Menjelang tiba di rumah sakit, Kendra sudah menelepon perawat yang biasa menangani ibunya. Perempuan berusia pertengahan empat puluhan itu, Inge, menunggu Kendra di lobi rumah sakit yang lumayan sibuk.
“Suster, bagaimana kondisi Ibu?” Kendra memegang lengan Inge dengan napas memburu. Wajahnya terasa membeku, napasnya agak terengah, dan matanya berkaca-kaca.
Inge berusaha menenangkan Kendra, menghadiahi gadis di depannya dengan seulas senyum dan elusan lembut di punggung tangan.
“Kondisi Bu Gayatri sudah stabil. Tapi saya rasa tetap harus menghubungi kamu. Hanya saja, saya tidak mengira kamu akan langsung datang ke sini.”
Seseorang menghentikan langkah di sebelah Kendra. Suara napas Maxim yang lebih cepat dari biasa pun menerpa telinga gadis itu.
“Ini teman saya, Suster,” Kendra merasa dia punya kewajiban memperkenalkan Maxim dengan Inge. Meski dia tidak tahu apakah label “teman” yang baru disematkanny
“Kalau itu permintaan maaf, aku terima. Sekarang, kita makan dulu, ya?”Kendra akhirnya memilih untuk menutup mulut dan menuruti Maxim kali ini. Sejak tadi entah sudah berapa kali dia mengucapkan kalimat mubazir yang pasti memberikan efek tidak nyaman di telinga lelaki itu. Dan karena Maxim mendadak memutuskan untuk menjadi orang yang penyabar, rasa bersalah Kendra pun naik menjadi dua kali lipatnya.Gadis itu menurut saja ketika Maxim mengajaknya ke sebuah kafe yang buka selama dua puluh empat jam, bersebelahan dengan rumah sakit. Tak mau pusing memilih menu yang ingin disantap karena selera makannya nyaris nol, Kendra memesan nasi goreng dengan suwiran ayam. Sementara Maxim memilih soto bandung dan nasi putih. Gadis itu memaksakan diri menelan makanan yang dipesan meski lidah Kendra sama sekali tidak mampu mendeteksi rasanya. Hambar.“Kamu harus memaksakan diri untuk makan,” tegur Maxim saat melihat Kendra lebih banyak mengaduk-aduk mak
Kendra merasa luar biasa lega ketika esoknya bisa melihat Gayatri lagi. Kali ini, ibunya terlihat sehat walau masih belum diizinkan oleh dokter untuk turun dari tempat tidur. Namun seperti biasa, Gayatri tidak terlalu mempedulikannya. Perempuan itu hidup di dunianya sendiri, menarik diri dari lingkungan.Syukurnya, Maxim menurut saat Kendra memintanya menjaga jarak dari ibunya, secara harfiah. Bagi gadis itu, sungguh menyulitkan melihat ibunya berdiam diri atau mulai berhalusinasi dan berbicara dengan kalimat yang sulit dipahami. Kendra tidak nyaman jika banyak orang di luar sana mengetahui kondisi Gayatri yang sesungguhnya.“Ken, mumpung ingat. Kamu tampil beda dengan kacamata. Lebih matang. Tapi, kalau dilepas, kamu kelihatan lebih muda,” oceh Maxim, membuat kaget.“Kamu mau bilang kalau aku awet muda, kan?” canda Kendra. “Aku sebenarnya tidak betah memakai kacamata. Makanya, saat tidak berada di kantor, aku lebih suka melepas ben
Kendra berpura-pura tuli. “Syaratnya, kamu jangan pernah merasa kasihan padaku. Sekali saja aku merasa kamu seperti itu, maka aku takkan mau bicara denganmu lagi. Aku juga akan memastikan keterlibatanmu di Dating with Celebrity akan menjadi siksaan yang mengerikan. Pokoknya, aku akan membuatmu menyesal,” ancamnya.“Ya Tuhan, aku baru tahu kalau ternyata kamu itu sangat suka mengancam.” Maxim geleng-geleng kepala. Lalu, pria itu mendengkus. “Oke, aku setuju. Lagi pula, untuk apa aku merasa kasihan padamu? Pasti sia-sia saja.”Kendra tersenyum. “Bagus. Aku memang terlalu hebat untuk dikasihani, kan?”“Hah!” Maxim mencibir.“Kamu agak berubah, aku tidak tahu apakah ini temporer atau sebaliknya. Anggap saja ini sebagai apresiasi untuk sikap baikmu,” Kendra mengangkat tangan ke udara.“Wah, kamu baik sekali. Kurasa, aku harus benar-benar bersyukur,” Maxim menyin
Maxim tak punya pilihan kecuali menjawab pertanyaan gadis itu. “Hmmm ... ada beberapa alasan sih sebenarnya. Pertama, karena kakak perempuanku yang sangat suka ikut campur mengurusi hidup orang lain. Dan kedua, karena kamu.”“Aku? Kenapa aku masuk ke dalam daftar musuh yang akan kamu habisi?” Alis Kendra bertaut.Maxim tergelak. “Itu karena kamu terlalu keras kepala untuk menyerah. Akhirnya, aku malah merasa bersalah jika masih menolak. Kendra,” Maxim menoleh ke kiri, “apa kamu tahu kalau kamu itu sudah menyusahkanku?”Kendra membeo. “Maxim, apa kamu tahu kalau kamu itu sudah menyusahkanku?”“Tentu saja aku tahu. Dan memang itu tujuanku,” balas Maxim tanpa rasa bersalah.“Aku tak akan bisa melupakan apa yang terjadi di hari pertama aku mengenalmu. Kamu benar-benar jahat, galak, pendendam. Belum lagi menu makan siang yang fenomenal itu.” Kendra tertawa kecil. “
Maxim tidak tahu dirinya akan seperti apa jika mengalami semua yang sudah dilalui Kendra. Saat ayahnya meninggal, Maxim merasa hancur. Karena dia memiliki hubungan luar biasa indah dan dekat dengan ayahnya. Begitu juga dengan ketiga saudaranya. Akan tetapi, yang paling meremukkan perasaan adalah melihat ibunya yang begitu sedih dan terpukul. Cecil kehilangan belahan jiwanya. Pasangan, bagaimanapun, memiliki posisi spesial yang takkan bisa digantikan oleh siapa pun. Termasuk oleh anak-anak.Seingatnya, sejak kecil, Maxim selalu lebih akrab ayahnya, Feisal. Namun setelah ayahnya berpulang, Maxim mulai mencemaskan Cecil. Perlahan tapi pasti, hubungan mereka menjadi lebih dekat dibanding sebelumnya. Maxim cenderung mengambil peran sebagai pelindung. Hingga dia tidak asing dengan protes yang diajukan saudara-saudara dan bahkan oleh ibunya sendiri.Maxim memberi perhatian besar, berusaha memastikan agar Cecil selalu dalam kondisi baik. Maxim bisa panik luar biasa hanya karen
“Apa menurutmu sebuah Chevrolet Colorado memiliki kemiripan dengan Kijang Innova?” gerutu Maxim setelah Kendra duduk di sebelahnya. “Baru kali ini aku melihat ada orang yang salah masuk mobil dengan santainya. Kamu itu benar-benar ajaib, sadar tidak?”“Aku tidak terlalu memperhatikan bentuk mobil atau mereknya. Tentu saja aku tahu model dan jenisnya tidak sama. Chevrolet Colorado ini mobil favoritku sepanjang masa. Aku cuma ... yah ... agak ceroboh,” Kendra berargumen. “Aku terlalu banyak pikiran. Biasanya, aku jadi agak kesulitan berkonsentrasi kalau sedang punya masalah seperti sekarang.”Maxim tak ingin membahas komentar terakhir Kendra. Katanya, “Mobil favoritmu sepanjang masa ini sangat berbeda bentuk dengan yang kamu naiki tadi.”“Mataku kan sudah tidak normal, Max. Jadi, wajar saja kalau tidak bisa melihat dengan jelas di malam hari,” sahut Kendra, membela diri. Pembelaan yang m
Rossa meminta seleksi ulang untuk para peserta yang akan menjalani pra kencan dengan Maxim. Kendra pun berlagak tenang dan terpaksa menyembunyikan kejengkelannya jauh-jauh. Dia tidak ingin Rossa melihat jelas perasaannya lewat ekspresi yang tergambar di wajah. Karena gadis itu cemas, hal itu akan memicu masalah baru. Rossa adalah atasan tipe otoriter. Perempuan itu takkan suka jika kata-katanya dibantah.Namun jika mengingat kebaikan Maxim yang sudah rela menemaninya ke Bandung dan tidak bersikap menjengkelkan sama sekali selama dua hari, kekesalan Kendra pun mendebu. Dia berusaha melupakan pertikaian mereka saat terakhir kali Maxim datang ke kantor The Matchmaker.“Mbak, saya rasa, lebih baik Maxim dilibatkan saja sejak awal. Maksudnya, di seleksi ini. Karena saya pikir kita sudah membuang-buang waktu. Pilihan Kendra bagus, tapi selebritasnya tidak setuju. Tidak ada jaminan kalau hasil kali ini pun tidak akan diprotes, kan?” usul Tommy, salah satu anggota
Kendra mengira jika Maxim akan datang ke kantornya dengan setelan seperti biasa. Ternyata dia salah. Lelaki itu mengenakan celana jeans dan kemeja hitam berlengan pendek. Lebih kasual tapi tetap menawan. Warna kemeja itu malah menonjolkan kulit putih Maxim. Sepertinya lelaki ini tetap akan tampil memikat, tak peduli busana apa pun yang dikenakan. Kendra bahkan curiga jika Maxim akan tetap berpenampilan keren meski cuma memakai kostum badut.“Kendra, kamu serius mau ikut seleksi?” Itulah sapaan pertama Maxim begitu melihatnya. Kendra mengernyit untuk mengingat-ingat apa maksud pria itu. Barulah setelahnya dia justru heran karena lelaki itu masih mengingat potongan dialog mereka.“Kok kamu masih ingat, sih? Aku saja sudah lupa,” aku Kendra. Ditatapnya Maxim dengan senyum tipis. “Pegawai The Matchmaker tidak bisa mengikuti acara Dating with Celebrity, Max. Walaupun pengin.”“Kalau diizinkan, kamu mau ikut?
Seperti dugaan Sean, Maxim meradang sepulang dari Singapura dan mendapati kekasihnya sudah berkantor di tempat Sean. Lelaki itu berusaha keras membuat Kendra mempertimbangkan tawaran untuk bergabung di Buana Bayi. Ketika ditolak, Maxim mulai mengomel. Dia bahkan merasa bahwa Kendra sok idealis. Juga pemilik The Matchmaker yang sudah membuat keputusan tidak masuk akal. Bla bla bla.Kendra sampai merasa pelipisnya berdenyut. Padahal, gadis itu sudah berjuang untuk memberi tahu Maxim dengan bahasa seringan mungkin. Dia pun sengaja menunda mengabari sang kekasih setelah Maxim kembali bekerja di hari Senin. Kendra mendatangi ruang kerja Maxim setelah jam kantor usai.Awalnya, Maxim begitu senang karena pacarnya datang berkunjung. Namun begitu diberi tahu bahwa Kendra sudah empat hari bekerja di kantor Sean, Maxim pun langsung menunjukkan kekesalannya. Lelaki itu juga tak senang karena Kendra tak mengatakan apa pun saat didesak Rossa untuk mengundurkan diri. Sean yang menyus
Kendra terpana mendengar kata-kata Sean barusan. “Kamu ... apa?”Sean tidak buru-buru menjawab. Lelaki itu bersandar di kursinya dengan gaya santai. “Sebelumnya, aku cuma bilang kalau aku melakukan ini bukan karena Maxim. Tapi karena kamu sendiri, Ken.”Kendra yang tak paham maksud lelaki itu, mengerutkan glabelanya. “Maksudmu?”“Begini. Selama kamu mewakili The Matchmaker, aku menilai bahwa kamu adalah orang yang berkomitmen pada pekerjaan. Punya kemauan keras juga. Contoh nyata yang tak terbantahkan adalah bagaimana kamu bisa membujuk Maxim sehingga akhirnya bersedia mengikuti acara kencan yang masih diejeknya sebagai acara norak sampai detik ini. Buatku, itu adalah poin plus, Ken.”“Aku boleh menganggap itu sebagai pujian?” gurau Kendra.“Tentu saja! Karena itu memang pujian, kok!” sahut Sean. “Nah, sekarang kita sampai pada poin utamanya, yaitu tawaran pekerjaan yang
“Oke. Memangnya kamu kira aku ini laki-laki bawel yang akan melapor ini-itu pada Maxim? Nanti juga dia akan tahu,” kata Sean. “Tapi memang berita ini bikin aku kaget setengah mati. Tidak menyangka ada drama baru hanya karena kamu dan Maxim berpacaran. Lalu, masih ditambah lagi dengan Aiden. Ck ck ck.” Sean geleng-geleng kepala.“Itu bukan salahku,” Kendra membela diri, merujuk pada Aiden.Sean menyeringai. “Kamu ternyata penuh pesona ya, Ken. Aku tak bisa membayangkan seperti apa reaksi Maxim kalau dia tahu bahwa ada laki-laki kelas kakap yang jadi pesaingnya. Siap-siap saja diikuti pengawal pribadi yang akan memastikan kamu tidak diganggu oleh laki-laki mana pun,” guraunya.Kendra mencebik tapi akhirnya dia malah tertawa. Gadis itu merasa geli membayangkan Maxim yang pencemburu itu mengetahui jika ada pria lain yang menyukai Kendra. Namun di sisi lain, Kendra tahu Maxim sudah berjuang untuk sedikit berubah sehingg
Pertanyaan Sean itu mengagetkan Kendra. Tadinya dia mengira lelaki itu menelepon cuma untuk menganggunya karena Maxim sedang berada di Singapura. Atau sekadar memamerkan hubungan dengan pasangan kencan pilihan Sean di acara Dating with Celebrity yang masih berlanjut hingga kini.“Kamu tahu dari mana?” Kendra balik bertanya. Dia merasa heran karena Sean bisa mengetahui informasi itu.“Bisakah kamu datang ke kantorku, Ken? Kurang nyaman kalau harus bicara di telepon. Sementara sepuluh menit lagi aku harus bertemu dengan salah satu klien,” pinta Sean. “Aku punya waktu luang di atas jam tiga.”Kendra menjawab tanpa pikir panjang, “Oke. Aku akan ke kantormu. Mumpung sedang jadi pengangguran dan tak punya jadwal meeting dengan klien,” guraunya.“Sip, kutunggu ya, Ken.”“Eh iya, tolong jangan dulu ngomong apa pun soal ini pada Maxim ya, Sean,” sergah Kendra sebelum l
Setelah meninggalkan mantan kantornya, Kendra langsung pulang. Dia sempat mampir ke supermarket untuk berbelanja beberapa kebutuhan. Gadis itu juga membeli camilan dalam jumlah lumayan banyak. Mungkin dia akan menghabiskan satu minggu ke depan dengan bersantai di depan televisi sembari menikmati aneka makanan kecil.Selama ini, Kendra memang ingin mencari pekerjaan yang sesuai dengan disiplin ilmunya. Namun, itu menjadi cita-cita yang sengaja ditangguhkannya. Hingga detik ini, Kendra sama sekali belum serius berusaha untuk mencari pekerjaan lain di luar The Matchmaker. Akan tetapi hari ini dia harus menghadapi kenyataan yang sama sekali tak pernah terbayangkan. Jauh lebih mudah berimajinasi bahwa dirinya akan meninggalkan The Matchmaker atas keinginan sendiri, bukan karena dipaksa untuk membuat pilihan.Membayangkan dia sudah resmi menjadi pengangguran, Kendra pun menjadi luar biasa cemas. Mendadak, masa depannya terlihat buram dan gelap. Apa yang akan dilakukann
Kendra meninggalkan kantor The Matchmaker dengan kehebohan di belakangnya. Karena gadis itu memang tak menyembunyikan fakta yang sebenarnya. Dia tak mau kelak pengunduran dirinya malah diikuti dengan tuduhan ini-itu yang sama sekali tak benar. Karena tentunya Kendra tak lagi ada di biro jodoh itu untuk membela diri.Paling tidak, Kendra merasa berhak memberi tahu kebenaran versi dirinya. Terserah saja jika dianggap sikapnya kekanakan. Apakah setelah ini Rossa akan berkoar-koar tentang versinya yang bisa saja berbeda, itu masalah lain. Kendra tak mau memikirkan hal itu dan memusingkan sesuatu yang tak bisa dikontrolnya.“Kamu betul-betul harus mengundurkan diri?” Neala masih tak percaya. Kendra sengaja mengajak Neala dan Pritha ke ruang rapat supaya mereka bisa bicara bertiga dengan leluasa. Gadis itu merasa berutang penjelasan pada keduanya, orang-orang terdekat Kendra di The Matchmaker.“Iya. Untuk apa aku bohong?” komentar Kendra dengan
Keluar dari ruangan Rossa, kepala Kendra terasa berputar. Dia berharap semuanya cuma mimpi buruk yang kebetulan datang bertandang tanpa aba-aba. Akan tetapi, Kendra tahu yang ini bukan mimpi.Demi menenangkan diri, gadis itu buru-buru menuju toilet yang bersebelahan dengan pantri. Dia butuh waktu untuk memikirkan apa yang akan dilakukan saat ini. Langsung pulang atau menunggu hingga jam kerja berakhir? Masing-masing ada risikonya.Jika Kendra langsung pulang, pasti dia akan menghadapi banyak pertanyaan dari rekan sejawatnya. Padahal, Kendra merasa saat ini dia butuh ruang untuk bernapas. Karena ada banyak sekali kejutan yang didapatnya hari ini. Bertubi-tubi pula.Sementara jika gadis itu menunggu hingga jam kantor berakhir dan berpura-pura tak terjadi sesuatu, sisa hari ini mungkin akan berjalan lancar dan aman. Dia bisa menghindari hujan pertanyaan mengapa harus mengundurkan diri hari ini. Kecuali Rossa memutuskan untuk meminta Kendra meninggalkan kantor secep
Tubuh Kendra menegang selama beberapa sekon. Dia menatap Rossa dengan kening berkerut. “Ini serius, Mbak?” Kendra mencari tahu. “Saya harus putus dari Maxim?”“Tidak ada yang mengharuskan,” sahut Rossa cepat. “Tadi kan saya cuma bertanya. Kalau saya memintamu putus dari Maxim, bagaimana? Apa kamu bersedia?”Kendra menjawab di detik yang sama, “Tidak, Mbak. Maaf. Saya tidak melihat alasan kenapa saya dan Maxim harus putus. Kami tidak melanggar kontrak apa pun. Selain itu secara etika, saya juga tidak merasa ada masalah. Karena saya dan Maxim berpacaran berbulan-bulan setelah syuting Dating with Celebrity selesai. Tidak ada ‘cinta lokasi’ selama saya mengurusi Maxim sebagai klien kita.” Kendra membuat tanda petik di udara.Rossa beranjak dari tempat duduknya. Perempuan itu melangkah ke arah kulkas kecil di sudut ruang kerjanya. Rossa mengambil dua kaleng soda. Salah satunya diserahkan
Rossa tersenyum masam. “Tapi versi Judith tidak seperti itu. Kamu menjadi orang ketiga yang membuat hubungannya dengan Maxim menjadi jauh. Intinya, Judith mengkritik keras kebijakan-kebijakan The Matchmaker sehingga ada klien yang akhirnya malah berpacaran dengan pegawai di sini dan meninggalkan pasangan kencan yang sudah dipilih. Menurut kamu, mendengar tuduhan semacam itu dilontarkan oleh salah satu peserta kencan sekaligus sponsor acara Dating with Celebrity, apa yang harus saya lakukan?”Pertanyaan Rossa itu sungguh sulit untuk dijawab. Karena bukan kapasitas Kendra untuk mengajari perempuan itu apa yang harus dilakukan atau sebaliknya. Namun kalimat-kalimat bosnya yang menempatkan Kendra sebagai si penggoda, menyedot konsentrasi gadis itu lebih besar. Dia mustahil diam saja tanpa membela diri.“Tuduhan Judith sama sekali tidak benar, Mbak. Saya tak pernah menjadi orang ketiga yang merusak hubungannya dengan Maxim. Seperti yang saya bilang tadi, k