Riani bekerja seperti biasa, pekerjaannya adalah memilah baju yang sudah di finishing. Dia ditempatkan di posisi Quality control atau sering disingkat dengan QC. Riani harus bersikap profesional. Jiika sudah melangkah ke pabrik, Riani akan melupakan semua masalahnya di rumah. Riani mencoba untuk fokus dengan segala kewajibannya sebagai pekerja. Riani sadar posisi QC memerlukan ketelitian yang sangat tinggi.
"Segera bersihkan area kerja kalian! Hari ini ada Tuan Kenzo yang akan melakukan audit di tempat produksi bersama cliennya dari Jepang!" Seru ketua regu yang bernama pak Roby."Oke, Pak!" Jawab semua karyawan produksi dengan serempak.Dengan cepat, mereka mengambil sapu, pengki, dan peralatan kebersihan yang lain. Mereka fokus memeriksa meja kerja mereka sedetail mungkin. Mereka tak ingin terkena SP atau mendapat surat teguran karena area kerja yang kotor. Sejak Kenzo mengambil alih perusahaan, semua aturan sangatlah ketat. Kebersihan area kerja menjadi hal yang sangat diperhatikan oleh Kenzo. Banyak yang mengutuk kebijakan Kenzo. Namun mereka hanya berani berbicara di belakang saja. Para pekerja masih membutuhkan uang, tak ingin membuat masalah dengan bosnya yang arogan itu.Semua fokus membersihkan area kerja termasuk Riani. Gadis berusia 23 tahun itu menyapu area kerjanya. Dengan cepat, tangan Riani mengambil sampah-sampah kecil dan memasukannya ke dalam tong sampah. Tak lupa ia membersihkan bajunya dan merapikannya. Kenzo memanglah bos yang sangat perfeksionis. Ia tidak ingin melihat karyawannya berpenampilan kotor, walaupun mereka di bagian produksi.Riani bernafas lega saat Kenzo dan tim audit memasuki tempat kerja mereka tepat pada waktunya. Semua area kerja telah bersih dan terlihat sangat rapi. Kenzo memimpin tim audit dan kliennya yang berasal dari negeri matahari terbit. Dengan ramah, Kenzo menjelaskan tentang proses produksi kepada cliennya yang berasal dari Jepang. Kenzo menjelaskan dengan berbahasa Jepang yang cukup fasih. Riani menatap pria itu dengan seksama. Tampilannya berbeda dengan beberapa tahun lalu. Kini Kenzo sudah berubah menjadi seorang pria yang terlihat beraura dan juga berwibawa. Tapi walaupun begitu, Riani tidak pernah merasa terpesona sedikit pun dengan teman SMA yang menorehkan luka yang amat dalam di hatinya itu.Riani buru-buru melihat ke arah lain. Hatinya selalu merasa sakit jika mengingat penghinaan yang Kenzo lakukan.Saat melewati meja Riani, Kenzo mendelik tak suka. Riani pun sekali lagi melirik Kenzo dengan ekor matanya. Namun Riani berusaha fokus untuk memilah-milah produk yang sudah di finishing. Sementara itu Klien dari Jepang dengan seksama memperhatikan Riani. Ia pun berbisik-bisik dengan Kenzo. Kenzo mengangguk tanda ia mengerti apa yang dibicarakan klinennya. Lekas pria jangkung itu mendekati meja Riani."Ini sudah kamu sortir?" Kenzo menunjuk kotak hijau yang menumpuk dengan pakaian yang sudah Riani pilah."Sudah, Pak," jawab Riani sopan. Dadanya bergemuruh hebat. Setiap mendengar suara Kenzo, ia teringat bullying yang dilakukan pria itu kepadanya. Apalagi menyangkut ayahnya yang selalu dihina sedemikian rupa oleh Kenzo."Apa saja yang kamu cermati saat memeriksa produk ini?" Tunjuk Kenzo pada celana boxer yang bermerk dan sangat laris di kalangan internasional."Pertama kita perhatikan apakah ada benang yang belum tergunting. Lalu kita periksa juga karet di bagian pinggang, apakah sudah di jahit dengan baik dan sesuai standar? Lalu, jahitan harus diperhatikan dengan seksama, apakah ada yang tidak rapi," jelas Riani panjang lebar tanpa menatap wajah Kenzo.Kenzo mengangguk. Ia kemudian menerjemahkan apa yang dibicarakan Riani Barusan dengan bahasa Jepang, hingga membuat klien Kenzo dari negeri matahari terbit itu manggut-manggut.Klien dari Jepang itu tampak puas dengan jawaban Riani. Setelah berkeliling, akhirnya mereka mengakhiri kegiatan pengecekan tempat produksi."Karyawanmu yang tadi sangat cantik sekali!" Puji kliennya dengan berbahasa Jepang yang bernama Kagawa. Riani memang memiliki wajah yang begitu ayu. Kulit wajahnya kuning langsat dan begitu mulus walau gadis itu tidak pernah melakukan perawatan apapun pada kulitnya.Kenzo tersenyum sebagai responnya. Dalam hati Kenzo berdecih. Kagawa adalah pria paruh baya yang cukup tua. Ia melihat sorot mata pria itu menyiratkan ketertarikan pada Riani. Kenzo Semakin ilfeel saja pada Riani. Bisa-bisanya ia sempat bertebar pesona pada kliennya. Memang mungkin seperti itulah sifat Riani, pandai menggaet om-om."Jika aku ke sini lagi, pertemukan aku lagi dengannya!" Lanjut Kagawa lagi dengan senyum tipisnya."Aku tidak berjanji, Tuan! Bisa saja dia telah resign nanti atau kontraknya sudah habis, " kilah Kenzo berusaha untuk tidak menjanjikan."Pertahankan dia di perusahaanmu! Dia sepertinya gadis yang baik dan rajin!" Bela Kagawa."Mari kita makan siang dulu! ini sudah waktunya istirahat," Kenzo mengalihkan pembicaraan. Baginya sangat muak sekali jika sudah membahas wanita yang sangat ia benci yang bernama Riani.Kenzo dan para kliennya menuju restoran terdekat. Mereka akan makan siang bersama. Namun sebelum itu, Kenzo menelepon asistennya. Setelah puas bercakap, Kenzo menutup teleponnya, Kenzo tersenyum sinis dan misterius.****Riani bersama teman-temannya berjalan menuju kantin yang berada di belakang tempat produksi. Mereka berbincang dengan hangat seraya membahas kedatangan tim audit tadi."Tadi deg-degan ga, Ri?" Tanya Asti, teman dekat Riani. Mereka kini duduk di meja makan yang ada di kantin dengan saling berhadapan."Sedikit. Aku takut salah bicara," Riani tersenyum simpul. Mereka duduk seraya menunggu ibu kantin membagikan makanan catering untuk makan siang mereka yang diberikan oleh perusahaan."Akhirnya makanan kita datang juga!" Putri, teman Riani yang lain bersorak saat misting yang berwana hijau mendarat di meja panjang mereka."Yuk kita makan!" Riani tersenyum seraya menatap catering yang berbentuk bundar itu. Perutnya sangat pedih karena pagi tadi dia melewatkan sarapan Ibu tirinya memang tidak suka membuatkan sarapan.Riani membuka misting itu. Ia tersenyum menatap menunya. Ada nasi, cah kangkung, telur rebus, ikan, dan sepotong buah melon untuk cuci mulut. Riani mengaduk-ngaduk cah kangkung makanan kesukaannya. Namun senyumnya hilang saat ia melihat bangkai ulat besar di cah kangkung itu hingga Riani pun berteriak. Pasalnya ia amat takut dengan binatang itu."Ada apa?" Seru Putri yang merasa kaget dengan teriakan Riani. Kini semua orang yang berada di kantin menatap ke arah mereka dengan tatapan penuh keingin tahuan."Ada ulat!" Riani mendorong misting nasi itu."Kok bisa sih? Ibu cateringnya jorok nih! Sampai ulat aja kemasak!" Asti bergidik ngeri."Ada apa, Ri?" Teman dari meja lain bertanya. Namun dengan cepat Riani menggelengkan kepalanya."Tidak ada apa-apa kok!" Riani mencoba tersenyum meskipun hatinya merasa gusar."Kamu harus makan Ri! Ambil saja telurnya! Aku ambilkan!" Asti mengambil telur rebus itu dan membukakannya untuk sahabat dekatnya itu"Apalagi ini?" Asti melotot saat melihat telur itu ternyata telah menjadi setengah burung dan berbentuk kemerahan."Aku mual, Ti!!" Riani beranjak dari duduknya dan berjalan menuju toilet. Ia merasa perutnya seperti diaduk-aduk. Riani memuntahkan Isi perutnya yang hanya diisi dengan air minum saja.Sementara di ujung restoran sana, Kenzo tersenyum menyeringai. Ia puas saat melihat video yang dikirim oleh asistennya.Tuti menghitung uang yang tersisa di dompet. Di dompetnya hanya tersisa sepuluh ribu rupiah. Kemarin uang gaji Riani ia pergunakan untuk ulang tahun anak kesayangannya, Gita. Tuti mendecakan lidahnya saat mengingat tanggal berapa Riani mendapatkan gaji, dan itu masih tiga Minggu lagi. Sangat lama. Kepala Tuti pusing tujuh keliling. Selain karena bahan pokok sudah habis, hari ini pun ada bank keliling yang akan meminta setoran untuk cicilan hutangnya. Ah, membayangkannya saja pusing bukan kepalang! "Tuti, ayo kita kumpulan! Si bapak adminnya udah ada tuh!" Seru tetangga Tuti, ia mengajak rekannya itu untuk berkumpul di rumah salah satu warga untuk menyetorkan cicilan. "Ya!" Sahut Tuti malas. Meskipun Tuti tak punya uang, ia wajib mengikuti perkumpulan itu. Semua duduk di teras salah satu rumah warga. Semua warga menyetorkan sejumlah uang pada pekerja bank yang dipercaya sebagai penagih. Kini giliran Tuti, namun ia tak bisa menyempilkan sejumlah uang di buku catatan utangnya. "Maaf,
Kenzo tengah asyik bermain billiard di ruangan khusus yang ada di rumahnya. Sesekali pria tampan dan jangkung itu tersenyum puas ketika bola yang ia pukul masuk secara akurat ke dalam lubang."Hebat lu, Ken!" Teman yang menemaninya bermain billiard memberikan pujian. Kenzo pun meletakan tongkat billardnya dengan asal. Kenzo kemudian mendudukan dirinya di atas sofa, sedangkan tangannya sibuk membuka minuman kemasan dingin yang akan ia teguk."Gimana kerjaan lu?" Teman Kenzo yang bernama Ardy terduduk di samping Kenzo. Pria itu memang terbiasa memanggil sapaan Gue-Lu karena dirinya berasal dari ibu kota."Ya gitu gitu aja!" Jawab Kenzo sembari meneguk minuman yang ada di tangannya. Setelah puas menuntaskan dahaganya, Kenzo menyimpan botol minuman itu di atas meja kecil."Mumet gak sih lu harus kerja keras tiap hari?" Ardy mengambil ponsel boba merk terbaru yang baru saja rilis bulan ini."Ya namanya kerja. Mumet sih pasti. Lagian gak tiap hari gue sibuk," Kenzo ikut mengeluarkan ponsel d
Kenzo tidak menyia-nyiakan waktu, keesokan harinya ia mengirimkan pesan agar Riani datang ke apartemen miliknya malam ini. Kenzo pun menggunakan nama samaran saat dirinya berhubungan dengan Tuti via medsos. Kenzo memperkenalkan dirinya sebagai Om Deni yang berusia 60 tahun. Di tempat lain, Tuti tampak senang karena Riani akan dijadikan alat pemu*s n*fsu pria tua. Tuti memutar otaknya agar Riani bisa datang ke apartemen milik Kenzo."Gimana caranya buat nih anak datang ke alamat si tua bangka Deni?" Tuti memijat keningnya yang seakan terus berdenyut. Ia terus menatap alamat apartemen yang Kenzo kirimkan padanya.Bak gayung bersambut, saat Tuti tengah sibuk memikirkan cara Riani datang kepada Kenzo, seorang tetangganya mengetuk pintu rumah Tuti dengan sangat keras."Ada apa sih? Kaya mau gerebek pasangan selingkuh aja?" Semprot Tuti kepada seorang pria yang seumuran dengannya."Ti, itu si Andi!!" Tetangga Tuti tampak mengatur nafasnya yang cepat. Terlihat pria paruh baya itu sangat panik
"Ibu jual Riani?" Riani berkata setengah berbisik."Gak ada yang jual kamu, Ri. Kebetulan ada yang tertarik sama kamu dan mau kasih uang dengan catatan kamu jadi simpanan dia. Jangan jadi gadis bodoh, Ri! Kita selama ini udah hidup susah. Mungkin ini cara tuhan buat ngangkat drajat hidup kita!" Tuti berkata sambil menatap tajam pada Riani."Tuhan ngangkat derajat kita? Aku tidak ngerti sama jalan pikiran ibu. Bu, ini tuh dosa besar. Ibu sadar engga?" Air mata meleleh di wajah ayu gadis itu."Ri? Ayo kita duduk, Nak!" Tuti berpura-pura bersikap lembut.Tuti menuntun putri sambungnya itu untuk duduk di kursi panjang yang ada di pelataran rumah sakit. Tuti merasa jika Riani harus di bujuk secara baik-baik. Riani pun patuh. Tak lupa ia menghapus air mata yang sudah membasahi pipinya dengan ibu jari."Ri, selama ini memang ibu selalu menghina, marah-marah sama bapak kamu. Tapi percayalah, Ri. Ibu sangat sayang sama Bapak. Ibu sayang sama dia walau Bapak kamu udah gak normal kaya kita," Tuti
Di sinilah Riani berada. Matanya tengah menatap pintu apartemen yang akan menjadi tempat kenestapaan hidupnya yang baru. Riani melangkah mundur, berusaha menyelamatkan tubuh dan harga dirinya. Tapi sekelebat wajah ayahnya hadir di pelupuk mata. Akan seperti apa jadinya jika Riani kabur dari pria yang ia ketahui bernama Om Deni? Riani meraup oksigen sebanyak-banyaknya. Jadi, akan seperti ini kah akhir hidupnya? Setetes air mata menetes dari matanya yang sayu. Riani menatap bel dengan sangat lama. Tangannya yang gemetar kemudian memencet bel apartemen mewah itu.Ceklek...Pintu terbuka. Akan tetapi, Riani tidak melihat pria ber*ngsek itu. Riani memindai ruangan dari depan pintu. Ingin melihat pria keji yang akan menghancurkan hidupnya. Tapi ia tidak melihat siapa pun di sana."Masuk!" Suara bariton pria membuyarkan lamunan Riani. Dadanya seakan dihimpit oleh batu yang amat besar di dasar jurang yang dalam. Dadanya sangat sesak bak tenggelam di Palung Mariana. Riani meneguk salivanya,
"Selangkah saja kamu keluar dari kamarku, lihat apa yang akan terjadi dengan ayahmu esok hari!" Ancam Kenzo yang membuat langkah Riani terhenti seketika."Memangnya apa yang bisa kamu lakukan?" Riani mencoba menantang pria tampan itu. Ia masih belum tahu apa yang bisa teman SMA nya itu lakukan."Benar kamu ingin tahu?" Kenzo terbangun dari kasur empuk itu. Langkahnya mendekat ke arah Riani. Riani semakin waspada dengan pergerakan yang Kenzo buat."Kamu tidak akan bisa macam-macam!" Riani menggelengkan kepalanya."Aku bisa membuat ayahmu dijemput malaikat maut esok hari," Kenzo berbisik di telinga Riani."Apa maksudmu?" Riani terkesiap mendengar ucapan Kenzo."Kamu lupa aku memiliki banyak uang? Asal kamu tahu, rumah sakit tempat ayahmu di rawat adalah milik kakekku. Aku tinggal menyuruh seseorang untuk menyuntikan sesuatu pada infusan ayahmu. Dan Duaaarrr! Kamu akan melihat ayahmu di ruang jenazah," Kenzo tersenyum miring menikmati raut wajah ketakutan Riani."Jangan, Kenzo! Aku mohon
Tuti dan Gita kini sedang ada di Mall yang ada di pusat kota. Mereka kini sedang berbelanja dengan uang yang diberikan oleh Kenzo. Sisa uang yang mereka peroleh senilai 145 juta, karena Kenzo memang memberi DP 200 juta untuk membeli Riani. 55 juta Tuti pergunakan untuk biaya rumah sakit suaminya."Bu, kapan si pria tua itu bakal transfer sisanya?" Ucap Gita sembari menenteng banyak sekali belanjaan di tangannya. Ia memang membeli banyak sekali barang hari ini."Engga tau. Biarin aja dulu beberapa hari ini. Biar si Riani muasin dia dulu. Nanti dua hari lagi Ibu chat si Om Deni biar dia cepet transfer sisanya," jawab Tuti yang kini tengah mengelus rambutnya yang baru saja di smoothing."Jangan kelamaan ya, Bu? Gita pengen beli mobil," Gita tersenyum membayangkan dirinya menyetir kuda besi dan memamerkannya di hadapan teman-temannya."Iya. Kamu tenang aja ya, Nak! Ibu pasti bikin kamu seneng," Tuti mengelus rambut putrinya."Makasih ya, Bu? Gita sayang sama ibu," Gita tersenyum senang."
Riani masih memberontok dengan sekuat tenaga untuk keluar dari kungkungan tubuh orang yang ia benci itu. Kulit mulus Riani seakan membuat gairah Kenzo naik seketika. Ia yang belum pernah berciuman atau pun bercinta dengan seorang gadis seperti kehilangan akal sehatnya. Sebenarnya apa yang terjadi padanya? Kenzo seolah tidak bisa lagi membedakan antara dendam dan juga nafsu. "Kenzo, aku mohon!" Lirih Riani ketika Kenzo melepas pakaian gadis itu dengan tatapan berkabut."Tidak usah sok jual mahal. Aku akan membuktikan sendiri apa benar jika kamu masih suci!" Ucap Kenzo sebelum mencium kembali bibir Riani.Riani mati-matian terbebas dari ciuman yang menurutnya menjijikan itu. Ia begitu tidak menyangka bibirnya bisa bersentuhan dengan orang yang selalu menghina ayahnya sedemikian rupa."Aku memang sudah tidak suci, maka lepaskan aku!" Bohong Riani setengah memelas."Aku akan menilai sendiri. Bukankah aku sudah membayarmu?" Kenzo menyeringai sebelum ia menyatukan tubuhnya dan tubuh Riani.
Mobil Kenzo tiba di sebuah daerah yang sangat asri. Wilayahnya terdiri dari pegunungan yang begitu hijau dan sejuk. Tak lama hamparan sawah semakin memanjakan mata. Ya, mobilnya kini sudah sampai di kampung halaman Andi, ayah dari Riani. "Terima kasih Kakak masih mau mengajakku pergi!" Gita menangis terisak. Kenzo terdiam. Hatinya merasa sesak. Apakah ini benar benar hari perpisahan mereka? Kenzo melirik Riani. Wanita itu terlihat tidak bergairah Semenjak kepergian sang ayah, keceriaan Riani seolah hilang tak berbekas. "Kakak masih punya nurani," Riani berusaha meraup oksigen sebanyak-banyaknya. Satu sisi hatinya yang lain, Riani begitu marah pada Gita. Akan tetapi, bagaimana pun Andi tak akan senang bila ia meninggalkan sang adik di kota. Terlebih ia sudah tidak memiliki tempat bernaung dan sanak saudara yang bisa menyayangi. Hanya dirinya kini yang dimiliki oleh Gita. Riani berharap Gita dapat merubah segala sikap buruknya dan berubah menjadi pribadi yang baik. Keduanya k
Meski enggan melepaskan, akan tetapi Kenzo tidak memiliki alasan untuk menahan wanita itu lebih lama di sisinya. Kenzo yang sudah menyukai Riani pun seolah tak rela dengan perpisahan mereka. Akan tetapi, ingin menahan pun Kenzo sudah tak mempunyai ancaman agar Riani mau berada di sisinya. "Ada Shakilla yang akan menggantikanku," ucap Riani yang membuat Kenzo menggelengkan kepalanya. Riani seakan tak peduli. Ia segera membawa kopernya keluar dari apartemen Kenzo. Pria jangkung itu terlihat mencekal tangannya dan menghadap jalan wanita cantik itu. Langkah Riani pun terhenti karena cekalan dari mantan bosnya. "Setidaknya biarkan aku mencarikan tempat tinggal yang nyaman untukmu. Kau mau ke mana malam-malam seperti ini? Di luar kejam, Ri. Tidak akan ada yang berbaik hati padamu," ucap Kenzo. "Aku bisa pergi ke mana pun yang aku mau. Kau tak perlu khawatir, aku mempunyai uang yang cukup," Riani seakan tak ingin tergoyahkan untuk pergi dari sana. "Tolong biarkan aku mengantarmu! S
Riani menatap gundukan tanah yang penuh dengan bunga berwarna warni di atasnya. Wanita cantik itu mengusap nisan sang ayah dengan air mata yang terus berderai. Kini orang yang selalu ia perjuangkan kebahagiaannya sudah pergi."Bagaimana Riani menjalani hidup ini tanpa Bapak?" Riani memeluk nisan sang ayah dan menangis tersedu-sedu.Kenzo, Yogi dan Ardi yang hadir pun hanya berdiri di belakang Riani. Mereka menundukan kepalanya. Perasaan bersalah lebih mendominasi diri Kenzo. Dirinya memberikan perawat yang lalai dalam menjaga Andi. Jika saja Andi tidak di bawa paksa oleh Gita dan Tuti, pasti pria itu kini masih hidup."Maut, jodoh, rejeki Allah yang ngatur!!" Ucap Ardi yang seakan tahu apa yang dipikirkan oleh Kenzo.Kenzo memang menceritakan semua peristiwa yang Andi alami pada kedua sahabatnya. Penyesalan dirasakan Kenzo semakin besar kala menyadari jika kini Riani sudah kehilangan sosok cinta pertamanya."Bapak!" Gita berjongkok dan mengusap nisan Andi yang satunya. Mata gadis itu
Riani telah sampai di rumah sakit tempat Andi dirawat. Wanita itu ke rumah sakit diantar langsung oleh Kenzo. Pria paruh baya itu kini tengah menjalani perawatan intensif di ruang ICU. Riani mendekat ke arah pintu dengan berderai air mata. Tampak di sana Gita dan Tuti tengah terduduk di kursi yang ada di depan ruangan ICU."Kalian lagi!!" Riani menjerit dan menghampiri Tuti dan Gita.Bak kehilangan kendali, Riani langsung menjambak rambut Gita dengan beringas. Tak ia hiraukan teriakan Tuti dan Kenzo yang mencoba melerainya. Kenzo semakin keras menarik Riani dari Gita yang hanya diam tak melawan. Gadis itu terus terisak karena syok melihat kondisi Andi yang saat ini dinyatakan koma."Kamu ini anak kandungnya! Bisa-bisanya kamu culik bapak buat kamu sia-siakan! Mikir kamu, Ta! Selama ini aku dan bapak sayang sama kamu. Bapak selalu sayang dan engga pernah membeda-bedakan kita!" Teriak Riani yang tak tahan dengan tingkah adik tirinya.Jika Tuti, Riani bisa memaklumi karena wanita itu sed
Riani mencoba menelfon nomor ayahnya, tapi nomornya tidak aktif. Hal itu membuat Riani resah. Apalagi dirinya belum sama sekali melihat ayahnya yang telah diberi rumah baru oleh Kenzo. Kenzo menatap Riani dengan cemas. Entah mengapa ia belum rela jika Riani harus pergi saat ini juga. Padahal sudah ada Shakilla di sisinya seperti yang Kenzo idam-idamkan beberapa tahun ini. "Kenzo, aku ingin bertemu Bapak," Riani langsung berdiri dari duduknya. Ia memegang tangan Kenzo dengan penuh harap pria itu dapat mengantarkannya pada Andi. "Aku sedang ada urusan di kantor. Dua hari lagi aku akan mengantarkanmu ke sana," Kenzo berjanji walau ia sendiri tidak tahu pasti kapan Andi akan ditemukan. "Dua hari lagi? Mengapa sangat lama?" Riani mencebikan bibirnya. "Aku harus bekerja agar bisa menggajimu," jawab Kenzo seraya berlalu dari hadapan Riani. "Tapi kamu janji ya bawa aku ke sana dua hari lagi?" Riani mengejar Kenzo yang berjalan ke arah dapur. "Iya. Aku janji," Kenzo mengambil gel
Andi meringkuk di atas kasur usang yang ada di kontrakan istri dan anaknya. Andi memang dibawa ke kontrakan Tuti. Akan tetapi, karena takut di cari oleh Kenzo, mereka pun berpindah kontrakan dan menyewa kontrakan yang memiliki dua kamar. Uang kontrakan baru itu didapatkan karena Gita mendaftar aplikasi pinjaman online. Andi berguling ke sana ke mari. Ia terus mendengar suara orang-orang memanggil namanya. Andi mengambil bantal dan menutupi telinganya dengan harapan suara-suara itu menghilany. Andi memang menderita skizofrenia. Ia sering mendengar suara-suara yang menurutnya seperti sebuah bisikan. Akan tetapi, suara-suara itu akan menghilang jika Andi rutin meminum obat. "Bangun kamu!" Tuti membuka pintu dengan kasar dan menatap suaminya dengan nyalang. Ia terlihat membawa semangkuk nasi dan juga obat yang harus Andi minum hari ini."Ri, Riani?" Andi berharap putri sulungnya yang datang."Engga ada si Riani. Nih makan!" Tuti menyimpan nasi yang hanya di lumuri kecap itu di atas kasu
Rio kini telah dalam tahap penjajakan dengan seorang gadis cantik dan kaya raya yang dikenalkan oleh ayahnya. Ayahnya berkata jika gadis itu adalah pewaris dari perusahaan yang ada di ibu kota. Saat ini Rio dan gadis yang bernama Naya itu tengah makan malam di sebuah restoran fancy."Kamu manis ya?" Naya tersenyum saat ia menilik wajah Rio yang tampak dingin malam ini. Entah mengapa pria itu sangat tidak antusias dengan perkenalan mereka. Hatinya seakan tertinggal di Bali.Rio pikir ia akan segera melupakan Riani. Rio mengira jika perasaannya hanya rasa suka palsu belaka. Setelah mengetahui Riani adalah seorang asisten rumah tangga, dirinya pikir akan melupakan Riani dengan cepat. Baginya tak level sekali sang pewaris perusahaan seperti dirinya berkencan dengan gadis yang hanya seorang asisten rumah tangga. Tapi Rio salah. Riani seolah terus menari-nari di kepalanya dan mengusik hatinya yang paling dalam. Rio terus mengingat Riani. Pria itu tidak pernah seperti ini sebelumnya. Rio men
Flashback....Tuti dan Gita datang ke rumah sakit tempat Andi di rawat. Mereka kecewa tatkala frontliner rumah sakit mengatakan jika Andi sudah pulang ke rumah. "Tolong apa anda tahu di mana suami saya berada? Kami adalah istri dan anaknya. Kami ingin bertemu dengan Pak Andi," Tuti menatap frontliner berjilbab biru muda itu dengan penuh harap."Mohon maaf, Ibu. Data pasien adalah rahasia rumah sakit. Kami tidak bisa memberi tahu di mana alamat pasien. Jika ibu dan adik adalah keluarganya, lantas mengapa kalian tidak tahu di mana yang bersangkutan tinggal?" Selidik Frontliner berwajah cantik itu."Nah itu masalahnya, ayahku dibawa oleh seseorang yang mengaku keluarganya. Padahal beliau sama sekali tidak memiliki keluarga lagi. Justru kami yang harus mempertanyakan kredibilitas rumah sakit ini, mengapa pasien bisa dibawa pulang oleh orang lain?" Gita yang sedari tadi berdiri di belakang Tuti maju beberapa langkah hingga kini ia berhadapan dengan frontliner itu."Semua yang mengambil pa
Kenzo tengah mengemudikan mobilnya menuju apartemen. Pria itu menatap tajam jalanan yang sudah mulai lengang karena malam sudah semakin larut. Kenzo mencengkram kemudi mobilnya, menandakan ada hal yang membuatnya tidak senang. Pria itu kemudian menepi ke pinggir jalan yang ia rasa aman untuk mengangkat panggilan dari seseorang. Kenzo langsung menggeser ikon hijau ketika melihat orang suruhannya menelfon."Bagaimana? Apa sudah ketemu?" Kenzo bertanya dengan dingin."Belum, Tuan," orang di sebrang sana menyahut dengan takut."Lalu, kenapa kamu menelfonku? Dasar bodoh!" Sungut Kenzo dengan kesal."Sepertinya Pak Andi dibawa ke pemukiman yang tidak terjangkau oleh kita," orang kepercayaan Kenzo menjawab dengan takut."Lalu? Mengapa tidak kau jangkau tempat persembunyian ibu dan anak itu? Jangkau tempat di mana dia di sembunyikan!!" Kenzo menaikan suaranya beberapa oktaf."Baik, Tuan.""Dengar! Jika dia tidak ditemukan. Kau dan anak buahmu yang akan berada dalam masalah!" Ancam Kenzo denga