“Sean, hari ini aku masuk ke kampus pagi. Kau di rumah saja, ya? Jangan pergi ke kantor. Lukamu masih belum kering,” ucap Stella seraya melangkah mendekat pada Sean yang tengah duduk di sofa kamar seraya membaca koran. Kini Stella sudah rapi dengan dress sederhana berwarna kuning dan dipadukan dengan flatshoes. Meski hanya memakai balutan dress sederhana nyatanya Stella terlihat sangat cantik dan anggun.“Aku tidak datang ke kantor tapi harus ada dokumen yang aku periksa. Siang ini Tomy akan ke sini,” jawab Sean sambil menatap sang istri yang duduk di sampingnya.Stella menghela napas dalam. Suaminya itu memang terlalu sibuk dengan pekerjaannya. Bahkan meski masih sakit, Sean tetap melihat pekerjaannya diam-diam saat Stella tertidur pulas. Seperti contoh tadi malam, Stella berpura-pura tertidur lelap. Lalu ternyata Sean malah menuju ruang kerja, untuk memeriksa pekerjaannya. Awalnya Stella ingin marah, namun Stella menyadari suaminya itu begitu banyak memiliki tanggung jawab. Ya, mau
“Hi, Chery.”Pria yang ada di hadapan Chery menyapa Chery dengan hangat. Tampak wajah Stella dan Alika kini memperhatikan lekat-lekat pria yang menyapa Chery itu. Bagaimana tidak? Selama ini Chery selalu menghindar jika ada pria yang berusaha mendekatinya. Sedangkan sekarang ada pria asing yang tiba-tiba menghampiri Chery.“Hi, Denis. Lama tidak melihatmu,” jawab Chery hangat seraya mengulas senyuman di wajanya.Ya, pria yang ada di hadapan Chery adalah Denis—senior kampusnya. Namun, sepertinya baik Stella dan Alika tidak mengingat sosok pria yang ada di hadapan Chery.Denis tersenyum. “Aku senang kau masuk ke kampus lagi, Chery.”“Iya, Denis.” Chery pun ikut tersenyum. “Ah, ya. Aku lupa. Kenalkan ini Stella dan di sampingnya Alika. Mereka adalah teman-temanku,” lanjutnya yang memperkenalkan Stella dan Alika.Denis kembali tersenyum dan melihat ke arah Stella dan Alika bersamaan. “Aku tentu mengenal juniorku. Stella Geovan, istri dari Sean Geovan, pengusaha ternama yang rasanya tidak
Sebuah restoran Meksiko dengan tatanan yang sangat hangat dan elegan membuat Chery yang berada di restoran itu begitu menikmati suasana restoran. Hiasan bunga-bunga yang indah. Ya, kini Chery berada di sebuah restoran bersama dengan Denis. Mereka tengah menikmati makan malam mereka dengan menu hidangan Meksiko. Berkali-kali Chery terlihat menyukai makanan Meksiko yang dihidangkan padanya.“Kau terlihat menikmati makananmu, Chery,” kata Denis sambil melihat Chery. “Aku senang kalau kau menyukai makanan di sini. Paling tidak aku tidak membawamu ke tempat yang salah,” lanjutnya dengan senyuman di wajahnya.Chery tersenyum hangat. “Thanks, Denis. Ini tempat yang sangat bagus. Aku menyukainya.”“Lain kali aku akan mengajakmu ke restoran enak lainnya. Hm, tapi mungkin ada restoran yang sederhana. Apa kau bersedia, Chery? Kalau kau keberatan aku tidak akan mengajakmu ke restoran yang sederhana,” ujar Denis. Tentu Denis harus menanyakan ini pada Chery. Pasalnya banyak wanita yang tidak mau di
Ken mengusap wajahnya kasar. Raut wajahnya tampak begitu frustasi. Ya, dalam benak Ken mengingat kejadian tadi malam kala dirinya begitu memaksa Chery. Dia tahu apa yang dilakukannya ini salah. Hanya saja tadi malam amarah yang terbendung dalam diri Ken benar-benar tidak mampu tertahan. Chery berkencan dengan pria lain membuat darah Ken mendidih. Tidak hanya itu, tapi Chery berkali-kali menolak ketika Ken ingin bertanggung jawab.“Shit!” Ken mengumpat kasar seraya menyambar wine yang ada di hadapannya—lalu menegaknya hingga tandas. Pikirannya kian kacau. Rasa bersalah menelusup ke relung hatinya. Jika saja Chery tidak menolaknya maka ini tidak akan pernah terjadi.Hal yang membuat Ken semakin marah adalah ketika Chery membela pria lain. Namun, jika ditanya apakah Ken mencintai Chery atau tidak maka Ken tidak bisa menjawab. Chery—wanita itu telah berhasil membuatnya menginginkanya. Sejak awal Ken tidak menampik tatapan matanya selalu ingin melihat Chery. Wanita itu sudah lama berada di
Chery memeluk lututnya. Bulir air matanya terus menetes kala mengingat kata-kata Ken tadi malam. Sungguh hatinya begitu hancur. Sesak. Luka yang mati-matian telah dia tutup harus kembali terbuka. Jika saja Chery bisa maka dia lebih baik memilih berlari menjauh dari Ken. Chery tidak mau jatuh ke dalam pelukan Ken. Pria yang telah menorehkan luka yang dalam padanya. Chery membenci dirinya yang lemah. Andai ada jalan untuk pergi dari Ken maka dia akan memilih untuk. Pergi dan lepas dari sosok Kendrick Jefferson adalah impiannya.Kini Chery menyeka air matanya yang tak henti luluh di pipinya. Sesaat Chery berusaha untuk menguatkan diri. Meneguhkan hatinya dia akan mampu melewati ini semua. Hingga kemudian, tatapan Chery teralih pada ponselnya yang terus berdering. Awalnya Chery ingin mengabaikan ponsel miliknya. Namun, akhirnya Chery memilih mengambil ponselnya dan menatap ke layar—seketika Chery terdiam kala melihat nomor Stella yang muncul. Dia tidak mungkin menolak panggilan dari Stell
“Denis, apa mungkin kau mau menerimaku dengan segala masa laluku yang buruk? Apa kau siap menerima itu semua?”Suara Chery bertanya dengan tatapan begitu serius pada Denis. Ya, pertanyaan Chery itu membuat Denis terdiam sejenak. Sorot mata Denis menatap lekat Chery. Sebuah tatapan yang terlihat sulit diartikan.“Apa begitu buruk masa lalumu sampai kau mengucapkan kata itu, Chery?” Denis balik bertanya. Bukan maksud untuk ingin menanyakan masa lalu Chery. Hanya saja, Denis ingin tahu kenapa Chery sampai mempertanyakan hal itu padanya.Senyuman samar di wajah Chery terlukis. Tentu dia tidak akan memberitahu pada siapa pun tentang apa yang telah menjadi masa lalunya. Namun, Chery ingin memberitahu Denis bahwa dirinya adalah wanita yang jauh dari kata sempurna. Chery takut suatu saat Denis tidak bisa menerima dirinya.“Masa laluku buruk, Denis. Bagiku sangat buruk. Tapi maaf, aku tidak ingin mengungkitnya lagi. Aku hanya takut di masa depan kau tidak bisa menerima masa laluku,” ucap Chery
Stella tersenyum melihat makanan yang telah dia buat. Ya, kali ini Stella sedang ingin memasak untuk sang suami. Tentu saja, dia tidak membuat masakan yang sulit. Sean—suaminya itu tengah duduk di kursi meja makan seraya menatapnya lekat. Well… Stella memang tidak bisa melakukan aktivitas banyak. Pasalnya, Sean benar-benar membatasi Stella. Seperti saat ini, Sean memperbolehkan Stella masak namun tidak masakan yang sulit. Itu kenapa Stella memilih menu nasi goreng udang. Bahan-bahannya pun sudah disiapkan oleh pelayan. Stella hanya memasaknya saja. Hari demi hari, Sean memang semakin overprotective.“Sayang, makanannya sudah jadi.” Stella melangkah pelan seraya membawakan dua piring. Tepat di saat Stella berjalan, Sean langsung bangkit berdiri dan mengambil alih dua piring yang ada di tangan istrinya itu. Stella hanya bisa menghela napas dalam dan melangkah mengikuti Sean yang menuju kursi meja makan.Saat Sean sudah meletakan piring yang berisikan nasi goreng ke atas meja—dia menarik
“Astaga, aku benar-benar terlambat.” Alika menyambar kunci mobilnya dan tas yang ada di atas meja riasnya—lalu berlari menuruni tangga dengan tergesa-gesa. Ya, kesiangan bangun membuat Alika tidak bisa mengikuti jam pertama mata kuliahnya.“Shit!” Alika mengumpat pelan merutuki kesialannya. Namun, tiba-tiba saat Alika baru saja keluar rumah, dia menabrak tubuh seseorang yang muncul di hadapannya. Alika hendak terjatuh, tapi sosok pria yang ada di hadapannya itu langsung memeluk pinggangnya.“Hey! Kau ini kurang ajar! Apa mau aku pec—” Perkataan Alika terpotong kala mendongakan kepalanya. Raut wajahnya sedikit terkejut. Pasalnya dia pikir yang dia tabrak adalah security-nya. Namun, ternyata Kelvin yang ada di hadapanya. Wajah Alika langsung tertekuk kesal. Memberontak dari pelukan Kelvin. Sayangnya semakin Alika memberontak maka semakin Kelvin mengeratkan pelukannya.“Lepas, Kelvin! Aku mau kuliah. Aku sudah terlambat!” ucap Alika kesal.“Hari ini kau tidak boleh kuliah. Kira harus bic