Kediaman Kinanti
Jehan kaget dengan tuduhan yang diberikan oleh ibu setengah baya di depannya itu. Dia kesini atas petunjuk dari Dirham untuk mencari jejak seorang gadis bernama Dinar Azalea.
“Jangan pura-pura tidak tahu apa-apa anak muda, untuk apa kau mencari anakku?”
Sekali lagi Jehan terperangah, tidak menyangka berhadapan langsung dengan ibu dari gadis itu.
“Begini, Bu. Saya ini dulu satu kerjaan dengan Dinar, tapi dia sudah hampir sebulan berhenti kerja, sepertinya dia ganti nomor ponselnya, itu yang saya tanya ke ibu langsung.”
Sekarang giliran Kinanti yang kaget mendengar anaknya itu sudah berhenti kerja, berarti dia sudah tidak di Jakarta lagi.
‘Kemana kamu, Nduk?’ dalam diam dia sangat menghawatirkan putrinya di mana sekarang.
“Ingat ya anak muda, kalau sampai aku tahu, kalau kau yang menyebabkan putriku menderita, aku tidak akan pernah memaafkan mu.”
“Jadi Dinar ada d
“Serius? dia di mana sekarang? dapat nomor ponselnya? kapan ketemu sama dia? maksudnya tanggung jawab untuk?” (Hei, hei, sabar bray.. lo pikir gue kereta api ekspress, tunggu gue jelasin dulu) “Oke, mulai sekarang!” terdengar decakan kesal dari seberang. (Tetap menyebalkan dari dulu, untung gue profesional) “Cepat, ngomong!" (Gue ketemu ibunya, bukan gadis itu, ibunya marah karena gadis itu sekarang tidak ada di rumahnya. dia pergi tanpa pamit alias minggat) “What? terus lo bilang dia minta gue tanggung jawab itu maksudnya apa?" (Bu kinanti bilang, putri dia kabur karena ada seorang lelaki buat putrinya menderita dan tidak mau bertanggung jawab, gitu boss “Ada minta nomor ponsel gadis itu?" (Ibunya galak banget, katanya nggak punya, mungkin sahabatnya yang di restoran itu ada yang tahu) “Memang lo belum tanya ke sana?) (Gue buru di sarang induknya dulu) “Anjir! bahasa lo, emang apaan tinggal di sarang?) (Okelah, gue pulang dulu, kenyang sudah barusan makan ini) Dirham seg
Mengenali suara yang barusan memanggilnya, membuat Dinar berjalan semakin cepat, dia tidak percaya dengan pendengarannya, dia juga tidak yakin lelaki itu ada di sini sekarang, ini sudah jauh banget dari Jakarta, tidak mungkin dia. Degup jantung Dinar semakin laju ketika mobil yang tadi jauh di belakangnya sekarang sudah berhenti di tepi jalan depan rumahnya. Dinar berhenti, hatinya cemas berharap orang yang akan keluar dari mobil bukan orang yang tengah dihindarinya. Dinar terus melangkah setengah berlari menuju halaman rumah, sekarang dia sudah sampai di depan pintu rumah sederhana itu. Tidak perduli dengan mobil yang berhenti di tepi jalan. Tapi takdir berkata lain. Ketika tangannya hendak mencari kunci di dalam tas, satu suara yang sangat dikenalnya kembali terdengar, sangat dekat di belakangnya. Dinar membalikkan badan. Dia mematung tak bergerak sama sekali.“Kamu di sini rupanya, Di.” Mata Dinar membulat, dan seketika berkaca-kaca, kakinya teras
Dirham berjalan membelah kerumunan orang-orang yang berada di halaman rumah, sementara orang-orang di situ saling pandang antara satu dan yang lain, dengan suara yang bisik-bisik sehingga menimbulkan suara gemuruh seolah kawanan lebah, Dirham berdiri di depan Dinar. Tangannya santai masuk ke dalam saku celana. Dari dalam mobil tadi dia melihat ada yang tidak beres terjadi pada Dinar, jadi dia sengaja mendengarkan duduk persoalannya dulu, setelah waktunya tepat dia segera menampakkan diri, tidak tega membiarkan Dinar diusir warga dalam keadaan seperti itu.Dirham memutuskan untuk membantu Dinar, karena dia yakin Dinar sedang mengandung darah dagingnya. Semua hanya butuh bukti dari dokter kandungan. “Maaf lambat datang.” bisik Dirham di telinga Dinar.“Kenalkan aku Dirham Assegaff, aku lambat jenguk istriku, hingga menimbulkan salah paham di sini, Maafkan aku, Sayang.” panggilan sayang sengaja diucapkan sambil matanya lekat menatap Dinar yang masih terkesim
Dinar berhenti memukul dan menegakkan badannya, dia mendorong tubuh Dirham meskipun tubuh pria muda itu tidak bergerak sama sekali. Dinar melepaskan diri dari pelukan Dirham, dia duduk di kursi membiarkan Dirham yang masih menunggu jawaban darinya, pemuda itu mendekati Dinar dan duduk melipat kedua lututnya di lantai tepat di kaki Dinar. “Kita menikah ya, Di.” Dirham mengulangi kata-kata yang diucapkan tadi. “Apa yang membuatmu ingin menikahi aku?” Dinar memandang sekilas pada Dirham dan kembali membuang pandangannya ke arah pintu yang tertutup. “Entahlah, yang jelas anak dalam kandungan mu butuh seorang ayah, dia butuh sebuah keluarga yang utuh, Di.” “Jika aku tidak mau?” “Dinar, dengarkan aku, aku sangat merasa bersalah jika anakku harus hidup terlunta-lunta, lihatlah dirimu sekarang, Di. Bekerja siang malam, setelah pulang dari toko buku, kamu menjadi pelayan pencuci piring, lihat dirimu sekarang Di, kurus seperti kurang gizi
“Di, aku___ ” tangan Dinar tidak dilepaskan. Dirham tidak tahu harus ngomong apa. Dinar semakin cantik di matanya, gadis itu masih kaku menerima perlakuan Dirham yang tiba-tiba dan membuatnya terkesima. Lututnya lemah seperti kena lem keras. Sementara jantungnya seolah ingin berlari keluar. Mata mereka bertemu, wajah ayu itu ditatap redup oleh Dirham, bibir mungil milik Dinar sangat menggodanya, bibir manis yang pernah ditaklukan dulu, kenangan beberapa bulan lalu kembali muncul di ingatan. Kehangatan tubuh Dinar seolah memanggilnya, Hasrat Dirham muncul tiba-tiba. Napasnya semakin tidak teratur. “Lepas!” Dinar menepis tangan Dirham saat dia menyadari situasi yang terjadi diantara mereka, juga kemungkinan yang akan mereka lakukan. “Maaf, maafkan aku.” Dirham seolah tertampar, dia beringsut ke belakang. Menjauhi Dinar yang kini sudah berdiri dan masuk kedalam kamarnya setengah berlari. Hampir saja dia hanyut kembali dalam sen
Dinar berhenti melangkah tidak mau menuruti arahan Dirham.“Nggak perlu, aku bisa pergi sendiri.”“Tapi aku ingin mengantarmu.”“Tidak mau!”Mata Dirham tajam menatap tajam gadis keras kepala di depannya.“Yakin nggak mau pergi?”“Nggak!” ketus saja jawaban Dinar membuat Dirham gemas.Pemuda itu tersenyum penuh misteri, ia mendekati Dinar dan sekelip mata tubuh kurus itu sudah ada di gendongan ala bridal.“Lepas!” Dinar meronta-ronta, dia memukuli lengan kokoh yang mengangkatnya.“Diam atau kucium?” Dinar reflek menutup mulutnya. Dirham tertawa terbahak-bahak. Dinar menggerakkan badannya memberi perlawanan. Sementara pemuda itu terus berjalan menuju mobilnya sambil menggendong Dinar.“Jangan banyak bergerak, ada yang bangun di sana dan jangan sampai kau ku bawa pulang tidak usah ke dokter.” mata Dinar terbeliak, dia sangat faham maksud Dirham apa. Pintu mobil terbuka dan Dirham meletakkan tubuh Dinar di tempat duduk sebelah kursi peman
Pemeriksaan ke dokter kandungan itu berakhir dengan wajah merah Dinar karena malu dengan pertanyaan Dirham pada dokter Elvira, setelah Dinar menendang tulang kering Dirham dan pemuda itu mengaduh karena kesakitan, membuat dokter Elvira bertanya pada pasangan itu, apa ada masalah? atau bagian tubuh lain yang sakit. Dirham menjawab kakinya pegal dan tadi malam kram karena aktifitas malam mereka. Dinar wajahnya langsung memerah seperti kepiting rebus, mau saja rasanya dia menonjok muka Dirham di depan dokter Elvira. Tapi ditahannya keinginan itu. Sementara mendengar jawaban Dirham dokter Elvira hanya menahan senyumnya, sudah paham bagaimana rasanya jiwa muda kalau sedang jatuh cinta. Dokter itu lalu memberi saran agar pasangan itu lebih berhati-hati dan untuk menghindari kecederaan mereka harus memilih posisi yang aman untuk keduanya. Dirham menahan tawa melihat wajah merah gadis di sampingnya. Selama
“Apa?” mata Dinar berkaca-kaca, mati-matian dia mencari kerja untuk mencukupi kehidupan dia dan anaknya kelak, tapi lihatlah sekarang, dia sudah kehilangan salah satu sumber penghasilan, ini semua pasti ulah Dirham. ‘Aku benci kau, setan!’ dalam hati, Dinar terus memaki-maki lelaki di sampingnya yang tersenyum puas. “Maksud Pak Uda?” “Kami sudah cukup tenaga untuk sementara ini nak Dinar, maaf ya.. kata nak Dirham, kamu juga butuh banyak istirahat.” Dinar menatap tajam pada Dirham, sakit hati dengan tindakan Dirham yang seolah terus mengaturnya. Dinar mengangguk lemah, dengan gontai dia meninggalkan tempat itu melangkah tanpa arah tuju. Sementara Dirham mengucapkan terima kasih kepada Pak Uda dan segera menyusul langkah Dinar. “Tunggu, Di.. ” Dinar menyapu air matanya dengan ujung jari. Tidak menyahut maupun menoleh pada Dirham. “Tunggu Di, biar kuantar.” suara Dirham
Suara nyanyian burung kenari dan debur ombak berselang-seling membangunkan tidur pulas Dirham. Pria itu membuka matanya dan melihat jam di ponsel, sudah jam 5 pagi. Ia bangun dan menatap pada wajah ayu wanita yang masih tertidur pulas di atas lengannya. Dirham bangun dari tempat tidur dan mengalihkan kepala sang istri. Ia melangkah menuju ke kamar mandi. Membersihkan diri sebentar dan menunaikan kewajibannya. Lima belas menit berlalu tapi tidak ada tanda-tanda Dinar akan bangun, pasti wanita cantik itu kelelahan melayani keinginan suaminya yang tidak pernah jemu. Dinar baru dibiarkan tidur hampir jam 1 pagi.“Eungh …” Dinar menggeliat ketika merasakan tidurnya terganggu. Kantuknya tidak dapat lagi dinegosiasi, suaminya yang perkasa membuatnya hampir tidak bisa berdiri tadi dini hari, hingga ke kamar mandi harus digendong.Melihat istrinya tidur dengan mulut terbuka, membuat Dirham tertawa.'Kenapalah kamu itu sangat m
Mature contentDinar mencoba mengimbangi permainan lidah nakal sang suami, dan seperti selalu, Dirham selalu tidak bisa ditebak arah permainannya.“Mas, engh …” satu lenguhan keluar dari bibir mungil sang istri tatkala bibir Dirham mulai turun menjelajahi leher putih dan menyesap serta melumat dengan sesapan-sesapan kecil dan panas meninggalkan beberapa jejak kemerahan si sana. Jemari tangan Dinar meremas rambut Dirham menyalurkan hasratnya yang mulai bangkit.Dirham membawa istrinya ke atas tempat tidur dan menjatuhkannya, ia merasa celananya sesak karena miliknya mengeras sejak mereka turun dari mobil tadi. Membayangkan Dinar yang mendesis nikmat di bawah tubuhnya saja membuat pria itu langsung bergairah.Dirham membuka blouse istrinya, sementara Dinar memberi akses pada sang suami untuk melakukan apa saja yang diinginkan. Ia juga menarik keluar baju pria yang menjadi tempat ia mencurahkan segal
“Mas! Anak-anak dengar tuh.” Dinar mencubit pinggang suaminya.“Dengar apa itu, Bunda?” Ruby memang kritis pemikirannya, selalu ingin tahu apapun yang didengar oleh telinganya.“Tidak ada apa, Sayang. Ruby nanti kalau bobo sama Oma dan Opa jangan rewel tau.” Dinar berpesan pada putrinya.“Kakak kan udah gede, pesen itu buat adik kali, Bunda.” Dirham tertawa mendengar kalimat pedas dari putrinya, ngikut siapalah itu, pedas kalau ngomong.“Adik uga udah pintal kok, pipis malam aja udah kaga pelnah.” Abizaair tidak mau ketinggalan.“Jelas dong, Adik udah mau 4 tahun, mana boleh pipis malem. Kasihan yang bobo sama adik kalau kena pipisnya.”Ujar Dirham pula, ia membawa mobil dalam kecepatan sedang.“Papa pelnah pipis malam-malam?” pertanyaan dari sang putra membuat Dinar terbatuk-batuk.“Pernah dong, tanya sama Bunda tuh. S
Dirham menatap istrinya, ia merasa heran mendengar ucapan dari gadis di depannya itu.“Sada, maksudnya apa? Kami tulus lho membantu kalian.” Dinar meminta Sada untuk menjelaskan penolakannya tadi.“Loli, ajak adik-adik ini bermain dengan Ruby.” Dinar memanggil Loli.“Iya, Bu. Ayo adik. Ada temannya di sana.” Loli datang dan memanggil adik-adik Sada untuk menuju ke halaman samping.“Pergilah, nanti Mbak panggil kalau mau pulang.” Baim dan Zahra mengangguk dan mengikuti langkah Loli.“Begini, Pak. Saya tidak enak kalau harus menerima kebaikan bapak dan ibu cuma-cuma.” Dinar tersenyum, ia mengerti apa maksud dari Sada. Ia masih ingat dulu Sada tidak pernah mau menerima uang secara cuma-cuma, ia harus bekerja sebelum menerima uang dari orang lain.“Tapi ini kan beasiswa. Namanya beasiswa pasti tanpa syarat. Kecuali beasiswa prestasi.&r
“Mbak Dinar!” Dinar langsung berdiri dan memeluk gadis itu dengan mata berbinar, gadis yang ingin ditemui ternyata sekarang ada di depannya. Sada membalas memeluknya.“Kamu kerja di sini?” Dirham bertanya pada Sada, gadis yang dulu pernah menjadi orang kepercayaannya untuk mengantar dan menjemput Dinar waktu mereka belum menikah.“Iya, Pak. Saya kerja di sini? Bapak sekeluarga liburan?”“Ayo, duduk. Kita bisa cerita-cerita. Adik-adik kamu pasti sudah besar sekarang.”Dinar menyentuh lengan Sada.Gadis itu tersenyum tapi menggelengkan kepalanya.“Saya masih kerja, Mbak. Mana bisa duduk-duduk di sini. Adik saya sudah sekolah, kelas 6 SD sama kelas 4.”“Kamu tidak narik ojol lagi?” Dirham bertanya sambil mengambil sebotol air mineral di atas meja. Dibuka tutupnya dan diberikan pada sang istri.“Sore jam 4 setelah pul
“Sayang, Sorry Papa sama bunda ketiduran tadi. Sekarang ajak adik tunggu di depan, ya?”Dirham mengusap kepala putrinya. Ruby mengangguk dengan cepat. Ia memanggil sang adik sesuai pesan papanya.Sementara Dirham kembali masuk ke dalam kamar dan menutup pintu. Dinar baru saja selesai memakai selendang pashmina kegemarannya. Ia menyembur parfum lalu mengoles bibirnya dengan lipstik berwarna nude.Pelukan hangat Dirham dari belakang membuatnya sedikit menoleh.Dirham mendekap erat tubuh ramping istrinya, wangian aroma yang selalu segar pada penciumannya ia hirup dalam-dalam.“Jangan cantik-cantik, nanti ada yang naksir.”“Ruby bilang apa?”Dinar mengusap lengan sang suami yang melingkari perutnya.“Minta jalan-jalan ke pantai. Kita gerak sekarang. Kasihan anak-anak, ngambek katanya nungguin kita lama dari tadi.”“Papanya sih suka lama-lam
Mature content “Sayang, sabar.” Dinar mengacuhkan kalimat suaminya, entah kenapa sejak ia masuk ke dalam kamar, hasrat seksualnya naik tiba-tiba. “Mas, aku tidak bisa sabar lagi.” Dinar langsung menyerang Dirham dengan ciuman-ciuman panas, Pria itu bergerak mundur dan masuk dalam kotak kaca, ia membalas setiap lumatan dan sesapan bibir istrinya. Tangannya menahan tengkuk Dinar agar ciuman panas dan dalam mereka tidak terlepas. Bagian bawah tubuh Dirham sudah berdiri mengeras di dalam celana chino-nya. Begitu juga Dinar ia merasakan denyutan yang semakin menggila di bawah sana. Ia merapatkan kedua kakinya menahan rasa juga keinginan. Pria itu menarik dress istrinya lalu dilepaskan menyisakan penutup bagian dalam saja semakin membuat hasrat Dirham bergelora menatap tubuh indah yang tidak berubah dari awal mereka bersama, Dinar juga tidak tinggal diam, ia menarik turun celana sang suami, matanya membulat saat tangannya meremas sesuatu yang sudah menge
“Iya, ini Ruby. Yang saya kandung waktu masih di sini dulu, Mak. Ini Abizaair adik dia. Ini Loli pengasuh mereka. Ayo sayang, Salim sama Nek Marni.” Mak Marni manggut-manggut dengan mata berkaca-kaca. Terharu ternyata masih diberi kesempatan bertemu dengan majikannya yang baik seperti Dinar dan Dirham.“Saya kaget waktu Masnya menghubungi saya, untuk membantu membersihkan rumah ini.”“Ini semua juga buat saya kaget, Mak. Suami saya selalu memberi kejutan.” matanya memandang pada Dirham yang membaringkan Ruby di atas sofa.“Nak Loli, mari saya tunjukkan kamar untuk tidurkan nak Abizaair.” Mak Marni membawa Loli ke kamar yang memang disediakan khusus untuknya dan anak-anak.“Mas, sebaiknya Ruby juga dipindahkan sekali, lagian mereka juga sudah makan tadi di bandara, biarkan mereka istirahat dulu.”“Iya, aku juga ngantuk. Padahal baru jam 1 siang.”
Mendengar kalimat dari staf itu membuat wajah Rosy pucat seketika. Jadi pria yang begitu mempesona dan sesuai dengan impiannya adalah pemilik Cafe tempatnya bekerja. Istrinya juga berada di sini dan terlihat sangat saling mencintai. Ada rasa malu terselip dalam hatinya tapi rasa terpesonanya masih menguasai perasaannya. Pria yang sangat luar biasa, sudah tampan mempesona dengan postur tubuh sempurna kaya rasa dan romantis. Wanita mana saja pasti akan bertekuk lutut di depannya. Sungguh beruntung wanita yang sudah berhasil menjadi istrinya.“Kamu staf baru ya, tidak tahu kalau itu adalah owner Cafe, itu bos kita. Istrinya sangat baik, ramah dengan siapa saja.” tambah pekerja itu memuji istri bosnya. Sejak bekerja di sini, ia baru tiga kali bertemu dengan istri bos, Dinar tidak segan-segan memberi contoh jika staf baru tidak tahu cara mengerjakan tugasnya.“Mm, i-iya. Gue staf baru.”“O, pantas saja tidak ken