"kapan terakhir kali kalian berhubungan?" tanya Bily di sela- sela menunggu hasil tes."Aku udah gak pernah lagi ketemu dia setelah aku putus, itu udah hampir tiga bulan lalu." "Bukan itu yang aku maksud, kapan terakhir kali kalian tidur bersama?" Liona menatap Bily yang begitu bersikuku terhadap hal ini."Haruskah kamu bertanya hal itu?" "Jawab saja Liona, aku tahu dia sering menidurimu." Pilihan kalimat Bily sedikit menyakiti Liona."Kamu berkata seolah- olah aku jalang, aku tidak seperti yang kamu bayangkan." "Yahh memang, maksudmu lebih buruk dari dugaanku kan? Kamu memilih berhubungan dengan orang seperti dia dan menanggung resikonya." ceramah Bily."Aku gak nyangka kamu mengatakan ini Bil." "Lalu apa yang lebih pantas dari kalimat itu untuk wanita yang hamil di luar nikah? Katakan, apa kalimatku salah?" Liona terpojok."Yahh, kamu benar. Aku memang seperti jalang." Setelah beberapa saat, Bily menyuruh Liona melihat hasil tes dari benda itu yang sukses membuat wajah Liona te
"Jadi yang kita tunggu dari tadi itu dia? Kamu cepat sekali menemukan pekerjaan rupanya." Tania menunjuk Liona dengan sudut matanya."Benar, syukurlah kalau kalian sudah saling mengenal sebelumnya. Dia yang akan membantuku menangani persiapan pernikahan kalian mulai dari sekarang." ungkap Danu memperkenalkan."Owhh baguslah kalau begitu." sudut bibir Tania terangkat samar."Na, apa kamu membawa lampiran kemarin?" Tapi Liona tidak menyahut di sampingnya, Danu melirik dan memanggilnya lagi."Na, kamu bawa kan?" "A..a.. yahh, aku bawa." ia langsung merogoh tas nya dan mengeluarkan sebuah file."Ini konsepnya, kalian akan berjalan dari sini dengan beberapa interior bernuansa clasik. Lalu-""Aku ingin semuanya mewah, bukan sederhana seperti ini. Kamu tidak tahu siapa aku dan calon suamiku. Jangan membuat aku malu di depan tamu- tamuku. Iya kan sayang." tekan Tania.Arka tak fokus lagi pada kertas di depannya, wajah sendu dan pucat di samping dirinya lebih menarik minatnya untuk di lihat.
"Arka tahu lo hamil?" Liona menggeleng cepat.Livy memijat ruang di antara alisnya, kabar seperti ini memang bukan pertama kalinya ia dengar tapi tetap saja membuatnya terkejut."Dia pasti sengaja." celektuknya, membuat alis Liona menukik."Maksudnya?" "Malam dimana dia meminta syarat agar ngelepasin lo, dia minta tubuh lo kan? Dia gak pake pengaman?" Liona otomatis memutar kembali rekaman malam itu, benar memang bahwa Arka menolak untuk menggunakan pengaman saat itu. Dan Liona tidak curiga sama sekali."Dia sengaja menanam benihnya untuk mengikat lo lagi Liona, anak ini adalah alat untuknya." entah kenapa Livy menjadi makin emosi, padahal semua itu hanya pemikiran otaknya saja yang kepalang benci terhadap sosok yang membuat sahabatnya itu menderita."Gue harus gimana Vy, gue gak mau kembali lagi ke pelukan Arka. Gue gak mau terluka lagi." renung Liona memeluk lututnya sendiri."Gue juga bingung, lo gak mungkin tega buat ngegugurin nyawa dalam perut lo kan?" "Gue gak bisa Vy, bagaim
"Kenapa kamu bicara seenaknya di depan ibuku? Kita belum membahas semua ini dan kamu bertidak tanpa konfirmasiku." Liona baru berani bicara dengan nada ini setelah ibunya pamit untuk tidur lebih dulu setelah bicara panjang dengan mereka berdua."Aku minta maaf, tapi ini jalan satu- satunya. Lambat laun ibumu pasti tahu tentang kehamilan kamu meski bukan dariku." Memang, tapi bukan berarti mulutmu yang memberitahunya. Ingin sekali Liona memaki dengan kalimat itu, tapi masih berusaha untuk ia perbaiki sebelum semua itu keluar dari permukaan bibirnya."Tetap saja aku belum sepakat, kamu mengambil keputusan sendiri Bil." "Lalu apa rencanamu selain ini? Mengandung anak itu tanpa ayah? Kamu tahan dengan segala caci dan makian? Kamu tega membuat anakmu jadi bahan buly?" Liona diam seribu kata, Arka bahkan akan menikah dengan calon istrinya. Bagaimana bisa ia berharap lebih padanya. Di usap kasar bulir yang turun dari kelopak matanya, tidak, Liona tak ingin menangis lagi."Sudah, sekaran
"ayo, tidur disini." Arka menepuk dada kanannya, mengintruksikan Liona untuk menyandarkan kepalanya."Kapan kita akan keluar dari sini." Liona memangku tangannya gelisah. Setelah melarikan diri dari acara pernikahan, Arka membawa Liona ke salah satu hotel untuk menghidar dari kejaran anak buah Papanya."Kita pergi setelah semuanya aman, ayo sini. Kamu kelelahan, tidur sebentar. Aku gak akan ngapa- ngapain." Intruksinya lagi.Dalam perjalanan tadi, Arka menjelaskan semuanya tentang Tania dan kenapa ia memutuskan untuk melanggar kesepakatan bersama Papanya dengan memilih kabur bersama Liona. "Ayo, kemari." Melihat Liona yang tak bergerak di tempatnya, Arka mengalah untuk bangun dan meraih tangan bergetar itu untuk di giring ke ranjang."Ayo, istirahat.""Bagaimana bisa kamu setenang ini? Kamu gagal menikah hari ini." tolak Liona."Pernikahan yang tidak di inginkan memang seharusnya di gagalkan, ini memang sudah jalannya." Mulut itu kelewat ringan mengucapkannya."Jangan membuat bayi
"Arka, kenapa kamu merobek bajuku semalam? Apa yang harus aku pakai sekarang?" Liona terlihat memunguti satu persatu pakaiannya dilantai dengan masih membalut tubuhnya denga selimut."Maafkan aku, tadi malam aku terlalu bersemangat. Aku sudah sangat merindukanmu sejak lama jadi aku tidak bisa mengendalikannya."Arka yang kembali dari balkon segera mendekat pada Liona."Hanya ada aku disini, kamu tidak perlu baju untuk menutupinya." Spontan pukulan mendarat ke lengan Arka dari Liona."Kamu pikir aku mau lama- lama di hotel ini? Ruangan pengap, aku ingin udara segar." rajuk Liona sambil mengangkat selimutnya sampai ke dada dan mendudukan kembali dirinya di atas kasur."Oke.. oke, nanti aku minta pelayan hotel untuk membawakannya untukmu." Grukkkkkkkk..Suara perut Liona terdengar nyaring di ruangan yang mengundang tawa Arka."Anak Papa lapal? Awww sayang, anak kita kelaparan disana." Arka berjongkok mengajak bicara perut Liona yang masih tertutup selimut, Liona hanya diam memandangi
"Ada orang di sini? Tolong lepaskan aku, siapapun itu tolong lepaskan aku... Hik.. hikk." Kain yang menutupi matanya basah, semua gelap dari sudut pandangnya. Liona bisa merasakan bahwa dirinya sedang berada di atas kasur dengan tangan dan kaki yang terikat."Tolong, aku takut. Jangan sakiti aku." Ia memohon meski tidak begitu yakin ada seseorang di sekitarnya. "Arka, Arka tolong aku. Dimana kamu.. tolong aku." Teriaknya lemah, ia mencoba membuka ikatan di tangannya tapi tidak bisa. Kemudia ia merasakan ranjangnya berderit, seseorang pasti mendekat ke arahnya dan kemudian mengelus sisi wajahnya."Arka?" tebak Liona.Dagunya tiba- tiba di cengkram kuat oleh tangan itu, dan sampai pada saat kain di matanya terlepas tampaklah pria dengan tangan yang masih mencengkram dagunya."Bi-bily? Ini semua kelakuanmu?" Mata Liona terbelalak mengetahui bahwa Bily adalah dalang dari semua ini."Terkejut cantik? Kamu mengkhianatiku! Kamu kembali bersama dia lagi. Bukankah kita akan menikah? Ibu da
Brughh.. Tubuh yang sempoyongan itu terjatuh ke lantai."ARKA." Semua orang yang berada di ruangan itu memekik terkejut karena Arka terjatuh setelah memaksakan tubuhnya untuk bangun."Kepala kamu sakit lagi?" Dewi spontan berjongkok dan merengkuh tubuh putranya."Ar.. Arka." Itu suara Liona yang sekarang tengah terduduk di kursi roda bersama Livy di belakangnya."Liona, sayang kamu gakpapa." Tubuh yang tadinya lemah itu segera bangun dan mendekat ke kursi roda."Kamu luka Arka, kamu gak boleh banyak gerak." Arka tak peduli, ia berjongkok di depan Liona mensejajarkan tubuhnya dan menggenggam tangan Liona."Aku baik- baik saja." Lalu di cium punggung tangan itu dengan kasih, entah kenapa air mata Liona seperti berlomba untuk lari ke luar kelopaknya. Melihat Arka terluka karena dirinya, sangat menyakitkan."Aku.. aku minta maaf, Arka.. kamu terluka karena aku. Bayi kita juga pergi karna aku.." Bulir yang masih malu- malu itu kini keluar deras saat Liona mengucapkannya. Semua orang ya
"Cerai?" Kosa kata itu sangat berat ke luar dari mulut Liona."T-tapi kenapa Arka? A-aku melakukan kesalahan?" Liona seperti pengemis ulung yang memohon agar Arka menatap matanya untuk setidaknya bersuara. Tapi tidak, suaminya itu bahkan memalingkan wajahnya menghadap tembok."Apa kamu bosan denganku? A-apa--""Cukup" satu kata tidak membuat Liona berhenti mempertanyakan arti secarik kertas dalam genggamannya."Apa ada wanita lain? Apa kamu menyesal kita bersama? Kita--"Kalimat selanjutnya hanya menggantung di tenggorokan Liona setelah Arka menyumpal mulut itu dengan lidahnya. Ciuman itu membuat Liona pusing dan kewalahan, seakan isi mulutnya di jelajah dengan semua kehangatan. Ia perlu bicara lebih banyak tapi bibir Arka di bibirnya terasa begitu menggairahkan. Liona lumpuh oleh cumbuan suaminya. "Huhh hnggh" suara itu lolos dari celah bibirnya.Tapi, ada sesuatu yang salah dalam ciuman ini. Liona merasa pipinya mulai basah, tapi ia tidak menangis. Saat ia membuka matanya, ia me
"Arka, apa kamu serius?" Ini pertanyaan ke tiga kalinya dari Adit semenjak Arka menelponnya beberapa menit yang lalu."Kerjakan saja dan berikan padaku kalau sudah selesai" cengkraman di ponselnya kini semakin erat."Tapi--"Arka menutup sepihak panggilan telpon tanpa repot- repot mendengar kelanjutan dari suara asistennya.Ia mengusap wajahnya yang berkeringat, lalu berbalik menuju kamarnya dan Liona."Ar--""Vio sudah tidur?" Arka mendahului kalimat Liona yang menggantung di udara."Ya." Liona mengangguk meski Arka tak sedang melihatnya.Liona mengunyah bibir bawahnya saat merasa Arka tak akan melanjutkan kalimat apapun."Sayang, Adit bilang kamu belum sempat makan malam. Mau aku masak sesuatu sebelum tidur?" Liona bergerak selangkah lebih maju dan duduk di ujung kasur miliknya berdua."Aku lelah sekali, aku akan langsung tidur" Liona menatap jarinya yang tertaut di pangkuannya, ini lebih menakutkan melihat Arka menjadi pendiam seperti sekarang. Bahkan Arka tak bereaksi seperti bi
"DI MANA KALIAN SEMUA?! CEPAT DATANG!"Arka berteriak di seluruh ruangan, tanpa sadar bahwa tak ada orang lain selain pembantu rumah tangga yang baru saja datang baru- baru ini. Dirinya lupa bahwa itu adalah rumahnya dan Liona yang terisolasi, bukan di rumah Mamanya yang penuh dengan security."I-iya tuan." Melihat wanita paruh baya itu hanya membuat kemarahannya semakin meledak."SIALAN, CEPAT PANGGIL AMBULANCE!!"Dengan nafas yang sepuluh kali lebih cepat, wanita itu mengangkat gagang telpon dengan suara bergetar. Ia melakukan apa yang di minta tuannya."Akhh.. A- Arka.. S-sakit" Mata khawatir Arka jatuh kembali ke pangkuannya dimana sang istri yang tengah meringis memegangi perutnya membuat pria berbadan tegap itu kelimpungan."Sayang, bertahan sedikit lagi. Ambulance akan segera datang. Tolong sayang, bernafas dengan baik. Jangan panik, pegang tanganku. Aku akan ada di sampingmu. H-hanya tolong bertahan.." Arka menyuarakan kalimat terakhirnya dengan sedikit bergetar melihat kon
"A-apa yang terjadi Dokter, kenapa- k-kenapa dia menutup matanya?" Liona lolos masuk di antara celah tubuh yang berbaring dan Dokter di sampingnya. Gavin, sang mantan kekasih sekaligus jiwa penolongnya kemarin tengah terbaring lemah di ranjang rumah sakit dengan kepala di perban, mata halusnya tertutup membuat Liona benar- benar ketakutan dengan pikirannya."Tenang nyonya, dia hanya tidur setelah lukanya di jahit. Semuanya baik- baik saja" Terdengar helaan nafas lega dari mulut Liona, ia mengelus dadanya sedikit merasa tenang. Dia tidak yakin lagi apa yang akan dia lakukan jika sesuatu terjadi dengan orang lain demi menyelamatkan dirinya."Terima kasih Dokter" kepalanya menunduk sopan, berterima kasih terhadap kerja keras Dokter yang menangani Gavin.Hatinya terus merasa bersalah, karena beberapa jam yang lalu dirinya bahkan hampir melupakan Gavin karena sibuk menangis di kamar suaminya yang juga sama- sama terluka."Aku selalu membuat orang- orang di sekitarku terluka, kenapa aku
Cekitttt... Pedal rem bergesekan dengan aspal di parkiran basement apartment."CASIE.. TUNGGU.." Gavin melakukan hal yang sama dengan mobilnya, ia memarkir dengan sembarang dan langsung mengejar wanita setengah mabuk itu yang tengah masuk ke dalam lift apartment."Dia gila, astaga" dia terus mengutuk sepanjang kakinya berlari. Setelah memutuskan untuk kembali ke Indonesia untuk mengurusi beberapa hal mengenai pekerjaannya, Gavin di datangi Casie yang menuntut padanya tentang dirinya yang di nilai tidak kompeten terhadap kesepakatan mereka. "Bagaimana kamu bisa membiarkan Arka membawa Liona? Kamu tahu aku sedang mencoba mendapat Arka kembali. Apa kamu lupa?" Kalimat itu yang terlempar dari bibir setengah mabuk wanita itu. Setidaknya sebelum dirinya hilang kendali saat Gavin menjelaskan tentang kehamilan Liona yang baru di ketahui oleh Casie."D-dia hamil? dia hamil anak Arka? Tidak. Tidak.. aku tidak akan membiarkan mereka bersama apapun yang terjadi, aku tidak rela. Liona mengamb
Lenguhan samar tak tertahankan saat sarafnya di ambil alih. Lidah Arka menjelajah ke area yang sudah di kenali, melesak mencari celah untuk menggedor kewarasan Liona yang sedang berperang dengan egonya."Aku.. rindu.. mendengar suaramu, jangan menahannya sayang.."Liona terus menggeliat sambil membungkam bibirnya dengan tangan kirinya sedangkan tangan kanannya berusaha memberikan dorongan yang sama sekali tak berarti pada tubuh Arka yang menempel begitu mengikat."Keluarkan.. aku ingin mendengarnya.." Arka menggusur lidahnya semakin dalam, jarinya dengan tanpa di instruksi membantunya membuka jalan untuk membuka dua kancing baju Liona untuk memudahkan aksesnya sampai lidahnya bertemu dengan kedua puting yang merekah seakan siap menjadi hidangan."Hhnggghhh.. akhh..mmff" suara lenguhan dari bibir istrinya membuat Arka tersenyum di sela- sela aktifitas sedangkan Liona justru mengutuk diri karena jebol dari pertahanannya. Tubuhnya rindu dengan sentuhan hangat Arka yang memabukan. Gelen
Kepalanya menoleh ke jendela pesawat, ia tak peduli bahwa lehernya mungkin akan patah karena saking lamanya. Dirinya hanya tidak ingin melihat sosok yang duduk di sampingnya, kesal dan benci saling mendominasi di hatinya saat ini."Sayang.." Pria yang terduduk itu dengan leluasa menyentuh tangan yang mengepal di pangkuan istrinya, namun semua itu tak lain hanya mendapat penolakan dan menjatuhkan tangannya ke sisi lain.[Beberapa jam lalu di rumah Gavin]"Kalau kamu tidak ikut aku pulang sekarang maka aku akan membawa hal ini ke ranah hukum, kamu masti istriku secara sah" Liona mengunyah kulit pipi bagian dalam, menahan semua tekanan yang sedikit membuat nyalinya ciut. Gavin juga tidak menyalak seperti sebelumnya, kalimat Arka barusan cukup membuatnya berpikir ulang untuk menahan Liona untuk tinggal bersamanya."Tapi aku.. tapi aku tidak mau hidup denganmu lagi" cicit Liona meredam semua keinginannya untuk marah.Liona bersikeras untuk cerai, tapi jangan lupakan Arka yang akan jauh l
"Kamu mantan Liona kan?" Gavin menghentikan langkahnya, membalik tubuh tegapnya penuh ke arah wanita berambut coklat terang di belakangnya."Kamu lagi, selain arogan dan pemarah kamu juga ternyata suka mengusik kehidupan orang rupanya." balas Gavin masih di tempat."Apa itu adalah jawaban YA untuk pertanyaanku? Aku gak mungkin salah, kamu mantan Liona." senyum mencurigakan dengan alisnya yang tidak lagi presisi setelah yang satunya terangkat dengan sengaja."Aku punya penawaran yang bagus dan saling menguntungkan" Gavin tak tertarik dengan kalimat wanita yang sekarang menangkap langkahnya dengan berdiri di depan dirinya itu."Apa yang kamu mau? anakku menungguku di mobil." Sekali lagi Casie menghentikan langkah Gavin."Percaya padaku bahwa dalam hitungan hari mantanmu itu akan tersakiti, dan itulah saatnya kamu mengambil posisi untuk mendapatkan kembali hatinya. Lebih tepatnya, bawa dia jauh dari Arka, selamanya" kalimat terakhirnya sengaja ditekankan ke telinga Gavin yang merasa ke
"Mama bilang apa Sya?" Bily memecah keheningan di antara tarikan nafas berat di sampingnya."Kenapa dengan Arka?" Kini Liona angkat suara, tapi Tasya terlihat kesulitan menyusun kalimat yang tepat.Memangnya kenapa dengan suaminya, jelas dia pasti bahagia kembali bersama dengan mantan kekasihnya kan. Apalagi saat dirinya pergi, Arka bisa lebih leluasa kembali bersama tanpa ada penghalang, itulah yang coba Liona pikirkan untuk mengusir ke khawatirannya."Kakak di bawa ke rumah sakit lagi" terang Tasya yang bagai kilatan petir untuk Liona di sampingnya."Lagi? Apa maksudnya? A- arka sakit?" Liona tidak tahu kalimat itu ke luar begitu saja dari bibirnya, seperti semua serat di tubuhnya bekerja keras untuk melawan pikirannya sendiri, dia mulai khawatir saat ini."Itu yang mau aku bilang sama kamu Na, Kakak gak baik- baik aja selama kamu pergi. Dia sakit bahkan sampai kecelakaan-""Sya.." itu suara Bily yang menghentikan kalimat Tasya, lalu melihat Liona yang perlahan menekan jantungnya de