"Kira-kira sedang apa dia sekarang?" Riani duduk di atas sofa. Matanya menerawang jauh ke arah jendela yang terbuka. Angin-angin sepoi menerpa wajahnya.. Diam-diam Riani merasa penasaran ke mana Kenzo dan Shakilla pergi berkencan?"Untuk apa aku memikirkannya? Tidak penting!" Riani beranjak dari duduknya. Ia menutup jendela yang tengah terbuka dan menguncinya.Riani masuk ke dalam kamar. Ia berguling ke sana ke mari untuk menemukan posisi yang nenurutnya nyaman. Riani membuka ponselnya. Ia pun mencoba untuk mengisi waktunya dengan membaca novel online. Akan tetapi, Riani merasa jenuh. Riani pun menutup kembali aplikasi novel itu. "Aku kira Kenzo tidak akan marah jika aku berjalan-jalan ke luar sebentar. Aku ingin udara segar. Apa tidak sekalian ya aku membeli oleh oleh untuk Bapak?" Riani tersenyum.Ia mengambil ponselnya kemudian mengirimkan pesan kepada Kenzo jika dirinya akan pergi ke luar dari villa dan membeli oleh-oleh. Sebelum pergi, wanita itu menjelajah internet dan mencari
"Zo, ku dengar hotel ini sangat nyaman. Bagaimana kalau kita pesan satu kamar?" Pinta Shakilla yang membuat wajah Kenzo terkesiap."Check in?" Kenzo mengernyitkan dahinya."Iya," Shakilla menyeruput cokelat panas di gelasnya dengan anggun."Untuk?" Kenzo menatap tajam pada Shakilla."Ya untuk melihat pemandangan," Shakilla berkilah. Ia melihat raut wajah tidak suka dari Kenzo saat dirinya mengajak check in."Ada apa dengan diriku? Ingat Shakilla! Kenzo bukan pria Amerika yang selalu mengajakmu bersenang-senang!" Shakilla merutuki kebodohan dirinya."Aku ingin melihat pemandangan Bali dari hotel lantai atas. Aku rindu pemandangan Indonesia. Apa aku salah?" Shakilla berpura-pura sedih."Aku terlalu lama di Amerika dan aku merindukan negaraku," Shakilla menyimpan gelasnya di meja.Kenzo tampak berpikir. Pikiran negatif yang sempat melintas di kepalanya sirna setelah mendengar alasan masuk akal dari Shakilla."Baiklah, setelah ini kita check in ke hotel," Kenzo memakan steak di hot platen
Riani menggeliat pelan ketika mendengar suara pintu diketuk. Dengan penglihatan yang masih kabur, Riani melihat jam dinding yang menempel di dinding. Jam menunjukan pukul lima pagi. Lalu, siapa yang datang sepagi ini ke villa? Riani pun mengucek matanya. Tubuhnya saat ini masih menempel dengan Kenzo yang masih tidur. Ah, rupanya Riani baru mengingat jika mereka baru saja melewati malam panas bersama.Suara ketukan di pintu semakin keras. Riani pun membangunkan tubuhnya dan memunguti pakaiannya yang tercecer di lantai. Lekas Riani memakai bajunya dengan cepat."Kenzo!" Riani menggoyangkan pelan tubuh Kenzo yang masih bergelung di dalam selimut hangatnya."Hmmm!!" Jawabnya dengan nada serak sementara matanya masih terpejam."Itu ada tamu di depan. Apa itu teman kamu?" Riani menggoyangkan tubuh Kenzo lagi."Kenapa tidak kamu lihat saja?" Kenzo bergumam.Riani pun segera berjalan mendekat ke arah pintu. Sebelum ia membuka pintu, Riani terlebih dahulu membuka gorden jendela dan melihat sia
Gita menghentak-hentakan kakinya ke tanah. Gadis itu sedang berdiri di depan kontrakan sepetak yang ia dan Tuti sewa. Saat ini Gita sedang menunggu sang ibu yang tengah pergi membeli makanan ke warteg. Gita meremas perutnya yang terasa semakin keroncongan. Maklum saja, dari pagi perutnya belum terisi osama sekali oleh makanan. Hidupnya kini amat sangat kesulitan setelah dirinya pergi dari rumah sang tante."Ibu ke mana sih? Lama banget!" Gita mengusap perutnya yang datar. Sesekali perutnya berkeriuk pertanda jika perutnya sudah tidak bisa lagi diajak berkompromi.Berat badan tubuh Gita terlihat menyusut. Ia dan Tuti memang harus hidup berhemat di rumah kontrakan sepetak yang mereka sewa. Bahkan kini wajah adik dari Riani itu tampak kusam. Maklum saja, Gita sudah tidak mampu untuk membeli skincare yang rutin ia beli dari klinik kecantikan langganannya."Ta, maaf ibu lama," Tuti berjalan tergopoh-gopoh ke arah Gita sembari menenteng kantong pelastik kecil berisi makanan yang Gita ingink
Kenzo berlari kecil di bawah matahari yang mulai terbit. Kini ia sedang jogging pagi bersama dengan Shakilla yang berada di belakangnya. Kenzo berlari sembari melamun memikirkan Riani. Tadi pagi Kenzo berhasil lolos saat Shakilla terus menggodanya saat berada di dalam villa. Hasratnya seolah tidak muncul saat Shakilla terus menggodanya. Apalagi ada Riani di bawah kasur, membuat Kenzo benar-benar tidak menginginkan sentuhan dari Shakilla sama sekali. Tadi pagi Kenzo memaksa Shakilla untuk keluar dari kamarnya. Ia berpakaian dengan cepat dan tidak sempat bertegur sapa dengan Riani yang keluar dari bawah ranjang dengan diam seribu bahasa."Sayang, tunggu aku!" Shakilla membuyarkan lamunan Kenzo. Gadis itu berlari lebih cepat, berusaha menyusul lari kekasihnya."Kamu kenapa diem terus sih, Yang?" Shakilla menarik tangan Kenzo hingga pria itu terhenti dari kegiatan joggingnya. Kenzo melepaskan tangannya dengan pelan agar tidak membuat Shakilla tersinggung."Harusnya seperti apa? Apa aku ha
Kenzo pulang ke villa dengan raut wajah yang kusut. Ya, tadi memang Shakilla meminta agar mereka pulang bersama meninggalkan pulau dewata, dan itulah yang membuat Kenzo bimbang. Bagaimana dengan Riani? Haruskah Kenzo pulang dengan Shakilla? Perhatian Kenzo teralihkan saat dirinya membuka pintu villa yang tidak di kunci. Hal pertama yang ia cari adalah kehadiran Riani."Ke mana dia?" Kenzo membuka ruangan satu persatu. Tapi nihil, Riani tidak ada di setiap ruangan. Hal itu membuat Kenzo semakin khawatir. Ke mana gadis itu? Kenzo mengusap wajahnya dengan kasar. Kenzo memeriksa lemari yang ada di kamar Riani, dan Kenzo bernafas lega saat baju Riani masih tersimpan dengan rapi di sana.Kenzo pun melangkahkan kakinya ke belakang villa. Kenzo seakan yakin jika Riani ada di sana. Rasa khawatir yang seakan mengganjal di hatinya akhirnya langsung sirna ketika melihat gadis berambut sepinggang itu tengah terduduk di ayunan yang ada di belakang villa. Kenzo dengan pasti berjalan ke arah Riani.
Riani yang masih berselimutkan selimut putih memalingkan wajahnya saat Kenzo memakai kembali pakaiannya. Mereka baru saja bercinta, tentu saja dengan paksaan dari Kenzo. Saat mereka bercinta, Riani terus memberontak, tapi ia tidak kuasa melawan tenaga Kenzo yang berkali kali lipat lebih besar darinya. Tubuhnya terasa amat lelah dan sakit. Tidak hanya tubuhnya, tapi juga dengan hatinya."Ini tiket pesawat, uang tunai, dan juga ATM untukmu. Aku akan pulang dengan Shakilla. Kita bertemu kembali di apartemenku. Penerbanganmu satu jam lagi. Aku akan mengantarkanmu sekarang ke bandara. Bersiaplah!" Hati gadis itu amat sakit saat Kenzo benar-benar memperlakukannya layaknya jalang di luar sana. Riani tidak menjawab. Ia menggigit bibirnya agar tidak menangis kembali. Riani berdiri tanpa mengatakan apapun dan masuk ke dalam kamar mandi dengan selimut menjuntai yang menempel di tubuhnya. Sesampainya di kamar mandi, tubuh Riani merosot ke lantai. Ia menangis sejadi-jadinya di sana. Riani membeka
Rio terus mengganggu gadis di sebelahnya yang saat ini tengah asyik membaca novel yang belum kunjung usai."Ayo makan!" Ajak Rio ketika pramugari memberikan makanan padanya dan untuk Riani.Riani pun tidak menolak ajakan makan dari Rio karena perutnya saat ini juga sudah keroncongan. Riani pun menutup novelnya, kemudian ia fokus untuk memakan makanan miliknya. Rio memperhatikan Riani yang saat ini tengah menyingkirkan seledri dan juga bawang daun dari atas makanannya. Wajah gadis itu terlihat kebingungan."Ambilah! Makananku tidak ada seledri dan bawang daunnya," tawar Rio, membuat Riani terkejut."Tidak usah," Riani menggeleng. Gadis itu tidak tahu apa yang ditaburkan Rio saat dirinya asyik menyingkirkan kedua bumbu makanan yang membuatnya terganggu."Hey, aku tidak meracunimu," Rio tertawa. Menduga secara akurat apa yang Riani pikirkan.Riani pun menyipitkan matanya. Kemudian ia diam saat Rio tiba-tiba menukar nampan makanan mereka."Makanlah!" Rio tersenyum dengan lembut, membuat R