Saya ucapkan 'terima kasih' sebesar-besarnya kepada para pembaca setia yang telah merelakan waktu untuk membaca buku ini. Juga, merelakan uangnya untuk beli koin buku ini, menulis komentar, review, memberikan gem/vote, mengajak orang-orang untuk membaca buku ini.😍😍😍 Thanks, I ❤️u. Kalian ada di hati author Sunny.
Kehilangan sedikit keseimbangan tubuh karena kesemutan. Putri itu hampir terjatuh, tetapi tangan Kim menopangnya dengan sigap. Seharusnya ini hanya pertolongan biasa dari seorang hamba kepada sang tuan. Akan tetapi, hati Kim terasa begitu kacau. Pengawal elit itu segera memalingkan muka dan melepaskan rengkuhan tangannya dari tubuh Selena. "Kamu ingin meninggalkanku lagi, Kim?" Kim kembali menoleh ke arah Selena yang berwajah sembap. Rasa tidak tega segera menyergap hati Kim, memaksa pria itu kembali meraih tangan Selena untuk membantu berjalan. Sebenarnya perbuatan itu terlarang. Pantang bagi seorang wanita terhormat untuk disentuh oleh seorang budak lelaki. Tanpa mengucapkan sepatah kata pun Kim mengantar Selena ke dalam kamarnya. Yah, rumah itu hanya mempunyai dua kamar sempit. Satu kamar tempat Fasya berada di mana hanya ada satu ranjang sempit. Sebaliknya di kamar Selena, tidak ada ranjang, yang ada hanya sebuah tikar dan selimut lusuh. Sebuah tempat yang jauh dari kata layak u
Kim menghela napas panjang. Deretan kisah yang dia ucapkan membungkam mulut semua orang yang menghinanya. Akan tetapi, Neacal tidak percaya begitu saja. Bagi hakim istana cerita Kim hanya seperti dongeng dalam cerita erotis. Tidak ada bukti atau saksi yang menguatkan dugaan pangeran mahkota mengalami kemandulan. "Bagaimana kami bisa yakin, kamu tidak mengarang cerita? Dokter pribadi pangeran mahkota sejak kecil juga telah mati secara misterius. Bukankah ini juga aneh? Kami butuh setidaknya seorang saksi ahli sebagai pembanding." Neacal menatap tajam ke arah Kim."Aku bisa memberikan kesaksian." Tiba-tiba semua mata tertuju kepada Alisya. Yah, posisinya saat ini sama dengan Kim sebagai tersangka dalam kasus pembunuhan pangeran mahkota dan istrinya. Akan tetapi, sebagai seorang ahli pengobatan timur dan barat, kesakitan Alisya seharusnya dapat diperhitungkan."Apa Anda mengetahui sesuatu, Putri?""Ya, secera rahasia pangeran mahkota pernah mengundangku untuk melakukan diagnosis terhadap
Bendera kerajaan Kosmimazh berkibar di langit kota Asteryzh ketika ratusan pengawal mengiringi pemakaman Raja Faridzy, Pangeran Mahkota Fasya, dan Putri Mahkota Selena. Aroma kepedihan membuat pagi hari ini terlihat suram. Wajah-wajah murung dan isak tangis mengiringi langkah tiga keranda yang masing-masing dibawa menggunakan kereta kuda. Begitu cepat putaran takdir mengubah segalanya. Dengan berurai air mata Alisya turut serta dalam upacara pemakaman petinggi kerajaan Kosmimazh. Rasanya baru kemarin sore Alisya berkenalan dengan Fasya. Kini Alisya harus merelakan sang pangeran mahkota untuk pergi selama-lamanya. Dafandra merangkul dan mengelus lengan istrinya. Sebenarnya wajah pangeran itu juga diliputi kepedihan. Akan tetapi, pangeran itu berbisik, "Tenangkan dirimu, semua yang hidup pasti akan mati. Semoga mereka tenang di alam sana." Sementara ratu, wanita itu masih terus menangis. Alisya masih teringat bagaimana ratu menampar pipinya di depan kamar raja. Aneh sekali! Bukankah se
"Selena, apa kamu mencintaiku?" Fasya memandang wajah cantik putri dari negeri Samargdyzh. Wajah wanita itu telah basah karena linangan air mata yang tidak berhenti. "Aku mencintaimu, Yang Mulia dengan segenap jiwa dan ragaku. Kuharap Anda mengerti dengan ketulusan ini. Aku memang berbuat salah, aku bersedia dihukum." Setelah cukup lama terdiam akhirnya Fasya berucap, "Aku akan memaafkan kalian, jika kalian berdua mau mengikuti rencanaku." "Apa rencanmu, Yang Mulia?" tanya Kim penasaran. "Buat kekacauan di perjamuan festival Nikiniki." "Caranya?" "Rekrut para penari yang bersedia kamu bayar untuk mati. Setelah itu latih mereka untuk membunuh aku dan Selena di acara perjamuan festival Nikiniki." "Membunuh Anda dan Putri Selena?" "Ya, pada dasarnya aku sudah mati, hanya saja terjebak di dalam jasad ini." "Apakah cara seperti itu tidak mencolok?" "Tentu saja itu mencolok. Aku ingin kamu mendapatkan hukuman dari pengadilan kerajaan." "Baik, Yang Mulia." Setelah kejadian itu Kim
Hari berkabung untuk kematian raja berlangsung selam sembilan puluh hari bagi ratu. Sedangkan bagi keluarga kerajaan secara umum selama tujuh hari. Akan tetapi, pemerintahan tidak boleh kosong selam itu. Setelah kematian raja sudah pasti harus diadakan pengangkatan raja yang baru. Karena raja hanya mempunyai seorang putra saja, maka sudah pasti Dafandrlah yang akan diangkat menjadi raja selanjutnya. Rapat para mentri kembali digelar untuk membicarakan pengangkatan raja yang baru. Meskipun saat ini Dafandra baru berumur dua puluh dua tahun, tetapi mayoritas dari para mentri setuju menjadikan pangeran kedua sebagai raja selanjutnya. "Rezim yang lama telah berlalu. Kini saatnya rezim yang baru tampil dengan warna yang berbeda. Aku sudah lama menanti untuk kembali menghidupkan harem di istana agar kerajaan tidak perlu khawatir dengan jumlah penerus yang layak untuk melanjutkan kerajaan," usul Mentri perdagangan. Pemikiran sederhananya memang masuk akal. Dalam rapat itu para mentri juga
Bendera kerajaan Kosmimazh yang bergambar tanduk rusa berkibar di halaman istana. Hari ini merupakan hari yang bersejarah. Setelah Raja Faridzy meninggal dunia, jabatan raja selanjutnya akan diberikan kepada putra keduanya, Pangeran Dafandra. Acara pengangkatan raja dan ratu kerajaan Kosmimazh dihadiri oleh para menteri di aula kerajaan. Di sebelah kiri dan kanan karpet merah, para mentri berbaris seraya memberikan hormat kepada raja dan ratu yang baru. Dafandra dan Alisya berjan beriringan menuju singgasan. Dengan jubah berwarna hitam dan kombinasi warna emas pasangan nomor satu di kerajaan Kosmimazh terlihat elegan dan berwibawa. Sesampainya di depan singgasana keduanya berbalik menghadap para menteri. Dafandra maju satu langkah. Pangeran berambut pirang itu membacakan sumpah setianya kepada kerajaan Kosmimazh. "Aku Dafandra putra Faridzy, putra Faran, putra Takias, putra Vasaya, putra zale bersumpah di bawah panji tanduk rusa untuk setia kepada keadilan, melindungi kaum yang lema
Tidak disangka, setelah melalui hari-hari yang dipenuhi duri beracun di istana, Alisya bisa menari dengan riang gembira. Pandangan mata Alisya menyapu lautan luas berwarna biru yang seolah menyatu dengan langit. Angin yang dingin bercampur hangat mempermainkan rambut merah sang ratu hingga membuatnya berkibar. Seseorang berdiri di sebelah Alisnya, membuat sang ratu menoleh ke samping. "Yang Mulia ...." Alisya menyapa sang raja dengan hangat. Bibir Alisya merekah indah bagaikan kuntum bunga mawar yang mengundang kumbang, membuat sang raja tersenyum lebar menatap keindahannya. "Apa kamu pusing?" tanya Dafandra. Alisya menggeleng pelan seraya tersenyum. "Mual?" tanya Dafandra lagi. Lagi-lagi Alisya melakukan gerakan yang sama."Syukurlah, aku senang mendengarnya." Sang raja menghela napas lega. Pandangan Dafandra mengikuti mata Alisya, menyaksikan hamparan biru tanpa batas. Bagaikan cinta yang menyimpan berjuta misteri dan kejutan. "Berapa lama lagi kita akan sampai di kota Kallizh?"
Tiba-tiba sebuah batu seukuran bola mata manusia dewasa menghantam pedang Dafandra. Ayunan tangan sang raja terhenti. Terdengar langkah seseorang dari balik kabut. Perlahan bayangan seorang pria kian jelas hingga muncul sosok lelaki berambut hitam nan panjang. "Lawanmu ada di sini!" Suara yang tidak asing di telinga Alisya terdengar marah. Sang ratu menolehkan wajah, memandang seorang pria yang baru saja menyelamatkan dari ajal. Pria itu mengenakan pakaian bangsawan dengan kombinasi warna hitam dan biru tua. Legam matanya seakan menghisap siapa pun yang memandang. Tangannya membawa sebilah pedang yang dihiasi permata merah pada bagian pegangan. 'Fayvel!' pekik Alisya di dalam hati. Mata Alisya melotot seakan hampir melompat dari soketnya. 'Bagaimana mungkin dia ada di sini?!' Dafandra meludah begitu melihat kedatangan Fayvel. Tanpa ragu sang raja menerima tantangan Fayvel untuk melakukan duel. "Mau bagaimana lagi kamu mengelak, Alisya? Lelaki itu benar-benar datang tanpa malu un