Beranda / CEO / Dendam Bos Gila / Permintaan Gila

Share

Permintaan Gila

Penulis: Queeny
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Amanda, si cantik berwajah blasteran itu berjalan tergesa-gesa memasuki rumah sakit. Didampingi oleh supirnya, gadis itu langsung menuju ruangan rawat inap tempat Juan dirawat. Dia begitu khawatir setelah mendapat kabar bahwa kekasihnya mengalami cedera karena suatu insiden. 

"Honey!" 

Amanda memeluk Juan yang sedang duduk di ranjang pasien dengan kepala yang dibalut perban. Gadis itu terisak-isak karena melihat kondisi kekasihnya yang menyedihkan.

"Aku cuma luka di pelipis. Gak usah lebay gitu," ucap Juan risih. Pasalnya di ruangan itu ada papa dan mamanya yang duduk di sofa balik pintu. Namun, sepertinya gadis itu tak menyadarinya. 

"Kamu kenapa?"

"Kena pecahan vas bunga," jelas Juan.

"Kenapa bisa kena? Apa kamu jatuh terus nyenggol vas bunga?"

Juan mengangguk lalu memberi kode. Amanda menoleh ke arah yang ditunjuk oleh lelaki itu dan langsung melepaskan pelukan dengan wajah merona. Gadis itu bergegas menghampiri orang tua Juan untuk bersalaman.

"Hai Om. Tante."

Salim Rahardjo menyambut uluran tangan Amanda dan menyapanya dengan ramah. Lelaki paruh baya itu selalu mendukung pilihan putranya dalam menentukan pasangan hidup. Berbeda dengan istrinya. Kartika membuang pandangan saat gadis itu mendekatinya. 

"Tante makin seger, ya."

"Makasih." 

"Tante pakai skincare apa? Terus perawatan di mana? Kapan-kapan Manda ikut, ya," ucap gadis itu berbasa-basi.

"Air wudu," jawab Kartika sewot.

Seketika wajah Amanda berubah. Tentu saja dia tak mungkin melakukannya karena berbeda keyakinan. Hal itulah yang membuat hubungannya dengan Juan tak direstui. Padahal mereka berencana menikah di luar negeri yang bisa menerima perbedaan agama. 

"Oh lebih alami ya, Tante," ucap Amanda dengan senyum kecut. 

Sayangnya Kartika tetap tak setuju. Bagi wanita paruh baya itu agama adalah pondasi utama dalam pernikahan. Maka itu tidak boleh dibuat main-main, sekalipun dengan atas nama cinta. 

Banyak pasangan yang berhasil menjalaninya. Namun, yang gagal lebih banyak lagi. Dia tak mau Juan menggadaikan keyakinan hanya karena mempertahankan gadis itu.

"Bener. Bukan polesan kayak kamu."

Amanda tampak menahan kesal. Namun, gadis itu tetap berusaha untuk tenang.

"Oh iya, Manda baru aja habis beli tas baru. Nanti Manda kirim satu buat Tante. Manda beli dua."

"Habis uang Juan kamu porotin semua," sindir Kartika. 

"Oh gak dong, Tante. Manda kan punya penghasilan sendiri dari modeling."

"Model majalah dewasa," sungut Kartika.

"Mama--" tegur Salim.

"Mama mau pulang aja, Pa. Naik taksi. Papa kalau masih mau disini, silakan aja."

Kartika meninggalkan ruang rawat inap putranya tanpa berpamitan. Hal itu membuat Juan menghela napas. Dia sedang sakit tetapi mamanya masih tak bisa menahan diri. 

"Papa jalan dulu. Bahaya kalau nyonya ngamuk."

Salim memberi kode kepada putranya. Sekalipun usianya sudah lebih dari setengah abad, lelaki paruh baya itu suka bercanda dengan putranya. Juan menanggapi itu dengan anggukan. Kepalanya masih terasa sakit sehingga tak mau terlalu banyak bicara.

"Honey, Mama kamu itu," rajuk Amanda. 

"Gak usah diambil hati," bujuk Juan.

"Memangnya kenapa kalau aku jadi model majalah dewasa? Yang penting gak full naked," ucap Amanda membela diri. 

Juang mengusap wajah kekasihnya dengan lembut. Mendapat perlakuan itu, Amanda mengedipkan mata dan mendekatkan wajah mereka. Sehingga apa yang Juan harapkan pada janji mereka yang batal di apartemen kemarin, kini terbayar sudah.

***

"Permisi."

Beberapa orang memasuki ruangan rawat inap dengan hati-hati. Sekalipun Juan hanya terluka biasa, lelaki itu mendapatkan perawatan di kamar VIP. Setelah jam kerja selesai, para karyawan datang menjenguknya. Tara terpaksa harus ikut sekalipun begitu cemas karena dia adalah biang keladinya. 

"Hai, kalian! Masuk sini."

Juan mencoba ramah karena selama ini dia cukup kaku saat berinteraksi dengan bawahan, kecuali Tara tentunya. Lelaki itu merasa terharu karena mereka datang membesuk walaupun perilakunya tak cukup bersahabat selama di kantor.

"Semoga lekas sehat, Pak," ucap salah seorang karyawan.

"Maaf ya, Pak," sesal Tara.

Setelah mengucapkan itu, beberapa karyawan yang lain serentak menatapnya. Tara menjadi tak enak hati. Semua orang tahu bahwa cedera yang menimpa Juan terjadi di ruangannya. Namun, lelaki itu menutupinya agar tak banyak yang curiga. 

Mereka sepakat mengatakan bahwa dia terpeleset lalu menabrak meja kerja Tara. Sehingga vas bunga terjatuh dan mengenai pelipisnya. Untunglah semua orang percaya termasuk keluarganya dan Amanda.

"Lain kali kalau ada air yang tumpah, jangan lupa dibersihin," nasihat Juan.

Tara mengangguk, lalu mereka berbincang-bincang sejenak. Beberapa karyawan menanyakan perihal keluarga Juan untuk mengakrabkan diri. Ada juga yang menggoda lelaki itu dengan mengatakan bahwa tunangannya begitu cantik. Mereka tahu karena dia memasang foto profil bersama Amanda di W******p.

"Kalau begitu kami permisi, Pak. Nanti kemalaman di jalan," pamit para karyawan.

Juan mengucapkan terima kasih atas kunjungan itu. Namun, lelaki itu menahan Tara agar tak pulang duluan.

"Ada apa ya,Pak?" 

Tara bertanya dengan khawatir. Kondisi gadis itu ibarat sudah jatuh dan hendak tertimpa tangga pula. Papa yang sedang sakit, dia terancam kehilangan pekerjaan lalu, kini malah membuat bos celaka.

"Ada yang mau saya bicarakan tentang laporan. Saya kan lagi sakit, jadi dua hari ini gak bisa ke kantor," ucap lelaki itu beralasan.

Setelah semua orang keluar, kini tinggallah mereka berdua. Juan memberi kode agar Tara mendekat. Dia ingin meminta tanggung jawab gadis itu karena telah membuatnya terluka.

"Untuk laporan Bapak bisa chat aja. Nanti saya beresin sebelum saya resign," ucapnya tak enak hati.

Tara merasa ada sesuatu yang janggal dengan sikap Juan kali ini. Jadi dia harus berhati-hati.

"Saya mau minta tanggung jawab kamu soal luka yang ini," ucap Juan sembari menunjuk pelipisnya. 

"Itu gimana, Pak? Saya gak punya uang buat bayarin berobat Bapak yang mahal."

Juan mengulum senyum, lalu membisikkan sesuatu yang membuat Tara merona.

"Saya gak bisa."

"Satu kali aja. Pasti langsung sembuh," ucap Juan genit.

"Baiknya minta sama pacar Bapak aja," tolaknya lagi.

"Tapi kamu pelakunya. Jadi harus kamu yang sembuhin."

Tara hendak meninggalkan ruangan itu saat tangannya dicekal dengan kuat. Sehingga dia tak dapat kabur.

"Kamu gak naksir aku? Sekarang aku udah ganteng, loh," tanya Juan dengan percaya diri. 

"Ternyata Bapak masih sama aja kayak yang dulu. Suka maksa."

Tara tetap bersikap formal saat memanggil Juan sebagai bentuk penghormatan.

"Sekali ini aja, Ra. Sentuh aku. Kamu gak kasihan sama aku. Bertahun-tahun nyimpan rasa," bujuk Juan.

"Bapak udah punya tunangan. Lagian saya juga bakalan cabut dari kantor," ucap Tara sinis.

"Kamu gak perlu kehilangan pekerjaan kalau mau--"

"Terus, jadi gak adil dong sama yang lain karena mereka harus resign."

"Ayolah, Ra. Cuma kiss."

"Saya mau pulang. Papa lagi sakit. Jadi saya mau ngurusin semua."

Tara tadinya tak mau ikut membesuk, tetapi terpaksa karena desakan yang lain. Ternyata di saat seperti ini Juan masih saja memanfaatkan keadaan. 

"Kamu belagu banget, sih. Udah susah juga."

Juan tak mau mendengar alasan apa pun dari mulut Tara. Sudah terlalu lama dia membuang waktu. Sebelum gadis itu sempat menghindar, dia meraih tubuh mungil itu dan berniat menyentuhnya.

"Apaan, sih?"

Tara mendorong wajah Juan hingga mengenai bekas lukanya. Lelaki itu berteriak kesakitan sembari memegang pelipis. Bersamaan dengan itu pintu kamar terbuka. 

Kartika terbelalak melihat Juan sedang berduaan dengan gadis lain. Apalagi melihat Tara yang sedang panik dan mencoba menyentuh luka putranya.

"Juan! Apa-apaan ini?"

Dua orang itu tersentak, lalu saling berpandangan. Di saat Tara lengah, Juan menarik gadis itu dan menyentuh pipinya dengan lembut.

Bab terkait

  • Dendam Bos Gila   Kesempatan Dalam Kesempitan

    Tara tercengang ketika Juan menyentuhnya dengan santai di depan Kartika. Dia segera melepaskan diri dan hendak berpamitan ketika lelaki itu menahannya. "Tante." Tara menyapa Kartika dengan sungkan. Sementara itu, Juan semakin mengeratkan rengkuhannya dan mengambil kesempatan dalam kesempitan. "Mama ngapain balik lagi?" tanya Juan heran. "Hape Mama ketinggalan." Kartika mencari ponsel miliknya di dekat sofa. Benar saja, ternyata benda pipih berwarna hitam itu tergeletak di bawah bantal. "Ya gak usah balik juga. Kan bisa suruh supir ambil ke sini." Kartika mendelik menatap putranya. Wanita itu segera memasukkan ponsel ke dalam tas agar tak kelupaan lagi. "Mama sekalian mau mastiin apa si model itu masih di sini apa gak? Kalian berdua-duaan dari tadi. Mana dia nyosor duluan lagi." Kartika mengucapkan itu dengan kesal. Wanita itu berbicara sembari menatap wajah Tara dengan penasaran. Sejak tadi Juan belum mengenalkan siapa gadis itu. "Manda udah pulang dari tadi. Sekarang aku

  • Dendam Bos Gila   Ganjen

    "Bukan di sini, tapi di sini."Juan menunjuk bibirnya. Lelaki itu belum puas karena Tara hanya menyentuh pipinya. Itu juga cuma hanya sekali. Padahal dia menginginkan di bagian lain. Mereka sudah resmi berpacaran selama satu minggu, setelah hari itu Juan mentransfer uang kepada Tara. Tentu saja lelaki itu tak mau rugi. Setidaknya impiannya sudah terwujud, yaitu bisa bersama dengan gadis cinta pertamanya. "Aku gak mau!" tolak Tara. Juan menatap wajah cantik itu dengan garang. Rengkuhannya kini bahkan lebih erat, sehingga membuat Tara gemetaran. Dulu Tara pernah berpacaran dengan Rama, hingga akhirnya mereka berpisah karena keadaan. Hanya saja tatapan Juan sangat berbeda. Lelaki itu tampak lebih buas, sehingga membuatnya takut."Kamu pulang aja sekarang. Udah malam," ucap Tara mengalihkan pembicaraan."Kenapa harus pulang? Ini kan rumah aku. Mau nginap juga boleh," pancing lelaki itu. Tara membuang pandangan. Dia sudah tahu bahwa jika Juan akan meminta lebih sebagai kompensasi uang

  • Dendam Bos Gila   Deal

    "Kamu mikirin apa, Sayang?" Tara tersentak saat mamanya bertanya. Sejak tadi dia melamun sembari menatap jendela dengan hampa. Entah dia harus berkata apa jika suatu saat mamanya tahu semua. Bukankah bangkai tetap akan tercium baunya sekalipun sudah disimpan dengan rapat. "Banyak, Ma. Salah satunya tentang kerjaan," jawab gadis itu lemas. "Memangnya kenapa? Kan kerjaan kamu udah bagus. Apa ada masalah di kantor?" tanya Diana. Tara mengangguk, lalu melirik ke arah ranjang pasien di mana papanya tertidur pulas. Selama berada di rumah sakit, ibu tirinya sama sekali tak tampak. Terang saja, wanita itu pasti tak mau mengeluarkan uang untuk biaya pengobatan suaminya. Hanya dia dan mamanya yang setia menunggu. "Coba cerita sama Mama." Kartika duduk di sebelah putrinya dan mencoba mendengarkan. Selama ini Tara memang jarang menceritakan keluh kesahnya. Putrinya menjadi terlalu mandiri setelah kasus yang menimpa Rahadi. Mereka dengan cepat beradaptasi karena cemoohan dan hinaan dari ba

  • Dendam Bos Gila   Ijab Kabul

    "Saudara Juandar Rahardjo, saya nikahkan engkau dengan pinanganmu Giyanti Ditara dengan mahar sebuah cincin berlian tunai.""Saya terima nikahnya Giyanti Diatara binti Rahadi Usman dengan mahar sebuah cincin berlian tunai." "Gimana para saksi? Apakah sah?""Sah!""Alhamdulillah. Barakallahu laka, wa barakallahu 'alaika, wa jama'a bainakuma fii khair."Juan sudah berlatih satu minggu ini, menghapal sebaris kalimat yang pendek tetapi sangat menegangkan saat diucapkan. Syukurlah ketika tiba saatnya, dia dapat mengucapkan itu dengan fasih. Sementara itu, Tara hanya terdiam sembari menunduk. Seumur hidupnya, wanita itu memimpikan pernikahan yang indah dengan suami yang dicintainya. Sayangnya, Tuhan tidak mengabulkan itu. Tara juga ingin didampingi oleh kedua orang tua. Sekalipun dengan pesta sederhana yang dihadiri teman-teman dan keluarga. Bukan menikah dengan cara begini. Apalagi di bawah tangan, hanya untuk memenuhi kebutuhan biologis lelaki itu.Tara memeluk Siska, sahabat karibnya

  • Dendam Bos Gila   Malam Indah

    Juan bersiul-siul saat memasuki kamar. Suasana begitu sepi setelah acara akad tadi selesai. Lingkungan perumahan juga sunyi karena weekend. Biasanya para penghuninya akan bepergian keluar kota. Hal itu dia amati setelah beberapa lama tinggal di sini. "Ra, masih lama?"Juan mengetuk pintu kamar mandi karena istrinya tak kunjung keluar. Sejak tadi dia sudah bolak balik ke kamar untuk melihat aktivitas Tara. Namun, sejak satu jam lalu wanita itu tak tampak."Kamu ngapain? Semedi?"Juan kembali mengetuk dengan cukup keras. Itu membuat Tara semakin gemetaran. Wanita itu menggosok tangan untuk menghilangkan gugup. Dia tak berani keluar, takut jika lelaki itu meminta hak."Dia suami kamu, Tara. Jadi kamu harus siap melayaninya. Ingat, biaya operasi bypass itu mahal."Batin dan hatinya berperang sejak tadi. Harusnya Tara membuat semuanya mudah. Toh, ini keinginannya sendiri setelah memikirkan itu cukup lama. Lagipula Juan sudah semakin tampan sekarang. Lihat saja perut kotak-kotaknya yang be

  • Dendam Bos Gila   Kesal

    Juan menggandeng lengan Tara dengan mesra saat memasuki mall. Setelah insiden pendemo yang membuat keributan pagi-pagi dan mengacaukan hari indah mereka sebagai pengantin baru, lelaki itu membawa istrinya keluar. Tara yang awalnya menolak terpaksa harus ikut sekalipun fisiknya tidak memungkinkan. Setelah serangan bertubi-tubi dari Juan, sorenya mereka sepakat untuk jalan-jalan sembari mencari makan. Wanita itu tak banyak bicara karena masih merasa canggung dengan status baru."Pilih aja mana yang kamu mau," ucap Juan sembari mengeluarkan sebuah kartu dan menyerahkannya kepada Tara."Buat apa?""Buat kamu belanja. Terserah mau beli apa.""Buat beli makanan aja. Terus diantar ke rumah sakit," lirih wanita itu.Sekalipun masih beradaptasi karena baru menikah, Tara tetap teringat akan kondisi papanya. Wanita itu sudah mencoba menghubungi mamanya, tetapi tidak diangkat. Namun, Siska sudah memberitahu bahwa uang yang dia titipkan telah diserahkan. Sehingga membuatnya lega."Kalau yang itu

  • Dendam Bos Gila   Bukti

    Suara ketukan sepatu yang berasal dari heels setinggi 9 senti meter menggema di kantor pagi ini. Beberapa karyawan yang sedang melakukan aktivitas tiba-tiba saja menghentikan kegiatannya. Mereka menatap sosok wanita cantik dengan wajah blasteran yang sedang berbincang dengan pegawai di bagian resepsionis. Bisik-bisik mulai terdengar, mulai dari siapa sebenarnya wanita itu dan apa keperluannya datang. Wajahnya yang cantik bak artis papan atas ibukota membuat beberapa lelaki melirik dan terpana. "Apa benar ruangan Pak Juan di lantai atas?""Benar, Mbak. Kalau mau ketemuan, saya akan hubungkan dengan sekretarisnya dulu," jelas resepsionis. "Bilang aja Manda mau ketemu."Mendengar nama itu disebut, resepsionis langsung mengambil gagang telepon dan mendial sebuah nomor. Tak lama, wanita itu dipersilakan ke lantai atas dengan diantar security."Itu tunangannya Pak Juan, ya.""Ya ampun cantik banget kayak model.""Laki-laki kalau tajir ya gitu. Seleranya high class. Bukan yang burik kayak

  • Dendam Bos Gila   Keributan

    Juan menatap Tara dengan lekat. Semenjak mereka bertengkar, suasana benar-benar menjadi tak nyaman. Ditambah dengan kedatangan Amanda yang membuat semua semakin runyam.Tara lebih banyak diam, tidak bawel atau marah-marah seperti biasa. Bahkan itu berlangsung hingga hari ini. Saat dia memerintahkan agar wanita itu segera mengosongkan ruangan. "Aku pesenin taksi, ya."Juan mencoba membujuk Tara saat melihatnya sedang sibuk memasukkan barang-barang ke dalam boks. Wanita itu menyelesaikannya dalam diam dengan bibir ditekuk.Kali ini Tara marah bukan karena kehilangan pekerjaan. Namun, hatinya panas ketika Amanda datang dan berduaan dengan Juan. Sehingga dia meninggalkan kantor sampai wanita itu pulang. Tara merasa lebih kesal lagi, saat pulang ke rumah, Juan tampak begitu santai seperti tanpa dosa. Padahal dia tahu apa yang sudah mereka perbuat kemarin di ruangan. "Ra--""Aku pakai motor aja. Biar cepat. Lagian barang-barang ini juga mau aku kasihkan ke bagian administrasi. Aku keluar

Bab terbaru

  • Dendam Bos Gila   Perhatian

    "Sakit?" tanya Juan sembari mengganti perban yang menempel di kaki istrinya."Sakit banget."Tara menjawabnya di antara tetesan air mata. Sebagai anak tunggal yang terlahir dari keluarga kaya, wanita itu tentulah manja. Hanya saja, kesulitan hidup setelah papanya di penjara, membuat Tara menjadi wanita mandiri dan keras. Namun, semua runtuh ketika lengan hangat Juan merengkuhnya. "Kamu kenapa bisa sampai kayak gini?"Juan memeriksa tubuh istrinya. Lelaki itu tampak begitu khawatir sehingga terlihat panik. "Disenggol orang pas aku mau nyebrang."Tara menatap Juan yang masih sibuk memeriksa kakinya. Lelaki itu bahkan mengusap pipinya dan kembali memeluk karena iba. "Memangnya kamu dari mana?""Salon. Tapi gak jadi treatment. Soalnya--"Ucapan Tara menggantung karena teringat akan Amanda. Dia tak mau bercerita kepada Juan tentang kejadian tadi siang.Pernikahan mereka hanya untuk sementara. Jadi, Tara tak mau menjelekkan kekasih suaminya. "Soalnya?""Gak apa-apa. Cuma sayang uang,"

  • Dendam Bos Gila   Hai, Mantan!

    Tara meninggalkan salon dengan perasaan berkecamuk di dada. Dia membatalkan perawatan di salon dan memilih untuk pulang. Perlakuan Amanda tadi membuatnya malu bukan kepalang. Wanita itu hendak mengadu kepada Juan, tetapi niatnya urung. Motornya melaju membelah jalanan ibu kota yang cuacanya mendung hari ini. Rintik hujan mulai turun walaupun tidak deras. Tara memelankan laju motor dan mencari tempat berteduh. Jika dilanjutkan, maka sepertinya dia akan kebasahan. Salahnya sendiri tadi tidak membawa mobil yang Juan berikan. Wanita itu terlalu gengsi untuk memakai semua fasilitas yang suaminya berikan. Sepanjang perjalanan, matanya menangkap sebuah kafe baru di arah seberang. Tara hendak berbelok dan menyalakan lampu sein dengan cepat. Sayangnya, wanita itu hanya fokus pada kendaraan yang lewat di depannya dan mengabaikan yang berada di belakang. Saat Tara begitu yakin bahwa lalu lintas sudah sepi, wanita itu langsung berbelok. Naas, sebuah mobil menyenggol motor hingga wanita itu t

  • Dendam Bos Gila   Posesif

    Tara terbelalak saat lampu tiba-tiba saja menyala. Juan berdiri dengan gagah sembari menyelipkan kedua tangannya di saku celana. Tatapan lelaki itu begitu dingin saat melihat istrinya. "Dari mana aja kamu?" "Bukan urusan kamu." Tara menjawab pertanyaan itu dengan ketus. Dia masih sakit hati karena dipecat dari kantor. Padahal wanita itu masih berharap bisa berada di sana untuk jangka waktu yang lama. "Kenapa pesan aku gak dibalas?" "Aku lagi ngobrol sama Mama." Juan berjalan mendekati istrinya hingga kini posisi mereka berhadap-hadapan dalam jarak yang dekat. "Kenapa gak bilang aja yang sebenarnya?" Tara mengangkat wajah dan menatap suaminya dengan lekat. Hal itu membuat jantung Juan berdebar. Sejak dulu, hal itulah yang selalu dia rasakan setiap kali pandangan mereka bertautan, sekalipun tak sengaja. "Sampai kapanpun aku gak akan bilang ke mereka tentang hubungan kita." Tara hendak berjalan menuju kamar ketika lengannya dicekal lembut. Juan bahkan tanpa sungkan memeluk wan

  • Dendam Bos Gila   Papa

    Tara memarkir motor di halaman rumah dengan gugup. Awalnya dia masih ragu untuk berkunjung, jika sang mama masih bersikap sama. Namun, wanita itu lebih mengkhawatirkan kesehatan papanya sehingga nekat datang. Tara pergi diam-diam tanpa memberitahu Juan. Setelah hengkang dari kantor, selama beberapa hari ini mereka tak bertemu. Wanita itu tahu jika sang suami sedang bersama kekasihnya. Jadi, dia memilih untuk tidak mengganggu. "Tumben kamu pulang," ucap Diana saat melihat Tara memasuki rumah."Memangnya aku gak boleh datang ke rumah sendiri?" balas Tara. "Ya boleh aja. Mama kan cuma tanya," lanjut Diana. Wanita itu sejak tadi sibuk merangkai bunga dan meletakkannya di vas. Kini, ruang tamunya menjadi semakin rapi. "Papa mana, Ma?" tanya Tara saat tak melihat sosok Rahadi setelah berkeliling rumah. "Di taman belakang. Lagi lihat burung," jelas Diana."Kapan Papa pelihara burung?""Sejak pulang dari rumah sakit. Papa kesepian. Anaknya gak muncul-muncul juga."Tara tertegun dan meras

  • Dendam Bos Gila   Keributan

    Juan menatap Tara dengan lekat. Semenjak mereka bertengkar, suasana benar-benar menjadi tak nyaman. Ditambah dengan kedatangan Amanda yang membuat semua semakin runyam.Tara lebih banyak diam, tidak bawel atau marah-marah seperti biasa. Bahkan itu berlangsung hingga hari ini. Saat dia memerintahkan agar wanita itu segera mengosongkan ruangan. "Aku pesenin taksi, ya."Juan mencoba membujuk Tara saat melihatnya sedang sibuk memasukkan barang-barang ke dalam boks. Wanita itu menyelesaikannya dalam diam dengan bibir ditekuk.Kali ini Tara marah bukan karena kehilangan pekerjaan. Namun, hatinya panas ketika Amanda datang dan berduaan dengan Juan. Sehingga dia meninggalkan kantor sampai wanita itu pulang. Tara merasa lebih kesal lagi, saat pulang ke rumah, Juan tampak begitu santai seperti tanpa dosa. Padahal dia tahu apa yang sudah mereka perbuat kemarin di ruangan. "Ra--""Aku pakai motor aja. Biar cepat. Lagian barang-barang ini juga mau aku kasihkan ke bagian administrasi. Aku keluar

  • Dendam Bos Gila   Bukti

    Suara ketukan sepatu yang berasal dari heels setinggi 9 senti meter menggema di kantor pagi ini. Beberapa karyawan yang sedang melakukan aktivitas tiba-tiba saja menghentikan kegiatannya. Mereka menatap sosok wanita cantik dengan wajah blasteran yang sedang berbincang dengan pegawai di bagian resepsionis. Bisik-bisik mulai terdengar, mulai dari siapa sebenarnya wanita itu dan apa keperluannya datang. Wajahnya yang cantik bak artis papan atas ibukota membuat beberapa lelaki melirik dan terpana. "Apa benar ruangan Pak Juan di lantai atas?""Benar, Mbak. Kalau mau ketemuan, saya akan hubungkan dengan sekretarisnya dulu," jelas resepsionis. "Bilang aja Manda mau ketemu."Mendengar nama itu disebut, resepsionis langsung mengambil gagang telepon dan mendial sebuah nomor. Tak lama, wanita itu dipersilakan ke lantai atas dengan diantar security."Itu tunangannya Pak Juan, ya.""Ya ampun cantik banget kayak model.""Laki-laki kalau tajir ya gitu. Seleranya high class. Bukan yang burik kayak

  • Dendam Bos Gila   Kesal

    Juan menggandeng lengan Tara dengan mesra saat memasuki mall. Setelah insiden pendemo yang membuat keributan pagi-pagi dan mengacaukan hari indah mereka sebagai pengantin baru, lelaki itu membawa istrinya keluar. Tara yang awalnya menolak terpaksa harus ikut sekalipun fisiknya tidak memungkinkan. Setelah serangan bertubi-tubi dari Juan, sorenya mereka sepakat untuk jalan-jalan sembari mencari makan. Wanita itu tak banyak bicara karena masih merasa canggung dengan status baru."Pilih aja mana yang kamu mau," ucap Juan sembari mengeluarkan sebuah kartu dan menyerahkannya kepada Tara."Buat apa?""Buat kamu belanja. Terserah mau beli apa.""Buat beli makanan aja. Terus diantar ke rumah sakit," lirih wanita itu.Sekalipun masih beradaptasi karena baru menikah, Tara tetap teringat akan kondisi papanya. Wanita itu sudah mencoba menghubungi mamanya, tetapi tidak diangkat. Namun, Siska sudah memberitahu bahwa uang yang dia titipkan telah diserahkan. Sehingga membuatnya lega."Kalau yang itu

  • Dendam Bos Gila   Malam Indah

    Juan bersiul-siul saat memasuki kamar. Suasana begitu sepi setelah acara akad tadi selesai. Lingkungan perumahan juga sunyi karena weekend. Biasanya para penghuninya akan bepergian keluar kota. Hal itu dia amati setelah beberapa lama tinggal di sini. "Ra, masih lama?"Juan mengetuk pintu kamar mandi karena istrinya tak kunjung keluar. Sejak tadi dia sudah bolak balik ke kamar untuk melihat aktivitas Tara. Namun, sejak satu jam lalu wanita itu tak tampak."Kamu ngapain? Semedi?"Juan kembali mengetuk dengan cukup keras. Itu membuat Tara semakin gemetaran. Wanita itu menggosok tangan untuk menghilangkan gugup. Dia tak berani keluar, takut jika lelaki itu meminta hak."Dia suami kamu, Tara. Jadi kamu harus siap melayaninya. Ingat, biaya operasi bypass itu mahal."Batin dan hatinya berperang sejak tadi. Harusnya Tara membuat semuanya mudah. Toh, ini keinginannya sendiri setelah memikirkan itu cukup lama. Lagipula Juan sudah semakin tampan sekarang. Lihat saja perut kotak-kotaknya yang be

  • Dendam Bos Gila   Ijab Kabul

    "Saudara Juandar Rahardjo, saya nikahkan engkau dengan pinanganmu Giyanti Ditara dengan mahar sebuah cincin berlian tunai.""Saya terima nikahnya Giyanti Diatara binti Rahadi Usman dengan mahar sebuah cincin berlian tunai." "Gimana para saksi? Apakah sah?""Sah!""Alhamdulillah. Barakallahu laka, wa barakallahu 'alaika, wa jama'a bainakuma fii khair."Juan sudah berlatih satu minggu ini, menghapal sebaris kalimat yang pendek tetapi sangat menegangkan saat diucapkan. Syukurlah ketika tiba saatnya, dia dapat mengucapkan itu dengan fasih. Sementara itu, Tara hanya terdiam sembari menunduk. Seumur hidupnya, wanita itu memimpikan pernikahan yang indah dengan suami yang dicintainya. Sayangnya, Tuhan tidak mengabulkan itu. Tara juga ingin didampingi oleh kedua orang tua. Sekalipun dengan pesta sederhana yang dihadiri teman-teman dan keluarga. Bukan menikah dengan cara begini. Apalagi di bawah tangan, hanya untuk memenuhi kebutuhan biologis lelaki itu.Tara memeluk Siska, sahabat karibnya

DMCA.com Protection Status