"Aku selalu tahu dimana kamu berada, karena aku memperhatikanmu. Ayo kita pulang, jangan terlalu lama bermain di luar." Arka memposisikan duduknya semakin dekat."Jangan berpura- pura seperti tidak ada yang terjadi." Liona bangkit dari rumput dan bergegas pergi yang tentu saja segera di ikuti Arka dengan cepat."Kamu bahkan belum dengar penjelasanku, dengar dulu." Ia menghadang langkah Liona yang sembarang. "Itu sudah sangat jelas, kalian bertunangan kan? Aku pernah lihat cincin itu di kamarmu, yang dengan bodohnya aku kira bahwa itu untukku. Betapa menyedihkannya bukan? Cukup Arka, aku rasa aku tidak tahan lagi jika kamu terus membohongiku." Liona menepis pegangan Arka, namun Arka beralih memeluk tubuh Liona sampai membuat Liona berontak."Ini salahku karena aku menyembunyikannya darimu, tapi percayalah bahwa aku melakukan ini untuk melindungimu. Kamu ingat insiden saat kamu keracunan makanan, itu ulah Papa dan juga kebakaran tempo lalu, itu juga dia. Dia melakukannya untuk menganca
[21+ Harap bijak saat membaca]"Nyalimu besar juga ternyata, ayo mengaku kalau kamu yang mengambil Video itu. Hanya kamu yang punya akses ke ruanganku." Arka mencekal pergelangan tangan Nadine sampai dirinya meringis kesakitan."Sa- saya terpaksa pak. Saya cuma di suruh orang Pak. Sa- sakit." Saat Arka mengeratkan cekalannya di tangan Nadine."Arka, dia kesakitan Arka." cegah Liona yang dari tadi berada di sampingnya."Biarkan dia merasakan resikonya, dia sudah lancang." ucap Arka. "Siapa yang menyuruhmu? Katakan cepat!" Lagi- lagi Arka menggertak Nadine dengan membentaknya."Pak Rama, dia menyuruhku memata- matai kalian. Tolong lepaskan aku Pak." Nadine memohon."Sialan." umpatnya."ANDRE." Arka memanggil bawahannya."Urus dia sekarang juga, ini hari terakhirnya bekerja di sini." Lalu pergi dan menuntun Liona untuk mengakhiri pertunjukan yang sedang di tontonnya."Arka, dia akan kehilangan pekerjaannya." protes Liona."Orang macam dia tidak pantas mendapat pembelaan darimu Liona, di
"Kamu bilang akan memuaskanku kan? aku belum puas sama sekali." Liona sudah melakukan sebisanya, bahkan saat Arka semakin brutal terhadap tubuhnya. Liona sudah sangat kelelahan menyeimbangi permainan Arka. Ia tak sanggup lagi."Hik..hik.." tangisnya mulai terdengar sendu, Liona menutupi wajahnya dengan kedua tangannya."Kamu tahu aku benci melihatmu menangis seperti ini." pungkas Arka sambil melepas tangan Liona dari wajahnya."A- aku minta maaf." lirih Liona menatap mata tajam yang masih berada di atasnya.Kemudian bibir yang beru saja berucap maaf itu di raup kembali oleh Arka, kali ini Arka memelankan ritme nya. Arka melumat dengan lembut bibir Liona.Saat pagutan itu di lepas, Arka mengusap air mata di pipi yang memerah itu. Lalu mengecup kembali bibir yang masih bengkak. Ia turun dari tubuh Liona dan memposisikan untuk mengisi bagian kosong di sampingnya."Letakan kepalamu di sini." sambil menepuk bagian dadanya. Lionapun menurut, ia sangat lelah, dirinya ingin segera mengakhiri
"Tasya, apa yang kamu lakukan?" Bily panik dan langsung menaikan kembali kain yang sengaja di lepas Tasya."Kenapa Bil? Apa aku gak bikin kamu tertarik lagi? Bahkan kamu menolak tubuhku, ada apa sebenarnya hah?" Marah dan merasa rendah, Tasya bisa merasakannya begitu dominan. Ia benar tak mengenal kekasihnya lagi."Kamu mengabaikanku, apa aku di matamu sekarang Bil? Aku harus gimana lagi agar kamu bisa balik kaya dulu lagi." bahu itu di guncang kuat menuntut jawaban."Sya, aku minta maaf." ucap Bily.Tasya menggelengkan kepala, matanya sudah berair, Tasya tahu kalimat itu tidak akan berakhir baik dari bibir Bily."Aku mencintai orang lain." Kesakitan itu merambat dari pangkal hatinya, mengurut setiap sendi di tubuh Tasya. "Jadi selama ini kamu udah gak cinta aku? Sejak kapan Bil, siapa orang itu? Siapa yang kamu cintai sekarang. Aku tahu, pasti Liona kan? JAWAB AKU BIL, JAWAB." Tangisnya pecah, seharusnya sejak dulu ia mulai curiga dengan Liona tapi Tasya selalu berusaha untuk perc
"Bisakah kita coba sekali lagi? Maksudku hubungan kita." Arka masih menatap bagian samping wajah Liona yang baru saja berpaling darinya."Semuanya udah berakhir, aku gak mau bahas tentang kita lagi." Liona tetap menatap lurus ke depan."Tapi aku-""Kalo kamu gak bisa anterin aku sekarang, aku bisa minta Livy jem-""Oke, kita pergi. Aku anterin kamu. Maaf, aku bicara ngelantur." Arka kemudian menyalakan mobilnya menuju kediaman Livy.Sesampainya di rumah, Livy segera menyuguhi Liona dengan banyak pertanyaan."Na, kenapa baru pulang jam segini? Lo dari mana aja seharian? Baju lo, kenapa berantakan gini? Lo abis nangis?" Livy memeriksa seluruh penampilan temannya. "Gue gakpapa, maaf gue telat." Liona tak bicara banyak pada temannya tentang apa yang baru saja ia alami malam ini."Lo yakin gakpapa?" Liona mengangguk."Yaudah, sekarang lo istirahat. Besok lo bisa ikut gue ke kantor." "Maksudnya?" "Gue udah bicara sama atasan gue untuk masukin lo di kantor, dan kebetulan memang ada pos
"kapan terakhir kali kalian berhubungan?" tanya Bily di sela- sela menunggu hasil tes."Aku udah gak pernah lagi ketemu dia setelah aku putus, itu udah hampir tiga bulan lalu." "Bukan itu yang aku maksud, kapan terakhir kali kalian tidur bersama?" Liona menatap Bily yang begitu bersikuku terhadap hal ini."Haruskah kamu bertanya hal itu?" "Jawab saja Liona, aku tahu dia sering menidurimu." Pilihan kalimat Bily sedikit menyakiti Liona."Kamu berkata seolah- olah aku jalang, aku tidak seperti yang kamu bayangkan." "Yahh memang, maksudmu lebih buruk dari dugaanku kan? Kamu memilih berhubungan dengan orang seperti dia dan menanggung resikonya." ceramah Bily."Aku gak nyangka kamu mengatakan ini Bil." "Lalu apa yang lebih pantas dari kalimat itu untuk wanita yang hamil di luar nikah? Katakan, apa kalimatku salah?" Liona terpojok."Yahh, kamu benar. Aku memang seperti jalang." Setelah beberapa saat, Bily menyuruh Liona melihat hasil tes dari benda itu yang sukses membuat wajah Liona te
"Jadi yang kita tunggu dari tadi itu dia? Kamu cepat sekali menemukan pekerjaan rupanya." Tania menunjuk Liona dengan sudut matanya."Benar, syukurlah kalau kalian sudah saling mengenal sebelumnya. Dia yang akan membantuku menangani persiapan pernikahan kalian mulai dari sekarang." ungkap Danu memperkenalkan."Owhh baguslah kalau begitu." sudut bibir Tania terangkat samar."Na, apa kamu membawa lampiran kemarin?" Tapi Liona tidak menyahut di sampingnya, Danu melirik dan memanggilnya lagi."Na, kamu bawa kan?" "A..a.. yahh, aku bawa." ia langsung merogoh tas nya dan mengeluarkan sebuah file."Ini konsepnya, kalian akan berjalan dari sini dengan beberapa interior bernuansa clasik. Lalu-""Aku ingin semuanya mewah, bukan sederhana seperti ini. Kamu tidak tahu siapa aku dan calon suamiku. Jangan membuat aku malu di depan tamu- tamuku. Iya kan sayang." tekan Tania.Arka tak fokus lagi pada kertas di depannya, wajah sendu dan pucat di samping dirinya lebih menarik minatnya untuk di lihat.
"Arka tahu lo hamil?" Liona menggeleng cepat.Livy memijat ruang di antara alisnya, kabar seperti ini memang bukan pertama kalinya ia dengar tapi tetap saja membuatnya terkejut."Dia pasti sengaja." celektuknya, membuat alis Liona menukik."Maksudnya?" "Malam dimana dia meminta syarat agar ngelepasin lo, dia minta tubuh lo kan? Dia gak pake pengaman?" Liona otomatis memutar kembali rekaman malam itu, benar memang bahwa Arka menolak untuk menggunakan pengaman saat itu. Dan Liona tidak curiga sama sekali."Dia sengaja menanam benihnya untuk mengikat lo lagi Liona, anak ini adalah alat untuknya." entah kenapa Livy menjadi makin emosi, padahal semua itu hanya pemikiran otaknya saja yang kepalang benci terhadap sosok yang membuat sahabatnya itu menderita."Gue harus gimana Vy, gue gak mau kembali lagi ke pelukan Arka. Gue gak mau terluka lagi." renung Liona memeluk lututnya sendiri."Gue juga bingung, lo gak mungkin tega buat ngegugurin nyawa dalam perut lo kan?" "Gue gak bisa Vy, bagaim
"Cerai?" Kosa kata itu sangat berat ke luar dari mulut Liona."T-tapi kenapa Arka? A-aku melakukan kesalahan?" Liona seperti pengemis ulung yang memohon agar Arka menatap matanya untuk setidaknya bersuara. Tapi tidak, suaminya itu bahkan memalingkan wajahnya menghadap tembok."Apa kamu bosan denganku? A-apa--""Cukup" satu kata tidak membuat Liona berhenti mempertanyakan arti secarik kertas dalam genggamannya."Apa ada wanita lain? Apa kamu menyesal kita bersama? Kita--"Kalimat selanjutnya hanya menggantung di tenggorokan Liona setelah Arka menyumpal mulut itu dengan lidahnya. Ciuman itu membuat Liona pusing dan kewalahan, seakan isi mulutnya di jelajah dengan semua kehangatan. Ia perlu bicara lebih banyak tapi bibir Arka di bibirnya terasa begitu menggairahkan. Liona lumpuh oleh cumbuan suaminya. "Huhh hnggh" suara itu lolos dari celah bibirnya.Tapi, ada sesuatu yang salah dalam ciuman ini. Liona merasa pipinya mulai basah, tapi ia tidak menangis. Saat ia membuka matanya, ia me
"Arka, apa kamu serius?" Ini pertanyaan ke tiga kalinya dari Adit semenjak Arka menelponnya beberapa menit yang lalu."Kerjakan saja dan berikan padaku kalau sudah selesai" cengkraman di ponselnya kini semakin erat."Tapi--"Arka menutup sepihak panggilan telpon tanpa repot- repot mendengar kelanjutan dari suara asistennya.Ia mengusap wajahnya yang berkeringat, lalu berbalik menuju kamarnya dan Liona."Ar--""Vio sudah tidur?" Arka mendahului kalimat Liona yang menggantung di udara."Ya." Liona mengangguk meski Arka tak sedang melihatnya.Liona mengunyah bibir bawahnya saat merasa Arka tak akan melanjutkan kalimat apapun."Sayang, Adit bilang kamu belum sempat makan malam. Mau aku masak sesuatu sebelum tidur?" Liona bergerak selangkah lebih maju dan duduk di ujung kasur miliknya berdua."Aku lelah sekali, aku akan langsung tidur" Liona menatap jarinya yang tertaut di pangkuannya, ini lebih menakutkan melihat Arka menjadi pendiam seperti sekarang. Bahkan Arka tak bereaksi seperti bi
"DI MANA KALIAN SEMUA?! CEPAT DATANG!"Arka berteriak di seluruh ruangan, tanpa sadar bahwa tak ada orang lain selain pembantu rumah tangga yang baru saja datang baru- baru ini. Dirinya lupa bahwa itu adalah rumahnya dan Liona yang terisolasi, bukan di rumah Mamanya yang penuh dengan security."I-iya tuan." Melihat wanita paruh baya itu hanya membuat kemarahannya semakin meledak."SIALAN, CEPAT PANGGIL AMBULANCE!!"Dengan nafas yang sepuluh kali lebih cepat, wanita itu mengangkat gagang telpon dengan suara bergetar. Ia melakukan apa yang di minta tuannya."Akhh.. A- Arka.. S-sakit" Mata khawatir Arka jatuh kembali ke pangkuannya dimana sang istri yang tengah meringis memegangi perutnya membuat pria berbadan tegap itu kelimpungan."Sayang, bertahan sedikit lagi. Ambulance akan segera datang. Tolong sayang, bernafas dengan baik. Jangan panik, pegang tanganku. Aku akan ada di sampingmu. H-hanya tolong bertahan.." Arka menyuarakan kalimat terakhirnya dengan sedikit bergetar melihat kon
"A-apa yang terjadi Dokter, kenapa- k-kenapa dia menutup matanya?" Liona lolos masuk di antara celah tubuh yang berbaring dan Dokter di sampingnya. Gavin, sang mantan kekasih sekaligus jiwa penolongnya kemarin tengah terbaring lemah di ranjang rumah sakit dengan kepala di perban, mata halusnya tertutup membuat Liona benar- benar ketakutan dengan pikirannya."Tenang nyonya, dia hanya tidur setelah lukanya di jahit. Semuanya baik- baik saja" Terdengar helaan nafas lega dari mulut Liona, ia mengelus dadanya sedikit merasa tenang. Dia tidak yakin lagi apa yang akan dia lakukan jika sesuatu terjadi dengan orang lain demi menyelamatkan dirinya."Terima kasih Dokter" kepalanya menunduk sopan, berterima kasih terhadap kerja keras Dokter yang menangani Gavin.Hatinya terus merasa bersalah, karena beberapa jam yang lalu dirinya bahkan hampir melupakan Gavin karena sibuk menangis di kamar suaminya yang juga sama- sama terluka."Aku selalu membuat orang- orang di sekitarku terluka, kenapa aku
Cekitttt... Pedal rem bergesekan dengan aspal di parkiran basement apartment."CASIE.. TUNGGU.." Gavin melakukan hal yang sama dengan mobilnya, ia memarkir dengan sembarang dan langsung mengejar wanita setengah mabuk itu yang tengah masuk ke dalam lift apartment."Dia gila, astaga" dia terus mengutuk sepanjang kakinya berlari. Setelah memutuskan untuk kembali ke Indonesia untuk mengurusi beberapa hal mengenai pekerjaannya, Gavin di datangi Casie yang menuntut padanya tentang dirinya yang di nilai tidak kompeten terhadap kesepakatan mereka. "Bagaimana kamu bisa membiarkan Arka membawa Liona? Kamu tahu aku sedang mencoba mendapat Arka kembali. Apa kamu lupa?" Kalimat itu yang terlempar dari bibir setengah mabuk wanita itu. Setidaknya sebelum dirinya hilang kendali saat Gavin menjelaskan tentang kehamilan Liona yang baru di ketahui oleh Casie."D-dia hamil? dia hamil anak Arka? Tidak. Tidak.. aku tidak akan membiarkan mereka bersama apapun yang terjadi, aku tidak rela. Liona mengamb
Lenguhan samar tak tertahankan saat sarafnya di ambil alih. Lidah Arka menjelajah ke area yang sudah di kenali, melesak mencari celah untuk menggedor kewarasan Liona yang sedang berperang dengan egonya."Aku.. rindu.. mendengar suaramu, jangan menahannya sayang.."Liona terus menggeliat sambil membungkam bibirnya dengan tangan kirinya sedangkan tangan kanannya berusaha memberikan dorongan yang sama sekali tak berarti pada tubuh Arka yang menempel begitu mengikat."Keluarkan.. aku ingin mendengarnya.." Arka menggusur lidahnya semakin dalam, jarinya dengan tanpa di instruksi membantunya membuka jalan untuk membuka dua kancing baju Liona untuk memudahkan aksesnya sampai lidahnya bertemu dengan kedua puting yang merekah seakan siap menjadi hidangan."Hhnggghhh.. akhh..mmff" suara lenguhan dari bibir istrinya membuat Arka tersenyum di sela- sela aktifitas sedangkan Liona justru mengutuk diri karena jebol dari pertahanannya. Tubuhnya rindu dengan sentuhan hangat Arka yang memabukan. Gelen
Kepalanya menoleh ke jendela pesawat, ia tak peduli bahwa lehernya mungkin akan patah karena saking lamanya. Dirinya hanya tidak ingin melihat sosok yang duduk di sampingnya, kesal dan benci saling mendominasi di hatinya saat ini."Sayang.." Pria yang terduduk itu dengan leluasa menyentuh tangan yang mengepal di pangkuan istrinya, namun semua itu tak lain hanya mendapat penolakan dan menjatuhkan tangannya ke sisi lain.[Beberapa jam lalu di rumah Gavin]"Kalau kamu tidak ikut aku pulang sekarang maka aku akan membawa hal ini ke ranah hukum, kamu masti istriku secara sah" Liona mengunyah kulit pipi bagian dalam, menahan semua tekanan yang sedikit membuat nyalinya ciut. Gavin juga tidak menyalak seperti sebelumnya, kalimat Arka barusan cukup membuatnya berpikir ulang untuk menahan Liona untuk tinggal bersamanya."Tapi aku.. tapi aku tidak mau hidup denganmu lagi" cicit Liona meredam semua keinginannya untuk marah.Liona bersikeras untuk cerai, tapi jangan lupakan Arka yang akan jauh l
"Kamu mantan Liona kan?" Gavin menghentikan langkahnya, membalik tubuh tegapnya penuh ke arah wanita berambut coklat terang di belakangnya."Kamu lagi, selain arogan dan pemarah kamu juga ternyata suka mengusik kehidupan orang rupanya." balas Gavin masih di tempat."Apa itu adalah jawaban YA untuk pertanyaanku? Aku gak mungkin salah, kamu mantan Liona." senyum mencurigakan dengan alisnya yang tidak lagi presisi setelah yang satunya terangkat dengan sengaja."Aku punya penawaran yang bagus dan saling menguntungkan" Gavin tak tertarik dengan kalimat wanita yang sekarang menangkap langkahnya dengan berdiri di depan dirinya itu."Apa yang kamu mau? anakku menungguku di mobil." Sekali lagi Casie menghentikan langkah Gavin."Percaya padaku bahwa dalam hitungan hari mantanmu itu akan tersakiti, dan itulah saatnya kamu mengambil posisi untuk mendapatkan kembali hatinya. Lebih tepatnya, bawa dia jauh dari Arka, selamanya" kalimat terakhirnya sengaja ditekankan ke telinga Gavin yang merasa ke
"Mama bilang apa Sya?" Bily memecah keheningan di antara tarikan nafas berat di sampingnya."Kenapa dengan Arka?" Kini Liona angkat suara, tapi Tasya terlihat kesulitan menyusun kalimat yang tepat.Memangnya kenapa dengan suaminya, jelas dia pasti bahagia kembali bersama dengan mantan kekasihnya kan. Apalagi saat dirinya pergi, Arka bisa lebih leluasa kembali bersama tanpa ada penghalang, itulah yang coba Liona pikirkan untuk mengusir ke khawatirannya."Kakak di bawa ke rumah sakit lagi" terang Tasya yang bagai kilatan petir untuk Liona di sampingnya."Lagi? Apa maksudnya? A- arka sakit?" Liona tidak tahu kalimat itu ke luar begitu saja dari bibirnya, seperti semua serat di tubuhnya bekerja keras untuk melawan pikirannya sendiri, dia mulai khawatir saat ini."Itu yang mau aku bilang sama kamu Na, Kakak gak baik- baik aja selama kamu pergi. Dia sakit bahkan sampai kecelakaan-""Sya.." itu suara Bily yang menghentikan kalimat Tasya, lalu melihat Liona yang perlahan menekan jantungnya de