"Paman Peter." panggil Magdalena yang sangat berantakan penampilannya.
"Nona Morris diganggu pemabuk, kami menemukannya di jalan dan mengajaknya pulang bersama." terang Jonathan yang melihat Magdalena ketakutan.
"Cepat masuk, Tuan Besar, pasti marah karena Nona, tidak mau menuruti perintahnya agar dijemput sopir saat pulang sekolah." ucap asisten pribadinya Abraham Morris yang bernama Peter.
"B-baik," Magdalena ketakutan dan ingin cepat masuk kedalam. Namun langkahnya terhenti ketika sosok yang ditakutinya sudah berdiri tegak di hadapannya. Laki-laki berambut putih memakai piyama bathrobe itu menatapnya dengan tajam.
"Apa yang telah terjadi, Lena?" Suara berat lelaki paruh baya itu terdengar menakutkan.
"Papa," Magdalena menunduk takut.
"Anak muda selalu begini, Tuan Morris." suara Jonathan menengahi keduanya.
"Smith." panggil Abraham datar. Siapa yang tidak mengenal Jonathan Smith, laki-laki terkaya di negri ini. Tapi dengan sifat keras kepalanya Abraham, ia tidak akan tunduk begitu saja ataupun menghormatinya seperti penjilat di luar sana. Banyak orang berbondong-bondong untuk mendekati Jonathan, untuk meminta pekerjaan atau menjalin bisnis yang bisa menguntungkan bagi mereka. Namun bagi Abraham, status sosial seseorang tidak dapat mempengaruhi eksistensinya.
"Selamat malam, Tuan Morris. Saya mempunyai kepentingan bertemu Anda malam ini, asisten pribadi saya telah membuat janji dengan asisten Anda dan menurut laporannya, Anda menyetujuinya." ucap Jonathan tegas. Sebagai pebisnis handal, ia sudah terbiasa berbicara lancar dengan orang yang mempunyai sifat keras seperti Abraham.
"Peter," panggil Abraham kepada asistennya.
"Tamu malam ini yang akan bertemu Anda, adalah Tuan Jonathan Smith, Tuan." Peter menunduk.
"Hmm …," Abraham menatap Jonathan lalu beralih kepada putrinya, Magdalena. Ia melihat jika gadis itu sedang menatap Jonathan dengan kagum. Sedangkan laki-laki terkaya yang menjadi tamunya malam ini tidak memperhatikan sedikit pun kepada pandangan pewaris utama keluarga Morris itu. Abraham menarik napas dalam.
"Lena, masuk!" titah Abraham.
Magdalena tersentak kaget, lalu menundukkan kepalanya. baik, Pa." ucap Lena patuh. Gadis itu melirik sekilas kepada Jonathan sebelum melangkah masuk kedalam mansion mewah keluarga Morris.
"Masuklah, Smith." Abraham berlalu meninggalkan Jonathan dan Peter di belakang. Peter memberi tanda kepada Jonathan untuk mengikuti langkah tuannya.
Mansion keluarga Morris sangat megah, bangunan lama dengan arsitektur bergaya Romawi yang sangat kental. Sangat cocok dengan pembawaan sifat Abraham yang dingin dan keras. Mansion ini berada di atas bukit, mempunyai halaman yang sangat luas di belakang mansion, di pojok bagian kiri terdapat sebuah barak yang berisikan beberapa kuda pilihan. Terlihat juga rumah kaca yang berisikan aneka bunga bersebrangan dengan barak kuda.
Masuk kedalam, Jonathan melihat desain interior yang sangat klasik. Nampaknya Abraham bukan tipe orang yang suka mengikuti trend kekinian. Terlihat jelas, segala pernak-pernik dalam ruangan itu terlihat model lama tapi sangat antik.
"Tidak semewah rumahmu, tapi tidak kalah mahal jika dibandingkan harganya." suara Abraham menyentak Jonathan yang sedang memperhatikan seisi barang dan desain ruang tamunya mansion keluarga Morris.
"Tuan, makan malamnya sudah siap." Peter datang melapor.
"Heem," Abraham menuju meja makan tanpa menoleh kepada Jonathan.
"Mari, Tuan Smith." Peter menggantikan majikannya, mempersilahkan Jonathan.
Abraham duduk di ujung meja makan. Meja berbentuk persegi panjang itu hanya terdapat tiga buah kursi. Jonathan dipersilahkan Peter untuk duduk di ujung yang bersebrangan dengan Abraham. Mereka terpisah dengan letak meja yang memanjang. Sesaat kemudian, pelayan keluar membawa hidangan makan malam. Satu melayani Abraham, satu lainnya melayani Jonathan. Peter berdiri di sampingnya Abraham.
"Mari, makan." ucapan singkat dari Abraham disambut Jonathan dengan mengambil gelas yang berisi champagne ke atas lalu meneguknya sebagai rasa hormat. Sedangkan Abraham melakukan hal yang sama lalu makan dalam diam. Tidak berapa lama, Magdalena turun dari lantai atas dengan penampilan yang sudah rapi dan bersih. Rambut pirangnya dibiarkan digerai, terlihat cantik untuk usia gadis yang berumur 18 tahun.
"Duduk," Abraham memerintahkan Magdalena untuk duduk di kursi yang berada di dekatnya. Biasanya, kursi meja makan berjumlah dua kursi saja. Satu untuk Abraham dan satu lainnya untuk Magdalena. Namun malam ini, dengan kedatangan Jonathan, Abraham menyuruh pelayannya untuk menyediakan kursi tambahan.
"Selamat makan, Papa." Magdalena sudah terbiasa dengan sikap dingin ayahnya. Ia langsung makan dalam diam.
Selesai makan malam, Abraham menyuruh Magdalena naik ke atas. Sedangkan dirinya bersama dengan Jonathan masuk kedalam ruang kerja. Abraham duduk di kursi kebesarannya sambil menatap tajam kepada Jonathan.
"Katakan, apa kepentinganmu bertemu dengan saya, malam ini." ucap Abraham tanpa basa-basi.
"Saya menginginkan surat izin usaha di kota lainnya, tepatnya di kota Virginia. Berapa pun kemauan, Tuan. Akan saya sanggupi." tawar Jonathan.
"Harta kami, turun temurun, tidak akan habis untuk dihamburkan. Saya tidak memerlukan uang seperti orang di luar sana yang suka menjilatmu."
"Lalu … syarat apa yang Anda minta?"
"Minggu depan, temani putriku makan malam."
Tbc
"Nona Morris telah lulus kuliah, dia akan kembali besok pagi. Apakah Anda tidak ingin menjemputnya?" tanya Adam. Jonathan menghentikan kegiatannya, lalu menatap Adam. "Apakah itu perlu?" "Anda tunangannya, sebaiknya Anda menjemputnya. Nona Morris berada di luar negri selama lima tahun." Adam menghela napas sambil menunggu jawaban bosnya."Tapi dia setiap tahun pulang ke negara ini." jawab Jonathan santai. Seperti dugaan Adam, bosnya menganggap, memoerhatikan pasangan adalah hal sepele."Itu karena Anda, tidak pernah mengunjunginya." Adam ingin sekali memukul kepala Jonathan dengan guci yang berada di dekatnya supaya laki-laki itu punya sedikit kepekaan."Tahun lalu, aku datang memberinya kejutan di hari ulang tahunnya." Jonathan masih mengingat semua momen bersama Magdalena.Adam menghela napas, sungguh bos yang satu ini terlalu dingin dengan wanita. Tapi itu tidak mengurungkan niat para wanita cantik untuk mendekatinya. Termasuk Magdalena Morris, wanita muda yang sudah lima tahun me
"Baik, Tuan." "Lakukan dengan rapi, saya tunggu hasilnya. Sudah lama tidak ada pertunjukan yang menyenangkan." ucap Jonathan dengan senyumnya yang menyeringai. Ia mengibaskan jas mahalnya lalu berjalan menuju ruangannya. Sesampainya di ruangan, Jonathan memanggil sekretaris pribadinya. "Nona Rodriguez, pesankan satu buket bunga mawar merah untuk besok. Dibungkus dengan rapi dan dilingkari pita yang elegan." "Ada lagi, Tuan?" tanya Rebecca."Sekotak cokelat, bungkus warnanya yang senada dengan buket bunganya. Sediakan vas bunga di meja saya." "Baik, Tuan, saya mengerti." Jonathan tersenyum tipis, hanya dengan hadiah itu. Hati Magdalena Morris akan luntur kemarahannya, karena tidak menjemputnya di bandara. Gadis itu sabgat sederhana keinginannya dan Jonathan sangatlah paham. Magdalena si nona muda yang mempunyai sifat sederhana.*** Suasana di salah satu bar elite di pusat kota, terlihat sangat ramai dan meriah. Namun pengunjungnya hanya berisi beberapa orang laki-laki berjas maha
"Sungguh nikmatnya hidup ini, harta, kekuasaan dan wanita." Esteban tertawa di dalam kamar sambil memeluk gadis malam, bayarannya. Ia tidak tahu jika di luar kamar, Adam dan para pengawalnya Jonathan sudah siap untuk menyeretnya keluar dan mempermalukannya."Buka," titah Adam kepada resepsionis yang sudah memegang kartu kunci kamar."Tit," suara kunci terbuka, sang resepsionis mendorong pintu kamar yang ditempati Esteban untuk berbuat maksiat itu terbuka.Esteban masih sibuk, berkubang dengan nafsunya sehingga tidak menyadari jika ranjang yang ditempatinya telah dikelilingi oleh Adam dan pengikutnya. Laki-laki berambut putih itu masih merancau kata-kata kotor sambil menikmati gadis bookingannya.
"Kau …." Esteban mengacungkan tangannya. "Ya, ini saya, Jonathan Smith." Jonathan masih belum merubah posisi duduknya. Berpakaian jas mahal yang masih rapi dan menyilangkan kakinya. Tangan kanannya terdapat rokok yang terselip di jari tengahnya. "Dingin?" tanya Jonathan dengan santai lalu menatap segerombolan pengkhianat itu dengan sorot mata yang sulit diartikan. "Apa-apaan ini, Jonathan!" teriak Esteban. "Tuan Smith, panggil nama saya, Tuan Jonathan Smith." Jonathan menegaskan. "Apa maksudmu, membawa kami ke sini dalam keadaan telanjang!" hardik Esteban yang berapi-rapi sambil menahan rasa dingin yang sudah menusuk kulitnya sejak tadi. "Adam," panggil Jonathan sambil merentangkan satu tangan kanannya Adam mengambil sebuah cambuk besi, lalu menyerahkannya kepada Jonathan. "Katakan, apa tujuan kalian menjebak kepala manajer bagian produksi di kantor cabang kota barat?" "Apa maksudmu?" tanya Esteban Jonathan mengibaskan cambuknya ke udara, suara lecutan benda lentur itu membua
Esteban menelan ludahnya dengan susah payah. Ia mati kutu, harusnya ia tahu, siapakah Jonathan yang sebenarnya. Seorang pengusaha sukses dengan latar belakang dari keluarga miskin. Anak yatim yang hidup di jalanan bisa berubah nasibnya dalam waktu singkat, pasti ada sesuatu usaha yang mendukungnya. Bodohnya ia tidak berpikir sampai kesitu. Dunia hitam dan anak jalanan sudah seperti daging dan darah, menyatu dalam satu kesatuan yang tak terpisahkan. Jonathan pasti dengan mudah mengetahui gerak-geriknya yang menyeleweng di perusahaan. "Tuan Smith, Tuan, maafkan saya, saya khilaf, saya tidak sengaja. Ampuni saya, Tuan." Esteban kembali merangkak, meraih kaki Jonathan yang terbungkus sepatu pantofel yang mengkilat. Keenam orang pengikutnya Esteban, juga melakukan hal yang sama. Jonathan tersenyum sinis menatap malas ketujuh lak
Dua jam sebelumnya.Jonathan berdiri di depan pintu ruangan besi bersama Adam. Sebelum pergi ke kantor, ia menyempatkan diri untuk melihat, manusia terakhir yang menjadi pemenang dari perebutan mantel."Buka pintunya," titah Jonathan kepada penjaga pintu."Baik, Tuan." Penjaga itu bergegas membuka pintu untuk Jonathan dan Adam, di belakangnya, beberapa pengawal pribadi ikut masuk ke dalam sebagai pengawal keselamatannya Jonathan.Hawa dingin menusuk kulit Jonathan dan Adam setelah pintu ruangan tersebut dibuka. Tampak seseorang sedang duduk di pojok ruangan sambil memeluk kakinya. Sedangkan tubuh enam orang lainnya tergeletak di lantai dengan keadaan yang mengerikan. Berlumuran darah dan membiru karena beku.
"Ck … dia tidak ada di sini," gumam Magdalena setelah masuk ke ruangan direktur milik Jonathan."Tuan Smith sedang rapat, Nona." jawab Adam."Lalu? Kenapa kau masih ada di sini?""Maksud, Nona?""Kau asisten pribadinya, seharusnya kau berada di sampingnya saat ini. Apalagi dalam keadaan rapat penting."Adam menggaruk rambutnya yang tidak gatal. Bosnya menyuruhnya untuk menjemput tunangannya. Dan kini orang yang dijemputnya menyalahkannya karena tidak mendampingi bosnya. Serba salah, bagaikan buah simalakama."Tunggu apalagi?" Magdalena gemas karena asisten tunangannya yang cerdas itu mendada
Setelah satu jam berlalu, Magdalena terbangun dari tidurnya. Gadis itu mengerjap, merasakan hangat karena selimut. Bau parfum yang segar menyeruak dalam hidungnya. Magdalena tersenyum, bau khas parfum itu adalah milik Jonathan, tunangannya. Rasa hangat yang menyelimuti tubuhnya ternyata berasal dari jas mahal laki-laki itu. Ada rasa bahagia yang ia rasakan dengan hal simple tersebut."Nathan," panggil Magdalena. "Oh, kau sudah bangun?" Jonathan melepas kaca matanya dan menghentikan ketikan jarinya di keyboard laptop. "Kau sangat sibuk?" tanya Magdalena basa-basi. Ia ingin Jonathan menyambutnya dengan sikap yang hangat, walaupun itu adalah hal yang tidak mungkin. Karena sedari awal Magdalena tahu jika Jonathan adalah laki-laki dingin tak tersentuh. Sama seperti ayahnya. Dua laki-laki yang hampir mirip sikapnya, tapi Magdalena menyukainya."Sudah waktunya makan siang, aku lapar." Jonathan mematikan laptopnya. "Ayo kita pergi makan di luar." perkataan yang tidak diharapkan oleh Magdale
“K-kenapa kau ada di sini?” Maria mundur beberapa langkah. Ia tidak mengira jika bukan Magdalena yang berada di dalam karung. Melainkan Jonathan Smith. Orang yang sangat dicintai dan sekaligus dibenci oleh Maria.“Karena saya ingin melihat orang yang mencoba mengganggu hidup saya, Maria.” Jonathan melepas wig yang diambil dari toko di mana Magdalena diculik.Ide menyamar menjadi Magdalena itu datang secara tiba-tiba. Saat Jonathan melihat seseorang membuntuti Magdalena lalu ikut masuk ke ruang ganti. Awalnya Jonathan ingin menghajar laki-laki yang berusaha menculik Magdalena. Tapi kemudian Jonathan mempunyai ide untuk berpura-pura menjadi Magdalena agar bisa mengetahui siapa dalang dibalik rencana penculikan Magdalena.Setelah menemukan karung yang berisikan Magdalena. Jonathan menyuruh anak buahnya untuk mengamankan Magdalena. Ia lalu mengambil sebuah wig berwarna pirang yang mirip dengan rambut Magdalena. Dengan bantuan anak buahnya, Jonathan masuk ke dalam karung lalu diikat seper
Jonathan waspada, ternyata ada seseorang yang sedang mengawasi Magdalena. Seseorang itu masuk ke ruang ganti. Jonathan sangat marah tapi ia menahan amarahnya demi senuah rencana yang sedang di susunnya.Jonathan mengambil sebuah wig lalu memanggil beberapa anak buahnya.Sementara itu di dalam ruang ganti, Magdalena terkejut di saat akan membuka kancing bajunya ada laki-laki yang masuk ke ruang di mana ia berada. “Siapa kau?”Laki-laki itu diam, tidak menjawab lalu membekap mulut Magdalena menggunakan sapu tangan.Magdalena meronta sebentar lalu pingsan. Laki-laki itu tersenyum karena sudah berhasil melumpuhkan korban. Ia kemudian mengambil sebuah karung lalu memasukkan Magdalena ke dalamnya. Selesai mengikat ujung karung, laki-laki itu keluar dari ruang ganti tanpa sepengetahuan pelayan toko.Lily yang melihat laki-laki itu berhasil membawa pergi Magdalena, langsung buru-buru meninggalkan toko. Ia berjanji akan neninggalkan negara Azdania agar Adam selamat dari intimidasi Jonathan dan
“Adam, hubungi anak buah kita untuk segera ke mansion Moris atau mencari keberadaan Magdalena.”Walaupun Adam bingung dengan maksud dari perintah Jonathan. Ia tidak banyak bertanya dan langsung melaksanakan apa yang Jonathan minta. Sudah berkali-kali Jonathan bereaksi seperti ini dan memang ada kejadian genting yang sedang terjadi.Jonathan berlari keluar ruangan diikuti oleh Adam.“Nona Rodriguez, ubah skedul jadwal pekerjaan saya hari ini. Ada kepentingan mendadak yang harus saya tangani bersama Adam.”“Baik, Pak.” Rebecca juga tidak banyak bertanya. Ia pun juga sudah hafal dengan gerak-gerik Jonathan yang sedang tertimpa masalah.Selesai memberi perintah kepada Rebecca, Jonathan masuk ke dalam lift bersama Adam. Ia menghubungi nomor ponsel Abraham. Tapi sayang ponsel Abraham tidak aktif. Jonathan menebak jika calon mertuanya itu sedang berada di kantor pemerintahan karena saat ini adalah jam kantor.“Sial,” desis Jonathan.“Halo, apakah Nona Moris tidak ada di mansionnya?” Jonathan
“Nona Moris,” Lily menyapa Magdalena.“Kau pasti kekasihnya Adam. Lily, kan, namamu?” tebak Magdalena.“Benar Nona.”“Ayo masuk.” Magdalena menarik tangan Lily. Namun ia berhenti setelah mengingat Adam.“Adam, aku bawa Lily ke dalam. Nanti jam lima sore kau bisa menjemputnya.”“Baik, Nona.”“Lily cantik, pantas kau memilihnya.” bisik Magdalena.Adam hanya tersenyum sambil menggaruk rambutnya.“Sudah, sana pergi. Nathan pasti sudah menunggumu di kantor.”“Baik, Nona.” Adam melambaikan tangan kepada Lily sebelum pergi ke kantor Smith Corp.***“Bagaimana? Kau sudah mengantarkan kekasihmu ke rumah Lena?” tanya Jonathan yang baru saja tiba di kantor.“Sesuai perintah dari Tuan.”“Bagus.”“Tuan tidak bertanya, bagaimana reaksi Nona Moris saat bertemu Lily?” Adam kesal karena Jonathan tidak mencari tahu reaksi tunangannya saat Adam membawa Lily.Jonathan tersenyum tipis, “Dia pasti sangat senang. Senyumnya sangat lebar dan dia tak henti-hentinya bersenandung.”Adam mengernyit, “Tanpa bertemu
“Tuan Adam.” Lily kaget melihat kedatangan Adam yang tiba-tiba.“Boleh, aku masuk?”Lily mempersilakan Adam masuk. “Tuan, ada apa?” Lily takut jika ibunya Adam akan marah jika Adam kembali berhubungan intens dengannya.“Lily, jangan panggil aku, Tuan. Panggil saja Adam.” Sebenarnya Adam rindu, tapi ia menahan diri untuk tidak menyentuh gadis itu karena takut jika Lily akan marah.“Tuan, saya tidak ingin melanggar apa yang sudah saya ucapkan kepada ibu Anda.”Adam menghela napas, sungguh sulit meluluhkan hati Lily semenjak ibunya dengan keras memberi peringatan kepada gadis itu agar menjauhi dirinya.“Tuan Smith ingin meminta bantuanmu.” Adam berharap dengan membawa nama Jonathan, Lily akan memperlakukannya sedikit hangat.“Tuan Smith?” Lily kaget karena Jonathan yang terkenal dingin dan tak tersentuh itu tiba-tiba ingin meminta bantuannya.“Boleh aku duduk?” tanya Adam.“Oh, silakan duduk.” Lily lupa mempersilakan Adam untuk duduk.“Terima kasih,” Adam duduk. Namun ia merasa tidak ena
Maria ingin menghubungi orang yang bisa menolongnya dari jeratan Ronald. Namun sayang ponselnya saat ini sedang mati karena baterainya kosong.“Ayolah Nona Soriano. Kau tidak bisa mengelak dari kemauanku.” Ronald tetap saja menarik Maria hingga masuk ke dalam mobilnya. Saat ini kemarahannya harus dilampiaskan. Apalagi Maria adalah partnernya untuk menghancurkan Jonathan Smith. Tentu saja keadaan hatinya yang sedang marah harus ia bagi adil dengan Maria.‘Sialan,’ Maria mengumpat dalam hatinya. Dalam keadaan setengah tidak sadar ia bersumpah akan menghancurkan Ronald. Ia juga tidak peduli jika laki-laki itu juga mempunyai misi yang sama untuk menghancurkan Jonathan.***“Ada apa? Kenapa sudah hampir seminggu ini kau di rumah dan tidak kemana-mana?” tanya Abraham kepada Magdalena.“Aku hanya ingin beristirahat, Pa. Sebelumnya aku sempat kelelahan dan badanku sedikit terasa pegal-pegal.” dusta Magdalena yang tidak ingin memberitahukan larangan Jonathan padanya.“Jangan berbohong, Lena. Pa
“Sialan, brengsek! Dia telah menghinaku,” umpat Ronald yang saat ini telah sampai di hotel yang ditempatinya. Ia mengamuk, mengobrak-abrik isi seluruh kamar hotel yang ditempatinya.“Tenanglah, Tuan.” ucap Alex, asisten pribadinya Ronald.“Tenang katamu?” Ronald langsung menarik kerah bajunya Alex. “Kau tidak melihat bagaimana wajah si keparat itu ketika menghinaku? Penolakannya sungguh sangat membuat wibawaku turun. Kau tahu, selama ini tidak ada satu pun orang yang pernah memandangku dengan sebelah mata. Namun si Jonathan Smith itu berani-beraninya merendahkanku di pertemuan pertama kami.”“Tenanglah, bukankah sebelumnya Nona Soriano sudah memperingatkan Anda akan kelebihan dari Tuan Smith?”“Sialan,” Ronald melempar tubuh Alex ke dinding. “Aargh,” Alex mengerang.“Kau memujinya?”“Saya hanya mengingatkan Anda, Tuan. Tentu saja saya ingin kebaikan di pihak Tuan. Saya bekerja untuk Tuan.” ucap Alex ketakutan.“Ke mana perginya wanita itu?” Ronald menanyakan keberadaan Maria.“Sepert
“Tuan Smith,” Ronald langsung menyambut kedatangan Jonathan yang baru saja keluar dari lift.“Silakan masuk,” ucap Jonathan dingin.“Nona Rodriguez, sediakan dua minuman dingin untuk kami.”“Baik, Tuan.” Rebecca langsung menuju ke pantry untuk membuatkan minuman yang diminta oleh Jonathan.Sedangkan itu Adam langsung mengikuti langkah dari Jonathan dan Ronald. Ia sudah merasa jika ada hal yang tidak beres dengan sikap Jonathan. Maka dari itu ia tidak mau meninggalkan Jonathan sendirian untuk berhadapan dengan Ronald. Adam takut jika emosi Jonathan tidak stabil dalam menghadapi musuh bisnisnya. Walaupun Jonathan belum mengatakan jika Ronald adalah musuhnya. Namun Adam bisa merasakan aura buruk yang dipancarkan oleh Jonathan terkait dengan kedatangan Ronald Robinson.“Tuan, silakan diminum.” Rebecca datang dengan membawa dua gelas cocktail dingin untuk Jonathan dan Ronald.“Terima kasih, Nona Rodriguez.” ucap Jonathan.“Terima kasih, Nona manis.” Ronald mengucapkannya dengan nada yang se
"Pantas saja Jonathan Smith sangat setia, putri Abraham Smith sangatlah cantik." puji Ronald saat menatap photo Magdalena di berita online."Ck," Maria berdecak kesal."Akui saja, Nona Soriano. Kalau pesonamu tidak bisa mengungguli Magdalena Morris. Kau tidak akan patah hati sehingga ditolak oleh Jonathan Smith." cibir Ronald."Cukup sudah aku mendengarkan ocehanmu. Sekarang apa rencana kita untuk menghancurkan Jonathan Smith?""Aku harus bertemu dulu dengan laki-laki itu sambil menunggu orang-orangku yang menyelinap untuk mencari informasi penting di Smith Corporation.""Heh," Maria kecewa. "Lalu kenapa kau mengajakku bertemu?" Maria berkacak pinggang."Sebagai tuan rumah, harusnya kau menjamu tamu penting sepertiku." Ronald mendekati Maria sambil mengelus pipinya."Lupakan itu, aku tidak akan menjual tubuhku." Maria ingin meninggalkan kamar hotel tempat pertemuannya dengan Ronald. Namun kedua penjaganya Ronald menghalangi kepergian Maria."Apa maksudnya ini?""Jangan berpura-pura bod