“Masuk aja, gak aku kunci” teriak Liona dari dalam kamar.
Tak mau lagi jatuh seperti tadi siang Liona sekarang sengaja tidak mengunci kamarnya agar tidak perlu berjalan untuk membuka pintu yang berkemungkinan besar mencelakai kakinya lagi. “aku bawa kerang saus tiram sama udang, kamu suka kan?” Satu anggukan tanda meng- iyakan dari Liona.“Na kamu belum mandi? Baju kamu masih sama. Mau aku bantu mandi?” “maksud kamu?” Biasanya Risti akan menawarkan diri untuk membopong Liona semenjak Liona sakit, tapi hari ini Risti belum muncul.“Bantu kamu mandi, a.a.. I mean, bantu kamu ke kamar mandi gitu bopong kamu jalan.”Liona mengerjap terlihat bodoh, apa harus menerima tawaran Arka, tapi gimana caranya. Dia bahkan kesulitan saat memakai celana nya, dan biasanya Risti yang sigap membantu.“Aku bantu bawa kamu sampe pintu kamar mandi, kalo bisa kamu pake dress atau dasteran aja selama kamu sakit. Pasti susah pake celananya kan?”Wohalaaa apa Arka cenayang, ko bisa baca pikiran Liona. Dasteran kaya emak- emak komplek maksudnya?Dengan banyak negosiasi yang Arka tawarkan akhirnya Liona setuju di bopong Arka untuk mandi, karena sejujurnya Liona memang sudah sangat merasa kegerahan sedari tadi.Arka menunggu Liona tepat di depan pintu kamar mandinya. Setengah jam kemudian Liona kaluar dengan baju lengkap nya, dress selutut sesuai anjuran Arka.
Setelah mendudukan Liona, Arka terlihat celingukan, dan kemudian mengambil sisir rambut dan duduk di samping Liona. Di ubahnya posisi Liona membelakanginya agar memudahkannya untuk menyisir rambutnya. Apa lagi ini? Apa ini benar- benar drama romance?“Ka aku bisa sendiri,” Liona berusaha meraih sisir yang berada di tangan Arka tapi tentu Arka refleks menjauhkannya dan tetap bersikuku menyelesaikan apa yang dia mulai.“kamu mulai makan gih, tar makanannya dingin malah gak enak.”“tapi kamu juga ikut makan.” Pinta Liona.“oke oke aku makan juga”Setelah memastikan Liona minum obat, Arka pamit meski sangat berat untuk membiarkan Liona sendiri dengan keadaannya yang terbilang belum membaik.“Arka,..” Sahut Liona sebelum Arka menyentuh pintu.“Makasih buat semuanya.” Sambung Liona dengan senyum manis.“Bayar semua itu dengan kesembuhan kamu,” setelah itu pintu tertutup pelan menyisakan senyum yang tersungging di bibir Liona. Seketika Liona lupa dengan ketakutannya belakangan ini, kewasapadaannya terhadap Arka perlahan mulai berkurang.Malam di mulai dan menyisakan senja yang sedikit menggelitik, persis seperti pesan- pesan yang di baca Liona di obrolan grup nya, Meta dan Livy yang baru tahu akan hal ini sedikit protes karena Liona bahkan tak memberi tahu keadaannya, mereka berniat menjenguk Liona tapi niatnya tersebut tak di indahkan sama sekali karena Liona yang menolak untuk di jenguk karena takut merepotkan mengingat jarak mereka yang tidak dekat.Sebelas dua belas dengan teman dekat Liona, kolega nya di kantor pun sama khawatirnya. Sudah empat hari sakit dan akhirnya Liona bisa kembali ke rutinitas seperti biasa. Berada di rumah terlalu lama membuat berat badannya bertambah tiga kilo, Liona tak mau badan idealnya akan memelihara lemak jahat dan melebar. Akhirnya jauh- jauh hari ia berencana mengajak Desy untuk jogging di sekitar taman sekitar komplek pekan ini. Kakinya juga sudah lama membaik dan bisa bergerak bebas. Helaian rambut yang biasa terurai dan terabaikan kini terikat sempurna, topi berwarna cream juga terpasang senada dengan baju olahraga yang Liona kenakan. Desi pasti sudah menunggu sangat lama karena Liona yang telat bangun karena tak memasang alarm di hari liburnya ini. “Ya ampun Na, matahari udah nangkring loh ini, kamu baru datang.”“Maaf Des, enggak papa lah, kita lari nya sepuluh menit aja, abis itu update status terus kita jajan telor gulung.” Enteng Liona sambil mengerlingkan matanya.“Huss, itu mah bukan ngurangin lemak tapi nambah stok minyak.”“Lagian aku emang gak niat diet ko, emang sengaja pengen nyoba baju olahraga baru aja.”“Who cares” balas Desi sudah keburu malas meladeni temannya itu.Benar saja, belum sampai sepuluh menit mereka lari, peluh sudah rembes bercucuran, ini pertama kalinya mereka olahraga setelah lama tak melakukannya.“Na,. stop Na.” Desi berusaha mengatur nafasnya. “Lah kan malah kamu yang nyerah duluan, yaudah istirahat aja deh kita udahan, laper juga.”“Des.. des liat kebetulan banget tukang telur gulung nya sampingan sama es dawet.”Liona antusias dan menyeret lengan Desi yang baru saja berniat duduk meluruskan kakinya.“Bang dua porsi ya, abang juga sama dua porsi juga”Titah Desi kepada dua pedagang itu.“Na gimana kalo abis ini kita belanja baju yuk buat birthday party malam ini.”“Temen kamu ulang tahun?” Tanya Liona tak antusias“Kamu gak tau? Malem ini pak Arka ngundang semua orang divisi buat hadir di party nya.”Liona menggeleng pelan masih tak tertarik.“Dia gak ada undang aku, lagian aku juga gak akrab kok.”“Heyyy dia ngundang lewat grup, pak Marko yang sebarin di grup chat. Cek deh. Semua orang wajib dateng.”“Aku gak bisa dateng, ada janji sama temen.”“kamu pasti ada janji sama pacar ya, oke deh paham.” tuduh Desi“Enggak ko, beneran temen, temen cewe loh, catat.”“kirain sama si ganteng muka turki yang dulu pernah nganterin ke kantor, kalo kalian mau backstreet itu gak berlaku buat aku Na, kamu ngaku aja deh.” Satu- satunya yang pernah mengantarkan Liona ke kantor hanya Bily, itupun karena Liona kepalang telat karena lagi-lagi ponsel nya mati dan tak ada alarm. “Bukan.. bukan.. kamu salah Des, dia Cuma tetangga aku, gak lebih.” Liona menggeleng brutal.“Udah ahh ngeles mulu, oke aku siap tutupin kebohongan kamu kok. Rahasia kamu aman.” Melihat Desi yang tetap bersikuku Liona tak membalas dan fokus pada jajanan yang tengah di santapnya.."Sabar dikit kenapa sih?"Notifkasi grup whatsup nya berulang kali terdengar nyaring dari kamar mandi bersautan dengan suara nyaring hair dryer yang sedang digunakannya. Ngaret dan lelet adalah nama tengah Liona, begitulah Meta dan Livy mendeskrifsikannya. Liona bisa menghabiskan hampir satu jam di kamar mandi, hanya untuk bersiap.Pintu kamar mandi terbuka dengan rambut yang semi kering, handuk masih melilit ditubuhnya. Tangannya sibuk memilih pakaian mana yang akan ia kenakan. Apa semua wanita sepertinya juga? Pilihannya jatuh pada jeans longgar warna biru dan baju kaos putih kedodoran yang menjadi favoritnya. Hanya sapuan kecil untuk wajah mungilnya karena Liona kepalang irit menggunakan make up. Jarinya sibuk antara membalas chat untuk menenangkan teman- temannya sekaligus membuat janji dengan ojek online yang juga sudah nangkring di depan gang rumahnya.Dengan tergopoh- gopoh Liona berjalan setengah lari ke arah meja yang telah di pesan temannya itu. Dari jarak sepuluh langkah L
“Ka, kita mau kemana? Kamu bawa aku kemana?” Liona panik.Tak mendengar jawaban, Liona berkicau kembali.“Ka, kita mau ke mana? Aku mau pulang.” Tak lama mobil terparkir di bawah gedung apartemen mewah, Liona diam terpaku saat melihat sekelilingnya menatap curiga pada pria di sampingnya. Apa dia benar- benar pria baik? Apa sebaiknya ia lari setelah pintu mobil terbuka. Liona tambah panik dibuatnya.“Temani aku makan malam, jangan harap aku ngenterin kamu pulang setelah kamu hancurin semua rencan pesta ulang tahunku sendiri.”“Tapi kenapa harus disini, kamu bisa makan di restoran.”“kamu gak dalam posisi bernegosiasi, ini semua salah kamu, setidaknya bertanggung jawablah.”Takut dengan hal terburuk Liona menurut dan masuk ke unit milik Arka yang terlampau mewah. Semua yang dilihatnya berwarna charcoal, ada beberapa debu yang dilihatnya di beberapa pajangan menyiratkan bahwa Arka jarang menempatinya. Dua puluh menit menunggu, bel berbunyi dan pesanan makanan sudah tersaji lengkap di me
"Apa harus dia?" irisnya berputar, seperti sedang mencoba memutuskan sesuatu.Minggu pagi, Liona tengkurap di kasurnya dengan lemon tea yang dibuatnya. Otaknya memutar mengingat dan berdiskusi. Jalan apa yang akan dia lalui. Kenapa bisa sangat serumit ini. "Aishh ya sudahlah, aku coba dulu." Liona mengerutkan alisnya, lalu menggeleng tak mengerti. Entah apa yang sedang dirajut di otak kecilnya itu. Beberapa saat kemudin terlihat dirinya yang sedang mencari salah satu kontak di ponselnya. “Halo Bil. Apa kamu ada di kamar?” Terdengar percakapan di telpon“Gue di luar, kenapa? Pintu lo rusak lagi?” Tuduh orang yang berada di sebrang telpon.“Enggak ko, mmm.. Bil bisa ketemu bentar gak, ada yang mau aku diskusikan.”“Tunggu gue balik aja ya, maleman kayanya.”“Oke, gak papa aku tunggu. Kabarin aja kalo udah di kamar.”Liona cemas menunggu, apakah ini akan menjadi keputusan yang tepat. Apa dengan ini dia bisa lari dari Arka dan bisa mengembalikan pertemanannnya seperti semula.Suara ses
“Makasih Bil.” Ucap Liona dalam mobil. Meski belum menyelesaikan sesi latihannya Bily langsung bergegas mengantar Liona pulang. Ia merasa membawa Liona ke sana adalah kesalahannya.“Lo udah bilang itu ribuan kali, sekarang lo tau kan kenapa gue nyuruh lo ganti kostum dari awal?” Liona diam pasrah di ceramahi“Gue gak akan bawa lo ke tempat itu lagi,”“Tapi kesepakatan kita? “ Liona cemas Bily akan membatalkan kesepakatan yang telah mereka buat.“Soal itu lo tenang aja, lo bisa tetap masakin gue buat makan malam. Gue cuma harus nganter jemput lo doang kan? Bikin orang kantor lo percaya kalo kita pacaran.”Liona mengangguk lagi, sebenarnya target utamanya adalah Arka tapi mungkin teman-temannya di kantor akan lebih membantu . Jika Arka tahu Liona punya pacar ia akan berhenti untuk mengganggu Liona...Liona tampak sedikit khawatir, pasalnya ini adalah hari pertama skenarionya akan dimulai. Ia takut mengacaukan semuanya. Apa aku harus kursus acting? Batin Liona.Sampai di area kantornya
Bukkk..bukk..Liona semakin panik tak bisa melerai pertengkaran yang memanas ini, ia juga tak paham apa yang dibicarakan Arka. Sebisa mungkin Liona memisahkan mereka, menghadang di depan tubuh Arka untuk melindungi Bily yang sudah lebih dulu melemah karena pukulan Arka yang tidak di duganya.“Ini alasan kenapa gue gak setuju Tasya sama lo dari dulu, dan sekarang lo jadiin Liona sebagai selingkuhan lo. Lo memang pantes dapetin ini semua.” Bukkk.. Lagi- lagi kepalan Arka mengenai wajah Bily yang sudah tak terbentuk.“STOP… Stop.. aku gak pacaran sama Bily.” Liona berteriak.Arka sontak menghentikan pukulannya.“Aku cuma pura-pura, semuanya bohong. Aku ngelakuin semua ini biar kamu gak gangguin aku. Bily gak salah” Liona menatap Arka nyalang. Berusaha membangunkan tubuh Bily dengan memeluk dan mengangkatnya, namun di cegah oleh Arka yang langsung menarik pergelangan tangan Liona dan menggusurnya paksa menuju parkiran. Liona berontak dan berusaha melepaskan, dia tidak mungkin membiarkan
“Bil kamu udah bangun ?” putri tidur akhirnya bangun tanpa memerlukan ciuman.“Gue laper.” Sungut Bily “Yaudah aku beli sarapan dulu ke luar yah.” Liona praktis berdiri untuk keluar pintu.“Gak perlu beli, Aldo tadi datang bawa sarapan buat kita berdua. tuh..” Bily menujuk ke arah meja.“Ko aku gak tau Aldo dateng, apa karena terlalu pulas tidur.” Liona membuka bungkusan nasi dan menyerahkannya kepada Bily. Namun bukannya ikut makan miliknya, Liona malah menatap wajah Bily, merinci ngilu dengan luka yang ada di wajahnya. Rasa bersalahnya timbul semakin kentara.“Bil, maafin aku.” Si cengeng ini sudah berkaca- kaca.“Gue pengang dengernya, lo minta maaf mulu, mendingan lo urusin gue sampe sembuh daripada hanya sekedar ucapan.” Ucap Bily cuek masih dengan sendok penuh nasi.“Kalo bukan karena ide gila aku ini gak akan terjadi, aku janji bakal jagain kamu sampe kamu sembuh.” janjinya.“Lagian ini gak parah ko, muka doang kan, gue masih bisa jalan, tangan gue juga masih kuat mukul dia l
“Kak Arka STOP. Kenapa kalian selalu begini, selalu kekanak-kanakan.”“Jangan ikut campur, minggir. Kakak dari dulu emang gak pernah suka kamu sama berengsek ini.” Tasya terjatuh ke samping. Melihat itu Bily tak terima dan memukul Arka tepat di wajah tampannya sampai Arka tersungkur dengan cairan merah di hidungnya. "Jangan so suci lo, lo juga berengsek. Lo ngejar Liona bahkan maksa dia sampe dia nekad bikin skenario ini, semuanya karna lo."Mereka terus bergelut dengan pukulan masing-masing. Liona memeluk tubuh Arka menjauhkannya dari Bily, sedangkan Tasya memapah Bily kembali ke kamarnya untuk membersihkan luka baru."Kenapa kamu mukul dia lagi Ka, luka Bily aja masih belum sembuh." Hening, pria di sampingnya itu belum bersuara lagi setelah membawa Liona ke luar dari rumahnya. Mobil menepi di pinggir jalan yang sudah lumayan sepi karena malam telah menelannya."Apa yang Bily katakan benar, aku membuat skenario itu untuk menghindar dari kamu. Aku terganggu dengan semua perlakuan k
"Kapan dia sadar dokter?" "Anda tenang saja, dia sedang tidur sekarang. Pasien sudah melewati masa kritisnya tadi. Untung saja anda segera membawanya ke rumah sakit. Tidak lama lagi dia akan segera sadar." Arka meneliti luka yang sudah terbungkus kasa itu, menyamarkan goresan di dalamnya yang membuatnya ikut nyeri."Kenapa kamu sampai nekad Na. Aku gak bisa bayangin kalau hal buruk terjadi sama kamu." sambil terus menciumi jari- jari Liona yang tertaut dengan jarinya. Dua jam sudah berlalu dan mata terpejam itu kini terbuka perlahan."Kamu sadar? aku khawatir setengah mati" Arka benar- benar bernafas lega, memeluk tubuh ringkih Liona yang baru saja membuka matanya."Kamu mau minum?" tanya Arka yang melihat Liona hanya diam saat dipeluknya."Antarkan aku pulang." "Kamu masih harus di rawat." Liona menelan ludah kecewa, kembali teringat tentang semua kejadian yang membuatnya hampir memilih jalan untuk mati."Kenapa kamu menyelamatkanku? aku lebih baik mati sebelum benih yang kamu ta
"Cerai?" Kosa kata itu sangat berat ke luar dari mulut Liona."T-tapi kenapa Arka? A-aku melakukan kesalahan?" Liona seperti pengemis ulung yang memohon agar Arka menatap matanya untuk setidaknya bersuara. Tapi tidak, suaminya itu bahkan memalingkan wajahnya menghadap tembok."Apa kamu bosan denganku? A-apa--""Cukup" satu kata tidak membuat Liona berhenti mempertanyakan arti secarik kertas dalam genggamannya."Apa ada wanita lain? Apa kamu menyesal kita bersama? Kita--"Kalimat selanjutnya hanya menggantung di tenggorokan Liona setelah Arka menyumpal mulut itu dengan lidahnya. Ciuman itu membuat Liona pusing dan kewalahan, seakan isi mulutnya di jelajah dengan semua kehangatan. Ia perlu bicara lebih banyak tapi bibir Arka di bibirnya terasa begitu menggairahkan. Liona lumpuh oleh cumbuan suaminya. "Huhh hnggh" suara itu lolos dari celah bibirnya.Tapi, ada sesuatu yang salah dalam ciuman ini. Liona merasa pipinya mulai basah, tapi ia tidak menangis. Saat ia membuka matanya, ia me
"Arka, apa kamu serius?" Ini pertanyaan ke tiga kalinya dari Adit semenjak Arka menelponnya beberapa menit yang lalu."Kerjakan saja dan berikan padaku kalau sudah selesai" cengkraman di ponselnya kini semakin erat."Tapi--"Arka menutup sepihak panggilan telpon tanpa repot- repot mendengar kelanjutan dari suara asistennya.Ia mengusap wajahnya yang berkeringat, lalu berbalik menuju kamarnya dan Liona."Ar--""Vio sudah tidur?" Arka mendahului kalimat Liona yang menggantung di udara."Ya." Liona mengangguk meski Arka tak sedang melihatnya.Liona mengunyah bibir bawahnya saat merasa Arka tak akan melanjutkan kalimat apapun."Sayang, Adit bilang kamu belum sempat makan malam. Mau aku masak sesuatu sebelum tidur?" Liona bergerak selangkah lebih maju dan duduk di ujung kasur miliknya berdua."Aku lelah sekali, aku akan langsung tidur" Liona menatap jarinya yang tertaut di pangkuannya, ini lebih menakutkan melihat Arka menjadi pendiam seperti sekarang. Bahkan Arka tak bereaksi seperti bi
"DI MANA KALIAN SEMUA?! CEPAT DATANG!"Arka berteriak di seluruh ruangan, tanpa sadar bahwa tak ada orang lain selain pembantu rumah tangga yang baru saja datang baru- baru ini. Dirinya lupa bahwa itu adalah rumahnya dan Liona yang terisolasi, bukan di rumah Mamanya yang penuh dengan security."I-iya tuan." Melihat wanita paruh baya itu hanya membuat kemarahannya semakin meledak."SIALAN, CEPAT PANGGIL AMBULANCE!!"Dengan nafas yang sepuluh kali lebih cepat, wanita itu mengangkat gagang telpon dengan suara bergetar. Ia melakukan apa yang di minta tuannya."Akhh.. A- Arka.. S-sakit" Mata khawatir Arka jatuh kembali ke pangkuannya dimana sang istri yang tengah meringis memegangi perutnya membuat pria berbadan tegap itu kelimpungan."Sayang, bertahan sedikit lagi. Ambulance akan segera datang. Tolong sayang, bernafas dengan baik. Jangan panik, pegang tanganku. Aku akan ada di sampingmu. H-hanya tolong bertahan.." Arka menyuarakan kalimat terakhirnya dengan sedikit bergetar melihat kon
"A-apa yang terjadi Dokter, kenapa- k-kenapa dia menutup matanya?" Liona lolos masuk di antara celah tubuh yang berbaring dan Dokter di sampingnya. Gavin, sang mantan kekasih sekaligus jiwa penolongnya kemarin tengah terbaring lemah di ranjang rumah sakit dengan kepala di perban, mata halusnya tertutup membuat Liona benar- benar ketakutan dengan pikirannya."Tenang nyonya, dia hanya tidur setelah lukanya di jahit. Semuanya baik- baik saja" Terdengar helaan nafas lega dari mulut Liona, ia mengelus dadanya sedikit merasa tenang. Dia tidak yakin lagi apa yang akan dia lakukan jika sesuatu terjadi dengan orang lain demi menyelamatkan dirinya."Terima kasih Dokter" kepalanya menunduk sopan, berterima kasih terhadap kerja keras Dokter yang menangani Gavin.Hatinya terus merasa bersalah, karena beberapa jam yang lalu dirinya bahkan hampir melupakan Gavin karena sibuk menangis di kamar suaminya yang juga sama- sama terluka."Aku selalu membuat orang- orang di sekitarku terluka, kenapa aku
Cekitttt... Pedal rem bergesekan dengan aspal di parkiran basement apartment."CASIE.. TUNGGU.." Gavin melakukan hal yang sama dengan mobilnya, ia memarkir dengan sembarang dan langsung mengejar wanita setengah mabuk itu yang tengah masuk ke dalam lift apartment."Dia gila, astaga" dia terus mengutuk sepanjang kakinya berlari. Setelah memutuskan untuk kembali ke Indonesia untuk mengurusi beberapa hal mengenai pekerjaannya, Gavin di datangi Casie yang menuntut padanya tentang dirinya yang di nilai tidak kompeten terhadap kesepakatan mereka. "Bagaimana kamu bisa membiarkan Arka membawa Liona? Kamu tahu aku sedang mencoba mendapat Arka kembali. Apa kamu lupa?" Kalimat itu yang terlempar dari bibir setengah mabuk wanita itu. Setidaknya sebelum dirinya hilang kendali saat Gavin menjelaskan tentang kehamilan Liona yang baru di ketahui oleh Casie."D-dia hamil? dia hamil anak Arka? Tidak. Tidak.. aku tidak akan membiarkan mereka bersama apapun yang terjadi, aku tidak rela. Liona mengamb
Lenguhan samar tak tertahankan saat sarafnya di ambil alih. Lidah Arka menjelajah ke area yang sudah di kenali, melesak mencari celah untuk menggedor kewarasan Liona yang sedang berperang dengan egonya."Aku.. rindu.. mendengar suaramu, jangan menahannya sayang.."Liona terus menggeliat sambil membungkam bibirnya dengan tangan kirinya sedangkan tangan kanannya berusaha memberikan dorongan yang sama sekali tak berarti pada tubuh Arka yang menempel begitu mengikat."Keluarkan.. aku ingin mendengarnya.." Arka menggusur lidahnya semakin dalam, jarinya dengan tanpa di instruksi membantunya membuka jalan untuk membuka dua kancing baju Liona untuk memudahkan aksesnya sampai lidahnya bertemu dengan kedua puting yang merekah seakan siap menjadi hidangan."Hhnggghhh.. akhh..mmff" suara lenguhan dari bibir istrinya membuat Arka tersenyum di sela- sela aktifitas sedangkan Liona justru mengutuk diri karena jebol dari pertahanannya. Tubuhnya rindu dengan sentuhan hangat Arka yang memabukan. Gelen
Kepalanya menoleh ke jendela pesawat, ia tak peduli bahwa lehernya mungkin akan patah karena saking lamanya. Dirinya hanya tidak ingin melihat sosok yang duduk di sampingnya, kesal dan benci saling mendominasi di hatinya saat ini."Sayang.." Pria yang terduduk itu dengan leluasa menyentuh tangan yang mengepal di pangkuan istrinya, namun semua itu tak lain hanya mendapat penolakan dan menjatuhkan tangannya ke sisi lain.[Beberapa jam lalu di rumah Gavin]"Kalau kamu tidak ikut aku pulang sekarang maka aku akan membawa hal ini ke ranah hukum, kamu masti istriku secara sah" Liona mengunyah kulit pipi bagian dalam, menahan semua tekanan yang sedikit membuat nyalinya ciut. Gavin juga tidak menyalak seperti sebelumnya, kalimat Arka barusan cukup membuatnya berpikir ulang untuk menahan Liona untuk tinggal bersamanya."Tapi aku.. tapi aku tidak mau hidup denganmu lagi" cicit Liona meredam semua keinginannya untuk marah.Liona bersikeras untuk cerai, tapi jangan lupakan Arka yang akan jauh l
"Kamu mantan Liona kan?" Gavin menghentikan langkahnya, membalik tubuh tegapnya penuh ke arah wanita berambut coklat terang di belakangnya."Kamu lagi, selain arogan dan pemarah kamu juga ternyata suka mengusik kehidupan orang rupanya." balas Gavin masih di tempat."Apa itu adalah jawaban YA untuk pertanyaanku? Aku gak mungkin salah, kamu mantan Liona." senyum mencurigakan dengan alisnya yang tidak lagi presisi setelah yang satunya terangkat dengan sengaja."Aku punya penawaran yang bagus dan saling menguntungkan" Gavin tak tertarik dengan kalimat wanita yang sekarang menangkap langkahnya dengan berdiri di depan dirinya itu."Apa yang kamu mau? anakku menungguku di mobil." Sekali lagi Casie menghentikan langkah Gavin."Percaya padaku bahwa dalam hitungan hari mantanmu itu akan tersakiti, dan itulah saatnya kamu mengambil posisi untuk mendapatkan kembali hatinya. Lebih tepatnya, bawa dia jauh dari Arka, selamanya" kalimat terakhirnya sengaja ditekankan ke telinga Gavin yang merasa ke
"Mama bilang apa Sya?" Bily memecah keheningan di antara tarikan nafas berat di sampingnya."Kenapa dengan Arka?" Kini Liona angkat suara, tapi Tasya terlihat kesulitan menyusun kalimat yang tepat.Memangnya kenapa dengan suaminya, jelas dia pasti bahagia kembali bersama dengan mantan kekasihnya kan. Apalagi saat dirinya pergi, Arka bisa lebih leluasa kembali bersama tanpa ada penghalang, itulah yang coba Liona pikirkan untuk mengusir ke khawatirannya."Kakak di bawa ke rumah sakit lagi" terang Tasya yang bagai kilatan petir untuk Liona di sampingnya."Lagi? Apa maksudnya? A- arka sakit?" Liona tidak tahu kalimat itu ke luar begitu saja dari bibirnya, seperti semua serat di tubuhnya bekerja keras untuk melawan pikirannya sendiri, dia mulai khawatir saat ini."Itu yang mau aku bilang sama kamu Na, Kakak gak baik- baik aja selama kamu pergi. Dia sakit bahkan sampai kecelakaan-""Sya.." itu suara Bily yang menghentikan kalimat Tasya, lalu melihat Liona yang perlahan menekan jantungnya de