalas pesannya, tapi jangankan dibalas, dibaca pun tidak. Padahal Faisal sudah sejak tadi pagi mengirimi perempuan itu chat."Bener-bener deh perempuan itu, bisa-bisanya dia cuekin aku sampai begini. Padahal biasanya dia paling
Setelah Rianti menebar jala pembalasan dendamnya pada Dilla, sekarang ia akan menebar jala lainnya pada Ikka. Perempuan muda yang tak jauh berbeda dengan Dilla, dan juga Ayu sang pelakor tak tahu diri itu.Rianti mematut dirinya di depan cermin, mengenakan setelan terbaiknya yang membuatnya terlihat lebih berkelas dan elegan. Hanya celana panjang dan kemeja satin, namun pembawaannya yang tenang membuat Rianti terlihat lebih menarik. Dipulaskannya lipstick coral di bibirnya yang lembap, terlihat cantik dan sesuai dengan warna kulitnya. Usianya yang matang tak nampak sedikit pun penuaan di wajahnya, ia malah terlihat jauh lebih muda dari usia sebenarnya. “Sekarang aku harus memastikan Ikka pun melakukan apa yang kuinginkan. Bermain cantik, Rianti. Kamu bisa melakukannya.”Rianti bicara sendiri di depan cermin, menatap sepasang mata yang menatapnya balik dari cermin di hadapannya itu. Sepasang mata yang sudah lelah menangis hingga akhirnya tak bisa mencucurkan air mata lagi.Sepasang m
“Dil, beneran itu cowok buat aku?” Ayu tak bisa memalingkan pandangannya pada sosok pria bertubuh besar tersebut. Wajah pria itu tidak setampan Faisal, meskipun tampaknya berusia lebih muda. Tubuhnya pun membuncit di bagian perut, berbeda dengan suaminya yang rajin push up.“Iya, dia pengusaha batu bara.” Dilla mengedipkan mata.Seperti janjinya pada Ayu, gadis itu memperkenalkan sahabatnya dengan seorang pria yang bisa memenuhi semua kebutuhan -baik di ranjang maupun dompet- wanita itu.“Yakin kamu? Beneran kaya?” Ayu menyenggol lengan DIlla. “Letoy, gak?”“Kamu mau aku cobain dia dulu?” Dilla menantang Ayu.“Gak usah, ah.” Ayu menatap ke arah pusat kelakian lelaki itu. “Biar aku yang memastikan sendiri nanti, kalau gak jago aku tinggal minta putus.” “Bodoh, kamu. Gimana kalau bulanan dia lebih besar dari Mas Faisalmu?” Dilla memutar bola matanya.“Memangnya kamu dapat berapa dari dokter?” Ayu memincingkan mata.Uang bukan menjadi hal yang utama bagi wanita itu, karena dia mendapat
Rianti duduk tenang di balik kemudi. Dia menatap ke arah jalanan yang sepi. Matahari sudah masuk ke dalam peraduan dan suasana kelam di area parkiran belakang sebuah restoran makanan cepat saji, tidak membuat Rianti terganggu.Perempuan itu memiliki tingkat kesabaran yang tinggi. Dia saat ini sedang menanti seseorang, meskipun sudah lewat dari waktu yang disepakati, Rianti masih saja sabar menunggu.Dua puluh menit berlalu dari pesan terakhir yang dikirimkan oleh orang tersebut. Rianti masih menunggu dengan sabar. Meskipun beberapa mobil sudah pergi dari area parkir dan digantikan dengan mobil lain, hanya Rianti yang masih setia di tempat yang sama.Pesan tertulis kembali masuk. Rianti melirik dan melihat orang yang dia tunggu sudah tiba. Rianti menebarkan pandangan ke segal
Rianti tersenyum tipis ke arah bayi yang saat ini sedang tertidur pulas di sampingnya. Matanya menatap tajam ke arah sosok manusia kecil dengan aroma yang khas, nyaris tak berkedip.Tangan Rianti mencengkram bantal kecil di samping bayi itu. Sangat keras dia meremas bantal itu hingga tangannya memutih. Jika bergeser sedikit tangan itu akan mampu membuat si bayi kesakitan.Wanita itu memandang ke arah jam di dinding. Sekarang sudah pukul sebelas malam dan Faisal belum juga pulang. Perasaan marah semakin memenuhi hatinya. Delapan bulan sudah dia menyatakan perang dalam diam pada Ayu. Merubah diri dengan luar biasa, hingga Rianti yang sederhana menjadi wanita modern. Rambut dan kulitnya semakin indah dan lekuk tubuhnya pun padat berisi. Rianti berhasil mengambil perhatian Faisal dan membuat lelaki itu mengabaikan Ayu. Dia tersenyum sinis di balik topeng bersahaja, menertawakan Ayu yang kelimpungan karena Faisal tidak pernah mau menyentuh wanita itu lagi. Rianti ingin membuktikan satu
Rumah ini … meskipun tidak sebesar dan semewah rumah Faisal, tetapi Ayu merasa puas. Rumah ini jauh lebih baik daripada rumah orang tuanya di kampung. Apalagi Faisal rutin memerintahkan pekerja untuk membersihkan rumah yang tidak pernah di tempati itu.Ayu menghempaskan dirinya di atas tempat tidur. Gadis itu memandang langit- langit kamar dengan perasaan puas. Dia menggerakan kedua tangan dan kaki terbuka dan tertutup, seperti gerakan orang yang sedang berenang.“Mas, sini dong bubuk sama aku.” Ayu menepuk tempat tidur di sisinya yang kosong. Faisal masih berdiri dengan kaku di dalam ruangan yang pintunya terbuka. Lelaki itu seperti orang bodoh yang tidak tahu harus melakukan apa. “Mas … sini dong, kita kan sudah lama tidak berduaan begini.” Ayu memiringkan tubuhnya dan menumpu kepala dengan satu tangan.Gadis itu mengedipkan matanya manja. Dia meletakkan satu jari berputar di belahan dadanya. Ayu melepaskan satu bagian kancing blouse, sambil matanya menatap Faisal dengan penuh kei
Ayu merasa dirinya menjadi terdakwa dalam persidangan. Wanita itu merasa kesal ketika keesokan harinya kembali, ternyata Fitri dan Anisa masih ada di rumah. Wajah Ayu dia tekuk, malas berhadapan dengan saudara Faisal yang selalu menyudutkan dirinya.Dia tahu kalau dirinya sudah kalah telak. Ayu pun merasa sedikit demi sedikit perhatian Faisal padanya mulai berkurang. Pria itu tidak lagi mengutamakan dirinya seperti dulu, ketika mereka masih belum menikah. Tepatnya ketika perut Ayu belum membesar dan melahirkan Dewi.“Keputusan Ayu sudah bulat, Mas. Ayu ingin menjadi istri yang mandiri dan tidak selalu merepotkan Mbak Rianti.” Ayu menatap Faisal dengan tegas.“Kamu yakin bisa tinggal sendiri? Selama ini semua pekerjaan rumah tangga sudah diselesaikan o
“Kenapa mukamu bete, Yu?” Ikka yang baru saja pulang bekerja melihat Ayu sedang duduk di kontrakannya dengan wajah cemberut. “Banyak Mak lampir di rumah suamiku,” sahut Ayu asal. Wajah gadis itu terlihat ditekuk dan bola matanya berputar saat mengucapkan kalimatnya. “Mak lampir? Maksudmu?” Dilla yang baru saja muncul di depan pintu, langsung saja menceletuk ucapan Ayu “Itu, adik dan ipar suamiku datang. Ngeselin banget mulutnya nyotot sekali kalau ngomong. Pingin aku uleg jadikan rujak!” Ayu dengan bersemangat mempraktekan gerakan mengulek rujak. “Memangnya apa yang mereka lakukan sampai kamu kesal sekali?” Dilla yang penasaran duduk di depan Ayu dengan kaki yang tertekuk. “Masa mereka bilang aku Sundal?” Ayu melotot dengan sorot mata penuh kekesalan. “Dasar pakai hijab tapi mulut tidak tahu diselametin. Nyrocos terus … mulutnya nyinyirin aku terus. Memangnya kenapa kalau aku jadi istri kedua? Bukan juga istri simpanan. Gini-gini aku juga dinikahi secara agama, sah, hamil dan m