"Sabar dikit kenapa sih?"
Notifkasi grup whatsup nya berulang kali terdengar nyaring dari kamar mandi bersautan dengan suara nyaring hair dryer yang sedang digunakannya. Ngaret dan lelet adalah nama tengah Liona, begitulah Meta dan Livy mendeskrifsikannya. Liona bisa menghabiskan hampir satu jam di kamar mandi, hanya untuk bersiap.Pintu kamar mandi terbuka dengan rambut yang semi kering, handuk masih melilit ditubuhnya. Tangannya sibuk memilih pakaian mana yang akan ia kenakan. Apa semua wanita sepertinya juga?Pilihannya jatuh pada jeans longgar warna biru dan baju kaos putih kedodoran yang menjadi favoritnya. Hanya sapuan kecil untuk wajah mungilnya karena Liona kepalang irit menggunakan make up. Jarinya sibuk antara membalas chat untuk menenangkan teman- temannya sekaligus membuat janji dengan ojek online yang juga sudah nangkring di depan gang rumahnya.Dengan tergopoh- gopoh Liona berjalan setengah lari ke arah meja yang telah di pesan temannya itu. Dari jarak sepuluh langkah Liona sudah melihat wajah kedua temannya yang mengerikan, pasti sebentar lagi ia akan mendapat omelan karena kelewat telat. Bukan hanya satu jam, tapi dua jam setengah. Bahkan seorang menteri pun akan sangat keberatan menunggu presiden yang telat ke pertemuan. Tapi saat Liona melihat kedua teman- temannya mengambil ancang- ancang untuk mengomel Liona menyambar terlebih dulu.“oke gue telat, gue minta maaf oke. Pesenan kita malam ini gue yang bayar. Puas?”Kalimat ajaibnya mampu menyihir mood dari kedua temannya secara ajaib, pasalnya mereka langsung menampilkan wajah yang sumeringah.“Lo pengertian banget si Na kalo akhir bulan kaya gini emang kudu banyak berbagi.” Celetuk LivyMeta hanya tertawa tanda setuju pada teman di sampingnya itu. Mereka membicarakan banyak hal mulai dari tanggal pemberangkatan, keperluan, akomodasi, planning, budgeting dan beberapa hal kecil lainnya. Begitu kurang lebih cara mereka merencanakan liburan kecil awal bulan depan.Dipertengahan pembahasan yang sedang asik- asiknya Livy seketika terkejut dengan apa yang telah dilihatnya. Livy terdiam seketika sebelum akhirnya satu nama keluar dari bibirnya.“Arka..” Desisan Livy mengundang penasaran Meta dan Liona yang ikut menoleh. Liona sedikit terkejut melihat Arka yang tiba- tiba berada di sana.Livy tersenyum lebar, matanya bergerak senada dengan pergerakan tubuh Arka yang semakin mendekat. Namun sebelum sempat menyapa dan bersuara Arka membelok ke kursi Liona dan meraih pergelangan Liona secara tiba-tiba. Sebelum sempat memprotes Liona sudah di seret paksa oleh Arka.“Ikut aku”. Seret Arka meninggalkan dua makhluk yang menyisakan kebingungan dengan situasi yang dilihatnya...Satu jam sebelumnya---Arka tersenyum sumeringah memuji dan merinci wajahnya yang tampan dicermin. Dia memakai setelan terbaik di hari istimewanya. Setelah makan siang keluarga untuk sambutan kecil yang hangat malam ini perayaan yang sesungguhnya akan segera di mulai.Tak tanggung- tanggung pesta di adakan dengan mengosongkan satu restoran khusus untuk perayaan ini. Selain pesta ulang tahunnya ini juga di anggap sebagai pesta penyambutan dirinya setelah kepulanganya dari jepang beberapa bulan yang lalu.“Aku tidak sabar melihatnya.” Senyumnya merekah.Aula sudah di penuhi banyaknya tamu undangan tapi Arka tak menemukan seseorang yang dicarinya. Beberapa kali ia mengecek ponsel dan menelpon seseorang tapi tak pernah mendengar jawaban dari pemilik momor. Karena terlalu fokus pada ponselnya ia tak sadar menabrak seseorang.“ya ampun, maaf pak. Saya benar- benar tidak sengaja.” Ucap seorang pria yang jelas- jelas tahu bahwa Arka lah yang sebenarnya menabrak nya karena berjalan tanpa melihat langkah.“Tunggu.,, bukankah kamu dari divisi yang sama dengan Liona? Kamu lihat dia?” sergapnya langsung.“Liona tidak datang pak, dia ada janji dengan temannya. Setahu saya dia juga makan malam di restoran sebelah kantor kita, mungkin dia akan menyusul nanti jika berubah pikiran. Kenap_”Sial, pria itu kesal karena Arka mengabaikannya, bahkan sudah pergi sebelum kalimatnya lengkap.***“Ka, lepasin.. lepas sakit tau. Kamu kenapa sih?”Liona memberontak tak terima di seret paksa oleh Arka tanpa tahu jelas apa kesalahannya. Arka tak menggubris ocehan Liona dan terus menarik lengan Liona yang mungkin sudah memerah ke dalam mobilnya.“Kamu udah bikin aku malu, kamu..”“DIAM..” Bentak Arka sudah terlanjur kesal.Liona seketika bungkam tak lagi berani menatap Arka. Saking terkejutnya dengan bentakan Arka matanya bahkan sudah berkaca- kaca.“kenapa kamu gak dateng hah.. kenapa? Aku bikin party itu cuma karena kamu Na.” Suara Arka masih terdengar kesal. Liona kaget dengan sesuatu yang baru di dengarnya. Dia hanya diam dan berusaha menerka apa yang Arka maksud, tak ingin salah paham.“kamu gak salah Na, aku suka sama kamu, bahkan cinta. Dari dulu, apa kamu terlalu bodoh untuk baca sikap aku ke kamu? itu bahkan sudah kuperjelas kan? dan kamu masih tidak mengerti?”Liona tambah di buat bingung, dia berusaha mencoba merangkai kalimat yang cocok tapi lagi- lagi Arka mendahuluinya.“Inget pas kita kuliah dulu? kita bahkan gak terlalu dekat saat itu, hanya aku yang diam-diam suka dan merhatiin kamu Na. Cuma aku terlalu bodoh dengan sikap dingin aku dan gak pernah punya kesempatan untuk bilang apapun karena rasa gengsi. Dan sekarang kamu muncul lagi ke kehidupan aku, jangan harap aku bakal lepasin kamu. Kamu yang datang ke kehidupan aku lagi Na, jadi kamu harus bertanggung jawab.”Nah loh, belum apa- apa udah di mintain tanggung jawab. Liona tampak terlihat bodoh dan masih terdiam tertunduk lebih tertarik melihat bordir jahitan di jeans yang di pakainya.“Jawab aku Na, kenapa diam?” Arka memegang bahu Liona kasar dan mengarahkannya menghadap pada dirinya sendiri. Mata mereka bertemu, Arka tampak benar- benar menyedihkan. Kesal dan kecewa telah menyatu menjadi satu warna.“Maaf, aku gak tau Ka. Jujur ini terlalu tiba- tiba.” Cicit Liona.Bukan sekali dua kali Liona berpikir bahwa Arka memiliki perasaan padanya. Semenjak folder foto dirinya yang ia temukan di komputer milik Arka, Liona sempat memikirnya tapi segera melupakan hal itu karena Liona rasa dirinya terlalu mengada- ngada.“Jadi pacar aku sekarang.” Sergap Arka tajam ke mata Liona.Liona tak percaya dengan apa yang di dengarnya barusan, pernyataan macam apa itu. Bahkan banyaknya novel yang dia baca tak pernah satupun pernyataan cinta seperti yang di dengarnya barusan, bukankah itu lebih terdengar seperti pernyataan bukan pertanyaan?“Ka mana bisa begitu, kamu gak bisa sembarangan mutusin sesuatu. Aku bahkan gak punya perasaan apapun sama kamu”"Aku tau, tapi kita bisa coba dulu kan. Lagian kita udah saling kenal.""Tetap saja itu gak mudah, aku gak bisa terima kamu Arka. Kalau Livy tau tentang ini, aku gak mau dia salah paham sama aku. Apalagi dengan sikap kamu tadi yang tiba- tiba nyeret aku di depan mereka, Livy pasti marah besar dan minta penjelasan dengan semuanya."Benar, Livy sudah pasti marah. Liona bahkan tak sanggup untuk menemuinya dalam waktu dekat. Tapi semua ini harus di selesaikan secepatnya sebelum kesalahpahaman semakin memperparah situasi. Liona tidak ingin persahabatannya besama Livy hancur karena pria ini.“Bisa gak kamu gak bahas orang lain?”“Dia temen aku Ka, aku gak mau dia salah paham.”“CUKUP..aku gak mau kamu bahas orang lain saat kita ngomong berdua.”Liona keos dan tak bisa bersuara lagi mendengar bentakan kedua dari Arka. Mobil di nyalakan dan meluncur dengan mode sepi tanpa satupun memulai kata apalagi kalimat."Jangan harap kamu bisa pulang."...“Ka, kita mau kemana? Kamu bawa aku kemana?” Liona panik.Tak mendengar jawaban, Liona berkicau kembali.“Ka, kita mau ke mana? Aku mau pulang.” Tak lama mobil terparkir di bawah gedung apartemen mewah, Liona diam terpaku saat melihat sekelilingnya menatap curiga pada pria di sampingnya. Apa dia benar- benar pria baik? Apa sebaiknya ia lari setelah pintu mobil terbuka. Liona tambah panik dibuatnya.“Temani aku makan malam, jangan harap aku ngenterin kamu pulang setelah kamu hancurin semua rencan pesta ulang tahunku sendiri.”“Tapi kenapa harus disini, kamu bisa makan di restoran.”“kamu gak dalam posisi bernegosiasi, ini semua salah kamu, setidaknya bertanggung jawablah.”Takut dengan hal terburuk Liona menurut dan masuk ke unit milik Arka yang terlampau mewah. Semua yang dilihatnya berwarna charcoal, ada beberapa debu yang dilihatnya di beberapa pajangan menyiratkan bahwa Arka jarang menempatinya. Dua puluh menit menunggu, bel berbunyi dan pesanan makanan sudah tersaji lengkap di me
"Apa harus dia?" irisnya berputar, seperti sedang mencoba memutuskan sesuatu.Minggu pagi, Liona tengkurap di kasurnya dengan lemon tea yang dibuatnya. Otaknya memutar mengingat dan berdiskusi. Jalan apa yang akan dia lalui. Kenapa bisa sangat serumit ini. "Aishh ya sudahlah, aku coba dulu." Liona mengerutkan alisnya, lalu menggeleng tak mengerti. Entah apa yang sedang dirajut di otak kecilnya itu. Beberapa saat kemudin terlihat dirinya yang sedang mencari salah satu kontak di ponselnya. “Halo Bil. Apa kamu ada di kamar?” Terdengar percakapan di telpon“Gue di luar, kenapa? Pintu lo rusak lagi?” Tuduh orang yang berada di sebrang telpon.“Enggak ko, mmm.. Bil bisa ketemu bentar gak, ada yang mau aku diskusikan.”“Tunggu gue balik aja ya, maleman kayanya.”“Oke, gak papa aku tunggu. Kabarin aja kalo udah di kamar.”Liona cemas menunggu, apakah ini akan menjadi keputusan yang tepat. Apa dengan ini dia bisa lari dari Arka dan bisa mengembalikan pertemanannnya seperti semula.Suara ses
“Makasih Bil.” Ucap Liona dalam mobil. Meski belum menyelesaikan sesi latihannya Bily langsung bergegas mengantar Liona pulang. Ia merasa membawa Liona ke sana adalah kesalahannya.“Lo udah bilang itu ribuan kali, sekarang lo tau kan kenapa gue nyuruh lo ganti kostum dari awal?” Liona diam pasrah di ceramahi“Gue gak akan bawa lo ke tempat itu lagi,”“Tapi kesepakatan kita? “ Liona cemas Bily akan membatalkan kesepakatan yang telah mereka buat.“Soal itu lo tenang aja, lo bisa tetap masakin gue buat makan malam. Gue cuma harus nganter jemput lo doang kan? Bikin orang kantor lo percaya kalo kita pacaran.”Liona mengangguk lagi, sebenarnya target utamanya adalah Arka tapi mungkin teman-temannya di kantor akan lebih membantu . Jika Arka tahu Liona punya pacar ia akan berhenti untuk mengganggu Liona...Liona tampak sedikit khawatir, pasalnya ini adalah hari pertama skenarionya akan dimulai. Ia takut mengacaukan semuanya. Apa aku harus kursus acting? Batin Liona.Sampai di area kantornya
Bukkk..bukk..Liona semakin panik tak bisa melerai pertengkaran yang memanas ini, ia juga tak paham apa yang dibicarakan Arka. Sebisa mungkin Liona memisahkan mereka, menghadang di depan tubuh Arka untuk melindungi Bily yang sudah lebih dulu melemah karena pukulan Arka yang tidak di duganya.“Ini alasan kenapa gue gak setuju Tasya sama lo dari dulu, dan sekarang lo jadiin Liona sebagai selingkuhan lo. Lo memang pantes dapetin ini semua.” Bukkk.. Lagi- lagi kepalan Arka mengenai wajah Bily yang sudah tak terbentuk.“STOP… Stop.. aku gak pacaran sama Bily.” Liona berteriak.Arka sontak menghentikan pukulannya.“Aku cuma pura-pura, semuanya bohong. Aku ngelakuin semua ini biar kamu gak gangguin aku. Bily gak salah” Liona menatap Arka nyalang. Berusaha membangunkan tubuh Bily dengan memeluk dan mengangkatnya, namun di cegah oleh Arka yang langsung menarik pergelangan tangan Liona dan menggusurnya paksa menuju parkiran. Liona berontak dan berusaha melepaskan, dia tidak mungkin membiarkan
“Bil kamu udah bangun ?” putri tidur akhirnya bangun tanpa memerlukan ciuman.“Gue laper.” Sungut Bily “Yaudah aku beli sarapan dulu ke luar yah.” Liona praktis berdiri untuk keluar pintu.“Gak perlu beli, Aldo tadi datang bawa sarapan buat kita berdua. tuh..” Bily menujuk ke arah meja.“Ko aku gak tau Aldo dateng, apa karena terlalu pulas tidur.” Liona membuka bungkusan nasi dan menyerahkannya kepada Bily. Namun bukannya ikut makan miliknya, Liona malah menatap wajah Bily, merinci ngilu dengan luka yang ada di wajahnya. Rasa bersalahnya timbul semakin kentara.“Bil, maafin aku.” Si cengeng ini sudah berkaca- kaca.“Gue pengang dengernya, lo minta maaf mulu, mendingan lo urusin gue sampe sembuh daripada hanya sekedar ucapan.” Ucap Bily cuek masih dengan sendok penuh nasi.“Kalo bukan karena ide gila aku ini gak akan terjadi, aku janji bakal jagain kamu sampe kamu sembuh.” janjinya.“Lagian ini gak parah ko, muka doang kan, gue masih bisa jalan, tangan gue juga masih kuat mukul dia l
“Kak Arka STOP. Kenapa kalian selalu begini, selalu kekanak-kanakan.”“Jangan ikut campur, minggir. Kakak dari dulu emang gak pernah suka kamu sama berengsek ini.” Tasya terjatuh ke samping. Melihat itu Bily tak terima dan memukul Arka tepat di wajah tampannya sampai Arka tersungkur dengan cairan merah di hidungnya. "Jangan so suci lo, lo juga berengsek. Lo ngejar Liona bahkan maksa dia sampe dia nekad bikin skenario ini, semuanya karna lo."Mereka terus bergelut dengan pukulan masing-masing. Liona memeluk tubuh Arka menjauhkannya dari Bily, sedangkan Tasya memapah Bily kembali ke kamarnya untuk membersihkan luka baru."Kenapa kamu mukul dia lagi Ka, luka Bily aja masih belum sembuh." Hening, pria di sampingnya itu belum bersuara lagi setelah membawa Liona ke luar dari rumahnya. Mobil menepi di pinggir jalan yang sudah lumayan sepi karena malam telah menelannya."Apa yang Bily katakan benar, aku membuat skenario itu untuk menghindar dari kamu. Aku terganggu dengan semua perlakuan k
"Kapan dia sadar dokter?" "Anda tenang saja, dia sedang tidur sekarang. Pasien sudah melewati masa kritisnya tadi. Untung saja anda segera membawanya ke rumah sakit. Tidak lama lagi dia akan segera sadar." Arka meneliti luka yang sudah terbungkus kasa itu, menyamarkan goresan di dalamnya yang membuatnya ikut nyeri."Kenapa kamu sampai nekad Na. Aku gak bisa bayangin kalau hal buruk terjadi sama kamu." sambil terus menciumi jari- jari Liona yang tertaut dengan jarinya. Dua jam sudah berlalu dan mata terpejam itu kini terbuka perlahan."Kamu sadar? aku khawatir setengah mati" Arka benar- benar bernafas lega, memeluk tubuh ringkih Liona yang baru saja membuka matanya."Kamu mau minum?" tanya Arka yang melihat Liona hanya diam saat dipeluknya."Antarkan aku pulang." "Kamu masih harus di rawat." Liona menelan ludah kecewa, kembali teringat tentang semua kejadian yang membuatnya hampir memilih jalan untuk mati."Kenapa kamu menyelamatkanku? aku lebih baik mati sebelum benih yang kamu ta
"Huaa..hhhh… "Wanita yang bergumul dengan selimut menguap lebar. Rambutnya seperti benang rajut yang kusut. Posisi tidurnya sudah malang melintang mengukur garis vertikal. Baju tidur berjenis nihgtie yang dipakainya sudah tersingkab membuka setengah pahanya, dia tak sadar dalam tidur yang teramat nyaman. Setelah sempat membuka matanya untuk menutup bagian yang terbuka Liona menutup mata cantiknya lagi dan melanjutkan tidur.Ceklek…terdengar suara pintu terbuka dari luar. “Sayang,. Apa kamu belum bangun, kamu lupa kita…” Orang yang dia cari bahkan tak ada di ranjangnya.“Apa dia tidur di kamar sebelah?” ucapnya bermonolog.Akhirnya memutar arah dan membuka pintu samping kamar pertama yang juga tidak dikunci oleh pemiliknya. “Siapa kamu?” Seseorang bertanya dengan nada tak suka ke arah ranjang tempat Liona.Liona yang setengah sadar berusaha membuka mata dan tak kalah terkejut dengan kehadiran orang di hadapannya. Dia sontak berdiri, merapikan dirinya yang kacau, menyisir kasar rambu
"Cerai?" Kosa kata itu sangat berat ke luar dari mulut Liona."T-tapi kenapa Arka? A-aku melakukan kesalahan?" Liona seperti pengemis ulung yang memohon agar Arka menatap matanya untuk setidaknya bersuara. Tapi tidak, suaminya itu bahkan memalingkan wajahnya menghadap tembok."Apa kamu bosan denganku? A-apa--""Cukup" satu kata tidak membuat Liona berhenti mempertanyakan arti secarik kertas dalam genggamannya."Apa ada wanita lain? Apa kamu menyesal kita bersama? Kita--"Kalimat selanjutnya hanya menggantung di tenggorokan Liona setelah Arka menyumpal mulut itu dengan lidahnya. Ciuman itu membuat Liona pusing dan kewalahan, seakan isi mulutnya di jelajah dengan semua kehangatan. Ia perlu bicara lebih banyak tapi bibir Arka di bibirnya terasa begitu menggairahkan. Liona lumpuh oleh cumbuan suaminya. "Huhh hnggh" suara itu lolos dari celah bibirnya.Tapi, ada sesuatu yang salah dalam ciuman ini. Liona merasa pipinya mulai basah, tapi ia tidak menangis. Saat ia membuka matanya, ia me
"Arka, apa kamu serius?" Ini pertanyaan ke tiga kalinya dari Adit semenjak Arka menelponnya beberapa menit yang lalu."Kerjakan saja dan berikan padaku kalau sudah selesai" cengkraman di ponselnya kini semakin erat."Tapi--"Arka menutup sepihak panggilan telpon tanpa repot- repot mendengar kelanjutan dari suara asistennya.Ia mengusap wajahnya yang berkeringat, lalu berbalik menuju kamarnya dan Liona."Ar--""Vio sudah tidur?" Arka mendahului kalimat Liona yang menggantung di udara."Ya." Liona mengangguk meski Arka tak sedang melihatnya.Liona mengunyah bibir bawahnya saat merasa Arka tak akan melanjutkan kalimat apapun."Sayang, Adit bilang kamu belum sempat makan malam. Mau aku masak sesuatu sebelum tidur?" Liona bergerak selangkah lebih maju dan duduk di ujung kasur miliknya berdua."Aku lelah sekali, aku akan langsung tidur" Liona menatap jarinya yang tertaut di pangkuannya, ini lebih menakutkan melihat Arka menjadi pendiam seperti sekarang. Bahkan Arka tak bereaksi seperti bi
"DI MANA KALIAN SEMUA?! CEPAT DATANG!"Arka berteriak di seluruh ruangan, tanpa sadar bahwa tak ada orang lain selain pembantu rumah tangga yang baru saja datang baru- baru ini. Dirinya lupa bahwa itu adalah rumahnya dan Liona yang terisolasi, bukan di rumah Mamanya yang penuh dengan security."I-iya tuan." Melihat wanita paruh baya itu hanya membuat kemarahannya semakin meledak."SIALAN, CEPAT PANGGIL AMBULANCE!!"Dengan nafas yang sepuluh kali lebih cepat, wanita itu mengangkat gagang telpon dengan suara bergetar. Ia melakukan apa yang di minta tuannya."Akhh.. A- Arka.. S-sakit" Mata khawatir Arka jatuh kembali ke pangkuannya dimana sang istri yang tengah meringis memegangi perutnya membuat pria berbadan tegap itu kelimpungan."Sayang, bertahan sedikit lagi. Ambulance akan segera datang. Tolong sayang, bernafas dengan baik. Jangan panik, pegang tanganku. Aku akan ada di sampingmu. H-hanya tolong bertahan.." Arka menyuarakan kalimat terakhirnya dengan sedikit bergetar melihat kon
"A-apa yang terjadi Dokter, kenapa- k-kenapa dia menutup matanya?" Liona lolos masuk di antara celah tubuh yang berbaring dan Dokter di sampingnya. Gavin, sang mantan kekasih sekaligus jiwa penolongnya kemarin tengah terbaring lemah di ranjang rumah sakit dengan kepala di perban, mata halusnya tertutup membuat Liona benar- benar ketakutan dengan pikirannya."Tenang nyonya, dia hanya tidur setelah lukanya di jahit. Semuanya baik- baik saja" Terdengar helaan nafas lega dari mulut Liona, ia mengelus dadanya sedikit merasa tenang. Dia tidak yakin lagi apa yang akan dia lakukan jika sesuatu terjadi dengan orang lain demi menyelamatkan dirinya."Terima kasih Dokter" kepalanya menunduk sopan, berterima kasih terhadap kerja keras Dokter yang menangani Gavin.Hatinya terus merasa bersalah, karena beberapa jam yang lalu dirinya bahkan hampir melupakan Gavin karena sibuk menangis di kamar suaminya yang juga sama- sama terluka."Aku selalu membuat orang- orang di sekitarku terluka, kenapa aku
Cekitttt... Pedal rem bergesekan dengan aspal di parkiran basement apartment."CASIE.. TUNGGU.." Gavin melakukan hal yang sama dengan mobilnya, ia memarkir dengan sembarang dan langsung mengejar wanita setengah mabuk itu yang tengah masuk ke dalam lift apartment."Dia gila, astaga" dia terus mengutuk sepanjang kakinya berlari. Setelah memutuskan untuk kembali ke Indonesia untuk mengurusi beberapa hal mengenai pekerjaannya, Gavin di datangi Casie yang menuntut padanya tentang dirinya yang di nilai tidak kompeten terhadap kesepakatan mereka. "Bagaimana kamu bisa membiarkan Arka membawa Liona? Kamu tahu aku sedang mencoba mendapat Arka kembali. Apa kamu lupa?" Kalimat itu yang terlempar dari bibir setengah mabuk wanita itu. Setidaknya sebelum dirinya hilang kendali saat Gavin menjelaskan tentang kehamilan Liona yang baru di ketahui oleh Casie."D-dia hamil? dia hamil anak Arka? Tidak. Tidak.. aku tidak akan membiarkan mereka bersama apapun yang terjadi, aku tidak rela. Liona mengamb
Lenguhan samar tak tertahankan saat sarafnya di ambil alih. Lidah Arka menjelajah ke area yang sudah di kenali, melesak mencari celah untuk menggedor kewarasan Liona yang sedang berperang dengan egonya."Aku.. rindu.. mendengar suaramu, jangan menahannya sayang.."Liona terus menggeliat sambil membungkam bibirnya dengan tangan kirinya sedangkan tangan kanannya berusaha memberikan dorongan yang sama sekali tak berarti pada tubuh Arka yang menempel begitu mengikat."Keluarkan.. aku ingin mendengarnya.." Arka menggusur lidahnya semakin dalam, jarinya dengan tanpa di instruksi membantunya membuka jalan untuk membuka dua kancing baju Liona untuk memudahkan aksesnya sampai lidahnya bertemu dengan kedua puting yang merekah seakan siap menjadi hidangan."Hhnggghhh.. akhh..mmff" suara lenguhan dari bibir istrinya membuat Arka tersenyum di sela- sela aktifitas sedangkan Liona justru mengutuk diri karena jebol dari pertahanannya. Tubuhnya rindu dengan sentuhan hangat Arka yang memabukan. Gelen
Kepalanya menoleh ke jendela pesawat, ia tak peduli bahwa lehernya mungkin akan patah karena saking lamanya. Dirinya hanya tidak ingin melihat sosok yang duduk di sampingnya, kesal dan benci saling mendominasi di hatinya saat ini."Sayang.." Pria yang terduduk itu dengan leluasa menyentuh tangan yang mengepal di pangkuan istrinya, namun semua itu tak lain hanya mendapat penolakan dan menjatuhkan tangannya ke sisi lain.[Beberapa jam lalu di rumah Gavin]"Kalau kamu tidak ikut aku pulang sekarang maka aku akan membawa hal ini ke ranah hukum, kamu masti istriku secara sah" Liona mengunyah kulit pipi bagian dalam, menahan semua tekanan yang sedikit membuat nyalinya ciut. Gavin juga tidak menyalak seperti sebelumnya, kalimat Arka barusan cukup membuatnya berpikir ulang untuk menahan Liona untuk tinggal bersamanya."Tapi aku.. tapi aku tidak mau hidup denganmu lagi" cicit Liona meredam semua keinginannya untuk marah.Liona bersikeras untuk cerai, tapi jangan lupakan Arka yang akan jauh l
"Kamu mantan Liona kan?" Gavin menghentikan langkahnya, membalik tubuh tegapnya penuh ke arah wanita berambut coklat terang di belakangnya."Kamu lagi, selain arogan dan pemarah kamu juga ternyata suka mengusik kehidupan orang rupanya." balas Gavin masih di tempat."Apa itu adalah jawaban YA untuk pertanyaanku? Aku gak mungkin salah, kamu mantan Liona." senyum mencurigakan dengan alisnya yang tidak lagi presisi setelah yang satunya terangkat dengan sengaja."Aku punya penawaran yang bagus dan saling menguntungkan" Gavin tak tertarik dengan kalimat wanita yang sekarang menangkap langkahnya dengan berdiri di depan dirinya itu."Apa yang kamu mau? anakku menungguku di mobil." Sekali lagi Casie menghentikan langkah Gavin."Percaya padaku bahwa dalam hitungan hari mantanmu itu akan tersakiti, dan itulah saatnya kamu mengambil posisi untuk mendapatkan kembali hatinya. Lebih tepatnya, bawa dia jauh dari Arka, selamanya" kalimat terakhirnya sengaja ditekankan ke telinga Gavin yang merasa ke
"Mama bilang apa Sya?" Bily memecah keheningan di antara tarikan nafas berat di sampingnya."Kenapa dengan Arka?" Kini Liona angkat suara, tapi Tasya terlihat kesulitan menyusun kalimat yang tepat.Memangnya kenapa dengan suaminya, jelas dia pasti bahagia kembali bersama dengan mantan kekasihnya kan. Apalagi saat dirinya pergi, Arka bisa lebih leluasa kembali bersama tanpa ada penghalang, itulah yang coba Liona pikirkan untuk mengusir ke khawatirannya."Kakak di bawa ke rumah sakit lagi" terang Tasya yang bagai kilatan petir untuk Liona di sampingnya."Lagi? Apa maksudnya? A- arka sakit?" Liona tidak tahu kalimat itu ke luar begitu saja dari bibirnya, seperti semua serat di tubuhnya bekerja keras untuk melawan pikirannya sendiri, dia mulai khawatir saat ini."Itu yang mau aku bilang sama kamu Na, Kakak gak baik- baik aja selama kamu pergi. Dia sakit bahkan sampai kecelakaan-""Sya.." itu suara Bily yang menghentikan kalimat Tasya, lalu melihat Liona yang perlahan menekan jantungnya de