Bukannya menghentikan laju mobil, Alaric semakin memacu membuat Emily agak panik.“Al!” teriak Emily takut.Alaric membelokkan mobil di area taman yang agak sepi. Namun, dia mengunci pintu mobil secara otomatis yang hanya bisa dibuka olehnya, membuat Emily sama sekali tak bisa berkutik.“Buka pintunya!” perintah Emily.Alaric hanya menoleh istrinya itu tanpa membalas ucapan Emily sama sekali.Emily melirik tajam ke suaminya, tapi akhirnya memilih melipat kedua tangan di depan dada sambil mendengkus kasar.“Apa sebenarnya yang kamu inginkan?” tanya Emily menurunkan ego karena tak bisa kabur dari sana. Dia bicara dengan nada suara yang diturunkan beberapa oktaf.“Hanya ingin duduk denganmu,” jawab Alaric.Emily menoleh suaminya sekilas lantas kembali memandang ke depan.Emily tak tahu apa yang sebenarnya diinginkan Alaric. Mereka hanya duduk diam tanpa kata, bahkan Emily berpikir jika suaminya tak ada usaha sama sekali untuk meminta maaf.Saat keduanya masih diam di sana, Emily melihat
“Apa kamu bilang?” Emily langsung melotot mendengar jawaban Alaric.Alaric hanya menahan tawa melihat istrinya itu emosi. Dia menghela napas kasar lantas mencoba menjelaskan.“Aku sama sekali tidak bermaksud berbohong. Saat itu posisiku sulit. Jika aku jujur, lalu kamu tak terima dan melaporkannya ke polisi, maka posisiku di keluarga dan di mata publik akan terancam,” ujar Alaric akhirnya menjelaskan.Emily diam mendengar ucapan Alaric. Meski alasannya masuk akal, tapi tetap saja baginya menyakitkan.“Kamu lebih mementingkan warisan!” ketus Emily kesal.“Karena banyak yang aku perjuangkan di sini, bukan hanya aku tapi juga Mama. Aku hanya berusaha terlihat baik dan menghindari masalah,” balas Alaric menjelaskan.“Aku benar-benar tak berniat terus berbohong, tapi aku hanya mencari waktu yang tepat. Tapi ternyata sebelum aku jujur, sudah ada tangan jahil yang berusaha menghancurkan kepercayaanmu kepadaku,” ujar Alaric lagi.Emily pun terdiam mendengar penjelasan Alaric, hingga dia menol
“Ceritanya sudah balikan?”Claudia menatap Emily yang sedang mengemas barang lantas melirik Alaric yang duduk di ruang tamu.“Sudah,” jawab Emily tanpa rasa malu sama sekali setelah bertengkar dengan suaminya.“Dih, gitu lho ngapain sampai minggat? Harusnya kamu tuh ga usah pakai acara pergi segala, tinggal bicarakan juga kelar, kenapa harus pakai acara diem-dieman.” Claudia menggeleng kepala setelah bicara karena merasa tingkah sahabatnya itu lucu.“Kamu juga diem-dieman saat bertengkar dengan adikku!” ledek Emily.“Itu beda!” sanggah Claudia.Emily menghela napas kasar. Dia menoleh ke pintu kamar yang terbuka, melihat Alaric yang menunggunya di sana.“Bukan sekadar marah, aku hanya sekadar memberinya shock therapy agar dia tak melakukan hal itu lagi,” ujar Emily menjelaskan.“Shock therapy apanya? Yang ada kamu shick shack shock kalau suamimu cuek,” balas Claudia yang tahu betul kalau Emily tak mau disalahkan atas keputusan yang dibuat.Emily hanya tertawa mendengar balasan Claudia.
Farrel masuk ke salah satu private room di klub itu. Dia melihat seorang pria yang sudah duduk di sana. Farrel belum bisa melihat pasti wajah pria yang hendak menemuinya karena ruangan itu begitu gelap. “Duduklah.” Suara pria bernada tegas terdengar, membuat Farrel duduk di salah satu sofa. Farrel pun akhirnya melihat siapa pria yang menghubunginya. “Kupikir kamu takkan percaya dengan pesanku,” ucap Gio sedikit mencondongkan tubuh untuk meraih gelas yang ada di meja. Farrel masih memperhatikan Gio yang sama sekali tak dikenalnya. “Kamu tidak berusaha membohongiku, kan?” tanya Farrel agak waspada. Gio sedang menenggak minumannya saat mendengar pertanyaan Farrel. Pria itu memulas senyum setelah selesai minum, dia bahkan menuangkan minuman berwarna coklat ke gelas kaca yang ada di meja. “Untuk apa membohongimu? Aku benar-benar ingin menawarkan kerjasama,” ucap Gio sambil mengulurkan gelas kaca berisi minuman ke Farrel. Farrel masih menatap tak langsung mengambil gelas dari tangan
“Tidak apa-apa jika kalian masih mau menginap di sini. Tapi, kalau memang kurang enak badan atau sakit, jangan disembunyikan seperti kemarin,” ucap Mia ke Emily. “Iya, Emi. Kalau sakit itu bilang, jangan diam-diam saja. Kalau kamu kenapa-kenapa gimana? Biasanya juga kalau sakit selalu manja, kenapa sekarang malah sembunyi-sembunyi?” Aruna ikut menimpali. Emily langsung malu mendengar ucapan sang mami, membuatnya terlihat seperti anak kecil di depan mertua. “Sekarang sudah ada Al, kalian jangan cemas,” balas Emily agar dua wanita itu tidak mencurigai atau mencemaskannya lagi. Emily melirik Alaric yang berdiri di sampingnya, menebak jika pria itu pasti besar kepala karena ucapannya. Mia dan Aruna langsung melirik sambil saling senyum mendengar balasan Emily, mereka pun akhirnya pamit setelah makan malam di apartemen itu. Emily dan Alaric mengantar orang tua mereka sampai di depan pintu, lantas kembali masuk setelah memastikan ibu mereka masuk lift. “Sekarang sudah ada aku yang me
“Sepertinya kamu harus waspada.” Alaric langsung menatap Billy yang baru saja mengatakan itu. “Ada informasi apa?” tanya Alaric karena tahu maksud ucapan Billy. Billy menggoyangkan kursi yang diduduki, dua tangan tampak memainkan pulpen. “Gio merekrut orang untuk melawanmu,” ucap Billy. Alaric diam dengan tatapan tajam mendengar ucapan Billy. “Dia masih ingin melawanku?” Alaric benar-benar tak senang akan hal itu. “Ya, tentu saja.” Billy meletakkan pulpen di meja, lantas memandang Alaric yang terlihat tak senang sama sekali. “Dia takkan menyerah sebelum kamu mundur dari jabatanmu dan melepas semua milikmu. Dia pasti akan melakukan segala cara meski kamu sudah memperingatkan,” ucap Billy sambil menatap Alaric yang terlihat kesal. Alaric mengepalkan telapak tangan. Dia benar-benar tak menyangka jika Gio akan semakin menjadi-jadi setelah dirinya menikah. “Ternyata dia tak mau berhenti meski sudah kalah,” geram Alaric. “Dia takkan berhenti sebelum kamu mati!” timpal Billy yang
“Al, Mama mau bicara sebentar,” ucap Mia saat Alaric baru saja pulang bekerja bersama Emily. Alaric menatap Mia yang agak cemas. Dia menoleh Emily yang berdiri di sampingnya. “Naiklah ke kamar dulu,” kata Alaric ke Emily. Emily mengangguk dengan seulas senyum, lantas memilih meninggalkan suaminya bersama sang mertua. Mia dan Alaric menatap Emily yang pergi menaiki anak tangga, hingga Mia mengajak Alaric duduk lebih dulu. “Apa ada masalah?” tanya Alaric saat melihat sang mama cemas. “Apa kamu tahu soal kabar Gio mau menikah?” tanya Mia. Alaric terkejut mendengar ucapan sang mama, lantas menggelengkan kepala untuk menjawab. “Dia mau menikah? Dengan Aster?” tanya Alaric memastikan. “Entah, mama tidak tahu,” jawab Mia karena tak yakin. “Tadi kakekmu mendapat kabar kalau besok malam Gio akan mengadakan makan malam untuk memperkenalkan calon istrinya, itu berarti bukan Aster,” ucap Mia menjelaskan apa yang diketahuinya dari sang ayah mertua. Alaric pun diam sambil berpikir. Tentu
Malam itu Emily sedang bersiap-siap untuk ikut ke acara makan malam yang diadakan keluarga Gio.Meski dirinya malas karena perbuatan Gio yang terus berusaha merusak hubungannya dengan Alaric, tapi Emily harus tetap ikut untuk menjaga nama baik keluarga Alaric.“Kamu sudah siap?” tanya Alaric saat mengecek Emily di kamar ganti.Emily menoleh suaminya. Dia baru saja selesai memakai anting.“Apa penampilanku berlebihan?” tanya Emily meminta pendapat. Dia tak mau mempermalukan suaminya jika berpenampilan buruk.Alaric mendekat ke Emily, lantas memperhatikan gaun hingga perhiasan yang dipakai istrinya itu.“Tidak sama sekali. Bahkan ini sempurna dan sangat cocok denganmu,” jawab Alaric memuji istrinya itu.Emily tersipu malu mendapat pujian itu. Sejak berbaikan, Alaric jadi lebih sering memujinya.“Ayo!” ajak Alaric karena Emily sudah siap.Emily mengangguk lantas menggandeng tangan suaminya itu.Mereka berangkat menggunakan mobil sendiri, sedangkan Bobby dan Mia pergi menggunakan mobil la