“Kenapa sih kita mesti syuting di tempat yang jauh dari kota gini? Cari nomor perdana ‘kan jadi susah,” gerutu Mila kala sedang istirahat syuting. Sudah beberapa hari dia tidak bisa menghubungi Zyan karena belum punya nomor baru. Dua nomornya sudah diblokir oleh mantan pacarnya itu, jadi Mila tidak bisa berkutik.
“Ya ‘kan kamu sudah tahu risiko syuting di daerah waktu tanda tangan kontrak, Mil,” tukas asisten pribadinya. “Sudah jalani saja, tidak usah banyak mengeluh. Lebih baik kamu fokus akting biar tidak banyak take ulang. Semakin cepat selesai syutingnya, kita semakin cepat kembali ke Jakarta,” imbuhnya.
Mila menghela napas panjang. Memang benar apa yang dikatakan oleh asisten p
Zyan terkesiap mendengar pertanyaan dari wartawan itu tapi dia tetap bersikap tenang. Sementara Zahra ikut menunggu jawaban suaminya.“Terima kasih atas pertanyaannya. Saya rasa hal itu tidak perlu jawaban karena buktinya saat ini saya sudah menikah dengan Zahra. Seperti yang teman-teman ketahui, beberapa kali saya dikabarkan dekat dengan wanita, tapi pada kenyataannya tidak pernah terbukti ‘kan?” Zyan menjawab dengan diplomatis. Dia tidak mau ada gosip baru lagi yang akan menyakiti hati istrinya tercinta.“Silakan kalau ada yang mau bertanya lagi?” Zyan mempersilakan para pencari warta untuk kembali bertanya.“Ada selentingan kalau Zahra adalah sekretaris Zyan, apa benar?” tanya wartawan yang ditunjuk oleh Zyan.Pria bercambang tipis itu tersenyum lalu memandang istrinya. “Benar, Zahra adalah sekretaris saya di kantor. Satu-satunya wanita yang dekat dengan saya dan tidak ditolak oleh mama saya adalah Zahra.” Zyan lantas kembali menghadap ke arah wartawan. “Tidak ada hukum yang melara
Mila langsung masuk ke lobi setelah tiba di hotel yang dituju. Dia lantas bertanya pada resepsionis yang sedang berjaga. “Mbak, apa Zyan masih ada di sini?”“Maaf, Kak, Zyan siapa ya?” Resepsionis itu balik bertanya.Mila menghela napas menyadari kalau pertanyaannya kurang tepat. “Maksud saya Zyandru Darmawangsa, yang tadi mengadakan konferensi pers di salah satu ballroom di hotel ini,” jelasnya.“Maaf, Kak, saya tidak tahu karena hari ini banyak orang yang datang jadi kami tidak bisa memperhatikan satu per satu,” terang sang resepsionis.“Atau coba tolong dicek, dia menginap di sini atau tidak, Mbak?” pinta Mila.“Maaf, Kak, kami tidak boleh sembarangan memberi tahu siapa saja yang menginap di sini,” jawab resepsionis itu.Mila mendekat pada wanita yang rambutnya dicepol itu. “Saya ini bukan orang sembarangan, Mbak. Masa Mbak ga kenal sama saya?” ucapnya pelan.“Maaf, saya tidak tahu siapa Kakak,” jawab wanita itu dengan jujur.“Saya ini Kamila Dinata, artis yang baru naik daun. Say
Zyan kembali ke kamar begitu urusannya dengan Faisal selesai. Dia melihat istrinya sudah selesai dirias oleh make up artist. Saat ini sang desainer sedang menata hijab Zahra agar terlihat serasi dengan gaun pengantin yang sudah dia desain dengan sepenuh hati. Gaun putih lengan panjang yang bertaburkan kristal swarovski membuatnya jadi tampak mewah dan elegan. Sangat pas dipakai oleh Zahra yang cantik nan menawan. “Masya Allah, istri siapa ini cantik sekali,” puji Zyan kala melihat sang istri yang tampak manglingi. Riasan wajahnya sangat berbeda dari keseharian yang biasanya simpel. Tentu saja Zahra jadi semakin cantik setelah dirias oleh salah satu MUA terbaik di negara ini. “Kamu harus menambah stok kesabaran punya istri secantik ini, Zy. Pasti akan banyak pria yang betah memandang dan mengagumi Zahra,” celetuk sang MUA yang sudah akrab dengan Zyan karena mereka sudah beberapa kali bertemu. “Kamu sih buat istriku secantik ini. Rasanya aku ga rela kalau kecantikannya dilihat pria la
Pesta pernikahan Zyan dan Zahra baru benar-benar berakhir sekitar pukul 11.00 malam karena begitu banyak tamu yang diundang. Pasangan pengantin baru itu bahkan tak sempat makan, hanya sesekali minum di sela menerima ucapan selamat dan doa dari para tamu.“Kita makan dulu ya. Abang lapar ini.” Zyan mengajak istri ke meja khusus tamu VVIP.“Udah malam tapi, Bang. Nanti kalau kekenyangan malah ga bisa tidur.” Zahra merasa keberatan tapi tetap mengikuti suaminya.“Ya, jangan terlalu kenyang. Setidaknya perut terisi biar asam lambung tidak naik karena perut kosong,” sahut Zyan. “Lagipula kalau ga bisa tidur, kita bisa melakukan kegiatan yang membakar kalori, Ra,” bisiknya kemudian.“Bang Zyan, ih.” Zahra menepuk lengan suaminya karena gemas plus malu. Zyan menarik kursi untuk istrinya begitu mereka tiba di salah satu meja VVIP. “Kamu duduk saja biar abang yang ambil makanan. Kamu mau apa?” Pria itu kemudian menyebutkan berbagai menu yang tersaji di sana.“Terserah Bang Zyan saja, yang pen
Zyan yang bergandengan tangan dengan Zahra terus berlalu dari para wartawan. Untung saja masih ada bodyguard yang mengawal mereka. Pria bercambang tipis itu hanya melirik sekilas ke arah jurnalis yang tadi bertanya tanpa berniat memberikan tanggapan.Pasangan pengantin baru itu langsung masuk ke mobil begitu tiba di samping kendaraan mewah tersebut. Tanpa mengindahkan para wartawan yang mengerumuni, mobil itu terus melaju sesuai perintah Zyan.“Kenapa tidak menjawab pertanyaan wartawan tadi, Bang?” tanya Zahra kala mereka sudah dalam perjalanan menuju hotel.“Buat apa? Ga penting untuk dijawab,” jawab Zayn dengan santai. “Ra, kamu duduknya geser ke ujung,” pintanya.Zahra mengernyit. “Kenapa? Bang Zyan ga mau duduk dekat saya?”Zyan menggeleng. “Bukan begitu. Abang mau mijitin kaki kamu. Kalau kita duduk dekatan gini, abang ga bisa mijit. Kalau kamu duduk di ujung dan menghadap ke sini, terus kakimu diangkat ke atas kursi, abang bisa mijitin kakimu,” jelasnya.“Oh begitu. Saya kira ab
Pagi ini Mila bangun dengan hati yang kesal sebab semalam tidak bisa pergi ke lokasi resepsi Zyan. Padahal dia sudah siap-siap datang untuk memperbaiki hubungan mereka. Ya, artis itu masih berharap pacaran dengan sang CEO meskipun secara rahasia seperti sebelumnya. Tidak masalah Zyan sudah menikah, toh pada kenyataannya banyak pengusaha yang punya pacar atau istri simpanan selain yang resmi dan diketahui banyak orang. Mila tidak percaya semua ucapan Zyan di konferensi pers. Mana mungkin secepat itu Zyan jatuh cinta dengan sekretarisnya. Pasti mamanya yang memaksa Zyan menikah dengan Zahra. Apalagi mama Zyan sangat tidak suka dengannya dan menentang hubungan mereka.Artis itu berjalan ke pintu, melihat pada layar monitor yang tertempel di dinding samping pintu. Monitor yang dapat menunjukkan keadaan di depan pintu unitnya. Dia menghela napas lega karena sudah tidak ada siapa pun di depan unitnya. Untuk memastikan hal tersebut, Mila membuka pintu. Ternyata benar, dua orang yang dikiri
Pada pukul 13.45 Zyan dan Zahra tiba di ballroom salah satu hotel yang menjadi tempat pertemuan dengan para pengusaha yang menjadi rekanan perusahaan dalam proyek baru mereka. Semua sudah dipersiapkan dengan baik oleh Faisal dan beberapa staf kantor. Zyan dan Zahra tinggal mengecek saja bila ada yang kurang.Pukul 14.00 para pengusaha mulai berdatangan. Zahra dan Faisal yang bertugas menyambut dan menyapa mereka sekaligus mengantar ke tempat duduk yang telah disediakan. Sambil menunggu yang lain berkumpul, mereka mengobrol dengan santai sekaligus menikmati minuman dan hidangan yang ada di sana.“Selamat siang, Pak Yudhis,” sapa Zahra dengan ramah kala pria berkacamata itu datang bersama sekretarisnya.“Siang, Zahra,” balas Yudhis yang tampak canggung saat bertemu dengan wanita yang saat ini masih mengisi hatinya itu.“Mari saya antar ke tempat duduk, Pak Yudhis.” Zahra memberi tanda pada pengusaha muda dan sekretarisnya itu untuk mengikuti dia. “Silakan duduk, dan silakan menikmati s
"Bang Zyan, suka banget cari kesempatan. Saya 'kan malu dilihat banyak orang, Bang," protes Zahra dengan wajah yang merah.Zyan tertawa kecil. "Abang ga cari kesempatan, tapi memang kesempatan itu ada. Masa tidak dimanfaatkan. Sudah jangan malu begitu. Kita ini sudah jadi suami istri yang sah. Bebas mau melakukan apa pun karena sudah halal." Pria bercambang tipis itu kemudian merangkul bahu sang istri dan mengajaknya kembali berjalan."Biar pun sudah halal tapi tak sepantasnya kemesraan itu diperlihatkan pada orang lain, Bang. Seandainya orang melihat, terus ingin menjadi pasangan karena sikap mesra Bang Zyan, gimana?" tukas Zahra. "Sekarang ini pelakor merajalela, Bang. Bahkan pelakor lebih galak dari pasangan resmi," imbuh wanita berhijab biru muda itu."Kamu tenang saja. Abang ga akan kasih kesempatan pada pelakor untuk mendekat. Abang sudah pasang garis pembatas. Lagian cinta abang sudah mentok di kamu. Ga akan bisa berpaling lagi," timpal Zyan."Gombal aja terus, Bang," celetuk
Zahra membawa nampan berisi dua cangkir lemon tea panas dah sepiring kudapan ke halaman belakang, di mana suaminya sedang duduk berselonjor di gazebo dengan iPad di tangan. Hari ini akhir pekan, tapi keduanya hanya di rumah berdua. Keempat anak mereka sudah sibuk dengan pendidikan dan kegiatannya masing-masing. “Diminum dulu tehnya mumpung masih anget, Bang,” ucap Zahra setelah meletakkan nampan di atas gazebo. Zyan meletakkan iPad di samping lantas tersenyum pada istrinya. “Baik, Cintaku.” Pria itu mengambil salah satu cangkir lalu mencium aroma teh dengan lemon yang begitu menyegarkan. Setelah itu baru menyesapnya. “Nikmat seperti biasa. Terima kasih, Ra,” ucapnya. Zahra yang juga tengah menikmati teh, hanya mengangguk sebagai tanggapan. Dia kembali meletakkan cangkir di atas nampan. “Rumah kita ini sekarang jadi sepi ya, Bang,” gumamnya seraya menyandarkan kepala di bahu suaminya. Zyan meraih tangan kanan sang istri lalu menggenggamnya dengan erat. “Dulu waktu abang ingin namb
Lulus SMP, Zayyan memutuskan keluar dari pesantren setelah berhasil menghafal 30 juz Al-Qur’an. Dia akan lanjut memperdalam ilmunya di luar pesantren karena tak ingin melihat adik bungsunya kesepian di rumah.Zyel dan Zyra dengan kompak masuk pesantren karena ingin mengikuti jejak sang kakak yang sudah hafal Al-Qur’an. Kedua anak kembar itu katanya juga ingin memberikan mahkota pada mama dan papanya di akhirat nanti. Walaupun berat harus berpisah dengan kedua anaknya sekaligus, Zyan dan Zahra tetap mengizinkan.Zayyan kemudian bersekolah di SMA yang masih satu yayasan dengan SD-nya dahulu. Sekolah berbasis Islam tapi menggunakan kurikulum internasional.“Kak, dapat salam dari kakak kelasku.” Zeza memberi tahu Zayyan saat sang kakak menjemputnya di sekolah dengan motor sport-nya. Sejak berumur 17 tahun dan punya SIM, Zayyan memang mengendarai motor sendiri ke sekolah. Motor sport impian yang merupakan hadiah ulang tahun ke-17 dari kedua orang tuanya. Kadang dia mengantar dan menjemput
“Pa, Ma, aku mau masuk SMP yang ada di pesantren.” Zayyan mengungkapkan keinginannya pada Zyan dan Zahra saat mereka dalam perjalanan pulang dari acara Parents Day di sekolahnya.Zyan dan Zahra tentu saja terkejut mendengar keinginan putra pertama mereka itu. Keduanya saling memandang sebelum memberi tanggapan.“Kak Zayyan, serius mau masuk pesantren?” tanya Zahra sambil menoleh ke kabin tengah di mana putra sulungnya duduk.Zayyan mengangguk. “Iya, Ma.”“Kenapa mau masuk pesantren, Kak?” Zahra kembali bertanya.“Aku ingin jadi hafiz, Ma. Pak Guru bilang kalau kita hafal Al-Qur’an, nanti kita bisa memberi mahkota pada orang tua di hari kiamat nanti karena itu aku ingin memberikannya sama Papa dan Mama,” jawab Zayyan dengan tenang.“Masya Allah, Kak, mulia sekali tujuanmu. Terima kasih ya, Kak.” Zahra tak dapat menahan rasa haru mendengar jawaban Zayyan. Dia mengusap sudut matanya dengan tisu.“Menjadi hafiz ‘kan tidak harus masuk pesantren, Kak. Besok Papa carikan ustaz yang bisa memb
"Yeay, Mama sama Papa sudah pulang. Mana oleh-olehnya?" todong Zyra yang baru pulang dari sekolah dan melihat kedua orang tuanya duduk di ruang tengah bersama si bungsu, Zeza."Lihat Mama sama Papa itu ya mengucapkan salam terus salim dulu, jangan langsung minta oleh-oleh," tegur Zyan."Iya, Pa." Zyra kemudian menyapa dan menyalami kedua orang tuanya. Tidak bertemu selama satu minggu membuatnya sangat rindu. Meminta oleh-oleh hanya basa-basinya. Melihat kedua orangnya di rumah adalah kebahagiaan terbesarnya. Gadis kecil itu kemudian meminta pangku pada papanya.Zyel yang masuk belakangan langsung menyapa, menyalami, dan memeluk keduanya. Dia lantas duduk di samping sang mama. Wanita yang sangat dirindukannya. Bukan tak rindu pada Zyan, rindu juga tapi kadarnya berbeda. Zyel memang lebih dekat dengan sang mama daripada papanya."Kak Zyel dan Kak Zyra, ganti baju dulu ya. Setelah itu baru main lagi," pinta Zahra."Nanti saja ganti bajunya, Ma. Aku masih mau sama Papa," sahut Zyra yang b
Pukul 3.00 dini hari, Zyan dan Zahra dijemput di hotel oleh tim dari pengelola balon udara. Mereka diantar ke kantor pengelola tersebut untuk menikmati sarapan di sana. Sesudah itu keduanya dibawa ke lokasi peluncuran balon udara.Zyan dan Zahra disambut oleh staf yang ramah dan profesional yang mendampingi mereka sambil menunggu persiapan sebelum penerbangan. Selama balon udara digelembungkan dan disiapkan, keduanya diberikan penjelasan tentang perjalanan yang akan ditempuh dan tindakan yang diperlukan untuk keselamatan. Pilot dan kru yang berpengalaman memastikan Zyan dan Zahra merasa nyaman dan siap untuk memulai perjalanan di angkasa.Zyan naik ke keranjang terlebih dahulu, setelah itu baru membantu istrinya. Mereka kemudian memasang sabuk pengaman sesuai dengan pedoman keselamatan sebelum lepas landas. Di keranjang tersebut hanya ada Zyan, Zahra, dan sang pilot. Setelah semua siap, pilot pun mulai menerbangkan balon udara.Perlahan-lahan balon itu terangkat dari tanah dan mengang
Zyan berbaring di samping Zahra setelah mendayung samudra cinta dan meraih surga dunia bersama. Kepuasan tergambar jelas di wajah keduanya. Titik-titik basah di kening dan mengilapnya tubuh karena keringat menjadi bukti betapa panasnya permainan mereka.Zyan dan Zahra tak bisa selepas itu saat di rumah. Saat mereka sedang bermesraan sering muncul perasaan was-was bila salah satu anak mereka mengetuk pintu kamar. Bukan hanya sekali hal itu terjadi, tapi sering kali. Apalagi kalau sedang hujan deras dan suara guntur terus terdengar. Atau terbangun tengah malam karena mimpi buruk, pasti langsung ke kamar orang tuanya.Pernah saat keduanya sudah menyatukan tubuh dan sedang berusaha menggapai nirwana, pintu kamar digedor-gedor dari luar oleh Zyra yang menangis sembari memanggil-manggil mereka. Tidak dilanjut tanggung, tapi kalau dilanjut pasti akan membangunkan seisi rumah karena suara bising yang dibuat Zyra. Terpaksa keduanya mengakhiri permainan sebelum mencapai puncak dan langsung menge
Waktu tak terasa cepat berlalu, keempat anak Zyan dan Zahra tumbuh dengan baik. Semuanya jadi anak yang aktif, cerdas, dan kritis. Zayyan sudah kelas 3 SD, Zyel dan Zyra sekolah TK besar, sedangkan Zeza di PAUD. Untuk merayakan ulang tahun pernikahan yang ke 10, Zyan mengajak Zahra liburan. Mereka hanya pergi berdua, tanpa mengajak anak-anak. Tentu saja di sela liburan tersebut tetap ada agenda bisnis yang harus Zyan lakukan. Ya, ibarat kata menyelam sambil minum air. Kalau untuk urusan bisnis, anak-anak memang tidak pernah diajak. Namun mereka tetap mengagendakan liburan dengan anak-anak minimal setahun sekali.“Abang menepati janji membawamu ke tempat ini lagi,” ucap Zyan kala mereka tiba kamar hotel yang terletak di Kota Cappadocia, Turki. Dia menarik istrinya menuju jendela kaca besar, di mana mereka bisa melihat banyak balon udara yang sedang melayang di angkasa. Pria itu berdiri di belakang sang belahan jiwa lantas memeluknya. Diletakkannya dagu di bahu sang istri.“Kamu ‘kan
“Hore! Mama dan Papa pulang.” Zayyan berteriak sambil berlari kala melihat kedua orang tuanya keluar dari pintu kedatangan. Dia ikut sopir keluarga yang menjemput Zyan dan Zahra di bandara.Lelaki kecil itu langsung menghampiri dan memeluk perut mamanya. “Ma, aku kangen,” ungkapnya.“Mama juga kangen sama Kak Zayyan,” sahut Zahra seraya mengelus punggung putra pertamanya itu.“Kak Zayyan, tidak kangen sama papa?” lontar Zyan yang berada di samping istrinya.“Kangen Papa juga.” Zayyan melepas pelukannya pada Zahra lantas berganti memeluk papanya.Zyan tersenyum mendapat pelukan dari sang putra tercinta. Dia kemudian menggendong Zayyan.“Pa, turunin. Aku ‘kan sudah besar. Tidak boleh digendong lagi,” protes Zayyan.“Tapi papa mau gendong Kak Zayyan. Masa tidak boleh? Papa kangen. Lama tidak gendong Kakak.” Zyan beralasan.“Tapi aku udah besar, Pa,” tukas Zayyan.“Buat papa, kamu tetap masih bayi.” Zyan menciumi pipi putra sulungnya itu.“Papa, please. Jangan cium-cium lagi!” Zayyan meng
“Mama sama Papa kapan pulang?” tanya Zayyan saat Zahra melakukan panggilan video pada pengasuh putra pertamanya itu saat mereka dalam perjalanan ke tempat pertemuan dengan para pengusahan dari Kota Malang.“Lusa, Kak,” jawab Zyan yang duduk di samping istrinya.“Katanya cuma sebentar, kok sampai lusa,” protes lelaki kecil yang wajahnya mirip dengan papanya itu.“Pekerjaan papa sama mama belum selesai, Kak, jadi tidak bisa pulang besok. Kalau Kak Zayyan sama adek-adek kangen ‘kan tinggal video call papa atau mama,” timpal Zyan.“Gimana sekolahnya tadi, Kak.” Zahra memilih mengalihkan pembicaraan daripada melihat wajah sendu putranya. Zayyan biasanya sangat antusias bila menceritakan kegiatannya di sekolah, jadi Zahra ingin membuat sulungnya itu kembali ceria. Dia sebenarnya juga sedih berjauhan dengan keempat anaknya, tapi demi menemani suami dan menjalankan pekerjaan, Zahra harus menjalaninya.Benar seperti dugaan Zahra, putra sulungnya itu langsung ceria begitu memberi tahu sang mama