Share

Bab 69

Penulis: skybby
last update Terakhir Diperbarui: 2025-01-28 20:23:00

"Emang ya cowo tuh gak peka! nyebelin banget!"

Kara melangkah dengan langkah yang penuh kesal dan amarah.

Ia menyusuri rumah yang ditinggali nya selama ini, rumah ini terlalu besar untuk ditinggali 2 orang. Dulu, ia senang dengan kebebasan ini. Namun kini, setiap sudut rumah hanya mengingatkannya pada kenangan pahit—ayahnya, Anton, yang telah menghancurkan kepercayaannya dengan pengakuan mengejutkan tentang Grita, wanita yang disebutnya "cinta sejati."

Kara menggeleng pelan, mencoba menyingkirkan ingatan itu dari kepalanya. Tujuannya jelas—ia ingin pergi ke halaman belakang. Tempat itu adalah pelariannya sejak kecil. Ada taman kecil di sana, tempat ibunya dulu menanam bunga mawar putih kesukaan mereka berdua. Taman itu adalah saksi bisu segala kebahagiaan, kesedihan, dan kemarahan yang pernah dirasakannya.

Langkah Kara semakin cepat. Namun, saat ia mendekati sudut koridor menuju halaman belakang, ia tidak memperhatikan langkahnya. Dengan keras, tubuhnya bertabrakan dengan seseorang.

Bab Terkunci
Lanjutkan Membaca di GoodNovel
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • Dalam Jeratan Bodyguard Tampan   Bab 70

    Anton duduk di meja kerjanya, menatap layar komputer dengan pandangan kosong. Di depan matanya, tumpukan berkas yang harus ia selesaikan masih belum tersentuh.Grita memperhatikan Anton dengan tatapan penuh selidik. Wanita itu menyadari perubahan sikap Anton sejak kemarin. Grita berulang kali memergoki Anton yang nampak tidak fokus dengan pekerjaannya. Beberapa pekerjaan mudah pun terlihat menjadi sangat susah. Grita tahu lelaki itu pasti sedang ada masalah, dan Grita rasa itu adalah masalah dikeluarga Anton. "Tanda tangan disebelah sini, Pak." Ucap Grita saat melihat Anton salah dalam memberi tangan tangan di dokumen. Lelaki itu menyugar rambutnya ke belakang dan menghela nafas kasar."Ada masalah apa?" tanya Grita.Gadis itu lalu menghampiri Anton dan mengusap punggungnya. Berpura-pura khawatir, ingat, Grita hanya berakting. Dengan segala tingkah lakunya yang lembut dan halus akan membuat Anton menjadi percaya pada dirinya. "Ini tentang Kara," ujar Anton. Grita menahan napas seje

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-06
  • Dalam Jeratan Bodyguard Tampan   Bab 71

    Langit senja meredup, mengubah cakrawala menjadi sapuan warna jingga dan ungu. Suasana di kompleks perumahan elite tempat Anton tinggal terasa lebih sunyi dari biasanya. Di depan gerbang utama, seorang pria paruh baya berseragam satpam tengah sibuk mengusir seekor kucing liar yang dengan santainya berjalan melintasi halaman.Pak Adi, satpam yang sudah bekerja di rumah Anton selama lebih dari lima tahun, mengayunkan tangan sambil berdecak, "Hush! Pergi sana! Nggak boleh masuk!"Kucing itu melompat ringan ke pagar, lalu menghilang ke balik semak-semak. Pak Adi menghela napas lega. Namun, matanya tiba-tiba menangkap sesuatu yang aneh. Sebuah kotak hitam berukuran sedang tergeletak tepat di depan gerbang.Dahinya berkerut. Tidak ada yang datang hari ini, apalagi meninggalkan paket tanpa pemberitahuan. Dengan hati-hati, ia membungkuk dan menyentuh kotak itu. Terbuat dari bahan kayu tebal berwarna hitam pekat, tanpa tanda atau tulisan apa pun di atasnya. Sesuatu tentang kotak itu terasa ga

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-07
  • Dalam Jeratan Bodyguard Tampan   Bab 72

    Suasana di pos satpam terasa sunyi. Lampu neon yang menggantung di langit-langit menerangi ruangan kecil itu dengan cahaya putih kebiruan. Di sudut ruangan, ada meja kayu sederhana dengan beberapa tumpukan kertas dan secangkir kopi yang sudah mendingin. Sebuah kipas angin tua berdecit pelan, berusaha mengusir hawa gerah meski tidak terlalu efektif.Di luar, angin malam berembus pelan, menggoyangkan ranting pohon di sepanjang jalan kompleks. Suasana begitu sepi hingga suara gesekan dedaunan terdengar jelas. Kipas angin tua di sudut ruangan terus berdecit, mengiringi kebisuan mereka. Hanya terdengar suara jangkrik dari kejauhan, sesekali diselingi dengungan nyamuk yang berputar-putar di sekitar ruangan.Kaisar, Vano, dan Pak Adi duduk di kursi plastik yang berjejer di dekat meja.“Sudah jam dua lebih, tapi pak Anton belum juga muncul,” kata Vano sambil melirik jam tangannya.Pak Adi mengangguk pelan. “Aku tidak yakin dia akan kembali malam ini.”Kaisar bersandar di kursinya, menatap jal

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-08
  • Dalam Jeratan Bodyguard Tampan   Bab 73

    Di ujung jalan yang jarang dilewati orang, tersembunyi di antara pohon-pohon tua yang menjulang tinggi, berdiri sebuah rumah yang seolah tak ingin ditemukan. Tidak ada yang benar-benar memperhatikan keberadaannya, seakan-akan bangunan itu hanyalah bayangan yang muncul di antara kabut saat senja tiba. Jalan setapak yang menuju ke sana tertutup dedaunan kering yang dibiarkan menumpuk, seolah-olah tidak pernah ada kaki yang melewatinya. Tak ada lampu penerangan di sekitar, hanya cahaya bulan yang sesekali menembus celah ranting dan memberikan siluet samar pada dindingnya yang kusam dan berlumut.Rumah itu tidak besar, tetapi juga tidak bisa dibilang kecil. Bentuknya aneh, seperti perpaduan antara gaya lama yang sudah ditinggalkan zaman dan sesuatu yang belum selesai dibangun. Catnya telah memudar, menyisakan warna yang tak jelas, antara abu-abu, cokelat, dan hijau kehitaman akibat lumut yang menyelimuti beberapa bagian. Jendela-jendelanya selalu tertutup, bahkan di siang hari, seolah tak

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-08
  • Dalam Jeratan Bodyguard Tampan   Bab 74

    Udara pagi menusuk tulang, membawa sisa-sisa dingin yang masih tertinggal sejak malam. Di luar, kabut tebal menyelimuti halaman rumah Kara, menyembunyikan dunia di sekitarnya dalam bayangan putih yang samar. Langit masih kelabu, seolah-olah matahari enggan menampakkan diri setelah semalaman dunia terbungkus gelap. Tidak ada suara mobil yang melintas di kejauhan, tidak ada langkah kaki terburu-buru, hanya keheningan yang hampir terasa mistis, terputus hanya oleh suara angin yang berhembus lembut, menggoyangkan dedaunan yang basah oleh embun.Rumah Kara berdiri kokoh di tengah suasana yang membeku. Dinding-dindingnya sedikit lembab karena hawa dingin, dan jendela-jendelanya dipenuhi embun yang mengaburkan pemandangan ke luar. Butiran-butiran air yang terkondensasi di kaca membentuk pola acak, seperti lukisan alam yang tak beraturan.Dari dalam rumah, tercium wangi teh yang baru diseduh dari dapur. Wangi itu melayang pelan, menghangatkan suasana di tengah udara yang masih enggan berubah

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-09
  • Dalam Jeratan Bodyguard Tampan   Bab 75

    Matahari mulai naik, menyebarkan hangatnya ke seluruh pekarangan rumah Kara. Udara yang tadinya dingin berkabut kini berangsur menjadi hangat, mengiringi aktivitas gadis itu di taman. Dengan tangan yang terampil, Kara memangkas ranting-ranting kecil yang mulai mengganggu pertumbuhan mawar-mawarnya. Setiap kelopak bunga yang bermekaran adalah hasil dari ketelatenannya, satu-satunya hal yang memberinya ketenangan di tengah berbagai masalah yang ia hadapi.Kebun mawar ini bukan sekadar tempat baginya, melainkan juga pelarian. Di sinilah ia bisa melupakan Anton—sosok ayah yang telah mengkhianati ibunya. Ia bisa melupakan segala kebohongan dan rasa sakit yang pernah ditorehkan.Kara menarik napas dalam, menikmati aroma mawar yang bercampur dengan tanah basah. Namun, ketenangannya terganggu oleh suara deru mobil yang memasuki pekarangan. Ia mengernyit, mengalihkan pandangannya ke arah gerbang yang kini terbuka lebar.Mobil hitam itu melaju pelan, lalu berhenti tepat di depan rumah. Kara men

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-09
  • Dalam Jeratan Bodyguard Tampan   Bab 76

    Malam itu, Anton tidak pulang ke rumah. Untuk pertama kalinya dalam beberapa tahun terakhir, ia memutuskan untuk pergi ke tempat yang tidak diketahui siapa pun—apartemen pribadi miliknya yang telah lama ia rahasiakan. Sebuah tempat yang tidak tercatat dalam dokumen keluarganya, tidak diketahui oleh Grita, bahkan oleh Kara sekalipun.Ia membeli apartemen itu bertahun-tahun lalu, awalnya untuk bersantai sejenak dari kehidupan rumah tangga dan pekerjaan. Namun kini, apartemen itu menjadi pelariannya, tempat di mana ia bisa menenangkan diri.Apartemen milik Anton terletak di sebuah gedung tinggi di pinggiran kota, jauh dari hiruk-pikuk tempat ia tinggal bersama Kara. Gedung itu tidak mewah, tetapi cukup eksklusif—penghuninya jarang berinteraksi satu sama lain, dan keamanan di sana cukup ketat.Ruang tamunya hanya berisi sofa abu-abu, meja kaca kosong, dan jendela besar yang tirainya selalu tertutup. Dapur kecilnya minim peralatan, dengan kulkas hampir kosong dan cangkir kopi berdebu di me

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-14
  • Dalam Jeratan Bodyguard Tampan   Bab 77

    Sudah dua hari Anton tidak pulang.Bi Ina mondar-mandir di ruang tamu dengan wajah penuh kecemasan. Matanya terus melirik jam dinding yang berdetak pelan, seolah menegaskan bahwa waktu terus berjalan tanpa kepastian. Di sampingnya, Pak Adi duduk dengan wajah cemas, tangannya memegang cangkir kopi yang sudah dingin.“Tuan pergi kemana to, biasanya kalau pulang telat pasti kasih kabar,” keluh Bi Ina, suaranya terdengar lebih khawatir daripada sekadar kesal.Pak Adi menghela napas berat. “Iya, Bu. Saya juga bingung. Biasanya paling lama pulang tengah malam, atau enggak ya nelpon, bilang lagi di mana. Ini dua hari nggak ada kabar.”Mereka saling berpandangan. Keduanya sama-sama tahu bahwa Anton bukan tipe orang yang begitu saja menghilang. Meskipun ia memang sering pulang larut, tapi setidaknya ia akan memberi tahu. Tapi sekarang? Bahkan ponselnya tidak bisa dihubungi.Pak Adi meraih ponselnya lagi, mencoba menelepon Anton sekali lagi. Hasilnya masih sama—suara operator yang memberi tahu

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-15

Bab terbaru

  • Dalam Jeratan Bodyguard Tampan   Bab 86

    Malam telah larut. Langit gelap pekat tanpa bintang, hanya diterangi rembulan yang menggantung samar di kejauhan. Udara dingin menyelinap di antara celah-celah bangunan, membawa kesunyian yang sesekali dipecah oleh suara hembusan angin malam. Kota nyaris tertidur, hanya menyisakan beberapa lampu jalan yang berpendar redup, menciptakan bayangan panjang di trotoar yang sepi.Di salah satu sudut kota, tepatnya kompleks perumahan mewah berdiri dengan megah, dikelilingi tembok tinggi yang seolah menjadi batas antara dunia luar dan rahasia yang tersembunyi di dalamnya. Tidak ada suara selain gemerisik dedaunan yang terbawa angin, hingga langkah kaki yang berlari cepat memecah keheningan.Sosok itu berlari secepat mungkin, napasnya memburu di udara malam yang dingin. Langkahnya ringan tapi tergesa, menyeberangi jalann gelap sebelum tiba di tembok tinggi yang membatasi perumahan itu dengan dunia luar.Tanpa ragu, ia meraih tonjolan kecil di tembok dan mulai memanjat. Jari-jarinya bergerak cek

  • Dalam Jeratan Bodyguard Tampan   Bab 85

    Setelah Kara masuk ke kamarnya, Kaisar, Vano, dan Pak Adi berdiri mengitari meja, di mana kotak hitam dan mobil mainan kecil masih tergeletak.“Kita periksa CCTV sekarang,” kata Kaisar akhirnya.Pak Adi mengangguk. “Aku setuju. Semakin cepat kita tahu siapa yang melakukannya, semakin baik.”Vano meregangkan tubuhnya, lalu menghela napas. “Baiklah, ayo ke ruang monitor.”Mereka bertiga berjalan ke ruangan kecil di sudut rumah, tempat layar-layar monitor yang menampilkan berbagai sudut rumah terpasang. Pak Erik, seorang petugas keamanan yang hanya bertugas sekali dalam seminggu itu langsung berdiri ketika mereka masuk.“Pak Adi? Ada apa?”“Kami perlu melihat rekaman dari beberapa jam terakhir. Khususnya bagian gerbang depan,” jawab Pak Adi.Pak Erik mengangguk dan segera mengakses rekaman. Kaisar dan Vano berdiri di belakangnya, menatap layar dengan fokus.01:20 AMLayar menunjukkan rekaman gerbang depan. Semuanya tampak biasa—hanya gerbang besi hitam yang kokoh, jalanan sunyi, dan lamp

  • Dalam Jeratan Bodyguard Tampan   Bab 84

    Kaisar melangkah keluar, diikuti oleh Pak Adi yang berjalan dengan langkah waspada. Udara malam terasa dingin, menusuk kulit, membawa aroma tanah basah yang khas setelah embun turun. Lampu-lampu di halaman depan rumah Kara menyala redup, menciptakan bayangan panjang di atas tanah berbatu.Vano masih duduk di kursi teras, kedua lengannya terlipat di dada. Ia tampak enggan bergerak, tetapi setelah mendesah panjang, akhirnya ia ikut bangkit. Langkahnya berat, seolah ia sudah bisa menebak bahwa malam ini tidak akan membawa kabar baik.Kara tetap berdiri di ambang pintu, kedua tangannya mengepal di sisi tubuhnya. Matanya mengikuti ketiga pria itu yang berjalan menuju gerbang. Dadanya berdebar lebih cepat, tapi ia berusaha untuk tetap tenang. Angin berembus pelan, mengibarkan ujung rambutnya yang dibiarkan terurai. Dari sudut rumah pegawai, beberapa orang masih mengintip dari jendela, rasa ingin tahu mereka sulit dibendung. Bi Ina menyaksikan mereka dari kejauhan dengan raut wajah cemas.Ka

  • Dalam Jeratan Bodyguard Tampan   Bab 83

    Pak Adi menarik tangan Kara, membawanya masuk ke dalam rumah. Dengan cekatan, ia menutup dan mengunci gerbang.Di dalam, suasana rumah terasa sepi. Tidak ada suara selain langkah kaki mereka dan hembusan angin yang bergerak pelan.Kara masih berdiri disana, menatap ke luar. Kaisar dan Vano sudah menghilang dalam kegelapan. Ia menggigit bibir, berusaha menahan pikirannya agar tidak berlarian terlalu jauh.Pak Adi memperhatikannya sejenak sebelum berkata, “Non, mereka pasti baik-baik saja.”Kara menoleh sekilas dan tersenyum tipis. “Aku tahu.”Namun, hatinya berkata lain.Ia ingin percaya bahwa Kaisar dan Vano mampu menangani situasi ini, tetapi kotak hitam yang muncul entah dari mana, ditambah dengan sosok misterius yang mengawasi mereka dari balik semak-semak, membuat pikirannya terus bekerja.Pak Adi berjalan ke pos satpam sementara Kara masih berdiri di tempatnya, memperhatikan gerbang yang kini tertutup rapat.Hening.Lalu, terdengar suara langkah kaki.Kara refleks menoleh. Bebera

  • Dalam Jeratan Bodyguard Tampan   Bab 82

    Malam itu, udara dingin menusuk hingga ke tulang. Kaisar, Vano, Pak Adi, dan Kara berdiri di luar gerbang rumah, mengitari sebuah kotak hitam yang entah bagaimana bisa muncul di sana tanpa ada yang melihat siapa yang membawanya. Kaisar mendekat dan memperhatikan setiap detail kotak misterius itu. Namun, sebelum ia sempat menyentuhnya, telinganya menangkap sesuatu, suara langkah kaki di atas kerikil, samar tetapi jelas.Krek… krek… krek…Kaisar langsung menegakkan tubuhnya. “Sst! Diam.”Mereka semua terdiam, menajamkan pendengaran. Suara itu datang dari balik semak-semak. Langkahnya ringan, hampir tak terdengar, seperti seseorang yang sengaja bergerak dengan hati-hati.Kaisar menegakkan tubuhnya, matanya menyipit, fokus mencari sumber suara itu. Dalam sepersekian detik, ia bergerak. "Ada orang disana!" serunya, langsung berlari ke arah datangnya suara.Vano yang refleks ikut waspada langsung mengejar. “Oi, tunggu! Jangan sendirian!”Vano segera mengejar Kaisar. Namun, sebelum pergi, ia

  • Dalam Jeratan Bodyguard Tampan   Bab 81

    Langit mulai berubah warna ketika matahari merayap turun di balik pepohonan. Di halaman rumah Kara yang luas, tiga pria berdiri dalam diam, menatap benda asing di hadapan mereka—sebuah kotak hitam yang muncul beberapa hari lalu.Kaisar menyilangkan tangan di dada, rahangnya mengeras. Vano berdiri di sampingnya, menggoyang-goyangkan tubuh seperti anak kecil yang tidak bisa diam, sementara Pak Adi mengusap dagunya dengan wajah penuh keraguan.“Ini sudah malam keempat,” gumam Kaisar, nadanya berat.Pak Adi mengangguk, “Dan yang bikin tambah aneh, tuan nggak pulang.”Vano menghela napas panjang lalu menendang pelan kerikil di kakinya. “Dua kemungkinan, dia kabur karena takut sama kotak ini atau dia udah tahu dan nyari siapa pelakunya?”Pak Adi menggeleng. “Saya juga ga tahu.”Kaisar menunduk, menatap kotak hitam itu. Tidak ada tanda-tanda aneh di permukaannya hanya kotak biasa tanpa tulisan, tanpa petunjuk. Tapi mereka tahu, ada sesuatu yang salah.“Pokoknya, kita nggak boleh lengah. Kita

  • Dalam Jeratan Bodyguard Tampan   Bab 80

    Raven tidak pernah memiliki kehidupan yang mudah. Ia lahir di keluarga miskin di pinggiran kota, tumbuh di lingkungan yang keras di mana kejahatan adalah bagian dari kehidupan sehari-hari. Setiap sudut jalan yang ia lalui dipenuhi dengan bayangan gelap; transaksi ilegal di gang-gang sempit, suara sirene polisi yang menjadi latar belakang kesehariannya, dan bisikan ketakutan yang menyelinap di antara orang-orang yang tahu bahwa mereka hidup dalam sistem yang tidak berpihak pada mereka.Ayahnya adalah seorang pecandu alkohol yang kasar, pria yang lebih sering menghabiskan waktunya di bar daripada di rumah. Ketika pulang, ia membawa serta aroma minuman keras yang menyengat dan amarah yang tak terkendali. Ibunya, sebaliknya, adalah wanita kuat yang bekerja siang dan malam untuk menghidupi keluarganya, tetapi kerja kerasnya tidak pernah cukup untuk mengangkat mereka dari kemiskinan. Setiap hari adalah perjuangan untuk bertahan hidup, dan Raven kecil menyaksikan semua itu dengan mata yang s

  • Dalam Jeratan Bodyguard Tampan   Bab 79

    Malam itu, hujan turun deras di taman kota yang sepi. Lampu-lampu jalan redup, memantulkan cahaya ke genangan air di trotoar. Udara dingin menusuk, membawa aroma tanah basah dan dedaunan yang gugur.Di salah satu sudut taman, di bawah pohon besar yang batangnya basah oleh air hujan, berdiri seorang pria. Ia mengenakan hoodie hitam yang sudah mulai basah, tetapi ia tidak peduli. Tudung hoodienya menutupi sebagian wajahnya, membuatnya tampak seperti bayangan yang muncul dari kegelapan. Ia bukan orang sembarangan—ia adalah mata-mata Anton, seorang pria yang bekerja dalam bayang-bayang, mengumpulkan informasi. Nama aslinya sudah lama tenggelam dalam catatan sejarah. Di dunia ini, ia hanya dikenal dengan kode: Raven.Tangan kirinya berada di saku, sementara tangan kanannya memegang ponsel. Jemarinya yang panjang dan dingin menekan tombol panggil. Ia menempelkan ponsel ke telinganya, mendengar suara dering yang memecah keheningan malam.Satu kali. Dua kali. Lalu, suara di seberang menjawab

  • Dalam Jeratan Bodyguard Tampan   Bab 78

    Malam itu, suasana di dalam ruangan terasa dingin, meski tak ada pendingin udara yang menyala. Lampu di langit-langit menerangi meja kayu di tengah ruangan, tempat seorang pria duduk dengan ekspresi tak terbaca. Ia menyandarkan punggungnya ke kursi, satu tangan menopang dagunya, sementara tatapannya lurus ke depan.Di seberang meja, seorang pria lain berdiri dengan tubuh tegap. Ia mengenakan pakaian serba hitam, tampak formal tapi tetap cukup fleksibel untuk bergerak cepat jika diperlukan. Tangan kanannya mengepal di belakang punggung, sementara tangan kirinya memegang sebuah map tipis berwarna abu-abu.“Sudah tiga hari,” kata pria yang berdiri itu.Yang duduk tidak langsung menanggapi. Ia menggeser jemarinya di atas meja, menelusuri permukaannya yang halus, sebelum akhirnya berkata, “Dan dia tidak kembali ke rumahnya sama sekali?”“Tidak.”Hening sejenak. Angin dari luar jendela berhembus pelan, menggoyangkan tirai tipis yang setengah tertutup.“Tidak ada tanda-tanda dia berada di ru

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status