Rossa meminta seleksi ulang untuk para peserta yang akan menjalani pra kencan dengan Maxim. Kendra pun berlagak tenang dan terpaksa menyembunyikan kejengkelannya jauh-jauh. Dia tidak ingin Rossa melihat jelas perasaannya lewat ekspresi yang tergambar di wajah. Karena gadis itu cemas, hal itu akan memicu masalah baru. Rossa adalah atasan tipe otoriter. Perempuan itu takkan suka jika kata-katanya dibantah.
Namun jika mengingat kebaikan Maxim yang sudah rela menemaninya ke Bandung dan tidak bersikap menjengkelkan sama sekali selama dua hari, kekesalan Kendra pun mendebu. Dia berusaha melupakan pertikaian mereka saat terakhir kali Maxim datang ke kantor The Matchmaker.
“Mbak, saya rasa, lebih baik Maxim dilibatkan saja sejak awal. Maksudnya, di seleksi ini. Karena saya pikir kita sudah membuang-buang waktu. Pilihan Kendra bagus, tapi selebritasnya tidak setuju. Tidak ada jaminan kalau hasil kali ini pun tidak akan diprotes, kan?” usul Tommy, salah satu anggota
Kendra mengira jika Maxim akan datang ke kantornya dengan setelan seperti biasa. Ternyata dia salah. Lelaki itu mengenakan celana jeans dan kemeja hitam berlengan pendek. Lebih kasual tapi tetap menawan. Warna kemeja itu malah menonjolkan kulit putih Maxim. Sepertinya lelaki ini tetap akan tampil memikat, tak peduli busana apa pun yang dikenakan. Kendra bahkan curiga jika Maxim akan tetap berpenampilan keren meski cuma memakai kostum badut.“Kendra, kamu serius mau ikut seleksi?” Itulah sapaan pertama Maxim begitu melihatnya. Kendra mengernyit untuk mengingat-ingat apa maksud pria itu. Barulah setelahnya dia justru heran karena lelaki itu masih mengingat potongan dialog mereka.“Kok kamu masih ingat, sih? Aku saja sudah lupa,” aku Kendra. Ditatapnya Maxim dengan senyum tipis. “Pegawai The Matchmaker tidak bisa mengikuti acara Dating with Celebrity, Max. Walaupun pengin.”“Kalau diizinkan, kamu mau ikut?
Kendra mulai yakin jika pipinya sekarang berubah warna, kemerahan. Karena gadis itu memindai hawa panas yang menetap di area itu. Namun dia bersyukur karena Maxim tidak mengangkat wajah dan melihat ke arahnya. Menenangkan diri, dia sempat menghela napas. “Syarat apa? Pasti berhubungan dengan skizofrenia?” Kendra bersuara lagi, menyembunyikan kejengahan yang mendadak menerpa gadis itu. Maxim buru-buru mendongak dan jelas-jelas terlihat bahwa dia tidak menyukai kata-kata gadis itu. “Apakah di matamu aku ini orang yang semengerikan itu? Aku ini orang yang bisa dipercaya, Ken. Walau kamu tiap hari meributkan segudang kekuranganku, tapi membocorkan rahasia orang bukanlah salah satunya.” Kendra tersenyum tak berdaya, merasa bersalah seketika. “Iya, Max. Iya. Jangan marah.” “Aku tidak marah, Ken! Masa sih kamu tidak bisa membedakan kapan aku marah dan kapan saatnya cuma menjelaskan sesuatu?” Maxim tersenyum tipis. “Aku memang harusnya menambahkan satu poin l
“Mbak, Kendra tetap ada di sini, kan? Saya tetap ingin melibatkan dia. Karena –terus terang saja- dia yang membuat saya mau mengikuti Dating with Celebrity. Walaupun hingga saat ini saya masih merasa ide untuk terlibat di acara ini cukup ... konyol. Maaf,” kata Maxim lagi. Astaga! Lelaki ini tak tahu caranya menyaring komentar agar lebih enak didengar.Menurut tebakan Kendra, Rossa pasti berusaha keras untuk menyabarkan diri. Karena setahunya, perempuan itu bukan tipe orang yang bisa menahan sabar jika berhadapan dengan kritik gamblang seperti yang diucapkan Maxim barusan. Kendra melihat senyum Rossa masih merekah tanpa perubahan berarti.“Tentu saja Kendra tetap mendampingimu. Saya kan sudah pernah berjanji soal itu.”Akhirnya, Kendra melihat senyum mahal ala Maxim. Andai lelaki itu mau memperbanyak senyum, pesonanya pasti akan naik hingga dua kali lipat. Sayangnya, lelaki ini lebih suka merengut dalam berbagai kesempatan.
Selama beberapa hari, Kendra dan Maxim tak berkomunikasi sama sekali. Gadis itu menghubungi Maxim hanya untuk memberi tahu jadwal syuting yang akan segera dimulai. Ketika ditelepon, Maxim menanggapi dengan dingin dan menjawab seperlunya. Beralasan sedang sibuk, lelaki itu bahkan menutup telepon lebih dulu.“Kamu kenapa, sih? Kok sifat juteknya kembali, tapi ini malah lebih parah,” gumam Kendra sembari menatap telepon genggamnya dengan tak percaya, setelah Maxim mengakhiri perbincangan mereka begitu saja. “Memangnya, apa salahku? Kenapa kamu selalu bersikap seenaknya?”Tentu saja Maxim tak bisa menjawab pertanyaan itu. Namun Kendra bertekad akan mengajukan pertanyaan itu di depan Maxim, jika nanti mereka bertemu. Firasatnya, Maxim tersinggung karena ucapan Kendra. Namun, yang mana? Di dekat Maxim, dia selalu banyak mengoceh.Meski tahu Maxim sudah bersikap menyebalkan bahkan lebih parah dibanding biasa, Kendra tak mengira jika lelaki itu k
Kendra mendesah. “Dia suka menyiksaku. Di matanya, aku adalah orang yang bertanggung jawab untuk ‘penderitaan’ yang harus ditanggungnya. Karena terpaksa harus mengikuti acara ini. Jadi, kalau dia menderita, aku pun harus merasakan hal yang sama. Begitulah kira-kira arti ‘keadilan’ untuknya." Gadis itu menatap Maxim yang berdiri beberapa meter di depannya. Lelaki itu tak menyadari kehadiran Kendra. "Padahal, seharusnya aku bisa tidur berjam-jam sekarang ini dan tak harus berdiri sampai pegal.”“Astaga!” Neala terbahak-bahak. “Aku benar-benar bersimpati padamu, Ken.”Kendra tersenyum, tapi wajahnya justru terlihat kian muram. Tatapannya masih tertuju ke arah Maxim yang sedang bicara dengan salah satu calon teman kencannya. Gadis itu menelan ludah sambil bertanya-tanya mengapa mendadak dia merasa tak nyaman? Seharusnya, dia tak perlu merasakan hal semacam ini, kan?“Padahal aku punya setumpuk pekerja
Maxim tidak menyembunyikan perasaan tak suka karena mendengar jawaban Kendra. “Aku tidak mungkin marah tanpa alasan! Aku memang kesal sekali padamu. Kamu itu....” Maxim tidak melanjutkan kata-katanya. Kendra ingin mendesak laki-laki itu agar menuntaskan kalimatnya. Namun ternyata aba-aba tentang syuting yang akan segera dilanjutkan, terdengar.“Oke, selamat melanjutkan syuting. Semoga kamu sudah memiliki pilihan,” Kendra menatap Maxim sambil tersenyum. Lelaki itu tak membalas senyumnya, tapi Maxim memandangnya dengan tatapan yang membuat hati gadis itu terasa hangat. Di detik itu, ada keinginan yang melintas di benak Kendra untuk membekukan waktu. Namun itu adalah hal yang mustahil.“Jadi, yang kamu rekomendasikan Judith, ya?” tanya Maxim sebelum Kendra menjauh.“Ya. Tapi itu cuma sekadar rekomendasi saja. Kamu yang memutuskan, Max.”Di akhir acara, Maxim ternyata memang memilih Judith. Entah karena sa
Kendra merasa menjadi orang paling tidak sopan di dunia karena tak berhenti memaki dan merutuk sepanjang perjalanan menuju kantor Maxim. Karena sekarang ini dia harus kembali berurusan dengan pria yang sudah membuatnya merasa tak keruan. Maxim yang mendadak marah tanpa alasan kuat padanya. Maxim yang terlalu sering bersikap seenaknya tanpa bisa ditebak apa maunya.Lelaki itu pernah bersikap begitu manis dan penuh perhatian pada Kendra saat mereka berada di Bandung. Lalu, Maxim juga sempat mencium punggung tangan Kendra yang membuat gadis itu merasakan perutnya mulas setengah mati. Akan tetapi, ada juga bagian diri Maxim yang bicara dengan nada galak dan kalimat-kalimat menyilet. Yang paling mengerikan, Maxim yang menjauh dan mengabaikan Kendra tanpa alasan.“Kalau memang tidak ada kontaknya, kenapa Mbak Rossa malah menyuruhku? Kenapa aku yang selalu menjadi tumbal, sih? Dan kenapa si Sean ini harus bersepupu dengan Maxim? Ya ampuuunn,” omelnya. “Apa t
Entah bagaimana, jika dipikir lagi, restoran seperti itu bisa beroperasi di lokasi bergengsi seperti gedung perkantoran ini. Namun kemudian Kendra membuang pikiran anehnya. Sepanjang penyewa bisa membayar biaya yang sudah ditentukan, takkan ada yang keberatan, kan? Beroperasi di gedung perkantoran kelas atas, tak menjamin semua restoran yang ada menyajikan menu terbaik.Cecil mengajak Kendra memasuki sebuah restoran yang khusus menyajikan menu dari Manado. Restoran itu memiliki interior yang menarik untuk Kendra. Ada banyak partisi dari kaca yang mempercantik ruangan sekaligus memberi kesan luas.Ketika membaca buku menu, Kendra segera memesan satu porsi nasi jaha sambal kembung. Cecil mengajukan protes karena hanya itu yang dipesan Kendra. Namun gadis itu beralasan bahwa dia masih kenyang. Cecil akhirnya mengalah dan memesan nasi serta ayam isi di buluh untuk dirinya sendiri.“Kok Tante pesannya cuma itu?” Kendra tergelitik mengajukan protes.
Seperti dugaan Sean, Maxim meradang sepulang dari Singapura dan mendapati kekasihnya sudah berkantor di tempat Sean. Lelaki itu berusaha keras membuat Kendra mempertimbangkan tawaran untuk bergabung di Buana Bayi. Ketika ditolak, Maxim mulai mengomel. Dia bahkan merasa bahwa Kendra sok idealis. Juga pemilik The Matchmaker yang sudah membuat keputusan tidak masuk akal. Bla bla bla.Kendra sampai merasa pelipisnya berdenyut. Padahal, gadis itu sudah berjuang untuk memberi tahu Maxim dengan bahasa seringan mungkin. Dia pun sengaja menunda mengabari sang kekasih setelah Maxim kembali bekerja di hari Senin. Kendra mendatangi ruang kerja Maxim setelah jam kantor usai.Awalnya, Maxim begitu senang karena pacarnya datang berkunjung. Namun begitu diberi tahu bahwa Kendra sudah empat hari bekerja di kantor Sean, Maxim pun langsung menunjukkan kekesalannya. Lelaki itu juga tak senang karena Kendra tak mengatakan apa pun saat didesak Rossa untuk mengundurkan diri. Sean yang menyus
Kendra terpana mendengar kata-kata Sean barusan. “Kamu ... apa?”Sean tidak buru-buru menjawab. Lelaki itu bersandar di kursinya dengan gaya santai. “Sebelumnya, aku cuma bilang kalau aku melakukan ini bukan karena Maxim. Tapi karena kamu sendiri, Ken.”Kendra yang tak paham maksud lelaki itu, mengerutkan glabelanya. “Maksudmu?”“Begini. Selama kamu mewakili The Matchmaker, aku menilai bahwa kamu adalah orang yang berkomitmen pada pekerjaan. Punya kemauan keras juga. Contoh nyata yang tak terbantahkan adalah bagaimana kamu bisa membujuk Maxim sehingga akhirnya bersedia mengikuti acara kencan yang masih diejeknya sebagai acara norak sampai detik ini. Buatku, itu adalah poin plus, Ken.”“Aku boleh menganggap itu sebagai pujian?” gurau Kendra.“Tentu saja! Karena itu memang pujian, kok!” sahut Sean. “Nah, sekarang kita sampai pada poin utamanya, yaitu tawaran pekerjaan yang
“Oke. Memangnya kamu kira aku ini laki-laki bawel yang akan melapor ini-itu pada Maxim? Nanti juga dia akan tahu,” kata Sean. “Tapi memang berita ini bikin aku kaget setengah mati. Tidak menyangka ada drama baru hanya karena kamu dan Maxim berpacaran. Lalu, masih ditambah lagi dengan Aiden. Ck ck ck.” Sean geleng-geleng kepala.“Itu bukan salahku,” Kendra membela diri, merujuk pada Aiden.Sean menyeringai. “Kamu ternyata penuh pesona ya, Ken. Aku tak bisa membayangkan seperti apa reaksi Maxim kalau dia tahu bahwa ada laki-laki kelas kakap yang jadi pesaingnya. Siap-siap saja diikuti pengawal pribadi yang akan memastikan kamu tidak diganggu oleh laki-laki mana pun,” guraunya.Kendra mencebik tapi akhirnya dia malah tertawa. Gadis itu merasa geli membayangkan Maxim yang pencemburu itu mengetahui jika ada pria lain yang menyukai Kendra. Namun di sisi lain, Kendra tahu Maxim sudah berjuang untuk sedikit berubah sehingg
Pertanyaan Sean itu mengagetkan Kendra. Tadinya dia mengira lelaki itu menelepon cuma untuk menganggunya karena Maxim sedang berada di Singapura. Atau sekadar memamerkan hubungan dengan pasangan kencan pilihan Sean di acara Dating with Celebrity yang masih berlanjut hingga kini.“Kamu tahu dari mana?” Kendra balik bertanya. Dia merasa heran karena Sean bisa mengetahui informasi itu.“Bisakah kamu datang ke kantorku, Ken? Kurang nyaman kalau harus bicara di telepon. Sementara sepuluh menit lagi aku harus bertemu dengan salah satu klien,” pinta Sean. “Aku punya waktu luang di atas jam tiga.”Kendra menjawab tanpa pikir panjang, “Oke. Aku akan ke kantormu. Mumpung sedang jadi pengangguran dan tak punya jadwal meeting dengan klien,” guraunya.“Sip, kutunggu ya, Ken.”“Eh iya, tolong jangan dulu ngomong apa pun soal ini pada Maxim ya, Sean,” sergah Kendra sebelum l
Setelah meninggalkan mantan kantornya, Kendra langsung pulang. Dia sempat mampir ke supermarket untuk berbelanja beberapa kebutuhan. Gadis itu juga membeli camilan dalam jumlah lumayan banyak. Mungkin dia akan menghabiskan satu minggu ke depan dengan bersantai di depan televisi sembari menikmati aneka makanan kecil.Selama ini, Kendra memang ingin mencari pekerjaan yang sesuai dengan disiplin ilmunya. Namun, itu menjadi cita-cita yang sengaja ditangguhkannya. Hingga detik ini, Kendra sama sekali belum serius berusaha untuk mencari pekerjaan lain di luar The Matchmaker. Akan tetapi hari ini dia harus menghadapi kenyataan yang sama sekali tak pernah terbayangkan. Jauh lebih mudah berimajinasi bahwa dirinya akan meninggalkan The Matchmaker atas keinginan sendiri, bukan karena dipaksa untuk membuat pilihan.Membayangkan dia sudah resmi menjadi pengangguran, Kendra pun menjadi luar biasa cemas. Mendadak, masa depannya terlihat buram dan gelap. Apa yang akan dilakukann
Kendra meninggalkan kantor The Matchmaker dengan kehebohan di belakangnya. Karena gadis itu memang tak menyembunyikan fakta yang sebenarnya. Dia tak mau kelak pengunduran dirinya malah diikuti dengan tuduhan ini-itu yang sama sekali tak benar. Karena tentunya Kendra tak lagi ada di biro jodoh itu untuk membela diri.Paling tidak, Kendra merasa berhak memberi tahu kebenaran versi dirinya. Terserah saja jika dianggap sikapnya kekanakan. Apakah setelah ini Rossa akan berkoar-koar tentang versinya yang bisa saja berbeda, itu masalah lain. Kendra tak mau memikirkan hal itu dan memusingkan sesuatu yang tak bisa dikontrolnya.“Kamu betul-betul harus mengundurkan diri?” Neala masih tak percaya. Kendra sengaja mengajak Neala dan Pritha ke ruang rapat supaya mereka bisa bicara bertiga dengan leluasa. Gadis itu merasa berutang penjelasan pada keduanya, orang-orang terdekat Kendra di The Matchmaker.“Iya. Untuk apa aku bohong?” komentar Kendra dengan
Keluar dari ruangan Rossa, kepala Kendra terasa berputar. Dia berharap semuanya cuma mimpi buruk yang kebetulan datang bertandang tanpa aba-aba. Akan tetapi, Kendra tahu yang ini bukan mimpi.Demi menenangkan diri, gadis itu buru-buru menuju toilet yang bersebelahan dengan pantri. Dia butuh waktu untuk memikirkan apa yang akan dilakukan saat ini. Langsung pulang atau menunggu hingga jam kerja berakhir? Masing-masing ada risikonya.Jika Kendra langsung pulang, pasti dia akan menghadapi banyak pertanyaan dari rekan sejawatnya. Padahal, Kendra merasa saat ini dia butuh ruang untuk bernapas. Karena ada banyak sekali kejutan yang didapatnya hari ini. Bertubi-tubi pula.Sementara jika gadis itu menunggu hingga jam kantor berakhir dan berpura-pura tak terjadi sesuatu, sisa hari ini mungkin akan berjalan lancar dan aman. Dia bisa menghindari hujan pertanyaan mengapa harus mengundurkan diri hari ini. Kecuali Rossa memutuskan untuk meminta Kendra meninggalkan kantor secep
Tubuh Kendra menegang selama beberapa sekon. Dia menatap Rossa dengan kening berkerut. “Ini serius, Mbak?” Kendra mencari tahu. “Saya harus putus dari Maxim?”“Tidak ada yang mengharuskan,” sahut Rossa cepat. “Tadi kan saya cuma bertanya. Kalau saya memintamu putus dari Maxim, bagaimana? Apa kamu bersedia?”Kendra menjawab di detik yang sama, “Tidak, Mbak. Maaf. Saya tidak melihat alasan kenapa saya dan Maxim harus putus. Kami tidak melanggar kontrak apa pun. Selain itu secara etika, saya juga tidak merasa ada masalah. Karena saya dan Maxim berpacaran berbulan-bulan setelah syuting Dating with Celebrity selesai. Tidak ada ‘cinta lokasi’ selama saya mengurusi Maxim sebagai klien kita.” Kendra membuat tanda petik di udara.Rossa beranjak dari tempat duduknya. Perempuan itu melangkah ke arah kulkas kecil di sudut ruang kerjanya. Rossa mengambil dua kaleng soda. Salah satunya diserahkan
Rossa tersenyum masam. “Tapi versi Judith tidak seperti itu. Kamu menjadi orang ketiga yang membuat hubungannya dengan Maxim menjadi jauh. Intinya, Judith mengkritik keras kebijakan-kebijakan The Matchmaker sehingga ada klien yang akhirnya malah berpacaran dengan pegawai di sini dan meninggalkan pasangan kencan yang sudah dipilih. Menurut kamu, mendengar tuduhan semacam itu dilontarkan oleh salah satu peserta kencan sekaligus sponsor acara Dating with Celebrity, apa yang harus saya lakukan?”Pertanyaan Rossa itu sungguh sulit untuk dijawab. Karena bukan kapasitas Kendra untuk mengajari perempuan itu apa yang harus dilakukan atau sebaliknya. Namun kalimat-kalimat bosnya yang menempatkan Kendra sebagai si penggoda, menyedot konsentrasi gadis itu lebih besar. Dia mustahil diam saja tanpa membela diri.“Tuduhan Judith sama sekali tidak benar, Mbak. Saya tak pernah menjadi orang ketiga yang merusak hubungannya dengan Maxim. Seperti yang saya bilang tadi, k