Kendra menghapus sisa air mata dengan punggung tangannya. Tisunya sudah habis. Selama beberapa saat, Kendra cuma mampu mengerjap. Air matanya kembali menetes meski kali ini tanpa isakan kencang seperti tadi.
Maxim mengeluarkan sapu tangan dan memberikannya pada gadis itu. “Pakai ini saja,” pintanya. Namun Kendra mengabaikannya. Dia bahkan tak melirik ke arah Maxim yang kini duduk di sebelah kanannya. Lelaki itu berinisiatif menggunakan sapu tangannya untuk mengeringkan wajah Kendra.
Kendra sedang berjuang menelaah kembali semua kata-kata yang sudah dilontarkan Maxim barusan. Makin lama, Kendra yakin ada sesuatu yang salah. Entah di bagian mana. Karena itu, mungkin mereka harus meluruskan beberapa hal. Namun di saat yang sama, Kendra bertanya-tanya sendiri. Apakah ada gunanya? Toh, semua sudah sejelas kristal, kan?
“Sudah ya, jangan menangis lagi. Aku betul-betul minta maaf,” ulang Maxim. lelaki itu kembali mengantongi sapu tangannya di sa
Tak ada reaksi apa pun dari Maxim selama nyaris setengah menit, membuat Kendra yakin bahwa pengakuannya barusan adalah kesalahan besar. Merasa canggung luar biasa, Kendra berniat menarik tangannya yang melingkari pinggang Maxim. Namun lelaki itu tak memberi izin. Jari-jari Maxim melingkari kedua pergelangan Kendra dan menahan tangan gadis itu tetap di tempatnya.Kendra bersuara, “Max....”Namun kata-katanya terpaksa patah karena dia mendengar suara klik yang cukup jelas. Tampaknya, gedoran Maxim tadi sudah menarik perhatian sepupunya. Sean akhirnya membuka pintu, agak membelalak, dan segera menyeringai karena melihat pemandangan di depannya. Maxim yang berdiri tegak dengan lengan Kendra melingkari perutnya.“Wow! Ini pemandangan favoritku sepanjang tahun ini,” oceh Sean berlebihan sembari bersiul jail.Kendra pun buru-buru melepaskan pelukannya dengan wajah seakan terbakar. Kali ini, Maxim tak lagi menahan tangannya. Tawa Sean memb
“Apa? Kamu mau muntah melihat tampangku?” protes Maxim. “Kalau begitu, kenapa majalah itu kamu pamerkan ke mana-mana? Bahkan ada yang sampai sengaja ditaruh di ruang tunggu kantormu? Yang aku tahu, kamu dengan bangganya mengaku kalau salah satu Bujangan Paling Diidamkan Tahun Ini adalah sepupumu,” kicau Maxim. “Kamu pernah sesumbar kalau sampai membeli tiga puluh eksemplar. Iya, kan?”“Di dalam mimpimu!” Sean menirukan kata-kata Maxim tadi. “Aku beli banyak bukan untuk dipamerkan ke sana dan kemari. Tapi sengaja kusebar di berbagai tempat yang sering didatangi tikus. Ternyata hasilnya cukup bagus. Tikus-tikus takut padamu. Hasilnya jauh lebih bagus dibanding menggunakan racun tikus.”“Sialan,” umpat Maxim, tak sopan.Kendra tertawa geli mendengar perang kata-kata Sean dan Maxim. Keduanya sungguh mirip anak-anak. Namun tampaknya Kendra harus membiasakan diri dengan kondisi itu. Seperti kata S
Maxim kaget mendengar ucapan sepupunya. Dia buru-buru menoleh ke kiri sembari meremas tangan Kendra yang membuat perut gadis itu mendadak seperti diamuk badai. “Kendra-ku, apa Sean tidak sedang mengigau? Memang ada kejadian seperti itu?”Kendra menjawab dengan wajah panas. “Aku bukan Kendra-mu! Jangan bicara yang aneh-aneh, Max.”Maxim menjawab dengan keras kepala. Pria itu sengaja membelalakkan matanya. “Tentu saja kamu itu Kendra-ku. Titik! Memangnya kamu mau jadi Kendra-nya siapa?”Sean tertawa geli, terlihat begitu terhibur melihat adegan di depannya. Apalagi Maxim kemudian melingkarkan tangan kirinya untuk memeluk pinggang Kendra. Gadis itu merasa risih dan berusaha menepis tangan Maxim, tapi dia gagal. Lalu, tanpa malu Maxim malah mengecup pelipis kanan Kendra sekilas.“Pamer terus ya, Max? Mentang-mentang sudah berbaikan dengan Kendra,” sindir Sean. Namun, mana Maxim mau peduli pada ucapan sepupunya?
Tawa Sean membahana, membuat Kendra menutup wajah dengan tangannya. Dia benar-benar malu sekaligus tak berdaya. Maxim memang sama sekali tidak sensitif. Gerakan untuk menyembunyikan rasa jengahnya itu membuat kacamata Kendra bergeser dan nyaris lepas. Maxim yang sedang menatap gadis itu, melepaskan pelukannya dan bergerak sehingga berhadapan dengan Kendra.Maxim mendahului Kendra membenahi letak kacamata gadis itu. Maxim agak membungkuk menggeser benda itu sehingga pas di wajah Kendra. Gadis itu mematung, bisa merasakan hangat napas Maxim menyapu wajahnya.Keduanya tidak menyadari bahwa Sean baru saja mengambil foto keduanya. Saat Kendra menoleh, dia melihat Sean masih tertawa sambil mengetikkan sesuatu di gawainya.“Aku baru saja mengirimkan gambar mesra kalian ke WhatsApp grup keluarga. Supaya semua tahu kalau si bujang lapuk Maxim akhirnya laku juga,” komentar Sean.“Kamu memfoto kami berdua? Aduh, jangan dikirim ke mana-mana, Sean!&r
“Iya, Sean memang laki-laki murahan. Deretan mantan pacarnya jauh lebih panjang dibanding antrean calon penumpang kereta saat musim mudik,” komentar Maxim.Gurauan lelaki itu membuat Kendra kembali tergelak. Ah, siapa sangka hari ini semua masalah rumitnya yang berkaitan dengan Maxim, akhirnya nyaris tuntas? Mereka hanya perlu mencari waktu untuk membahas detailnya.“Sudah, jangan menghabiskan waktu dengan menyebut-nyebut nama laki-laki lain. Kamu kan tahu, aku tak menyukai hal itu,” lanjut Maxim. “Aku pencemburu yang tak suka melihatmu berbagi tawa dengan orang lain. Apalagi sampai menyebut-nyebut nama pria lain lebih dari sekali. Walau orang itu adalah sepupu atau saudaraku sendiri. Ingat, kan?”“Ingat, Max. Mana mungkin aku bisa lupa?” gumam Kendra dengan suara lirih. Mereka sudah nyaris sampai di Buana Bayi.“Kita mampir ke kantorku sebentar, ya. Tidak akan lama, kok! Setelah itu, aku pengin makan
Kendra merengut. “Kenapa kamu selalu tidak sabaran, sih? Harusnya, kamu kan menunggu sampai aku memberi jawaban. Cuma membuat kesal saja.” Gadis itu menghela napas panjang. “Tapi memang kalau sudah berkaitan dengan kamu, tidak ada yang normal. Semuanya pasti berbeda dengan kebiasaan manusia lain pada umumnya.”“Yah, malah mengomel,” keluh Maxim. “Aku kan cuma pengin tahu jawabanmu. Wajar kalau aku tidak sabaran karena sudah menderita selama sekian minggu ini. Dan aku tidak mau ditolak untuk kedua kalinya,” Maxim mengingatkan. “Siapa tahu, mendadak kamu menarik kata-kata cinta yang sudah kamu ucapkan tadi.”Usai menuntaskan kalimatnya, Maxim tampak memucat. Seolah lelaki itu kaget karena kata-katanya sendiri. “Ralat! Aku tidak akan menunggu jawabanmu lagi. Pokoknya, tadi kamu sudah mengaku kalau mencintaku, kan? Itu sudah lebih dari cukup. Artinya, mulai sekarang kita akan menjadi pasangan. Pacaran, tepat
Maxim menjauh dari Kendra. Lelaki itu berderap menuju kursinya dan duduk di sana. Setelah itu, Maxim membuka layar laptop dan meruahkan konsentrasinya di sana. Sementara Kendra memilih menyamankan diri di sofa. Tasnya diletakkan di sebelah kirinya.“Eh, iya. Aku lupa. Apa kamu ingin makan sesuatu? Minimal untuk mengganjal perut,” ujar Maxim. “Aku memang payah. Padahal tadi aku yang mengajakmu makan malam dan mengaku sudah kelaparan setengah mati. Tapi masih ada pekerjaan yang harus kutuntaskan hari ini. Sedikiiittt lagi.”“Iya, tidak masalah. Aku belum terlalu lapar, Max. Dan jangan merasa bersalah. Aku akan menunggumu sampai selesai,” sahut Kendra. Gadis itu bersandar dan menyamankan diri di sofa.“Sungguh tidak apa-apa, kan?” tanya Maxim, memastikan.“Sungguh, Max,” ulang Kendra. “Bereskan pekerjaanmu secepatnya, ya? Jangan malah bolak-balik mengajukan pertanyaan yang sama,” dia men
“Ken, kalau ingin sesuatu, jangan sungkan untuk bilang,” kata Maxim. Lamunan Kendra pun retak karena kata-kata lelaki itu.“Kan aku sudah bilang, jangan mengajukan pertanyaan yang sama berkali-kali. Kalau mau makan sesuatu, aku bisa mencari sendiri, kok!” ucap Kendra. “Makin cepat pekerjaanmu beres, makin cepat juga kita bisa makan malam, kan?”“Jangan larang aku mengajukan pertanyaan seperti itu,” desah Maxim. “Aku cuma ingin kamu merasa nyaman karena masih harus menungguiku bekerja. Maaf, ya.”“Jangan minta maaf,” sergah Kendra. Dia tertawa sambil geleng-geleng kepala. “Maxim, tolong jangan berubah menjadi drama king. Karena itu sama sekali tak cocok denganmu. Percayalah, aku bisa mengurus diriku sendiri. Oke?”“Bukan begitu! Aku tahu dan percaya kamu adalah cewek tangguh. Tapi, aku cuma ingin memastikan kamu baik-baik saja,” ujar Maxim, mengejutkan.
Seperti dugaan Sean, Maxim meradang sepulang dari Singapura dan mendapati kekasihnya sudah berkantor di tempat Sean. Lelaki itu berusaha keras membuat Kendra mempertimbangkan tawaran untuk bergabung di Buana Bayi. Ketika ditolak, Maxim mulai mengomel. Dia bahkan merasa bahwa Kendra sok idealis. Juga pemilik The Matchmaker yang sudah membuat keputusan tidak masuk akal. Bla bla bla.Kendra sampai merasa pelipisnya berdenyut. Padahal, gadis itu sudah berjuang untuk memberi tahu Maxim dengan bahasa seringan mungkin. Dia pun sengaja menunda mengabari sang kekasih setelah Maxim kembali bekerja di hari Senin. Kendra mendatangi ruang kerja Maxim setelah jam kantor usai.Awalnya, Maxim begitu senang karena pacarnya datang berkunjung. Namun begitu diberi tahu bahwa Kendra sudah empat hari bekerja di kantor Sean, Maxim pun langsung menunjukkan kekesalannya. Lelaki itu juga tak senang karena Kendra tak mengatakan apa pun saat didesak Rossa untuk mengundurkan diri. Sean yang menyus
Kendra terpana mendengar kata-kata Sean barusan. “Kamu ... apa?”Sean tidak buru-buru menjawab. Lelaki itu bersandar di kursinya dengan gaya santai. “Sebelumnya, aku cuma bilang kalau aku melakukan ini bukan karena Maxim. Tapi karena kamu sendiri, Ken.”Kendra yang tak paham maksud lelaki itu, mengerutkan glabelanya. “Maksudmu?”“Begini. Selama kamu mewakili The Matchmaker, aku menilai bahwa kamu adalah orang yang berkomitmen pada pekerjaan. Punya kemauan keras juga. Contoh nyata yang tak terbantahkan adalah bagaimana kamu bisa membujuk Maxim sehingga akhirnya bersedia mengikuti acara kencan yang masih diejeknya sebagai acara norak sampai detik ini. Buatku, itu adalah poin plus, Ken.”“Aku boleh menganggap itu sebagai pujian?” gurau Kendra.“Tentu saja! Karena itu memang pujian, kok!” sahut Sean. “Nah, sekarang kita sampai pada poin utamanya, yaitu tawaran pekerjaan yang
“Oke. Memangnya kamu kira aku ini laki-laki bawel yang akan melapor ini-itu pada Maxim? Nanti juga dia akan tahu,” kata Sean. “Tapi memang berita ini bikin aku kaget setengah mati. Tidak menyangka ada drama baru hanya karena kamu dan Maxim berpacaran. Lalu, masih ditambah lagi dengan Aiden. Ck ck ck.” Sean geleng-geleng kepala.“Itu bukan salahku,” Kendra membela diri, merujuk pada Aiden.Sean menyeringai. “Kamu ternyata penuh pesona ya, Ken. Aku tak bisa membayangkan seperti apa reaksi Maxim kalau dia tahu bahwa ada laki-laki kelas kakap yang jadi pesaingnya. Siap-siap saja diikuti pengawal pribadi yang akan memastikan kamu tidak diganggu oleh laki-laki mana pun,” guraunya.Kendra mencebik tapi akhirnya dia malah tertawa. Gadis itu merasa geli membayangkan Maxim yang pencemburu itu mengetahui jika ada pria lain yang menyukai Kendra. Namun di sisi lain, Kendra tahu Maxim sudah berjuang untuk sedikit berubah sehingg
Pertanyaan Sean itu mengagetkan Kendra. Tadinya dia mengira lelaki itu menelepon cuma untuk menganggunya karena Maxim sedang berada di Singapura. Atau sekadar memamerkan hubungan dengan pasangan kencan pilihan Sean di acara Dating with Celebrity yang masih berlanjut hingga kini.“Kamu tahu dari mana?” Kendra balik bertanya. Dia merasa heran karena Sean bisa mengetahui informasi itu.“Bisakah kamu datang ke kantorku, Ken? Kurang nyaman kalau harus bicara di telepon. Sementara sepuluh menit lagi aku harus bertemu dengan salah satu klien,” pinta Sean. “Aku punya waktu luang di atas jam tiga.”Kendra menjawab tanpa pikir panjang, “Oke. Aku akan ke kantormu. Mumpung sedang jadi pengangguran dan tak punya jadwal meeting dengan klien,” guraunya.“Sip, kutunggu ya, Ken.”“Eh iya, tolong jangan dulu ngomong apa pun soal ini pada Maxim ya, Sean,” sergah Kendra sebelum l
Setelah meninggalkan mantan kantornya, Kendra langsung pulang. Dia sempat mampir ke supermarket untuk berbelanja beberapa kebutuhan. Gadis itu juga membeli camilan dalam jumlah lumayan banyak. Mungkin dia akan menghabiskan satu minggu ke depan dengan bersantai di depan televisi sembari menikmati aneka makanan kecil.Selama ini, Kendra memang ingin mencari pekerjaan yang sesuai dengan disiplin ilmunya. Namun, itu menjadi cita-cita yang sengaja ditangguhkannya. Hingga detik ini, Kendra sama sekali belum serius berusaha untuk mencari pekerjaan lain di luar The Matchmaker. Akan tetapi hari ini dia harus menghadapi kenyataan yang sama sekali tak pernah terbayangkan. Jauh lebih mudah berimajinasi bahwa dirinya akan meninggalkan The Matchmaker atas keinginan sendiri, bukan karena dipaksa untuk membuat pilihan.Membayangkan dia sudah resmi menjadi pengangguran, Kendra pun menjadi luar biasa cemas. Mendadak, masa depannya terlihat buram dan gelap. Apa yang akan dilakukann
Kendra meninggalkan kantor The Matchmaker dengan kehebohan di belakangnya. Karena gadis itu memang tak menyembunyikan fakta yang sebenarnya. Dia tak mau kelak pengunduran dirinya malah diikuti dengan tuduhan ini-itu yang sama sekali tak benar. Karena tentunya Kendra tak lagi ada di biro jodoh itu untuk membela diri.Paling tidak, Kendra merasa berhak memberi tahu kebenaran versi dirinya. Terserah saja jika dianggap sikapnya kekanakan. Apakah setelah ini Rossa akan berkoar-koar tentang versinya yang bisa saja berbeda, itu masalah lain. Kendra tak mau memikirkan hal itu dan memusingkan sesuatu yang tak bisa dikontrolnya.“Kamu betul-betul harus mengundurkan diri?” Neala masih tak percaya. Kendra sengaja mengajak Neala dan Pritha ke ruang rapat supaya mereka bisa bicara bertiga dengan leluasa. Gadis itu merasa berutang penjelasan pada keduanya, orang-orang terdekat Kendra di The Matchmaker.“Iya. Untuk apa aku bohong?” komentar Kendra dengan
Keluar dari ruangan Rossa, kepala Kendra terasa berputar. Dia berharap semuanya cuma mimpi buruk yang kebetulan datang bertandang tanpa aba-aba. Akan tetapi, Kendra tahu yang ini bukan mimpi.Demi menenangkan diri, gadis itu buru-buru menuju toilet yang bersebelahan dengan pantri. Dia butuh waktu untuk memikirkan apa yang akan dilakukan saat ini. Langsung pulang atau menunggu hingga jam kerja berakhir? Masing-masing ada risikonya.Jika Kendra langsung pulang, pasti dia akan menghadapi banyak pertanyaan dari rekan sejawatnya. Padahal, Kendra merasa saat ini dia butuh ruang untuk bernapas. Karena ada banyak sekali kejutan yang didapatnya hari ini. Bertubi-tubi pula.Sementara jika gadis itu menunggu hingga jam kantor berakhir dan berpura-pura tak terjadi sesuatu, sisa hari ini mungkin akan berjalan lancar dan aman. Dia bisa menghindari hujan pertanyaan mengapa harus mengundurkan diri hari ini. Kecuali Rossa memutuskan untuk meminta Kendra meninggalkan kantor secep
Tubuh Kendra menegang selama beberapa sekon. Dia menatap Rossa dengan kening berkerut. “Ini serius, Mbak?” Kendra mencari tahu. “Saya harus putus dari Maxim?”“Tidak ada yang mengharuskan,” sahut Rossa cepat. “Tadi kan saya cuma bertanya. Kalau saya memintamu putus dari Maxim, bagaimana? Apa kamu bersedia?”Kendra menjawab di detik yang sama, “Tidak, Mbak. Maaf. Saya tidak melihat alasan kenapa saya dan Maxim harus putus. Kami tidak melanggar kontrak apa pun. Selain itu secara etika, saya juga tidak merasa ada masalah. Karena saya dan Maxim berpacaran berbulan-bulan setelah syuting Dating with Celebrity selesai. Tidak ada ‘cinta lokasi’ selama saya mengurusi Maxim sebagai klien kita.” Kendra membuat tanda petik di udara.Rossa beranjak dari tempat duduknya. Perempuan itu melangkah ke arah kulkas kecil di sudut ruang kerjanya. Rossa mengambil dua kaleng soda. Salah satunya diserahkan
Rossa tersenyum masam. “Tapi versi Judith tidak seperti itu. Kamu menjadi orang ketiga yang membuat hubungannya dengan Maxim menjadi jauh. Intinya, Judith mengkritik keras kebijakan-kebijakan The Matchmaker sehingga ada klien yang akhirnya malah berpacaran dengan pegawai di sini dan meninggalkan pasangan kencan yang sudah dipilih. Menurut kamu, mendengar tuduhan semacam itu dilontarkan oleh salah satu peserta kencan sekaligus sponsor acara Dating with Celebrity, apa yang harus saya lakukan?”Pertanyaan Rossa itu sungguh sulit untuk dijawab. Karena bukan kapasitas Kendra untuk mengajari perempuan itu apa yang harus dilakukan atau sebaliknya. Namun kalimat-kalimat bosnya yang menempatkan Kendra sebagai si penggoda, menyedot konsentrasi gadis itu lebih besar. Dia mustahil diam saja tanpa membela diri.“Tuduhan Judith sama sekali tidak benar, Mbak. Saya tak pernah menjadi orang ketiga yang merusak hubungannya dengan Maxim. Seperti yang saya bilang tadi, k