Sore hari saat jam pulang kantor, semua mulai berkemas setelah menyelesaikan pekerjaan masing-masing. Wajah kusut karena penat memutar otak jelas tergambar di wajah semua karyawan tanpa terkecuali.
“Mau bareng gua gak Za?” tanya Adit sambil merapikan mejanya.
“Cieee... Za doang nih yang diajakin, kali-kali ajakin gua dong...” ledek Sarah, teman satu divisi yang kubikelnya di sebelah Za.
“Kalau sama lu takut dimarahi laki lu Sar.... “ jawab Adit santai.
“Iya-iya... Tapi sepertinya lebih karena ada sesuatu ini.” Ujar Sarah penuh selidik.
“Mas Adit hutang budi sama aku kak, kan aku berjasa membantu perubahan penampilannya.” Jelas Za semangat.
“Oh ya? Mana, kok gak berubah?” tanya Sarah penasaran.
“Belum waktunya, tunggu tanggal mainnya kak... Ayo mas Adit...” jawab Za semangat kemudian menenteng tasnya setelah selesai berkemas.
“Duluan ya kak Sarah... Nanti kalau Tia tanya aku udah duluan gitu ya kak...” ucap Za.
“Kita duluan Sar...” pamit Adit lalu berjalan keluar mengikuti Za.
Sepanjang perjalanan Za lebih banyak diam dan sibuk dengan ponselnya. Ia tengah berkirim pesan dengan adiknya yang ia temui di mall siang tadi. Sedang Adit lebih fokus pada jalanan yang saat itu sudah mulai ramai dan macet.
Beberapa kali Adit melirik ke arah Za namun tetap saja gadis di sebelahnya itu tidak juga peka. Beberapa kali pula Adit menghembuskan nafasnya dengan kasar berharap Za akan menoleh dan berkomentar sesuatu tentang dirinya.
“Lu itu di sini, tapi nyatanya sedang tidak di sini. Huuhh, berasa bawa patung Pancoran ini...”
gerutu Adit mulai kesal.“Maaf mas Adit, lagi chat sama adikku. Tadi kan kita ketemu sebentar...”
“Yang tadi siang lu izin itu?”
Za hanya mengangguk mantap dengan menoleh sebentar ke arah Adit.
“Za, kita makan dulu ya. Udah mulai macet gini, males nyetirnya kalau macet.” Ajak Adit.
“Oke, tapi kacamatanya ganti ya...” jawab Za mengajukan syarat.
“Iya...”
Saat menemui sebuah restoran terdekat, segera Adit menepikan mobil menuju area parkir restoran tersebut. Setelah berhenti sempurna, Adit mengganti kacamatanya.
“Gimana?” tanya Adit tentang kacamatanya.
“Bagus, mas Adit jadi terlihat lebih ganteng dan menarik juga smart. Pokoknya I like it...” jawab Za penuh semangat.
“Oke, ayo kita turun...”
Sampai di dalam mereka segera duduk. Sambil menunggu pesanan datang mereka mengobrol santai. Dari tatapan Adit terlihat bahwa ia begitu perhatian pada Za. Terlihat sekali jika sebenarnya Adit menaruh rasa terhadap gadis yang bersamanya itu.
“Mas Adit, pakai kacamata yang baru aja. Bagusan pakai ini mas. Yakin deh bentar lagi pasti dapat cewek... “ goda Za penuh semangat.
“Oh ya?”
“Iya, terlebih kalau pas aku lagi bareng kan semangat juga tahu nggak sih, orang lihat kan aku sama cowok ganteng. Kacamata jengkolnya simpan aja ya mas nanti, nggak usah dipakai lagi.”
“Kamu suka aku kaya gini?” tanya Adit memancing.
“Iya dong, itu kan aku yang pilih jadi aku pasti suka. Pokoknya tampilan yang lain dah keren mas, asal ganti kacamata jengkolnya, jadi maksimal gantengnya...” jawab Za ceria.
“Ya udah, kamu jadi pacar aku aja ya Za...” ucap Adit sambil menyedot jus yang baru saja diantarkan pelayanan ke mejanya.
“Mas Adit ini suka bercanda aja.” Jawab Za mulai salah tingkah.
“Kalau aku serius gimana?” tanya Adit sambil menatap Za
lebih lekat.“Ah, lapar nih... Makan yuk...” Za mengalihkan pembicaraan dan mulai menikmati makanannya untuk menutupi kebingungannya.
Adit justru tersenyum melihat gadis di hadapannya itu berubah merah pipinya. Tergambar jelas ia kehilangan kepercayaan dirinya ketika Adit mengatakan hal itu.
Selesai makan segera mereka masuk mobil dan berjalan kembali menyusuri jalanan ibukota yang padat namun sudah tidak macet seperti saat jam pulang kantor tadi. Za masih saja terdiam karena bingung dengan ucapan Adit tadi.
Sebenarnya Za merasakan hal aneh ketika ia bersama Adit. Perhatian dan kebaikan Adit padanya sungguh membuat dirinya nyaman hingga entah membuat rasa yang apa itu namanya Za sendiri tidak mengetahuinya.
“Za, main yuk... Sesekali temani gua eh aku jalan malam ini.” Ajak Adit.
“Ke mana?”
“Temanku baru buka club baru, temenin aku ke sana ya... Aku janji enggak akan mencelakaimu. Sekali ini aja...”
“Aku gak pernah ke tempat seperti itu.”
“Aku juga jarang. Aku dapat undangan buat ke sana, yang punya temanku sendiri. Tapi kalau kamu nggak mau mau juga nggak papa, aku antar kamu pulang dulu....” jawab Adit lalu kembali fokus menyetir.
“Apa kamu janji aku akan tetap baik-baik saja?”
“Tentu.... Jadi, apa kamu mau menemaniku?”
“Dengan syarat kamu tidak melepas kacamata pilihanku ini. Kamu juga harus janji tidak akan meninggalkan aku sendirian.”
“Oke, kita langsung ke sana ya...”
Adit segera mengemudikan mobilnya menuju klub baru milik temannya. Mobilnya menyusuri jalanan Jakarta yang padat. Hari yang mulai malam, tidak membuat jalanan Jakarta lantas menjadi sepi. Justru di beberapa tempat banyak sekali warga yang keluar dan memenuhi jalanan ibukota. Tempat makan dan tongkrongan terlihat ramai di kala menjelang malam. Karena kebanyakan warga ibukota lebih memilih untuk makan di luar dibandingkan harus memasak di rumah ketika mereka pulang dari bekerja.
Sekitar 30 menit perjalanan, akhirnya sampai di tempat tujuan. Sampai di dalam Adit disambut oleh temannya. Dengan ramah teman Adit pun menyapa dan mengajak Za berkenalan.
“Hai, Dit... Tampilan baru nih...” sapa temannya sambil memeluk Adit.
“Siapa aja yang datang?” tanya Adit.
“Itu di dalam sudah ada Juna, Natalie, Danar, dan Hendri. Cuma kita berenam aja.... Oh iya, cewek lu nih?”
“Kenalin ini Zahira panggil saja Za... Za, kenalin Andre” ucap Adit memperkenalkan .
Za dan Andre bersalaman saling memperkenalkan diri. Setelah itu andre mengajak mereka masuk menuju tempat di mana teman teman yang lain berkumpul. Musik yang keras menggema di telinga, lampu warna warni menghiasi tempat yang sedikit gelap karena memang cahaya yang disediakan di dalam hanya lampu disko seperti kebanyakan club yang lain.
Di arena dance floor banyak orang berjoget berdesak-desakan. Tak sedikit dari mereka yang sambil membawa botol minuman. Hingga dapat dipastikan bahwa kebanyakan dari mereka dalam kondisi mabuk. Za yang tidak terbiasa dengan suasana seperti itu merasa risih, hingga ia tidak melepaskan tangannya dari lengan Adit.
3Saat menemui teman-teman Adit, tangan kiri Za memegang baju Adit tanpa sedikitpun berniat untuk melepasnya, sedang tangan kanannya bersalaman dengan teman-teman Adit. Mengetahui hal itu, setelah berjabat tangan dengan semua temannya, Adit menggenggam tangan kiri Za untuk lebih menenangkan gadis itu.“Nggak lama-lama ya di sini...” bisik Za sambil mendaratkan pantatnya di sofa.Adit mengangguk mengiyakan ucapan Za sambil lebih mempererat genggaman tangannya. Ia memahami bahwa gadis yang diajaknya itu tidak nyaman berada di tempat seperti itu.
Pagi harinya Adit sengaja datang lebih cepat dan membawa dua bungkus bubur ayam. Satu bungkus ia letakkan di atas meja Za, sedang yang satu ia buka sendiri untuk dinikmati.Beberapa menit kemudian terlihat Za datang menyapa beberapa rekan kerjanya yang sudah datang, termasuk Adit. Saat ia sampai kubikelnya, di sana sudah ada sebuah bungkusan plastik di atas meja. Penasaran dengan apa yang ada di dalam plastik itu, segera ia membukanya dan mendapati bubur ayam yang masih hangat.“Mas Adit, bubur ayam?” tanya Za lirih pada Adit yang sedang menikmati sarapannya.“Udah, makan aja. Kamu pasti belum sarapan kan?&rdqu
“Mas Adit, bentar lagi waktunya kerja. Ayo kita balik...” ajak Za untuk menghindari pertanyaan Adit saat itu.“Za, sekali lagi aku tanya padamu. Apa benar kamu suka padaku? Jawab jujur Za...” Jawab Adit masih tetap memegang pergelangan tangan Za dengan erat.Za sungguh bingung dan kini wajahnya sudah berubah merah seperti tomat. Selain itu kegugupannya tidak dapat ia sembunyikan lagi.“Za...” Ucap Adit dengan tatapan memelas.“Ma-
Saat Za melihat wajah pria yang ada di hadapannya, Za sungguh kaget hingga matanya dapat melotot sempurna dengan mulut terbuka karena sangat terkejut menatap pria di depannya itu.Begitu pula dengan pria yang di hadapannya pun sama terkejutnya melihat Za.“Elu??” ucap pria tersebut hampir bersamaan dengan Za.“Kamu??” Ucap Za tak kalah kaget bareng dengan pria itu.“Yah, ketemu mas galak ini lagi.
Dengan sikap sok akrabnya Herland menemani Za makan di kost dengan pintu terbuka lebar. Senyum manis dan sikap santai tanpa merasa bersalah ditunjukkan Herland. Sedang Za terlihat tidak nyaman dan justru kesal ada pria ganteng itu di hadapannya.“Ayo, dimakan Oktiawati pizzanya.” Ucap Herland menyodorkan box pizza ke dekat Za sambil ia makan pizza di tangan kanannya.“Oh iya, kepanjangan juga ya kalau aku panggil Oktiawati gitu. Gue panggil, eh maksudnya aku panggil Okti aja ya. “ Ujar Herland tanpa mempedulikan raut wajah tidak suka dari Za.
Sore hari saat pulang kerja, Adit mengantarkan Za sampai di depan gerbang kostnya. Adit jarang masuk ke dalam kost berbeda dengan Herland. Hanya sesekali saja ia masuk dan itupun juga hanya duduk di ruang tamu. Adit lebih santun dan lebih halus serta mengerti batasan-batasan yang ada. Hal itulah yang membuat Za jatuh cinta kepadanya, karena kepribadiannya yang baik.Setelah Za turun dari mobilnya, Adit pun langsung pamit pulang. Adit mencoba memberikan waktu istirahat untuk Za yang sudah seharian memeras otaknya untuk mengerjakan tugasnya di kantor. Dirinya juga sudah merasa cukup bisa banyak mengobrol dan dekat dengannya, karena jam istirahat pun mereka lalui bersama. Itulah enaknya jika memiliki kekasih teman satu kanto
“Kok diem? Deg-degan, grogi dan nggak menyangka ya ditembak sama cowok setampan aku?” Ledek Herland yang melihat pipi merah Za“Eng-enggak lah... Ngapain juga? Aku dah punya pacar, lebih ganteng dan jauh lebih baik dari kamu. Kamu bukan bandingan dia. Jadi, nggak usah kamu sok-sok gombalin aku. Nggak mempan!” Jawab Za penuh membanggakan kekasihnya.“Sama aku gantengan siapa?”“Buatku tetap dia s
Pagi hari semua karyawan sudah berada di tempat kerja masing-masing. Beberapa dari mereka yang ikut rapat persiapan penyambutan, kini harus ikut berkumpul di ruang rapat guna penyambutan manajer baru. Za dan karyawan lain yang tidak terlibat melanjutkan pekerjaan masing-masing. Jika nanti manajer baru hendak melihat-lihat kondisi tempat kerja dan karyawan, mereka diminta memberi sambutan hangat berupa senyum dan sapa yang sopan. Hanya tugas seperti itulah yang harus dilakukan bagi yang bukan panitia.Di dalam ruangan rapat kini semua tengah duduk rapi menunggu datangnya manajer baru mereka yang sedang di lift. Mereka terlihat antusias ingin mengetahui sosok manajer baru yang kabarnya masih muda dan tampan itu. Terlebih pa
Pagi ini udara terasa dingin, gemericik air hujan terdengar jelas menari di atap rumah. Sambil melihat jam di ponselnya Za mencoba membuka matanya. Masih pukul lima pagi, Za hanya mematikan AC di kamarnya saja lalu meletakkan kembali kepalanya di bantal sambil memeluk guling. Tak butuh waktu lama akhirnya matanya kembali terlelap dengan cepat.Tok tok tok!!Suara pintu kamar kost diketuk. Mata Za akhirnya terbangun karena suara ketukan pintu yang masih belum berhenti juga. Diraihnya ponsel yang ada di sampingnya untuk melihat jam. Ternyata masih pukul enam.Pertanyaan muncul di benaknya siapa orang yang sepagi ini datang? Mana mungkin Aditya datang sepagi ini tanpa memberi tahu nya terlebih dahulu melalu chat atau telepon. Atau jangan-jangan si manajer baru yang akhir-akhir ini senang mengganggunya.Perasaan kesal tiba-tiba merambat di dalam hatinya pada manajernya itu. Meski Za belum tahu siapa yan
Selesai meeting Herland dan Za segera meninggalkan restoran. Di dalam mobil Za memilih diam dengan sibuk dengan ponselnya untuk memberi kabar pada Adit. Tanpa menoleh dan menghiraukan Herland yang ada di depan kemudi, Za terlihat serius dan sesekali tersenyum dengan benda pipih itu. Tentunya bukan dengan ponselnya ia tersenyum, tetapi dengan orang yang sedang diajak chat olehnya.Z : {Mas Adit, maaf aku belum sampai kantor. Oh ya, nama manajer baru kita siapa?}A : {gakpapa, sayang. Tadi dikasih tahu Intan, katanya disuruh gantiin dia}Z : {emang nama manajer baru siapa?}A : {Caesar Herland Prayoga. Emang kenapa, kamu suka ya?}Z : {sama sekali nggak. Cemburu ya...?}A : {sedikit}Z : {aku tetap pilih kamu kok. I love you...}A : {I love you too}Melihat Za senyum-senyum sendiri, muncul ide jahil Herland terhadap gadis itu.“Sayang banget, cantik-cantik sedikit ngg
Sampai di kantor masih sepi, baru beberapa karyawan yang datang. Dengan santai Herland menuju ruangannya. Ia sengaja datang lebih pagi karena ingin melihat langsung apakah benar karyawan atas nama Zahira Oktiawati itu adalah orang yang sama, gadis bertubuh kecil yang tidak pernah berkata lembut kepadanya. Gadis yang justru karena kebenciannya pada Herland membuat pria dewasa berusia 32 tahun itu penasaran dan berkeinginan bisa menggapai hatinya.Sepertinya Caesar Herland Prayoga kini sedang bingung dengan hatinya sendiri. Pria yang terbiasa mudah mendapatkan gadis mana pun itu kini harus selalu ditolak oleh seorang gadis muda berumur 23 tahun itu. Gadis polos dengan mulut tajam itu sungguh menarik perhatiannya. Memang tidak terlalu cantik seperti yang biasa ia dapatkan dengan mudah, tapi baginya Oktiawati itu juga tidak jelek bahkan jika dipermak dan dipoles sedikit aura kecantikannya akan muncul melebihi gadis-gadis yang kerap ia kencani.Herland m
Saat istirahat makan siang hampir semua karyawan berada di kantin. Mereka menikmati makan siang dengan berbagai menu yang disediakan oleh beberapa penjual di kantin kantor itu. Seperti biasa Adit dan Za selalu bersama menikmati makan siang mereka. Tawa dan canda mewarnai kebersamaan itu, kebahagiaan jelas terpancar dari keduanya.“Manajer barunya tampan, Za... Udah lihat kan tadi pas dia lewat itu?” Tanya Adit disela makannya.“Aku belum lihat. Tapi biarin ajalah mau dia ganteng, muda atau apalah. Aku nggak tertarik. Apalagi orang punya jabatan begitu biasanya sombong.” jawab Za santai.“Beneran nih nggak tertarik? Yang lain lomba-lomba cari perhatiannya lho, Za.” ujar Adit mengetesnya.
Pagi hari semua karyawan sudah berada di tempat kerja masing-masing. Beberapa dari mereka yang ikut rapat persiapan penyambutan, kini harus ikut berkumpul di ruang rapat guna penyambutan manajer baru. Za dan karyawan lain yang tidak terlibat melanjutkan pekerjaan masing-masing. Jika nanti manajer baru hendak melihat-lihat kondisi tempat kerja dan karyawan, mereka diminta memberi sambutan hangat berupa senyum dan sapa yang sopan. Hanya tugas seperti itulah yang harus dilakukan bagi yang bukan panitia.Di dalam ruangan rapat kini semua tengah duduk rapi menunggu datangnya manajer baru mereka yang sedang di lift. Mereka terlihat antusias ingin mengetahui sosok manajer baru yang kabarnya masih muda dan tampan itu. Terlebih pa
“Kok diem? Deg-degan, grogi dan nggak menyangka ya ditembak sama cowok setampan aku?” Ledek Herland yang melihat pipi merah Za“Eng-enggak lah... Ngapain juga? Aku dah punya pacar, lebih ganteng dan jauh lebih baik dari kamu. Kamu bukan bandingan dia. Jadi, nggak usah kamu sok-sok gombalin aku. Nggak mempan!” Jawab Za penuh membanggakan kekasihnya.“Sama aku gantengan siapa?”“Buatku tetap dia s
Sore hari saat pulang kerja, Adit mengantarkan Za sampai di depan gerbang kostnya. Adit jarang masuk ke dalam kost berbeda dengan Herland. Hanya sesekali saja ia masuk dan itupun juga hanya duduk di ruang tamu. Adit lebih santun dan lebih halus serta mengerti batasan-batasan yang ada. Hal itulah yang membuat Za jatuh cinta kepadanya, karena kepribadiannya yang baik.Setelah Za turun dari mobilnya, Adit pun langsung pamit pulang. Adit mencoba memberikan waktu istirahat untuk Za yang sudah seharian memeras otaknya untuk mengerjakan tugasnya di kantor. Dirinya juga sudah merasa cukup bisa banyak mengobrol dan dekat dengannya, karena jam istirahat pun mereka lalui bersama. Itulah enaknya jika memiliki kekasih teman satu kanto
Dengan sikap sok akrabnya Herland menemani Za makan di kost dengan pintu terbuka lebar. Senyum manis dan sikap santai tanpa merasa bersalah ditunjukkan Herland. Sedang Za terlihat tidak nyaman dan justru kesal ada pria ganteng itu di hadapannya.“Ayo, dimakan Oktiawati pizzanya.” Ucap Herland menyodorkan box pizza ke dekat Za sambil ia makan pizza di tangan kanannya.“Oh iya, kepanjangan juga ya kalau aku panggil Oktiawati gitu. Gue panggil, eh maksudnya aku panggil Okti aja ya. “ Ujar Herland tanpa mempedulikan raut wajah tidak suka dari Za.
Saat Za melihat wajah pria yang ada di hadapannya, Za sungguh kaget hingga matanya dapat melotot sempurna dengan mulut terbuka karena sangat terkejut menatap pria di depannya itu.Begitu pula dengan pria yang di hadapannya pun sama terkejutnya melihat Za.“Elu??” ucap pria tersebut hampir bersamaan dengan Za.“Kamu??” Ucap Za tak kalah kaget bareng dengan pria itu.“Yah, ketemu mas galak ini lagi.