“Hai, Cantik. Apa kabar?” sapa Aswin begitu berdiri di samping Zahra.Wanita yang mengenakan hijab berwarna cokelat muda itu menoleh ke sisi kirinya. Dia terkejut kala mendapati Aswin yang menyapanya. “Apa yang Pak Aswin lakukan di sini? Seharusnya Bapak bergabung dengan pengusaha lainnya bukan dengan sekretaris,” cetus Zahra dengan ketus.“Kamu tahu tidak? Kamu jadi semakin cantik sekarang. Oh ya, aku dengar kamu sedang hamil. Aura wanita yang sedang hamil itu memang sangat memesona. Membuatku jadi susah untuk memalingkan mata.” Aswin malah merayu Zahra dan tak menggubris ucapan wanita berhijab itu.“Jangan mengatakan hal yang tidak pantas, Pak. Saya ini wanita bersuami,” tukas Zahra dengan sengit.“Suamimu saja menemui pacarnya setelah kalian menikah. Apa kamu yakin selama ini dia tidak menemui wanita lain?” Pria bermata sipit itu coba memprovokasi Zahra.“Pak Zyan selama 24 jam bersama saya, jadi beliau tidak akan menemui wanita lain tanpa sepengatahuan saya. Tolong jangan fitnah s
“Memangnya aku tahanan, kok mau dikurung, Bang,” seloroh Zahra agar obrolan mereka tidak terlalu serius. Walaupun wajah Zyan tidak setegang tadi, tapi Zahra tahu kalau suaminya sedang gundah. Jadi dia ingin sedikit mencairkan suasana.Zyan tersenyum tipis mendengar candaan istrinya. “Iya, kamu memang jadi tahanan di hati abang karena itu kamu tidak boleh berpaling pada pria lain,” timpalnya. “Aku juga ga akan ke mana-mana kok, Bang. Ingin terus sama Abang dan anak kita nantinya,” sahut Zahra yang cukup menenangkan hati Zyan. Meskipun terlihat dingin dan kaku, sejatinya hati Zyan jadi rapuh bila berhubungan dengan Zahra.Perhatian Zyan dan Zahra kemudian berpindah karena pihak pengundang mengumumkan kalau pertemuan hari itu akan segera dimulai. Pasangan itu pun mulai bersikap profesional. Zyan bertindak sebagai atasan, dan Zahra sebagai sekretarisnya. Pertemuan siang itu berjalan dengan lancar. Zyan masih belum memutuskan akan melakukan investasi atau bekerja sama dengan perusahan pe
Zahra berusaha mendorong dada suaminya begitu mendengar suara Faisal. Namun, Zyan bergeming. Dia sama sekali tidak melepaskan tautan bibir mereka meskipun sang asisten pribadi memergoki keduanya. Setelah mendengar pintu ditutup, Zyan baru menjauhkan diri.“Abang, ih. Aku ‘kan jadi malu sama Pak Faisal.” Zahra menepuk dada suaminya sebagai bentuk protes.“Kenapa malu? Kita ini suami istri, sudah halal mau ngapa-ngapain,” tukas Zyan sambil menatap lekat mata istrinya.“Tapi ga di depan orang juga, Bang,” lontar Zahra.“Kita ini di ruanganku loh. Tidak ada orang lain di sini selain kita berdua. Salah Faisal sendiri yang masuk ga ketuk pintu dulu.” Zyan membela diri.Namun memang benar apa yang dikatakan CEO itu. Biasanya Faisal mengetuk pintu terlebih dahulu, tapi tadi langsung masuk saja. Jadi memang salah asisten pribadi Zyan sendiri.Zahra diam, tak membalas atau menanggapi suaminya. Dia malah mendorong kursinya ke belakang agar tidak terlalu dekat dengan suaminya. Bukan maksud menola
Saat Mila dan Rini keluar dari mobil, para wartawan masih belum menyadari kedatangannya. Begitu semakin mendekati pintu masuk, salah satu wartawan mengenali dan memanggil namanya dengan keras. Setelah itu para pencari warta langsung menyiapkan kamera dan alat rekamnya dan gegas menghampiri rombongan Mila dan pengacaranya.Dalam waktu sekejap, Mila dan pengacaranya sudah dikerubungi wartawan. Mila dan Rini hanya diam dan memasang senyum kala wartawan melontarkan banyak pertanyaan untuk keduanya. Mereka terus berjalan tanpa memberi respon apa pun.“Teman-teman, kita ngobrolnya nanti ya setelah pemeriksaan. Terima kasih atas perhatiannya dan mohon doa agar semuanya lancar.” Hasan berbicara pada para wartawan sebelum masuk ke kantor polisi.Setelah memberi tahu kedatangan mereka pada polisi yang bertugas, penyidik mulai bersiap. Rini dan Mila dimintai keterangan bersamaan, tapi di ruangan yang berbeda. Hal itu dilakukan agar keduanya tidak saling memberi tahu pertanyaan dan jawaban saat p
“Saya mendapat informasi kalau hari ini dia kembali ke Jakarta. Tapi saya belum tahu kapan dia akan bertemu dengan Mila karena besok ‘kan Mila dan Rini masih menjalani pemeriksaan,” terang Faisal.“Terus pantau pergerakan aktor itu dan juga manajernya,” titah Zyan.“Siap, Pak.” Zyan langsung mengakhiri panggilan tersebut setelah mendapat tanggapan dari asisten pribadinya. Dia kembali berkutat di depan laptop sembari menunggu sang istri yang katanya mau mengambil kudapan tapi tak juga kembali ke ruang kerja. Malam ini, Zyan ingin mengerjakan beberapa pekerjaannya yang tertunda karena kondisi kesehatannya. Tentu saja tetap ditemani oleh sang istri tercinta.Selang beberapa waktu, Zahra akhirnya masuk dengan membawa kudapan berupa martabak manis. Zyan cukup terkejut begitu melihat apa yang dibawa istrinya. Dia pikir Zahra membawa buah potong atau salad untuk kudapan malam, ternyata malah makanan yang mengandung karbo dan bercita rasa manis.“Bang, ayo dimakan martabak manisnya. Aku suapi
Keesokan harinya Mila dan Rini pergi lagi ke Polda Metro untuk kembali menjalani pemeriksaan. Sebelum ke sana, mereka berkumpul di kantor sang pengacara terlebih dahulu untuk berkoordinasi. Seperti kemarin, Hasan menjemput kedua wanita itu di apartemen.Para wartawan yang berada di Polda Metro langsung bersiap begitu melihat mobil rombongan Mila datang. Mereka tidak mendatangi tempat parkir, tapi menunggu di depan pintu masuk. Berita tentang Mila sangat menarik perhatian netizen dan sangat ditunggu-tunggu kelanjutannya. Karena itu para wartawan berlomba-lomba untuk mendapatkan informasi sebanyak mungkin.Ada salah satu acara di stasiun TV yang ingin sekali mendapatkan wawancara eksklusif dengan Mila. Mereka bahkan menawarkan harga yang tinggi untuk itu. Namun Rini belum berani mengiakan karena mereka masih harus menjalani pemeriksaan. Dia harus berkonsultasi dengan pengacara sebelum menyetujui atau menolak tawaran menggiurkan tersebut. Bagaimanapun saat ini mereka harus bersikap tenan
Mila menghela napas panjang sebelum menjawab pertanyaan pengacaranya. “Sepertinya belum karena kami baru mau bertemu lagi setelah pertemuan yang dulu itu. Mungkin dia mau menyerahkan surat-surat untuk mendaftarkan pernikahan ke KUA,” ucapnya.“Kalau begitu nanti sekalian saja ditentukan kapan akan menandatangani perjanjian pernikahan biar aku siapkan,” lontar Hasan.“Ya, nanti aku bilang sama Gala. Atau kalau kamu ga capek, bisa nanti ketemu sama dia sebentar, San,” cetus sang artis.Hasan lantas menoleh pada temannya yang duduk di samping kursi pengemudi. “Kamu keburu mau pulang atau tidak?” tanyanya.“Aman, Bro,” sahut teman Hasan.“Oke, nanti aku ikut menemui Gala,” putus Hasan usai mendengar jawaban temannya.Gala menepati janjinya datang ke aparatemen Mila. Pria itu muncul bersama manajer dan juga pengacaranya. Karena Mila memakai pengacara, aktor itu juga menggunakan jasa pengacara untuk mendampingi dan memberikan nasihat berkaitan dengan perjanjian pernikahan yang akan mereka
“Abang sih terserah kamu. Mau sehari oke, seminggu ga masalah. Sebulan juga gapapa,” jawab Zyan.“Kalau selamanya?” Zahra menoleh pada suaminya.“Mmmh, ya jangan. Nanti siapa yang akan menempati rumah ini. Saffa nanti pasti akan ikut suaminya kalau sudah menikah,” sahut Zyan. “Kamu mau ‘kan tinggal di sini terus?” tanyanya kemudian.“Memangnya kalau aku tidak mau, kita akan tinggal di mana?” pancing Zahra.“Sebenarnya abang ada kepikiran buat rumah sendiri, tapi pasti Papa dan Mama ga akan setuju. Rumah ini besar, memang dirancang untuk anak dan cucu biar bisa tinggal bersama di sini,” ujar Zyan. “Tapi abang ada kepikiran beli apartemen buat kita,” sambungnya.Zahra mengernyit. “Kalau kita tinggal di sini, buat apa beli apartemen, Bang?” tanyanya penasaran.“Di rumah ini ‘kan selalu ada banyak orang. Kadang kita butuh waktu berdua. Jadi apartemen itu buat kalau kita lagi ingin berduaan tanpa ada orang lain di sekitar.” Zyan mengungkapkan alasannya.“Apa ga buang-buang uang kalau apart
Zahra membawa nampan berisi dua cangkir lemon tea panas dah sepiring kudapan ke halaman belakang, di mana suaminya sedang duduk berselonjor di gazebo dengan iPad di tangan. Hari ini akhir pekan, tapi keduanya hanya di rumah berdua. Keempat anak mereka sudah sibuk dengan pendidikan dan kegiatannya masing-masing. “Diminum dulu tehnya mumpung masih anget, Bang,” ucap Zahra setelah meletakkan nampan di atas gazebo. Zyan meletakkan iPad di samping lantas tersenyum pada istrinya. “Baik, Cintaku.” Pria itu mengambil salah satu cangkir lalu mencium aroma teh dengan lemon yang begitu menyegarkan. Setelah itu baru menyesapnya. “Nikmat seperti biasa. Terima kasih, Ra,” ucapnya. Zahra yang juga tengah menikmati teh, hanya mengangguk sebagai tanggapan. Dia kembali meletakkan cangkir di atas nampan. “Rumah kita ini sekarang jadi sepi ya, Bang,” gumamnya seraya menyandarkan kepala di bahu suaminya. Zyan meraih tangan kanan sang istri lalu menggenggamnya dengan erat. “Dulu waktu abang ingin namb
Lulus SMP, Zayyan memutuskan keluar dari pesantren setelah berhasil menghafal 30 juz Al-Qur’an. Dia akan lanjut memperdalam ilmunya di luar pesantren karena tak ingin melihat adik bungsunya kesepian di rumah.Zyel dan Zyra dengan kompak masuk pesantren karena ingin mengikuti jejak sang kakak yang sudah hafal Al-Qur’an. Kedua anak kembar itu katanya juga ingin memberikan mahkota pada mama dan papanya di akhirat nanti. Walaupun berat harus berpisah dengan kedua anaknya sekaligus, Zyan dan Zahra tetap mengizinkan.Zayyan kemudian bersekolah di SMA yang masih satu yayasan dengan SD-nya dahulu. Sekolah berbasis Islam tapi menggunakan kurikulum internasional.“Kak, dapat salam dari kakak kelasku.” Zeza memberi tahu Zayyan saat sang kakak menjemputnya di sekolah dengan motor sport-nya. Sejak berumur 17 tahun dan punya SIM, Zayyan memang mengendarai motor sendiri ke sekolah. Motor sport impian yang merupakan hadiah ulang tahun ke-17 dari kedua orang tuanya. Kadang dia mengantar dan menjemput
“Pa, Ma, aku mau masuk SMP yang ada di pesantren.” Zayyan mengungkapkan keinginannya pada Zyan dan Zahra saat mereka dalam perjalanan pulang dari acara Parents Day di sekolahnya.Zyan dan Zahra tentu saja terkejut mendengar keinginan putra pertama mereka itu. Keduanya saling memandang sebelum memberi tanggapan.“Kak Zayyan, serius mau masuk pesantren?” tanya Zahra sambil menoleh ke kabin tengah di mana putra sulungnya duduk.Zayyan mengangguk. “Iya, Ma.”“Kenapa mau masuk pesantren, Kak?” Zahra kembali bertanya.“Aku ingin jadi hafiz, Ma. Pak Guru bilang kalau kita hafal Al-Qur’an, nanti kita bisa memberi mahkota pada orang tua di hari kiamat nanti karena itu aku ingin memberikannya sama Papa dan Mama,” jawab Zayyan dengan tenang.“Masya Allah, Kak, mulia sekali tujuanmu. Terima kasih ya, Kak.” Zahra tak dapat menahan rasa haru mendengar jawaban Zayyan. Dia mengusap sudut matanya dengan tisu.“Menjadi hafiz ‘kan tidak harus masuk pesantren, Kak. Besok Papa carikan ustaz yang bisa memb
"Yeay, Mama sama Papa sudah pulang. Mana oleh-olehnya?" todong Zyra yang baru pulang dari sekolah dan melihat kedua orang tuanya duduk di ruang tengah bersama si bungsu, Zeza."Lihat Mama sama Papa itu ya mengucapkan salam terus salim dulu, jangan langsung minta oleh-oleh," tegur Zyan."Iya, Pa." Zyra kemudian menyapa dan menyalami kedua orang tuanya. Tidak bertemu selama satu minggu membuatnya sangat rindu. Meminta oleh-oleh hanya basa-basinya. Melihat kedua orangnya di rumah adalah kebahagiaan terbesarnya. Gadis kecil itu kemudian meminta pangku pada papanya.Zyel yang masuk belakangan langsung menyapa, menyalami, dan memeluk keduanya. Dia lantas duduk di samping sang mama. Wanita yang sangat dirindukannya. Bukan tak rindu pada Zyan, rindu juga tapi kadarnya berbeda. Zyel memang lebih dekat dengan sang mama daripada papanya."Kak Zyel dan Kak Zyra, ganti baju dulu ya. Setelah itu baru main lagi," pinta Zahra."Nanti saja ganti bajunya, Ma. Aku masih mau sama Papa," sahut Zyra yang b
Pukul 3.00 dini hari, Zyan dan Zahra dijemput di hotel oleh tim dari pengelola balon udara. Mereka diantar ke kantor pengelola tersebut untuk menikmati sarapan di sana. Sesudah itu keduanya dibawa ke lokasi peluncuran balon udara.Zyan dan Zahra disambut oleh staf yang ramah dan profesional yang mendampingi mereka sambil menunggu persiapan sebelum penerbangan. Selama balon udara digelembungkan dan disiapkan, keduanya diberikan penjelasan tentang perjalanan yang akan ditempuh dan tindakan yang diperlukan untuk keselamatan. Pilot dan kru yang berpengalaman memastikan Zyan dan Zahra merasa nyaman dan siap untuk memulai perjalanan di angkasa.Zyan naik ke keranjang terlebih dahulu, setelah itu baru membantu istrinya. Mereka kemudian memasang sabuk pengaman sesuai dengan pedoman keselamatan sebelum lepas landas. Di keranjang tersebut hanya ada Zyan, Zahra, dan sang pilot. Setelah semua siap, pilot pun mulai menerbangkan balon udara.Perlahan-lahan balon itu terangkat dari tanah dan mengang
Zyan berbaring di samping Zahra setelah mendayung samudra cinta dan meraih surga dunia bersama. Kepuasan tergambar jelas di wajah keduanya. Titik-titik basah di kening dan mengilapnya tubuh karena keringat menjadi bukti betapa panasnya permainan mereka.Zyan dan Zahra tak bisa selepas itu saat di rumah. Saat mereka sedang bermesraan sering muncul perasaan was-was bila salah satu anak mereka mengetuk pintu kamar. Bukan hanya sekali hal itu terjadi, tapi sering kali. Apalagi kalau sedang hujan deras dan suara guntur terus terdengar. Atau terbangun tengah malam karena mimpi buruk, pasti langsung ke kamar orang tuanya.Pernah saat keduanya sudah menyatukan tubuh dan sedang berusaha menggapai nirwana, pintu kamar digedor-gedor dari luar oleh Zyra yang menangis sembari memanggil-manggil mereka. Tidak dilanjut tanggung, tapi kalau dilanjut pasti akan membangunkan seisi rumah karena suara bising yang dibuat Zyra. Terpaksa keduanya mengakhiri permainan sebelum mencapai puncak dan langsung menge
Waktu tak terasa cepat berlalu, keempat anak Zyan dan Zahra tumbuh dengan baik. Semuanya jadi anak yang aktif, cerdas, dan kritis. Zayyan sudah kelas 3 SD, Zyel dan Zyra sekolah TK besar, sedangkan Zeza di PAUD. Untuk merayakan ulang tahun pernikahan yang ke 10, Zyan mengajak Zahra liburan. Mereka hanya pergi berdua, tanpa mengajak anak-anak. Tentu saja di sela liburan tersebut tetap ada agenda bisnis yang harus Zyan lakukan. Ya, ibarat kata menyelam sambil minum air. Kalau untuk urusan bisnis, anak-anak memang tidak pernah diajak. Namun mereka tetap mengagendakan liburan dengan anak-anak minimal setahun sekali.“Abang menepati janji membawamu ke tempat ini lagi,” ucap Zyan kala mereka tiba kamar hotel yang terletak di Kota Cappadocia, Turki. Dia menarik istrinya menuju jendela kaca besar, di mana mereka bisa melihat banyak balon udara yang sedang melayang di angkasa. Pria itu berdiri di belakang sang belahan jiwa lantas memeluknya. Diletakkannya dagu di bahu sang istri.“Kamu ‘kan
“Hore! Mama dan Papa pulang.” Zayyan berteriak sambil berlari kala melihat kedua orang tuanya keluar dari pintu kedatangan. Dia ikut sopir keluarga yang menjemput Zyan dan Zahra di bandara.Lelaki kecil itu langsung menghampiri dan memeluk perut mamanya. “Ma, aku kangen,” ungkapnya.“Mama juga kangen sama Kak Zayyan,” sahut Zahra seraya mengelus punggung putra pertamanya itu.“Kak Zayyan, tidak kangen sama papa?” lontar Zyan yang berada di samping istrinya.“Kangen Papa juga.” Zayyan melepas pelukannya pada Zahra lantas berganti memeluk papanya.Zyan tersenyum mendapat pelukan dari sang putra tercinta. Dia kemudian menggendong Zayyan.“Pa, turunin. Aku ‘kan sudah besar. Tidak boleh digendong lagi,” protes Zayyan.“Tapi papa mau gendong Kak Zayyan. Masa tidak boleh? Papa kangen. Lama tidak gendong Kakak.” Zyan beralasan.“Tapi aku udah besar, Pa,” tukas Zayyan.“Buat papa, kamu tetap masih bayi.” Zyan menciumi pipi putra sulungnya itu.“Papa, please. Jangan cium-cium lagi!” Zayyan meng
“Mama sama Papa kapan pulang?” tanya Zayyan saat Zahra melakukan panggilan video pada pengasuh putra pertamanya itu saat mereka dalam perjalanan ke tempat pertemuan dengan para pengusahan dari Kota Malang.“Lusa, Kak,” jawab Zyan yang duduk di samping istrinya.“Katanya cuma sebentar, kok sampai lusa,” protes lelaki kecil yang wajahnya mirip dengan papanya itu.“Pekerjaan papa sama mama belum selesai, Kak, jadi tidak bisa pulang besok. Kalau Kak Zayyan sama adek-adek kangen ‘kan tinggal video call papa atau mama,” timpal Zyan.“Gimana sekolahnya tadi, Kak.” Zahra memilih mengalihkan pembicaraan daripada melihat wajah sendu putranya. Zayyan biasanya sangat antusias bila menceritakan kegiatannya di sekolah, jadi Zahra ingin membuat sulungnya itu kembali ceria. Dia sebenarnya juga sedih berjauhan dengan keempat anaknya, tapi demi menemani suami dan menjalankan pekerjaan, Zahra harus menjalaninya.Benar seperti dugaan Zahra, putra sulungnya itu langsung ceria begitu memberi tahu sang mama