Maamigili, Maldives. Setelah perjalanan cukup panjang akhirnya pesawat yang membawa Sean, Stella, Kelvin, Alika, dan Chery telah mendarat di Maamigili, Maldives. Kini Sean membawa Stella turun dari pesawat bersamaan dengan Kelvin, Alika, dan Chery yang mengikuti mereka. Tampa raut wajah Alika yang sedikit bingung kala melihat bandara ini.“Kelvin, kenapa kita langsung ke airport ini?” tanya Alika yang bingung sambil mentap Kelvin.“Apa kau sudah pernah ke Maldives sebelumnya?” tanya Kelvin sembari memeluk bahu Alika.“Belum. Aku belum pernah ke Maldives. Lagi pula ini negara yang paling sering dikunjungi untuk bulan madu. Bagaimana aku bisa ke sini?” jawab Alika degan nada sedikit kesal mendengar pertanyaan Kelvin.Kelvin menglum senyumannya. Lalu dia mengecup kening Alika dan menjawab, “Sebenarnya ini ide Sean. Bukan ideku. Sean mengajak kita untuk ke Sun Island Resort. Jika pesawat kita mendarat di Male Airport, kita akan tetap harus terbang ke Maamigili Airport karena letak Sun Is
Dering ponsel berbunyi, membuat Stella yang tengah tertidur pulas langsung terbangun. Stella mengerjapkan matanya beberapa kali, menggeliat dan menguap. Saat Stella sudah membuka matanya, dia sedikit terkejut kala mendapati dirinya berada di sebuah kamar yang berbeda. Ya, dia lupa kalau sekarang dirinya berada di Maldives. Perlahan, Stella mengalihkan pandangannya kala dering ponsel tak henti berdering. Dia mengambil ponselnya dan melihat ke layar. Senyum di bibir Stella terlukis kala melihat nomor Marsha, ibu mertuanya yang muncul di layar ponselnya. Tanpa menunggu, Stella langsung menggeser tombol merah sebelum kemudian meletakan ke telinganya.“Ya, Mom?” jawab Stella saat panggilan terhubung.“Sayang, apa Mommy mengganggumu?” ujar Marsha dari seberang sana.“Tidak, Mom. Mommy sama sekali tidak menggangguku. Mommy apa kabar?”“Baik, sayang. Mommy baik. Kau sendiri bagaimana, Stella?”“Aku baik, Mom.”“Mommy senang mendengarnya. Ah, ya. Mommy dengar kau dan Sean sedang berlibur ke Ma
Stella tidak lagi-lagi memakai bikini di depan banyak orang. Hanya cukup akan memakai bikini di depan Sean. Maksud tujuannya ingin belajar berenang nyatanya, Sean malah menghukumnya. Well, tentu saja hukuman Sean sukses membuat Stella kelelahan dan tak bergerak dari ranjang. Suaminya itu menyentuhnya seperti tidak pernah menyentuhnya. Begitu dalam dan kasar. Membuat tubuh Stella remuk. Apa yang dikatakan oleh Sean terbukti. Karena suaminya itu memang berhasil membuatnya tak beranjak sedikit pun dari ranjang. Seperti saat ini, Stella hanya terbaring di ranjang dengan tubuh polos dengan menggunakan selimut tebal. Rambut yang sedikit berantakan membuatnya tampak seksi. Bibir yang sedikit bengkak akibat Sean mencium bibirnya begitu liar.Sayup-sayup Stella mulai membuka matanya. Sedikit merentangkan kedua tangannya. Berusaha membuat tubuhnya sedikit lebih baik. Tepat di saat Stella sudah membuka kedua matanya, dia melihat Sean yang tengah duduk di sofa seraya menyesap kopi di tangannya. S
“Kelvin, Sean dan Stella ada di mana? Kenapa mereka belum juga muncul?” tanya Alika dengan nada kesal. Ya, kini Alika, Kelvin, dan Chery tengah menunggu Sean Stella. Sudah hampir lima belas menit mereka menunggu Sean dan Stella tapi mereka tetap tak melihat pasangan itu.“Sabar, sayang.” Kelvin merengkuh bahu Alika. Mengecupi kening Alika agar tidak lagi kesal. “Jangan cemberut, sayang. Wajahmu nanti cepat keriput. Memangnya kau mau cepat menjadi tua?”Bibir Alika mencebik sebal. “Kalau aku sudah tua, kau mau mencari wanita lain?”Kelvin mengembuskan napas kasar. Kalau seperti ini dia akan menjadi selalu salah. Padahal tujuannya hanya tidak ingin membuat Alika kesal saja. Tapi tetap saja kekasihnya itu akan memojokannya.“Kenapa kau diam, Kelvin? Apa kau berniat memiliki wanita lain?” seru Alika seraya memincingkan matanya.“Tidak, sayang. Memilikimu saja sudah membuatku sakit kepala. Kau adalah wanita yang berbeda dari yang lainnya. Satu-satunya wanita yang selalu membuatku kehabisan
Stella memijat pelipisnya, perutnya seperti begitu diaduk. Rasa mual Stella selalu muncul di pagi hari, membuatnya enggan untuk bangkit dari ranjang. Kini Stella memilih memejamkan mata. Memeluk bantal. Beruntung tadi pagi Sean mendapatkan panggilan telepon dari Tomy dan tidak melihat Stella mual. Ya, jika saja tadi pagi Sean melihatnya dalam keadaan mual, sudah pasti Sean akan memaksa Stella untuk ke dokter. Tak bisa dipungkiri Stella begitu malas jika harus ke dokter. Kembali harus mendengar apa yang dikatakan oleh dokter membuat Stella lelah. Pasalnya, Stella yakin apa yang dikatakan oleh sang dokter adalah sama. Tidak mungkin berbeda.Dan dia jenuh jika harus mendengarkan hal yang sama.Suara ketukan pintu terdengar, membuat Stella mengalihkan pandangannya ke arah pintu. Dia mengembuskan napas panjang. Sebelum kemudian, menginterupsi untuk masuk.“Nyonya.” Seorang pelayan melangkah masuk ke dalam. Dia menundukan kepalanya sopan di hadapan Stella.“Iya, ada apa?” tanya Stella kala m
Sejak kejadian Stella menangis, Sean jauh lebih berhati-hati dalam menjawab pertanyaan Stelal. Dia tidak ingin istrinya itu kembali menangis. Walau sebenarnya Sean sendiri tak mengerti kenapa Stella mudah sekali menangis belakangan ini. Jika Stella terbangun dari tidurnya, dan Sean tidak ada; istrinya itu pun langsung menangis. Membuat Sean benar-benar harus bersabar. Sean tidak lagi bisa menjawab telepon di pagi hari sebelum Stella bangun tidur. Karena jika sampai Stella melihat dirinya tidak ada maka istrinya itu bisa langsung menangis persis seperti anak kecil yang tidak dibelikan mainan. Ya, beberapa hari ini Stella sukses menguji kesabaran Sean.Sean duduk di sofa, menatap Stella yang kembali terlelap. Tadi pagi sebelumnya Stella terbangun dan tidak mengizinkanya pergi. Itu kenapa Sean harus menunggu Stella kembali tertidur. Jujur saja, meski sangat menyusahkan tapi Sean tetap menikmati sifat manja sang istri.Dering ponsel terdengar membuat Sean mengalihkan pandangannya. Dia men
Tanpa terasa Sean dan Stella sudah berada satu minggu di Maldives. Ya, kini waktunya mereka untuk kembali ke Jakarta. Setelah liburan panjang dan menyenangkan akhirnya mereka kembali ke Jakarta. Selama liburan kali ini banyak yang berubah dari Stella. Mulai dari minta makanan yang aneh yang tidak mungkin bisa ditemukan di Maldives. Selain itu, Stella pun mudah sekali menangis dan sangat sensitive. Jika Sean tidak menurutinya maka Stella akan menangis serta merajuk satu harian. Butuh pengorbanan agar Stella tidak lagi marah. Sean harus banyak mengalah dan membujuk sang istri. Seperti contoh Stella menginginkan lemper, salah satu makanan khas Indonesia. Lagi dan lagi Sean membujuk sang istri. Beruntung meski marah, Stella masih dengan mudahnya luluh.Dan hari ini adala hari yang ditunggu Sean. Waktu mereka kembali ke Jakarta. Sebenarnya Sean sudah ingin mempercepat kepulangan. Pasalnya Stella sering meminta makanan yang aneh-aneh. Membuatnya sakit kepala dengan permintaan istrinya itu.
Sean duduk di kursi kepemimpinan. Tatapannya teralih pada Mego, rekan bisnisnya dari Dubai yang tengah menjelaskan tentang project kerja sama yang baru saja dimulai. Sean mengetukan pelan jemarinya ke atas meja. Lalu memperhatikan dengan baik penjelasan dari rekan binisnya itu. Kelvin yang duduk tak jauh dari Sean pun tengah memperhatikan berkas kerja sama yang ada di hadapannya. Ya, di ruang meeting itu bukan hanya ada Sean dan rekan bisnisnya. Namun, Kelvin juga turut hadir dalam meeting tersebut. Alasannya tentu saja karena Kelvin memiliki peran penting di perusahaan. Walau tak dipungkiri, raut wajah Kelvin tampak begitu kesal. Bagaimana tidak? Baru saja kembali ke Jakarta sudah harus datang ke kantor. Jika Sean terlihat biasa, berbeda dengan Kelvin yang sejak tadi tampak enggan berlama-lama di ruang meeting.“Tuan Sean, sepertinya kita juga bisa membangun perusahaan teknologi di Mesir. Menurutku di sana tempat yang paling tepat,” ujar Mego seraya menatap Sean serius.Sean mengambi