"Aku akan membunuhnya sekarang juga!" Pria bertubuh tinggi, mengenakan jaket kulit dan topi baseball berdiri dari tempat duduknya ketika Daniella beranjak keluar. Pria itu tertawa sendiri, dia membayangkan sebuah kemenangan di depan matanya.
Daniella pergi ke sebuah store yang menjual berbagai produk kecantikan, sebuah store yang di gandrungi oleh anak-anak muda karena produk-produk yang di jual sangat bagus dan harganya yang tidak terlalu mahal. Daniella melihat-lihat beberapa produk yang ingin dia beli, dia mencoba beberapa lipstik dan juga parfum. Dia juga melihat beberapa produk kecantikan dari JS Group. Produk dari JS mendapatkan perhatian public sejak Allena menjadi model mereka, karena rata-rata usia penggemar Allena dari remaja sampai yang Dewasa. Produk-produk dari JS Group di tulis sebagai produk yang terlaris disana. Daniella jadi berpikir apakah nanti produk yang terbaru dari JS Group akan mendapatkan popularitas yang sama saat dia menggantikan posisi Allena? "Eh, itu model kan yah?" "Yang mana?" "Itu loh, yang lagi pegang produknya JS." "Oh iya bener. Apa tuh yang dia pegang?" "Mau ah beli yang samaan." "Kali aja cantiknya nular." Beberapa remaja yang ada disana mendekati Daniella dan meminta foto dengannya. Rasanya sangat aneh, karena Daniella bukanlah seorang model dan dia bukan seorang bintang. Tetapi, Daniella tetap meladeni remaja-remaja itu. Dia mengijinkan mereka untuk mengambil foto dan foto bersamanya. Mereka juga menanyakan produk yang di pakai Daniella, Daniella menunjukan produk dari JS Group, sejujurnya dia sendiri tidak memakai produk dari JS Group tetapi Zeva memakainya jadi dia tau tentang kegunaan dan hasilnya, karena Zeva yang paling sering mereview setiap produk kecantikan yang dia gunakan. Setelah berkeliling, dia membeli beberapa barang darisana dan berencana untuk langsung pulang ke rumahnya. Dia hendak memesan Taxi, ketika dia kembali mendapatkan telpon dari nomor yang tidak dia kenal. "Ck! Kenapa dia menelponku lagi." Keluhnya. Daniella tidak menjawabnya dan membiarkan panggilannya berakhir begitu saja. Daniella membuat kontak untuk nomor yang baru saja menelponnya 'Aneh' karena dia merasa pemilik nomor telpon itu aneh, segala hal yang di lakukan Gavriel akhir-akhir ini sangat aneh dan membuat Daniella tidak nyaman sama sekali. Daniella tidak pernah membenci siapapun, tetapi sekarang nama Gavriel masuk ke daftar orang yang dia benci. Selang beberapa saat, nama Aneh muncul di kontaknya. "Apakah dia gak bisa berpikir, jika panggilan pertama tidak di jawab itu artinya orang yang di telpon sibuk atau tidak mau di ganggu!" Keluhnya. Sambil mendecak kesal, dia menjawab panggilan tersebut. "Kau dimana?" Tanya Gavriel dari sebrang dengan suara yang tak ramah. "Katakan kau dimana?" Ulangnya, dia terdengar sedang tergesa-gesa. "Kenapa? Kau mau kasih pekerjaan apalagi?"Dia merasa Gavriel hendak memberlakukan kerja paksa padanya. "Aku lelah! Mari kita selesaikan semuanya sekarang." "Kau dimana sekarang?" Kali ini dia membentak Daniella. "Daniella!!!" Panggilnya, karena Daniella tidak menjawabnya sama sekali. Daniella menjawabnya dan memberitahu lokasinya saat itu, walau dia merasa tidak perlu untuk menjawab pertanyaan Gavriel karena dia yakin pria itu menelpon hanya untuk menyuruhnya. "Sekarang kau diam disana dan jangan kemana-mana. Kau akan mati di tanganku jika kau pergi darisana." Panggilan telpon berakhir. Daniella kembali mengoceh dan memasukan ponselnya ke dalam tas. Dia benar-benar tidak mengerti dengan Gavriel yang melakukan apapun yang dia mau sesuka hatinya. Daniella memutar pandangannya mencari tempat duduk. Di depan sebuah toko pakaian ada sebuah bangku bundar, dia menggerakan kakinya ke tempat itu. Dia duduk dan meletakan tas belanjaanya disamping. "Daniella??" Seorang pria menyapanya. Daniella menoleh dan tersenyum melihat photographer yang beberapa hari lalu bekerja dengan Daniella. Pria itu terlihat keren dengan balutan jaket coklatnya. Wajahnya begitu ramah, wajah penuh amarah saat pemotretan tak nampak. "Oh ... Hi ..." Daniella membalas sapaan sang Photographer. Namanya Dion. "Sendirian?" Tanya Daniella sambil melihat sekelilingnya. Dion mengangguk. "Kamu sama siapa?" "Sendiri." Jawabnya. Dion menunjuk tempat duduk disamping Daniella dan Daniella langsung mempersilahkannya. "Aku belum minta maaf loh soal masalah kemarin. Aku benar-benar minta maaf, emosiku memang tak terkontrol saat pemotretan kemarin. Aku memiliki masalah saat itu, dan bodohnya, aku membawa masalah pribadiku dalam urusan pekerjaanku." "Nggak apa-apa kok, santai aja. Namanya juga ngarahin pemula. Aku paham kok, aku juga minta maaf karena nggak bisa melakukan apa yang di arahin. Dan, karena aku kau juga mendapatkan omelan dari Gavriel, padahal kamu sudah melakukan pekerjaanmu dengan baik." Rasanya ingin bilang, semua terjadi karena Gavriel, seandainya saja pria itu tidak memaksa Daniella, pasti semuanya baik-baik saja. Dia merasa tak enak hati pada Dion, karena Dion juga mendapatkan ocehan dari Gavriel. "Kamu mau pulang?" Tanya Dion. "Iya." "Aku anter aja gimana?" Ajaknya. Terlihat Dion begitu berharap agar Daniella mau ikut dengannya. Sebenarnya Daniella mau, tetapi mengingat ancaman dari Gavriel dia menolak ajakan Dion. Kekecewaan nampak di wajah Dion, dan dia tetap mencoba agar Daniella mau pulang dengannya. Lebih baik menolak Dion, daripada Gavriel. "Maaf banget, tapi orang yang menjemputku sudah datang." Dia melihat Gavriel kembali menelponnya. "Sayang sekali, padahal aku ingin menebus kesalahanku," ungkapnya penuh kekecewaan. Lalu dia kembali berkata "Besok kau punya waktu? Bagaimana kalau besok makan siang denganku? Aku sungguh-sungguh ingin menebus kesalahanku." Katanya. Ucapannya terlihat tulus, sehingga Daniella mengiyakan ajakannya. Mereka berduapun bertukar nomor ponsel. "Sampai bertemu besok Daniella." Kata Dion sebelum dia pergi. Daniella berdiri dari tempat duduknya, dia melambaikan tangannya kemudian melihat ponselnya, ada lima panggilan tak terjawab. Daniella sengaja tidak menjawabnya karena saat itu dia sedang berbicara dengan Dion. Dia berencana ingin menelpon Gavriel, namun tepat saat itu terdengar suara Gavriel memanggilnya. Daniella menoleh sambil mendecak melihat Gavriel. "Kenapa kau tidak menjawab telponku?" Tanya Gavriel. Matanya melihat ponsel yang di pegang Daniella. "Kau memegang ponselmu tetapi kau tidak menjawab telponku? Kau sengaja mengabaikan telponku?" Dia terlihat sangat kesal dan menuduh Daniella dengan segala pemikiran anehnya. "Tadi aku sedang berbicara dengan temanku." Daniella menjawab singkat, dia akan lelah jika membantah semua hal yang di katakan Gavriel. "Siapa? Apa dia sangat penting sampai kau mengabaikan panggilanku?" Tanyanya. "Kau pikir panggilanmu sangat penting?" "Sangat penting! Dan aku ingatkan sekali lagi jangan pernah mengabaikan telpon dariku!" Jawabnya penuh penekanan dan terdengar seperti sedang mengancam Daniella. "Untuk apa kau menelponku?" Gavriel tidak menjawab, dia meraih tangan Daniella, dia menggenggamnya dan membawa Daniella pergi darisana. Mereka menuju parkiran dimana Gavriel memarkir mobilnya. "Antar dia ke rumahnya." Kata Gavriel pada supirnya, Pak Yatno. "Loh, apa-apaan ini? Aku bisa pulang sendiri." Seru Daniella, jika dia tau tujuan Gavriel menyuruhnya untuk tidak pergi kemana hanya untuk mengantarnya pulang, dia bisa saja pergi dengan Dion. "Kau akan mati jika kau pulang sendirian!" Dia membuka pintu mobilnya dan menyuruh Daniella untuk masuk. "Jangan membantah!" Dia kembali membentak Daniella. Daniella terdiam, dia tidak bisa di bentak-bentak seperti itu. Dia ingin menangis tetapi dia menahannya hingga membuat tubuhnya bergetar. Lagipula apa yang Gavriel khawatirkan? "Jalan Pak Yat." Kata Gavriel sambil menutup pintu mobilnya dengan kasar. Gavriel memperhatikan mobilnya pergi darisana sambil menelpon seseorang. "Kau yakin itu dia? Terus awasi dia, jangan sampai dia menyentuh Daniella. Dan ... aku butuh seseorang untuk terus mengawasi Daniella." Daniella yang sudah ada di dalam mobil, dia menoleh dan melihat Gavriel masih berdiri di parkiran dan sedang berbicara di telponnya. "Bapak sudah lama kerja sama dia?" Daniella bertanya pada supirnya Gavriel. "Sudah lama Bu. Sebelumnya saya yang kerja Sama Kakek Andreas." "Kok bisa beta kerja sama dia?" "Memangnya kenapa Bu? Pak Gavriel baik bu, tentu saja orang-orang betah bekerja dengannya." "Baik? Bapak tidak dengar dan tidak lihat apa yang dia lakukan tadi? Dia bahkan membentak seorang perempuan." Pak Yat tersenyum kecil. "Begitulah caranya Bapak menunjukan kepeduliaannya Bu. Bukan hanya Ibu, Kakek Andreas pun dia bentak kalau Kakek sering membatalkan jadwal untuk check up. Dia akan seperti itu pada orang yang dia sayang." "Sayang? Mana ada bentuk sayang dengan cara membentak?" Gumamnya. Sayang? Sama aku juga? Memangnya aku siapa?"Dion tidak akan tinggal diam setelah kau membuat kekacauan seperti kemarin. Niatmu untuk menjaga Daniella malah menciptakan masalah baru dan menjadikan Daniella sebagai target Dion." Ray meniup-niup mie panas yang dia buat untuknya dan juga Gavriel. Ray mengambil sumpit serta mangkok dan memberikan pada Gavriel. Tanpa mengajak Gavriel untuk segera menyantap mienya, Ray langsung menyeruputnya dengan penuh semangat. Setelah memasukan satu seruputan mie kedalam mulutnya, dia kembali melihat Gavriel. Pria itu masih menyilangkan kedua tangannya dan tampak tak tertarik untuk menyantap mie yang sudah di sajikan untuknya. Wajahnya mengkerut, dan sesekali dia menggerutu kesal.Ray terus menyantap mie nya selagi panas, karena makan mie saat dingin, tidak enak menurut Ray. Dia mengabaikan segela gerutuan tak jelas yang keluar dari mulut Gavriel."Bagaimana dengan CCTV di studionya? Kau sudah membereskannya?" Tanya Gavriel. Kali ini dia meraih sumpit dan sendok lalu mengaduk-aduk mienya yang ma
Daniella baru pertama kali mengikuti casting, dia tidak mengerti sama sekali apa yang harus dia lakukan. Seandainya dia tau sebuah mantra yang bisa membuatnya rileks dan menyelesaikan proses casting itu, pasti dia tidak akan segrogi ini. Dia mendengar dari beberapa mulut staff disana, jika beberapa artis dan model ternama di tawarkan juga untuk mengikuti casting. "Bagaimana ini?" gumamnya, dia begitu cemas. Mendengar nama-nama para model ternama membuat rasa percaya dirinya hilang.Hal paling mudah yang di lakukan Daniella adalah saat proses pengenalan, dan pengambilan foto dari beberapa sudut, tentu saja pengambilan fotonya berbeda daripada saat dia menjadi model dari JS Group. Untuk beberapa tahapan Daniella tidak bisa melakukannya, dia sangat gugup. Semua yang ada disana tampak saling mengenal dan hanya dialah orang asing disana, tak ada yang menyemangati atau membuatnya lebih tenang. Dia tidak perduli dengan hasilnya, yang penting dia sudah melakukan sebisa mungkin apa yang di m
Siapa yang menduga jika Allena juga akan hadir disana? Yah Gavriel tau hubungan Allena dengan sang penyanyi, sepertinya penyanyi itu sendiri meminta Allena untuk menjadi modelnya. Allena begitu semangat saat proses casting, dia tersenyum berseri-seri dan bahagia. Dia beranggapan jika Gavriel datang kesana untuk mendukungnya. Apalagi dia tau jika project kali ini di dukung oleh JS Group. "Aku sangat senang, karena kamu mau meluangkan waktumu untuk datang kesini dan mendukungku." Matanya bersinar saat berbicara dengan Gavriel. "Aku tidak datang untuk mendukungmu." Sahutnya dingin. Tulang rahangnya mengeras saat dia tau Daniella sudah melakukan proses casting sejak tadi. Saat ini dia masih menunggu jawaban dari Ray, kemana perginya Daniella, karena dia sudah menghubungi Daniella tetapi nomornya tidak bisa di hubungi. Dia juga menghubungi Agatha untuk menanyakan Daniella, namun Agatha bilang Daniella tidak bersamanya, begitu juga dengan Zeva. Setelah menunggu selama hampir 10 menit,
Kakek mengamati Gavriel secara perlahan, dia merasa ada sesuatu yang ingin di katakan oleh cucunya itu, apalagi dia datang menemuinya malam-malam seperti ini. Ada hal yang ingin di katakan oleh Gavriel, namun sudah hampir sepuluh menit Gavriel duduk di ruang tengah bersama Kakek Andreas dia tidak mengatakan apapun dan hanya terdengar tarikan napas berat. Tampaknya Gavriel sedang mempertimbangkan apa yang akan dia katakan pada Kakek Andreas. "Apa terjadi sesuatu di kantor?" Tanya Kakek, walau dia yakin tujuan Gavriel datang bukan karena itu, Gavriel tidak akan memberitahu Kakeknya jika ada masalah apapun di kantor karena dia bisa menyelesaikan semuanya sendiri. Dia kembali bertanya "Dokter Handoko memberi laporan baru padamu tentang kondisi kesehatan Kakek?" Tebaknya lagi. Dia berpikir dua hal itulah yang membuat Gavriel terlihat tak tenang. "Ada yang Kakek sembunyikan dariku?" Dia balik bertanya penuh selidik pada Kakek. Dia menatap Kakeknya dalam dan tidak membiarkan Kakek mengali
Zeva mendatangi Daniella ke rumahnya setelah dia mendapat kabar dari Anthonio jika Daniella akan menikah. Dia ingin mengamuk karena dia tau tentang pernikahan sahabatnya dari orang lain. "Siapa pria yang akan dia nikahi? kenapa dia tidak menceritakan apapun padaku?" keluh Zeva. Dia merasa kesal karena hal itu. "Awas saja kau Daniella, bisa-bisanya kau menyembunyikan hal ini dariku!" Zeva melajukan mobilnya dengan cepat menuju rumah Daniella. Dia tidak sabar ingin mengamuk pada sahabatnya itu. "Siapa yang mengatakannya? Aku belum ada rencana untuk menikah." Daniella melempar hoodienya dengan kesal ke atas kasur, dan mengenai Zeva yang duduk bersila disana. Saat itu dia sedang membereskan pakaiannya, beberapa barangnya juga masih berserakan di lantai dan diatas kasurnya. "Anthonio. Dia menelponmu dan pria yang akan menikahimu yang menerima teleponnya. Ah, sekarang aku tau kenapa kau tidak membalas pesanku dan beberapa kali aku menghubungimu kau tidak bisa di hubungi sama sekali. P
Selain menikmati secangkir kopi di pagi hari, Daniella juga menyempatkan diri untuk berolahraga, kadang dia work out di rumah atau pergi ke Gim. Pagi ini, dia memilih untuk lari pagi, mengintari jalanan kompleks perumahannya. Dia harus menjaga staminanya dan memastikan bentuk tubuhnya tetap terjaga, apalagi setelah obrolannya semalam dengan Zeva. Sebagai seorang model, Daniella harus menjaga badannya dan staminanya. Badan yang bagus akan mendukung performancenya. Daniella sudah siap dengan pakaian olahraganya yang serba hitam dan celana pendek memamerkan kakinya yang jenjang. Sebelum memulai aktifitasnya pagi itu, dia melakukan sedikit peregangan, merentangkan kedua tangannya, memutar-mutar kepalanya, mengangkat dan memutar kaki. Setelah melakukan pemanasan, Daniella memakai Earphone di kedua telinganya dan mulai berlari melintasi jalanan kompleks rumahnya yang masih sepi. Pagi itu hanya terlihat beberapa asisten rumah tangga yang sedang membersihkan halaman rumah, suasana jalanan ya
Gavriel barusaja tiba di kantornya, ketika dia mendapat kabar dari Sutradara terkait hasil casting yang di ikuti oleh Daniella. Sutradara memberitahu Gavriel jika yang terpilih untuk menjadi model video clipnya adalah Allena. Sang Sutradara menjelaskan beberapa hal pada Gavriel kenapa Daniella tidak bisa mendapatkan peran itu. Walaupun dia kesal, tetapi Gavriel tetap menerima hasilnya, jika dia tetap memaksakan Daniella yang menjadi model Video Clip, nantinya hal itu membuat Daniella akan di hujat akibat aktingnya yang buruk. Dia pun mengakui kalau Allena memang bagus dalam berakting dan pilihan sang Sutradara sudah benar. "Setidaknya, Daniella sudah mencoba melakukannya." Dia bergumam.Gavriel sedang memeriksa beberapa file, ketika Alberto masuk ke ruangannya. "Ini ada laporan-laporan yang Bapak minta. Datanya juga sudah kami cocokan dengan data-data penjualan dari cabang." Alberto meletakan tumpukan laporan di depan meja Gavriel setelah itu Alberto keluar dari ruangan Gavriel.G
Malam itu, Daniella tampil cantik dan memikat, dia mengenakan dress panjang warna hitam dengan belahan pinggir yang menunjukan kaki jenjangnya, dia menggerai rambut panjangnya yang sudah dia curly. Daniella tersenyum kecil, melihat pantulan dirinya yang seperti Kendal Jenner, dia menggunakan make up yang tipis. Walaupun hanya makan malam dengan sang Kakek, dia selalu berpenampilan cantik. Dia takut jika saat mereka makan malam mereka akan bertemu dengan teman ataupun kenalan Kakek. "Kakek nggak boleh tau, tentang luka-luka ini." Gumamnya. Dia tau betul, Kakeknya akan heboh dan panik kalau dia tau Daniella sedang terluka. Sampai sekarang, Daniella tidak bisa membawa sepeda dan mengendarai motor, karena Kakeknya tidak mau dia terluka. Untuk mengendarai mobil saja, prosesnya begitu panjang. Jika tau dia terluka karena lari, Kakek akan menyuruhnya untuk tidak melakukan kegiatan itu lagi. Daniella mengisi tas kecilnya dengan bedak, lipgloss dan sisir kedalam tas kecilnya, dia berpikir s