Beberapa bulan kemudian Danuranda terus membantu bu Tais mencari kayu bakar di tengah hutan. Danuranda pun sudah mulai bergaul dengan anak seusia dirinya.
Bu Tais benar-benar merasa bahagia dengan kehadiran Danuranda. Ia benar-benar merasakan memiliki seorang anak yang ia dambakan selama ini.
Danuranda menjadi seorang anak yang begitu berbakti. Setiap pagi hari, ia membantu bu Tais mencari kayu bakar di hutan. Bahkan setiap sore, tidak jarang Danuranda membantu membelah kayu di belakang rumah.
Namun bukan berarti Danuranda melupakan tekadnya untuk membalaskan kematian kedua orang tuanya. Tekadnya tetap bulat akan menghabisi Ki Sangeti dan keroco-keroconya sampai tidak tersisah sedikitpun.
Semakin hari dendam itu semakin membara dan semakin besar pula. Hasrat Danuranda sudah sangat besar untuk membunuh Ki Sangeti. Bahkan setiap mencari kayu bakar di hutan, Danuranda tidak pernah lupa untuk melatih fisiknya agar semakin kuat. Bahkan tidak jarang ia pulang membawa kayu bakar yang begitu banyak di pundaknya.
Entah sejak kapan Danuranda mulai kembali berlatih ilmu kanuragan. Ia melakukan beberapa gerakan yang pernah diajarkan Ki Demang kepadanya. Mulai dari tendangan depan, tendangan samping, tendangan sabit, dan masih banyak tendangan lainnya.
Danuranda juga tidak lupa mempelajari tinjuannya.
"Aku harus terus berlatih, agar dapat membalaskan kematian Bopo dan Biung. Aku bersumpah akan membunuh Ki Sangeti beserta keroco-keroco nya,"
Di tengah hutan, Danuranda terus berlatih dengan meninju pohon di hadapannya. Hanya mengandalkan kekuatan fisik saja, Danuranda mampu membuat bekas yang besar di pohon itu.
Kekuatan fisik Danuranda patut di acungi jempol. Diusia yang baru berusia 12 tahun, ia sudah memiliki fisik bak pria 17 tahun lengkap dengan tubuhnya yang kekar.
Danuranda juga sungat sampai tahap sempurna penguasaan tendangan. Mulai dari tendangan depan, samping, dan sabit. Bahkan tendangan cambuk buaya pun sudah di kuasai sampai tahap sempurna.
Ketika hari mulai gelap, barulah Danuranda kembali ke pondok kecil milik bu Tais. Ia tidak ingin balik terlalu gelap, karena nanti membuat bu Tais akan menyusul dirinya karena belum kembali, sementara hari sudah sangat gelap.
"Kamu kemana saja Danur, ibu benar-benar khawatir kamu belum pulang sedari pagi," ucap bu Tais yang menyambut kedatangan Danuranda di depan pintu.
"Danur hanya main di hutan sambil mencari kayu bakar bu, ibu tidak usah terlalu khawatir. Danur bisa menjaga diri kok," jelas Danuranda.
Bu Tais hanya tersenyum lembu mendengar jawaban dari Danuranda. Meskipun Danuranda memiliki fisik lebih kuat dari anak seusianya, namun bu Tais tetap menganggap Danuranda sama seperti anak seumuran dengan dirinya.
***
Keesokan harinya pagi-pagi sekali Danuranda sudah berpamitan dengan bu Tais untuk kembali mencari kayu bakar di hutan. Bu Tais hanya berpesan cepat kembali sebelum hari gelap.
Di tengah lebatnya hutan, Danuranda kembali melatih fisiknya dan dasar dalam fondasi bela diri dan jurus dasar silat. Danuranda juga kembali memikul batu berukuran besar untuk melatih ketahanan fisiknya.
Beberapa pohon di sekitarnya pun sudah banyak bekas pukulan Danuranda. Tidak jarang ada sebagian yang tumbang ke tanah.
Semakin hari dendam itu semakin membara saja di dada Danuranda.
***
Hari-hari Danuranda salalu di habiskan dengan melatih fisiknya agar benar-benar kuat. Namun seiring berjalannya waktu Danuranda mulai menyadari jika kekuatan fisik saja tidak akan mampu mengalahkan Ki Wahita, jika tidak memiliki tenaga dalam dan ilmu kanuragan yang tinggi.
Danuranda mulai mempelajari dasar dari pengumpulan tenaga dalam dari buku-buku ilmu silat yang di beli olehnya di pasar desa tempat dirinya dan bu Tais berdiam diri.
Namun segiat apapun Danuranda belajar. ia tetap saja gagal mengumpulkan tenaga dalam. Danurandapun menyadari jika pengumpulan tenaga dalam haruslah di bimbing oleh seorang pendekar yang sudah mengumpulkan tenaga dalam di dalam dirinya.
"Apa yang harus ku lakukan? aku benar-benar tidak tahu harus meminta bantuan siapa untuk membimbingku," guman Danuranda.
Memikirkan hal itu membuat kepala Danuranda menjadi sakit dan berdenyut. Pada akhirnya Danuranda memilih memperdalam ketahanan fisiknya sambil sesekali memikirkan orang yang dapat membimbing dirinya untuk mengumpulkan, serta menyimpan tenaga dalam di dalam tubuhnya.
Sama seperti biasanya, ketika hari mulai gelap. Danuranda mulai berkemas untuk kembali dengan mengikat kayu bakar yang sudah di kumpulkan di pagi hari tadi.
Danuranda langsung bergegas cepat kembali ke desa, agar tidak harus bermalam di hutan untuk malam ini.
"Aku harus benar-benar mencari seorang pendekar untuk membantu dan membimbingku untuk mengumpulkan, serta menyimpan tenaga dalam," guman Danuranda sambil terus melangkah cepat menuju desa.
Beberapa hari kemudian Danuranda masih mencoba melakukan pengumpulan dan penyimpanan tenaga dalam memalaui metode yang ada di dalam buku yang di belinya di pasar. Namun tidak perduli sekeras apapun Danuranda mencoba, hasilnya tetap saja sama, Danuranda tetap saja gagal mengumpulkan tenaga dalam.
"Jika terus begini, bagaimana aku akan mengalahkan Sangeti durjana itu. Aku hanya akan mati konyol jika dengan kemampuan ku sekarang datang untuk menatang dan membalaskan dendam bopo dan biung," guman Danuranda sambil menggaruk kepalanya dan sekali menendangi rerantingan yang berada di hadapannya.
Danuranda benar-benar merasa beputus asa, karena belum juga memiliki kemampuan untuk membalaskan kematian kedua orang tuanya. Sudah dua tahun berlalu, namun Danuranda tetap masih menjadi pria lemah tanpa bisa menyimpan tenaga dalan di dalam tubuhnya.
"Arrghhh," teriak Danuranda di tengah lebatnya hutan yang membuat burung dan hewan yang ada di sekitarnya berlarian karena ketakutan.
Danuranda menyandarkan kepalanya di sebuah pohon paling besar nan rindang di tengah hutan. Tanpa dia sadari air matanya mulai menetes tanpa bisa di bendung lagi.
Danuranda benar-benar merasa tidak berguna. Danuranda kembali teringat saat bu Tais datang menolong dirinya. Seandainya saat itu bu Tais tidak datang menolong dirinya. Maka belum tentu Danuranda akan tetap bernapas hingga saat ini.
Seperti tekad awal Danuranda akan menetap di kediaman bu Tais sebagai balas budi dan membiarkan bu Tais merasakan memiliki seorang putra.
"Apa mungkin aku harus mati dengan dendam di dadaku ini yang semakin hari semakin membara untuk menuntut balas atas kekejaman yang di lakukan Sangeti Durjana itu!!"
Danuranda terus memikirkan hal itu beberapa hari kedepan. Ia masih begitu berhasrat untuk menuntut balas, namun di sisi lain Danuranda menyadari jika dirinya tidak memiliki kekuatan untuk melakukan hal itu.
Setelah berpikir beberapa hari dan meminta saran dari bu Tais yang hanya mengatakan ikuti kata hatimu. Akhirnya Danuranda membulatkan tekadnya untuk menuntut balas kematian oenag tuanya dan seluruh tetua, serta penghuni padepokan Tirta Kencana saat itu. Danuranda juga bertekad memberikan kematian paling tragis dan terbina. Bahkan kematian yang tidak terbayangkan oleh Ki Sangeti sekalipun.
Hari ini Danuranda memilih menggantikan bu Tais berjualan kayu bakar di pasar, karena hari ini bu Tais sedang sakit. Danuranda tidak menolak menggantikan pekerjaan bu Tais, bahkan Danuranda merasa gembira saat di pasar.Saat sedang melayani seorang pelanggan, Danuranda tidak sengaja mendengar tentang sosok petapa sakti yang bernama Ki Amar Sakti.Dari berita para pelanggan, petapa sakti tinggal di suatu tempat yang sangat jarang di tinggali oleh orang banyak, setelah mundur dari urusan jagad dunia persilatan.Tidak ada yang mengetahui pasti dimana keberadaan petapa itu. Namun ada yang menyebutkan di hutan larangan, ada juga yang menyebutkan di gunung larangan, bahkan di gua larangan.Danuranda yang mendengar hali itu merasa sangat senang. Jalan apapun akan ia tempuh untuk membalaskan dendam kedua orang tua.Danuranda berjanji setelah menyelesaikan urusannya dengan Ki Sangeti, ia
Danuranda merasakan sedikit takut saat mendengar cerita dari pria paruh baya yang berdiri di hadapannya saat ini."Saya harus benar-benar tetap pergi ke sana pak, karena ada urusan yang sangat penting. Bisa bapak tunjukan di mana arah hutan kematian itu?" tanya Danuranda."Apa kau sudah tidak sayang lagi dengan nyawamu atau kau sudah bosan hidup sehingga begitu bernafsu memasuki hutan kematian," pria paruh baya itu kembali ingin mencegah Danuranda untuk memasuki hutan kematian."Aku benar-benar ada urusan mendesak di sana paman, bisa bapak tunjukan di mana letak hutan kematian itu?" tanya Danuranda kembali, tanpa memperdulikan peringatan dari pria paruh baya itu."Baiklah, setidaknya aku sudah memperingatkanmu tentang bahaya di hutan kematian, jadi jangan salahkan diriku, jika terjadi sesuatu padamu," balas pria paruh baya itu sambil mengambil napas cukup panjang, "Kau hanya perlu berjalan terus ke a
Harimau putih pemangsa itu semakin dekat dengan Danuranda. Saat jarak harimau putih pemangsa itu semakin dekat dengannya, Danuranda teringat jika dirinya membawa sebilah pedang di punggungnya yang di berikan pria paruh baya sebelum memasuki hutan kematian.SRETTTTDanuranda langsung menarik pedangnya dan menebaskan pedang itu ke arah perut harimau putih pemangsa itu.Sedetik kemudian, harimau putih pemangsa itu terkapar mati dengan perut yang keluar, akibat sayatan pedang Danuranda."Aku selamat," Danuranda mengelus dadanya dengan lega.Danuranda memilih bersandar di sebuah pohon yang tidak jauh dari mayat harimau putih pemangsa itu. Namun belum sempat Danuranda menarik napas terlalu lama, ia sudah harus kembali bersiap menghadapi harimau putih pemangsa lainnya. Kali ini bukan satu ekor, namun lima ekor harimau putih pemangsa."Oh Sang Hyang Widi, kenapa kau begitu membenciku, sehingga kau kembali mengirim harimau pemangsa untuk melenyapkank
Ki Amar Sakti berhasil meraih tubuh Danuranda. Ia lantas dengan cepat membawa Danuranda ke dalam gua yang menjadi tempat tinggalnya setelah mundur dari dunia persilatan.Ketika tiba di dalam gua, Ki Amar Sakti langsung membaringkan Danuranda ke atas sebuah batu besar. Ki Amar Sakti lalu mulai memeriksa keadaan Danuranda.Ki Amar Sakti nampak mengerenyitkan dahinya. Ia benar-benar di buat terkejut karena tubuh pemuda (Danuranda) yang di tolong olehnya sudah mencapai di ambang batasnya. Sedikit saja terlambat, maka nyawanya akan melayang."Aku rasa kita berjodoh nak, tanpa tenaga dalam saja kau dapat mengalahkan 5 ekor harimau putih pemangsa, bagaimana jika dirinya memiliki tenaga dalam?" pikir Ki Amar Sakti sambil mulai mengalirkan tenaga dalamnya ke dalam tubuh Danuranda untuk membuat dirinya melewati masa kritisnya.Setelah melewati masih Kritisnya. Ki Amar Sakti langsung pergi meninggalkan Danurand
Danuranda tidak pernah berhenti membujuk Ki Amar Sakti untuk mengajari dirinya ilmu kanuragan.Namun tidak perduli seberapa keras Danuranda membujuk. Ki Amar Sakti tetap dengan pendiriannya, yaitu tidak akan mengajarkan apapun kepada Danuranda yang berkaitan dengan ilmu kanuragan."Kek, angkatlah aku menjadi muridmu," bujuk Danuranda hampir setiap hari kepada Ki Amar Sakti."Aku tidak akan mengajarkan apapun kepadamu tentang sesuatu yang berkaitan dengan kanuragan." jawab Ki Amar Sakti dengan singkat.Danuranda yang sudah mendengar jawaban seperti itu setiap harinya. Jadi tidak ada rasa sakit lagi mendengar jawaban dari Ki Amar Sakti."Aku akan tetap disini, apapun yang terjadi kek. Aku harap kakek bersedia mengangkatku menjadi muridmu," ucap Danuranda sambil berjalan keluar dari gua.Setelah gagal membujuk Ki Amar Sakti. Danuranda selalu menghabiskan harinya dengan melatih kemampuan fisiknya di sekitar gua. Mulai dari memukul batang p
Danuranda mulai mengatur napas dan mulai memikul pohon di punggungnya.Danuranda mulai berjalan dengan berlahan. Baginya pohon itu tidaklah terlalu berat, hal yang membuatnya berat adalah lamanya perjalanan dirinya berlari mengelilingi hutan kabut kematian.Danuranda mulai berlari mengikuti rute yang telah di buat oleh Ki Amar Sakti. Ia berlari dengan kecepatan sedang. Ia tidak ingin terlalu cepat, karena menyadari jika bukan jumlah berapa keliling yang di hitung, tapi lama waktunya.Satu hal yang membuat Danuranda kebingungan. Rute yang di buat oleh Ki Amar Sakti selalu berada di area yang terkena sinar matahari. Sehingga membuat Danuranda terus menahan dahaganya.Danuranda benar-benar merasa begitu haus saat melihat sebuah sungai yang ia lewati."Aku tidak tahu sebenarnya selebar apa hutan ini, sudah hampir 10 jam lebih, tapi aku masih belum juga kembali ke posisi awalku," guma
Beberapa saat kemudian, Ki Amar Sakti kembali dengan beberapa batang tebu hitam.“Berhubung tadi kau bilang masih kuat, bahkan sangat kuat, maka aku akan sedikit menambah porsi latihanmu.”Danuranda jelas sangat terkejut melihat puluhan batang tebu itu, dia menyadari jika puluhan batang tebu itu sebentar lagi akan membuat tubuhnya menjadi lebam. Sekali lagi, Danuranda mengutuk dirinya sendiri yang membuat dirinya menjadi begitu sial.Benar saja, Ki Amar Sakti langsung mengayunkan batang tebu itu ke bagian punggung Danuranda. Danuranda jelas langsung meringis kesakitan, akan tetapi masih tidak bergerak di posisi semula. Tidak hanya sekali, akan tetapi Ki Amar Sakti terus melakukan hal itu berkali-kali.Ki Amar Sakti tidak hanya memukul bagian punggung, tetapi juga bagian perut dan betis tidak luput dari pukulan batang tebu.Danuranda jelas merasakan jika seluruh tubuhnya sudah
Danuranda bergerak dengan cepat menyusuri hutan kematian. Sudah hampir 2 jam dirinya mencari, namun belum juga menemukan ayam hutan seekor saja."Kenapa hari ini mereka begitu sulit untuk di temukan, aku tidak menduga jika mencari ayak hutan akan sesulit ini," gerutu Danuranda.Danuranda merasa sedikit janggal. Bagaimana mungkin seekor ayam hutan tidak tersisa di dalam hutan kematian ini. Padahal beberapa hari yang lalu masih terasa begitu banyak ayam hutan yang berkeliaran."Aku yakin ini pasti ulah guru, dia benar-benar sudah mempersiapkan semuanya dengan sangat matang," pikir Danuranda.Danuranda terus menyusuri hutan tanpa berhenti untuk beristirahat.Ia benar-benar merasa putus asa, karena sudah beberapa jam berlalu, namun ia belum juga menemukan seekor ayam hutan sekalipun.Danuranda sudah bertekad tidak ingin pulang dengan tangan kosong. Minimal ia harus membawa satu ekor a
Danuranda kembali berdiri dengan kuda-kuda tarungnya. Meskipun sudah terluka parah, tapi ia masih mencoba terus berdiri dengan kuda-kuda tarung sempurna.Danuranda menancapkan pedangnya ke tanah, lalu berkata, "Aku akan menghadapi mu dengan tangan kosong,"Sedetik kemudian Danuranda sudah kembali menyerang pria bertopeng itu. Kombinasi pukulan dan tendangan berhasil membuat pertarungan keduanya semakin sengit.Tidak hanya kombinasi tinju dan tendangan. Danuranda secara tidak sadar juga menggunakan metode pertarungan tangkap lepas, metode pertarungan ini membutuhkan kecepatan dan kesigapan.Beberapa kali juga Danuranda melepaskan jurus tendangan cambuk buaya. Terkadang Danuranda memotong tendangannya yang berhasil mendarat tepat di punggung atas pria bertopeng itu.SlashhhhDanuranda melesat cepat memberikan sapuan terhadap pria bertopeng. Pria bertopeng yang
Danuranda yang berhasil menghabisi serigala perak terkapar tidak sadarkan diri. Ki Amar Sakti yang melihat hal itu langsung melesat mendekati Danuranda."Dia hanya sedikit kelelahan saja, mungkin besok dia akan sadarkan diri, sebaiknya aku mengawasi situasi di sekitar di sini," Ki Amar Sakti melepaskan tenaga dalamnya untuk membuat semua hewan buas yang berjarak tidak jauh dari tempat Danuranda terkapar langsung menjauhkan diri dari lokasi itu.Ki Amar Sakti meloncat ke dahan pohon yang tidak jauh dari Danuranda yang terkapar tidak sadarkan diri.Ki Amar Sakti mengambil posisi duduk bersila dan mulai bersemedi. Meskipun begitu tidak ada seekor hewan buas yang berani mendekatinya dalam jarak 1 kilo meter.Tekanan tenaga dalam yang di lepaskan Ki Amar Sakti benar-benar berhasil membuat semua hewan buas menjadi ketakutan.***Malam berlalu dengan cepat. Sinar ma
Danuranda jelas terkejut dengan serangan tiba-tiba yang di buat oleh serigal perak itu, karena dia benar-benar baru sudah menyantap makanan dalam jumlah besar."Serigala perak, ini jelas lebih merepotkan dari pada harimau putih pemangsa," gerutu Danuranda.Serigala perak memiliki kekuatan yang lebih besar dari pada serigala lain pada umumnya. Serigala perak memiliki kecerdasaan yang tidak jauh berbeda dari manusia pada umumnya."Baiklah, mari kita lihat hasil latihanku dalam beberapa hari yang lalu, apa sudah ada perkembangan atau mentok di tempat yang sama,"Danuranda langsung menarik pedangnya dengan cepat. Ia langsung menyerang serigala perak itu. Serigala perak itu dengan cepat mampu menghindari serangan dari Danuranda.Serigala perak bukan tanpa perlawanan. Serigala perak itu tanpa ampun juga menyerang Danuranda, tanpa merasa takut sedikitpun.Keduanya t
Danuranda bergerak dengan cepat menyusuri hutan kematian. Sudah hampir 2 jam dirinya mencari, namun belum juga menemukan ayam hutan seekor saja."Kenapa hari ini mereka begitu sulit untuk di temukan, aku tidak menduga jika mencari ayak hutan akan sesulit ini," gerutu Danuranda.Danuranda merasa sedikit janggal. Bagaimana mungkin seekor ayam hutan tidak tersisa di dalam hutan kematian ini. Padahal beberapa hari yang lalu masih terasa begitu banyak ayam hutan yang berkeliaran."Aku yakin ini pasti ulah guru, dia benar-benar sudah mempersiapkan semuanya dengan sangat matang," pikir Danuranda.Danuranda terus menyusuri hutan tanpa berhenti untuk beristirahat.Ia benar-benar merasa putus asa, karena sudah beberapa jam berlalu, namun ia belum juga menemukan seekor ayam hutan sekalipun.Danuranda sudah bertekad tidak ingin pulang dengan tangan kosong. Minimal ia harus membawa satu ekor a
Beberapa saat kemudian, Ki Amar Sakti kembali dengan beberapa batang tebu hitam.“Berhubung tadi kau bilang masih kuat, bahkan sangat kuat, maka aku akan sedikit menambah porsi latihanmu.”Danuranda jelas sangat terkejut melihat puluhan batang tebu itu, dia menyadari jika puluhan batang tebu itu sebentar lagi akan membuat tubuhnya menjadi lebam. Sekali lagi, Danuranda mengutuk dirinya sendiri yang membuat dirinya menjadi begitu sial.Benar saja, Ki Amar Sakti langsung mengayunkan batang tebu itu ke bagian punggung Danuranda. Danuranda jelas langsung meringis kesakitan, akan tetapi masih tidak bergerak di posisi semula. Tidak hanya sekali, akan tetapi Ki Amar Sakti terus melakukan hal itu berkali-kali.Ki Amar Sakti tidak hanya memukul bagian punggung, tetapi juga bagian perut dan betis tidak luput dari pukulan batang tebu.Danuranda jelas merasakan jika seluruh tubuhnya sudah
Danuranda mulai mengatur napas dan mulai memikul pohon di punggungnya.Danuranda mulai berjalan dengan berlahan. Baginya pohon itu tidaklah terlalu berat, hal yang membuatnya berat adalah lamanya perjalanan dirinya berlari mengelilingi hutan kabut kematian.Danuranda mulai berlari mengikuti rute yang telah di buat oleh Ki Amar Sakti. Ia berlari dengan kecepatan sedang. Ia tidak ingin terlalu cepat, karena menyadari jika bukan jumlah berapa keliling yang di hitung, tapi lama waktunya.Satu hal yang membuat Danuranda kebingungan. Rute yang di buat oleh Ki Amar Sakti selalu berada di area yang terkena sinar matahari. Sehingga membuat Danuranda terus menahan dahaganya.Danuranda benar-benar merasa begitu haus saat melihat sebuah sungai yang ia lewati."Aku tidak tahu sebenarnya selebar apa hutan ini, sudah hampir 10 jam lebih, tapi aku masih belum juga kembali ke posisi awalku," guma
Danuranda tidak pernah berhenti membujuk Ki Amar Sakti untuk mengajari dirinya ilmu kanuragan.Namun tidak perduli seberapa keras Danuranda membujuk. Ki Amar Sakti tetap dengan pendiriannya, yaitu tidak akan mengajarkan apapun kepada Danuranda yang berkaitan dengan ilmu kanuragan."Kek, angkatlah aku menjadi muridmu," bujuk Danuranda hampir setiap hari kepada Ki Amar Sakti."Aku tidak akan mengajarkan apapun kepadamu tentang sesuatu yang berkaitan dengan kanuragan." jawab Ki Amar Sakti dengan singkat.Danuranda yang sudah mendengar jawaban seperti itu setiap harinya. Jadi tidak ada rasa sakit lagi mendengar jawaban dari Ki Amar Sakti."Aku akan tetap disini, apapun yang terjadi kek. Aku harap kakek bersedia mengangkatku menjadi muridmu," ucap Danuranda sambil berjalan keluar dari gua.Setelah gagal membujuk Ki Amar Sakti. Danuranda selalu menghabiskan harinya dengan melatih kemampuan fisiknya di sekitar gua. Mulai dari memukul batang p
Ki Amar Sakti berhasil meraih tubuh Danuranda. Ia lantas dengan cepat membawa Danuranda ke dalam gua yang menjadi tempat tinggalnya setelah mundur dari dunia persilatan.Ketika tiba di dalam gua, Ki Amar Sakti langsung membaringkan Danuranda ke atas sebuah batu besar. Ki Amar Sakti lalu mulai memeriksa keadaan Danuranda.Ki Amar Sakti nampak mengerenyitkan dahinya. Ia benar-benar di buat terkejut karena tubuh pemuda (Danuranda) yang di tolong olehnya sudah mencapai di ambang batasnya. Sedikit saja terlambat, maka nyawanya akan melayang."Aku rasa kita berjodoh nak, tanpa tenaga dalam saja kau dapat mengalahkan 5 ekor harimau putih pemangsa, bagaimana jika dirinya memiliki tenaga dalam?" pikir Ki Amar Sakti sambil mulai mengalirkan tenaga dalamnya ke dalam tubuh Danuranda untuk membuat dirinya melewati masa kritisnya.Setelah melewati masih Kritisnya. Ki Amar Sakti langsung pergi meninggalkan Danurand
Harimau putih pemangsa itu semakin dekat dengan Danuranda. Saat jarak harimau putih pemangsa itu semakin dekat dengannya, Danuranda teringat jika dirinya membawa sebilah pedang di punggungnya yang di berikan pria paruh baya sebelum memasuki hutan kematian.SRETTTTDanuranda langsung menarik pedangnya dan menebaskan pedang itu ke arah perut harimau putih pemangsa itu.Sedetik kemudian, harimau putih pemangsa itu terkapar mati dengan perut yang keluar, akibat sayatan pedang Danuranda."Aku selamat," Danuranda mengelus dadanya dengan lega.Danuranda memilih bersandar di sebuah pohon yang tidak jauh dari mayat harimau putih pemangsa itu. Namun belum sempat Danuranda menarik napas terlalu lama, ia sudah harus kembali bersiap menghadapi harimau putih pemangsa lainnya. Kali ini bukan satu ekor, namun lima ekor harimau putih pemangsa."Oh Sang Hyang Widi, kenapa kau begitu membenciku, sehingga kau kembali mengirim harimau pemangsa untuk melenyapkank