Emily, Alaric, Gio, dan kedua orang tua Emily terlihat duduk di depan televisi, mereka sedang melihat siaran berita dari salah satu stasiun televisi.
Alaric menoleh Gio yang hanya diam, hingga ponselnya berdering membuatnya memilih lebih dulu menjawab panggilan itu.
“Halo, Ma.” Alaric menjawab panggilan dari Mia.
Emily langsung menoleh Alaric saat mendengar sebutan mama.
“Kamu sudah melihat beritanya?” tanya Mia dari seberang panggilan.
“Sudah, aku melihatnya bersama yang lain,” jawab Alaric.
Alaric mendengar suara helaan napas dari seberang panggilan, lalu sang mama kembali bicara.
“Mama lega karena akhirnya Damar ditangkap karena terbukti melakukan tindak kejahatan, meski tidak secara langsung,” ucap Mia dari seberang panggilan.
Setelah diselidiki dan dimintai keterangan, ternyata Damar terlibat dalam rangkaian rencana yang melibatkan Lena, termasuk penusukan yang terjadi dengan
Alaric baru saja bicara dengan Bobby. Dia membahas soal memberikan kembali jabatan Gio agar bisa ikut mengelola perusahaan.“Kakek sudah mengatakan itu ke Gio. Dia memang belum memutuskan, tapi kakek rasa dia akan setuju.”Alaric sendiri tidak ingin serakah dengan mengambil semua perusahaan sang kakek. Meski Gio tidak memiliki darah keluarga Byantara, tapi Gio pernah menjadi bagian keluarga itu.“Aku pikir dia akan mau. Lagi pula dia mau apa? Dia tidak mungkin mengharapkan harta ayah kandungnya, kan? Apalagi ayahnya juga punya anak lain,” ujar Alaric mengemukakan pendapatnya.Bobby menatap Alaric. Dia bangga memiliki cucu yang tak berambisi meski dibesarkan dan dididik dalam tekanan.“Kakek bangga kepadamu karena kamu masih memikirkan Gio, meski dia pernah jahat kepadamu,” ucap Bobby penuh rasa bangga.“Kakek yang mengajariku. Sejahat-jahatnya orang, dia pasti memiliki sisi baik yang bisa mendominasi
Emily melihat Alaric yang sedang memandang ponsel. Dia melihat meja yang sudah tertata beberapa bahan makanan, sungguh dia tak menyangka jika suaminya benar-benar mau memasak untuk dirinya.“Kamu tak harus melakukannya, Al.” Emily cemas karena bagaimanapun Alaric belum pernah masak.Alaric mengalihkan pandangan dari ponsel ke Emily, lalu memandang bahan makanan yang sudah tersedia di meja.“Aku ingin,” balas Alaric lalu mengambil pisau berukuran besar.Emily terkejut dan takut kalau suaminya malah terluka karena memegang pisau dapur.“Jangan dipaksa kalau tidak bisa. Aku juga tadi asal bicara,” ucap Emily membujuk agar suaminya urung memasak.“Jika tak dicoba, bagaimana bisa tahu?” Alaric mengabaikan ucapan Emily. “Kalau Gio saja bisa memanjat pohon padahal sebelumnya tidak pernah, lalu kenapa aku tak bisa masak,” gumam Alaric kemudian fokus dengan instruksi yang dilihatnya di ponsel.Alaric masih tak terima Gio bisa melakukan sesuatu yang membuat Emily senang sedangkan dia tak bisa b
Alaric, Gio, dan Mia menatap Emily yang sedang makan dengan rasa was-was.“Sudah tahu masakanmu gagal, tapi kenapa masih kamu kasih ke dia? Bagaimana kalau keponakanku kenapa-napa?” tanya Gio berbisik ke Alaric tapi tatapannya tertuju ke Emily yang masih makan.“Keponakan, keponakan, dia anakku. Kamu pikir aku tidak cemas, aku mau membuangnya tapi Emi mengancam!” balas Alaric dengan gemas.Emily menikmati masakan suaminya tanpa memedulikan jika semua orang sedang mencemaskan dirinya. Terlihat dia memakan hampir setengah ikan goreng agak gosong itu juga sambal mangga muda yang hampir habis, padahal rasanya hanya manis.“Aku kekenyangan. Ini bisa disimpan, ga? Nanti aku makan lagi,” ucap Emily lalu memandang ke suami, mertua, dan sepupu yang menatapnya.“Kalau nanti pasti sudah tidak enak. Nanti ganti menu saja,” ucap Alaric agar bisa membuat alasan untuk membuang makanan itu.Emily langsung menyipitkan mata tak senang, lalu merangkul piring itu dengan dua tangan.“Kamu mau membuangnya?
Emily dan Alaric berada di kamar. Keduanya sangat damai karena akhirnya tak memikirkan masalah yang begitu berat.“Gio akan tinggal di sini bersama Kakek dan Mama, apa kita juga akan tinggal di sini?” tanya Emily sambil mengusap lengan suaminya yang melingkar di perut.“Kamu keberatan kalau Gio serumah dengan kita?” tanya Alaric mencari tahu sebelum menjawab pertanyaan Emily.Emily memutar posisi berbaring sehingga kini menghadap ke Alaric.“Bukan keberatan. Hanya saja masih kurang nyaman meski dia bersikap baik sekarang. Hanya merasa aneh dan kurang bebas saja,” jawab Emily.Bukannya Emily tak suka, tapi serumah dengan pria selain suaminya apalagi seumuran suaminya membuat Emily agak canggung.Mungkin jika sekadar bertemu, berkumpul, atau bercanda takkan membuatnya merasa sungkan, tapi serumah membuat Emily tidak siap.“Nanti aku akan coba bicara dengan Mama kalau kamu memang canggung,”
“Yang hamil, istriku. Yang di dalam perut, anakku. kenapa kamu jadi ikut-ikutan?” tanya Alaric sambil memicing ke Gio yang duduk di sebelahnya. Gio menoleh Alaric, lalu membalas, “Aku hanya bosan di rumah. Aku juga belum siap ke perusahaan, jadi karena kalian bilang mau sekalian jalan-jalan, kupikir ga ada salahnya kalau ikut.” Alaric benar-benar keheranan dengan tingkah Gio, kenapa dia malah merasa seperti punya saingan. “Tentu saja salah karena kamu menggangguk waktu kami berduaan!” protes Alaric dengan nada agak tinggi. Emily terkejut suaminya agak berteriak. Dia sampai menoleh dan melihat Alaric kesal saat menatap Gio. Bahkan beberapa pasangan suami-istri yang ada di sana sampai menatap mereka karena suara Alaric. “Al, jangan keras-keras.” Emily mengingatkan. Alaric menoleh Emily, lalu menyadari jika beberapa orang memang memandang mereka. Gio hanya mengulum senyum dan duduk dengan santai. “Atas nama pasien Nyonya Emily.” Suara perawat memanggil, membuat Emily langsung ber
Emily dan Alaric menatap Gio yang sedang makan es krim. Mereka bingung, sejak kapan Gio menyukai makanan manis dan dingin itu.“Ternyata enak juga. Sudah sangat lama tidak makan es krim. Kapan terakhir aku makan? Sepertinya sangat lama.”Gio bicara sendiri lalu memasukkan suapan es krim ke mulut.Emily dan Alaric sampai bingung. Gio benar-benar seperti anak kecil sekarang.Gio melihat Emily dan Alaric yang hanya diam, bahkan es krim keduanya sampai belum terjamah.“Kenapa kalian malah bengong? Es krim kalian tidak dimakan?” Gio menatap heran ke Emily dan Alaric.Emily mengambil sendok, lalu mulai makan es krim miliknya.“Kamu seperti tak pernah makan es krim atau bermain di luar,” ucap Alaric sambil bersidekap menatap Gio.Alaric hanya ingin jalan berdua dengan Emily, tapi karena Gio ikut, membuatnya tak bisa bermesraan dengan sang istri. Mereka jalan-jalan di taman, sekarang malah seperti se
“Dia benar-benar tidak bisa naik rollercoaster. Sudah tahu gitu, kenapa masih memaksanya?” tanya Gio sambil menoleh Emily.“Ya, dia bilang berani,” jawab Emily.Emily dan Gio menunggu Alaric di bangku depan toilet karena Alaric tiba-tiba merasa mual.“Terakhir kali waktu naik saat kami bulan madu, dia tidak sampai seperti ini,” ucap Emily keheranan.“Mungkin karena tadi habis makan es krim, lalu diajak naik rollercoaster, jadilah begitu,” balas Gio..Emily mengangguk-angguk membenarkan ucapan Gio.Gio menoleh Emily yang sedang minum jus. Dia tersenyum kecil lalu kembali memandang lurus ke depan.“Terima kasih kalian mau menemani bermain. Dengan begini, aku sudah tidak merasa kekurangan lagi,” ucap Gio lalu menarik napas dalam-dalam sampai kedua pundak naik, lalu mengembuskan pelan hingga pundaknya kembali turun.Emily menoleh Gio dengan sedotan masih menyentuh bibir.
“Gio bilang ingin pindah ke apartemen,” ucap Emily saat baru saja masuk kamar. Alaric terlihat terkejut mendengar ucapan Emily sampai langsung menegakkan badan. “Dia bilang seperti itu?” tanya Alaric sambil menatap Emily. Emily mengangguk lalu duduk di tepian ranjang. Dia membawa piring berisi potongan buah, lalu menyuapi suaminya lebih dulu sebelum kembali bicara. “Tadi dia sudah bilang ke Mama, tinggal bilang ke kakek. Dia ingin menyibukkan diri di perusahaan, apartemen lebih dekat dengan kantor jadi dia bilang bisa langsung pulang saat lelah,” jawab Emily menjelaskan. Alaric diam sambil mengunyah potongan buah saat mendengar jawaban Emily. “Kita tidak jadi pindah?” tanya Alaric sambil menatap Emily. “Ya, tidak jadi. Kalau kita ikut pindah. Mama dan Kakek pasti sedih,” jawab Emily. Alaric mengangguk-angguk mendengar jawaban Emily. Untung saja dia belum bicara ke Mia soal niatan mereka ingin pindah. ** Semua kembali seperti semula. Emily mulai bekerja di perusahaan setelah m