Riani menatap gundukan tanah yang penuh dengan bunga berwarna warni di atasnya. Wanita cantik itu mengusap nisan sang ayah dengan air mata yang terus berderai. Kini orang yang selalu ia perjuangkan kebahagiaannya sudah pergi."Bagaimana Riani menjalani hidup ini tanpa Bapak?" Riani memeluk nisan sang ayah dan menangis tersedu-sedu.Kenzo, Yogi dan Ardi yang hadir pun hanya berdiri di belakang Riani. Mereka menundukan kepalanya. Perasaan bersalah lebih mendominasi diri Kenzo. Dirinya memberikan perawat yang lalai dalam menjaga Andi. Jika saja Andi tidak di bawa paksa oleh Gita dan Tuti, pasti pria itu kini masih hidup."Maut, jodoh, rejeki Allah yang ngatur!!" Ucap Ardi yang seakan tahu apa yang dipikirkan oleh Kenzo.Kenzo memang menceritakan semua peristiwa yang Andi alami pada kedua sahabatnya. Penyesalan dirasakan Kenzo semakin besar kala menyadari jika kini Riani sudah kehilangan sosok cinta pertamanya."Bapak!" Gita berjongkok dan mengusap nisan Andi yang satunya. Mata gadis itu
Meski enggan melepaskan, akan tetapi Kenzo tidak memiliki alasan untuk menahan wanita itu lebih lama di sisinya. Kenzo yang sudah menyukai Riani pun seolah tak rela dengan perpisahan mereka. Akan tetapi, ingin menahan pun Kenzo sudah tak mempunyai ancaman agar Riani mau berada di sisinya. "Ada Shakilla yang akan menggantikanku," ucap Riani yang membuat Kenzo menggelengkan kepalanya. Riani seakan tak peduli. Ia segera membawa kopernya keluar dari apartemen Kenzo. Pria jangkung itu terlihat mencekal tangannya dan menghadap jalan wanita cantik itu. Langkah Riani pun terhenti karena cekalan dari mantan bosnya. "Setidaknya biarkan aku mencarikan tempat tinggal yang nyaman untukmu. Kau mau ke mana malam-malam seperti ini? Di luar kejam, Ri. Tidak akan ada yang berbaik hati padamu," ucap Kenzo. "Aku bisa pergi ke mana pun yang aku mau. Kau tak perlu khawatir, aku mempunyai uang yang cukup," Riani seakan tak ingin tergoyahkan untuk pergi dari sana. "Tolong biarkan aku mengantarmu! S
Mobil Kenzo tiba di sebuah daerah yang sangat asri. Wilayahnya terdiri dari pegunungan yang begitu hijau dan sejuk. Tak lama hamparan sawah semakin memanjakan mata. Ya, mobilnya kini sudah sampai di kampung halaman Andi, ayah dari Riani. "Terima kasih Kakak masih mau mengajakku pergi!" Gita menangis terisak. Kenzo terdiam. Hatinya merasa sesak. Apakah ini benar benar hari perpisahan mereka? Kenzo melirik Riani. Wanita itu terlihat tidak bergairah Semenjak kepergian sang ayah, keceriaan Riani seolah hilang tak berbekas. "Kakak masih punya nurani," Riani berusaha meraup oksigen sebanyak-banyaknya. Satu sisi hatinya yang lain, Riani begitu marah pada Gita. Akan tetapi, bagaimana pun Andi tak akan senang bila ia meninggalkan sang adik di kota. Terlebih ia sudah tidak memiliki tempat bernaung dan sanak saudara yang bisa menyayangi. Hanya dirinya kini yang dimiliki oleh Gita. Riani berharap Gita dapat merubah segala sikap buruknya dan berubah menjadi pribadi yang baik. Keduanya k
Seorang gadis menyeka keringat yang membasahi rambut sepinggangnya. Ia terus mengayuh sepeda untuk sampai di tempat kerjanya yang berada di pusat kota. Ia adalah Riani Mutia Azzahra, seorang karyawan pabrik biasa yang bekerja di sebuah perusahaan manufaktur tekstil terkenal. Riani cukup beruntung bisa bekerja di pabrik terbesar se Asia itu. Riani memang sudah bekerja semenjak ia lulus SMA di pabrik ini. Riani sebenarnya adalah seorang siswi yang pintar. Akan tetapi, gadis itu tidak bisa mengenyam perkuliahan seperti mimpinya. Riani harus mengubur keinginan melanjutkan pendidikannya karena terhalang oleh ekonomi keluarga. Jangankan untuk kuliah, untuk makan saja mereka kesusahan."Hufftt, sebentar lagi!" Riani mengatur nafasnya begitu pabrik sudah mulai terlihat. Riani mempercepat kayuhannya, berharap dirinya bisa segera duduk untuk melepas lelah.Sesekali Riani melirik kotak plastik yang ia bawa. Riani memang berjualan gorengan di pabrik. Ia biasa membawa dagangannya ke pabrik berharap
Riani terbuyar dari lamunannya. Ia segera meninggalkan area Gazebo. Riani menggendong tas usang berwarna krem yang sudah ia pakai semenjak duduk di bangku SMA. Tak lupa Riani juga menjinjing kotak berbahan plastik yang jadi tempat menyimpan gorengannya. Saat akan masuk ke dalam area produksi, tangan Riani di tarik oleh seseorang."Ri, mau lemper dua dong sama tahunya tiga," ucap salah seorang teman dekat Riani yang juga menjadi operator produksi yang bernama Asti. Gadis itu langsung memesan karena perutnya amat keroncongan. Maklum saja, Asti tadi tidak sempat sarapan di rumah."Gak ada. Gorengannya abis, Ti," Riani menatap wajah temannya."Lah, kok bisa?" Asti menimpali."Tadi ada mobil yang ngelakson. Akunya kaget dan jatuh. Jadi aja barang dagangannya berserakan di jalan," jawab Riani. Kebetulan Kenzo ada tak jauh dari mereka. Kenzo memang sedang ke area produksi untuk mencari manajer produksi."Kamunya ga apa-apa?" Asti mengambil tangan Riani dan memperhatikannya dengan seksama. Tak
Riani bekerja seperti biasa, pekerjaannya adalah memilah baju yang sudah di finishing. Dia ditempatkan di posisi Quality control atau sering disingkat dengan QC. Riani harus bersikap profesional. Jiika sudah melangkah ke pabrik, Riani akan melupakan semua masalahnya di rumah. Riani mencoba untuk fokus dengan segala kewajibannya sebagai pekerja. Riani sadar posisi QC memerlukan ketelitian yang sangat tinggi. "Segera bersihkan area kerja kalian! Hari ini ada Tuan Kenzo yang akan melakukan audit di tempat produksi bersama cliennya dari Jepang!" Seru ketua regu yang bernama pak Roby. "Oke, Pak!" Jawab semua karyawan produksi dengan serempak. Dengan cepat, mereka mengambil sapu, pengki, dan peralatan kebersihan yang lain. Mereka fokus memeriksa meja kerja mereka sedetail mungkin. Mereka tak ingin terkena SP atau mendapat surat teguran karena area kerja yang kotor. Sejak Kenzo mengambil alih perusahaan, semua aturan sangatlah ketat. Kebersihan area kerja menjadi hal yang sangat diperhatik
Tuti menghitung uang yang tersisa di dompet. Di dompetnya hanya tersisa sepuluh ribu rupiah. Kemarin uang gaji Riani ia pergunakan untuk ulang tahun anak kesayangannya, Gita. Tuti mendecakan lidahnya saat mengingat tanggal berapa Riani mendapatkan gaji, dan itu masih tiga Minggu lagi. Sangat lama. Kepala Tuti pusing tujuh keliling. Selain karena bahan pokok sudah habis, hari ini pun ada bank keliling yang akan meminta setoran untuk cicilan hutangnya. Ah, membayangkannya saja pusing bukan kepalang! "Tuti, ayo kita kumpulan! Si bapak adminnya udah ada tuh!" Seru tetangga Tuti, ia mengajak rekannya itu untuk berkumpul di rumah salah satu warga untuk menyetorkan cicilan. "Ya!" Sahut Tuti malas. Meskipun Tuti tak punya uang, ia wajib mengikuti perkumpulan itu. Semua duduk di teras salah satu rumah warga. Semua warga menyetorkan sejumlah uang pada pekerja bank yang dipercaya sebagai penagih. Kini giliran Tuti, namun ia tak bisa menyempilkan sejumlah uang di buku catatan utangnya. "Maaf,
Kenzo tengah asyik bermain billiard di ruangan khusus yang ada di rumahnya. Sesekali pria tampan dan jangkung itu tersenyum puas ketika bola yang ia pukul masuk secara akurat ke dalam lubang."Hebat lu, Ken!" Teman yang menemaninya bermain billiard memberikan pujian. Kenzo pun meletakan tongkat billardnya dengan asal. Kenzo kemudian mendudukan dirinya di atas sofa, sedangkan tangannya sibuk membuka minuman kemasan dingin yang akan ia teguk."Gimana kerjaan lu?" Teman Kenzo yang bernama Ardy terduduk di samping Kenzo. Pria itu memang terbiasa memanggil sapaan Gue-Lu karena dirinya berasal dari ibu kota."Ya gitu gitu aja!" Jawab Kenzo sembari meneguk minuman yang ada di tangannya. Setelah puas menuntaskan dahaganya, Kenzo menyimpan botol minuman itu di atas meja kecil."Mumet gak sih lu harus kerja keras tiap hari?" Ardy mengambil ponsel boba merk terbaru yang baru saja rilis bulan ini."Ya namanya kerja. Mumet sih pasti. Lagian gak tiap hari gue sibuk," Kenzo ikut mengeluarkan ponsel d